PERAN ORANG TUA DALAM PENGASUHAN ANAK

Periode usia di bawah lima tahun (balita) merupakan periode paling kritis dalam menentukan kualitas hidupnya di masa yang akan datang. 

Pengajaran dan pendidikan yang diberikan pada awal kehidupan ini menjadi modal dasar bagi kebahagiaan dan kesuksesan di masa dewasanya. 

Mendidik anak di masa sekarang khususnya dalam era teknologi informasi berkembang dengan pesat (era layar) membutuhkan keterampilan mengasuh yang memadai dan konsep diri yang positif agar mampu berkomunikasi dan menerapkan disiplin dengan cinta dan kasih sayang.

Pada lima tahun pertama kehidupan, proses tumbuh kembang anak berjalan sangat pesat dan optimal. Para ahli mengatakan masa balita sebagai masa emas (golden age period). Hal ini disebabkan karena pada usia 0-2 tahun, perkembangan otak anak mencapai 80%. 

Pada masa inilah anak-anak memiliki kesempatan untuk mengembangkan seluruh aspek-aspek dalam dirinya, baik secara fisik, kognitif, bahasa, moral, maupun sosial emosional.

Masa balita merupakan periode awal pengasuhan yang sangat kritis. Jika orang tua gagal dalam mengasuh dan mendidik anak pada masa ini, maka akan berdampak buruk pada periode perkembangan selanjutnya. 

Pada masa balita orang tua memiliki peran yang sangat berarti dalam kehidupan untuk memenuhi pertumbuhan dan perkembangannya. Pada masa ini hampir seluruh sel-sel otak berkembang dengan pesat. 

Dengan kata lain, peran orang tua  sangat penting dalam menentukan arah serta kualitas pertumbuhan dan perkembangan anak.

Oleh karena itu, dibutuhkan kemampuan orang tua dalam memenuhi segala kebutuhan anak akan asuh, asih, dan asah melalui komunikasi yang baik dan benar sehingga akan mempengaruhi kualitas kepribadiaan anak menuju manusia dewasa di kemudian hari.

Orang tua diharapkan memiliki kesiapan menjadi orang tua dan memahami tujuan pengasuhan yang benar agar mampu menghasilkan anak yang kuat dan tangguh di masamasa selanjutnya. 

Untuk menghasilkan anak yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki pengetahuan, percaya diri, sehat, berkarakter, memiliki peran jenis kelamin yang sehat dan benar, serta berbudi pekerti luhur. 

Oleh karena itu, sangatlah penting dibutuhkan peran ayah untuk mengambil peran yang besar di dalam pengasuhan dimulai dari masa kehamilan, masa ibu menyusui, dan masa kanak-kanak. 

Peran Orang Tua

Menjadi orang tua hebat perlu persiapan dan perencanaan yang matang sebelum dan sesudah kehadiran buah hati dalam kehidupan rumah tangga. Ada empat hal yang perlu diperhatikan yaitu: 

1. Bersiap-siap menjadi orang tua, 
2. Memahami peran orang tua, 
3.Memahami konsep diri orang tua, dan 
4. Melibatkan peran ayah.

1. Bersiap-siap menjadi orang tua

Membangun keluarga merupakan awal lahirnya generasi mendatang. Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat merupakan tempat untuk mendidik dan membentuk moral serta melatih kebersamaan sebagai bekal kehidupan bermasyarakat. 

Calon ayah dan ibu perlu menentukan model keluarga yang menjadi impian, pilihan, dan harapannya serta perlu memiliki pengetahuan yang cukup untuk menjadi orang tua bagi anak-anaknya.

Membentuk keluarga berkualitas sesuai amanah undang-undang, yaitu sebagai sebuah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, tanggung jawab, harmonis, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan suatu hal yang tidak mudah. 

Hal ini dikarenakan nilai-nilai keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah sudah banyak yang tercederai. Nilai-nilai dalam keluarga yang dimaksud salah satunya adalah nilai moral. 

Moral merupakan nilai yang sangat penting diajarkan dan dibiasakan dalam keluarga karena moral menyangkut masalah tentang benar dan salah maupun baik dan buruk. 

Oleh karena itu, anak harus dididik berdasarkan moral-moral yang berlaku di negeri ini melalui pola pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua.

1. Membangun sebuah keluarga

Untuk membangun sebuah keluarga diperlukan perencanaan yang matang, adapun perencanaan membangun keluarga yaitu:

  1. Merencanakan usia pernikahan. (20-30 tahun).
  2. Membina hubungan antar pasangan, dengan keluarga lain, dan kelompok sosial.
  3. Merencanakan kelahiran anak pertama dan persiapan menjadi orang tua.
  4. Mengatur jarak kelahiran dengan mempersiapkan kehamilan selanjutnya.
  5. Berhenti melahirkan di usia 35 tahun agar dapat merawat balita secara optimal.
  6. Merawat dan mengasuh anak usia balita dengan memenuhi kebutuhan mendasar anak (kebutuhan fisik, kasih sayang, dan stimulasi)

2. Menciptakan keluarga yang berkualitas

Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan guna membentuk keluarga berkualitas, yaitu:

  1. Menumbuh kembangkan harapan pada diri sendiri dan keluarga akan kehidupan yang lebih baik
  2. Memberikan teladan yang baik kepada anak-anak menginta perkembangan teknologi dan globalisasi yang juga memiliki dampak negatif dari sisi moral.
  3. Senantiasa memberikan nasehat kebaikan dan teguran atas perilaku dan tindakan yang menyimpang.
  4. Mencari dan membentuk lingkungan kondusif untuk perkembangan keluarga yaitu lingkungan yang jauh dari obat-obatan terlarang, kekerasan, dan tindak asusila.
  5. Melakukan pembiasaan dan pengulangan terhadap hal-hal yang baik dan bermanfaat.
  6. Memberikan hadiah berupa pujian bila anak berhasil melakukan hal-hal baik serta memberikan hukuman bila anak melanggar aturan yang telah disepakati. 

Membangun sebuah keluarga dengan menciptakan keluarga yang berkualitas tidaklah mudah. Hal ini membutuhkan peran orang tua sebagai teladan yang baik untuk anak-anaknya. 

Keteladanan dalam diri orang tua berpengaruh pada lingkungan internal keluarga dan memberi warna yang cukup besar pada masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. 

Oleh karena itu, orang tua harus memiliki kontrol eksternal terhadap sikap dan perilaku anak dalam kehidupan sehari-hari. 

Orang tua harus selalu memperhatikan kebiasaan anak dalam berperilaku baik dengan menumbuhkan kecintaan untuk berbuat baik (loving the good). 

Aspek kecintaan inilah yang disebut Piaget sebagai sumber energi yang secara efektif membuat karakter seorang anak konsisten antara pengetahuan (moral knowing) dengan tindakannya (moral action). 

Orang tua harus melakukan perannya sebagai kontrol eksternal karena kontrol eksternal perlu dan penting untuk diberikan, khususnya dalam memberikan lingkungan yang kondusif kepada anak untuk membiasakan diri berperilaku baik.

3. Melaksanakan fungsi keluarga

Keluarga berkualitas yang diciptakan juga akan dapat terwujud apabila masingmasing keluarga memiliki ketahanan keluarga yang tinggi. 

Ketahanan keluarga hanya dapat tercipta apabila masing-masing keluarga dapat melaksanakan fungsi-fungsi keluarga secara serasi, selaras, dan seimbang. 

Sebuah keluarga yang tercukupi secara materi berarti fungsi ekonomi keluarga dapat dilaksanakan secara optimal. 

Namun, tidak akan berarti apabila dalam keluarga tersebut tidak ada rasa kasih sayang dan perlindungan karena dalam keluarga yang demikian akan terasa gersang dan anak-anak tidak merasa nyaman tinggal di rumah.

Adapun 8 fungsi keluarga yang harus diperhatikan, yaitu:

  1. Fungsi keagamaan, orang tua menjadi contoh panutan bagi anak-anaknya dalam beribadah termasuk sikap dan perilaku sehari-hari sesuai dengan norma agama.
  2. Fungsi sosial budaya, orang tua menjadi contoh perilaku sosial budaya dengan cara bertutur kata, bersikap, dan bertindak sesuai dengan budaya timur agar anak-anak bisa melestarikan dan mengembangkan budaya dengan rasa bangga.
  3. Fungsi cinta kasih, orang tua mempunyai kewajiban memberikan cinta kasih kepada anak-anak, anggota keluarga lain sehingga keluarga menjadi wadah utama berseminya kehidupan yang penuh cinta kasih. 
  4. Fungsi perlindungan, orang tua selalu berusaha menumbuhkn rasa aman, nyaman, dan kehangatan bagi seluruh anggota keluarganya sehingga anak-anak merasa nyaman berada di rumah.
  5. Fungsi reproduksi, orang tua sepakat untuk mengatur jumlah anak serta jarak kelahiran dan menjaga anak-anaknya, juga memberikan edukasi kepada anak tentang menjaga organ reproduksinya sejak dini.
  6. Fungsi sosialisasi dan pendidikan, orang tua mampu mendorong anak-anaknya untuk bersosialisasi dengan lingkungannya serta mengenyam pendidikan untuk masa depannya.
  7. Fungsi ekonomi, orang tua bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
  8. Fungsi pembinaan lingkungan, orang tua selalu mengajarkan kepada anak-anak untuk menjaga dan memelihara lingkungan, keharmonisan keluarga, dan lingkungan sekitar.

Keluarga memiliki fungsi yang sangat kuat dalam mengasuh anak. Penanaman nilai-nilai budi pekerti pada anak tidak keluar dari mengaktifkan kedelapan fungsi keluarga yang dilakukan orang tua. 

Orang tua harus senantiasa merawat fungsi keluarga tersebut agar selalu dijadikan sebagai landasan hidup dalam menjalankan pengasuhan untuk anak-anaknya. 

Oleh karena itu, untuk tetap konsisten menjalankan fungsi keluarga sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak, maka yang paling penting dilakukan adalah menjalankan fungsi keagamaan dengan baik dan benar agar anak terbiasa dalam melakukan sesuatu hal sesuai dengan norma agama. 

Fungsi sosial budaya sebagai pegangan kuat untuk menjalankan hubungan yang baik terhadap masyarakat disekitarnya karena dibutuhkan kecakapan atau keterampilan dalam bertutur kata, berperilaku, serta melestarikan budaya timur yang dapat diterima baik oleh masyarakat. 

Fungsi cinta kasih dan perlindungan sebagai wadah menumbuhkan kecintaan dan kenyamanan akan pentingnya kehidupan keluarga sehingga anak selalu membutuhkan sosok keluarga sebagai penguat dalam menjalani kehidupannya. 

Fungsi sosialisasi dan pendidikan sebagai manifestasi masa depan agar anak memiliki kepercayaan diri yang tinggi untuk bersosialisasi dan mengeyam pendidikan sebagai hal yang utama. 

Fungsi ekonomi dan pembinaan lingkungan sebagai hal yang muthlak ada dalam kehidupan keluarga karena ekonomi akan membantu memperbaiki kehidupan yang layak dijalani dalam keluarga sedangkan pembinaan lingkungan sebagai dasar untuk menjaga dan memelihara keharmonisan dalam keluarga dan lingkungan sekitar.

2. Memahami peran orang tua

Anak adalah bagian yang tak terpisahkan dan merupakan buah cinta dari ayah dan ibu.  Anak yang lahir dengan belaian kasih sayang dari ayah dan ibunya akan mampu tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri dan selalu siap dalam menghadapi tantangan masa depan. 

Orang tua terbaik bukanlah yang suka menyerahkan urusan pengasuhan kepada orang lain. Oleh karena itu menciptakan kedekatan antara orang tua dengan anak adalah sebuah investasi yang sangat berharga.

Sebagai orang tua akan menyesal jika tidak memulainya sejak dini dalam kaitannya dengan pengasuhan, orang tua harus menyediakan cukup waktu untuk menjalankan kedekatan dan menjadi pelatih emosi bagi anak-anaknya. 

Kecerdasan emosi kini menjadi perhatian dan prioritas utama karena kecerdasan emosi merupakan bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan. 

Anak akan berhasil dalam menghadapai segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. 

Selain itu, kecerdasan emosi juga sangat penting dalam hubungan pola asuh anak dengan orang tua.

1. Konsep pengasuhan

Pengasuhan adalah proses mendidik mengajarkan karakter, kontrol diri, dan membentuk tingkah laku yang dinginkan.4Ada beberapa konsep pengasuhan yang baik diterapkan dalam mendidik anak, yaitu:

  1. Pengasuhan yang baik akan menghasilkan anak dengan kepribadian baik seperti: percaya diri, mandiri, bertanggung jawab, tangguh, orang dewasa yang cerdas memiliki kemampuan berbicara dengan baik, tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan yang buruk, serta mampu menghadapi tantangan dalam kehidupannya kelak.
  2. Pengasuhan penuh kasih sayang merupakan hak setiap anak yang harus dipenuhi oleh orang tua.
  3. Pengasuhan berkualitas mencakup: perawatan kesehatan, pemenuhan gizi, kasih sayang, dan stimulasi.

Keberhasilan keluarga dalam menerapkan konsep pengasuhan yang baik dan berkualitas sangat tergantung dari pola pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua.

Pola asuh dapat didefinisikan sebagai pola interaksi antara anak dengan orang tuanya yang meliputi pemenuhan :

  1. kebutuhan fisik (seperti makan, minum, dan lain-lain) dan 
  2. kebutuhan psikologis (seperti rasa aman, kasih sayang, dan lain-lain), serta 
  3. sosialisasi norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungannya. 

Dengan kata lain, pola asuh juga meliputi pola interaksi orang tua dengan anak dalam rangka membentuk kepribadian anak.

2. Tujuan pengasuhan

Untuk meningkatkan keikutsertaan orang tua dalam pengasuhan, ayah dan ibu harus menetapkan tujuan yang jelas dalam mengasuh anak agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal. 

Ayah dan ibu perlu mendiskusikan dan menyepakati tujuan pengasuhan sesuai dengan kondisi anak dan harapan ayah dan ibu. 

Pola asuh orang tua yang menerima, membuat anak merasa disayang, dilindungi, dianggap berharga, dan diberi dukungan oleh orang tuanya, sangat kondusif untuk mendukung pembentukan kepribadian anak yang prososial, percaya diri, mandiri, serta sangat peduli dengan lingkungan.

Sementara itu pola asuh yang menolak dapat membuat anak merasa tidak diterima, tidak disayang, dikecilkan, bahkan dibenci oleh orang tuanya. 

Anak-anak yang mengalami penolakan dari orang tuanya akan menjadi pribadi yang tidak mandiri, atau kelihatan mandiri tetapi tidak memperdulikan orang lain. 

Selain itu, anak ini akan cepat tersinggung, dan berpandangan negatif terhadap orang lain dan terhadap kehidupannya, bersikap sangat agresif kepada orang lain, atau merasa minder, dan tidak merasa dirinya berharga. Orang tua adalah pengasuh pertama dan utama bagi anak. 

Pada kondisi tertentu, orang lain dapat mengganti peran orang tua sebagai pengasuh anak untuk sementara (kakek, nenek, paman, bibi, asisten rumah tangga, dan lain-lain) yang bertugas menjaga anak.

Tujuan pengasuhan adalah merawat, mengasuh, dan mendidik anak agar dapat menjalankan peran sebagai:

  1. Hamba Tuhan yang bertakwa, berakhlak mulia, ibadah sempurna, (2) Calon istri atau suami
  2. Calon ayah atau ibu
  3. Ahli dalam suatu bidang (profesional) dan memiliki jiwa wirausaha
  4. Pendidik dalam keluarga
  5. Pengayom keluarga
  6. Orang yang bermanfaat bagi lingkungan keluarga dan masyarakat

Tujuan pengasuhan sangat menentukan keberhasilan anak. Akan tetapi kesalahan dalam pengasuhan anak akan pula berakibat pada kegagalan dalam pembentukan kepribadian anak seperti 

  1. kurang menunjukkan ekspresi kasih sayang baik secara verbal maupun fisik, 
  2. kurang meluangkan waktu yang cukup untuk anaknya, bersikap kasar secara verbal seperti menyindir, mengecilkan anak, dan berkata-kata kasar, 
  3. Terlalu memaksa anak untuk menguasai kemampuan kognitif secara dini.
 Oleh karena itu, dampaknya akan menghasilkan anak yang mempunyai kepribadian bermasalah atau mempunyai kecerdasan emosi rendah seperti 

  1. anak menjadi acuh tak acuh, 
  2. secara emosional tidak responsif, 
  3. berperilaku agresif, 
  4. selalu berpandangan negatif, 
  5. ketidakstabilan emosional.

3. Jenis-jenis Pola asuh

Pola asuh adalah pola perilaku yang diterapkan orang tua pada anak dan bersifat konsisten (tetap) dari waktu ke waktu.

Pola asuh juga merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anaknya yang meliputi cara orang tua memberikan aturan-aturan, hadiah, maupun hukuman. 

Beberapa jenis pola asuh yang digunakan oleh orang tua dalam mendidik anaknya, antara lain:

1. Otoriter

Orang tua yang otoriter memaksa anak untuk mengikuti keinginan dari orang tuanya. Orang tua akan membuat berbagai aturan yang harus dipatuhi oleh anakanaknya tanpa mengetahui perasaan anak. 

Anak yang tidak patuh pada orang tua cenderung memberi hukuman fisik yang keras. Orang tua yang otoriter memiliki sikap tidak hangat dan mengambil jarak dengan anak. 

Gaya pengasuhan model ini menerapkan aturan bahwa orang tua selalu benar. Anak harus selalu mematuhi apapun yang dikatakan dan disarankan orang tua. Anak akan merasa tertekan, menarik diri, dan tidak percaya pada orang tuanya. 

Selain itu, anak yang mengalami pola asuh otoriter tumbuh menjadi pribadi yang kurang percaya diri, agresif, dan bermasalah dalam belajar di sekolah sehingga teman-temannya menjauhinya.

2. Permisif (Serba Boleh)

Orang tua tidak menetapkan batas-batas tingkah laku dan membiarkan anak mengerjakan sesuatu menurut keinginannya sendiri. 

Orang tua yang permisif sangat hangat pada anak, tidak menuntut apapun dari anak, dan tidak memiliki kontrol sama sekali pada anak. 

Ciri orang tua permisif:

  1. Orang tua tidak menetapkan batas-batas tingkah laku
  2. Anak mengerjakan sesuatu sesuai keinginannya
  3. Orang tua tidak menuntut apapun dari anak
  4.  Tidak ada kontrol sama sekali dari orang tua
  5. Orang tua bersifat longgar dan bebas
  6. Bimbingan terhadap anak kurang

Anak yang mengalami pola asuh serba boleh akan tumbuh menjadi anak yang tidak percaya diri, suka melukai orang lain, mau menang sendiri, tidak mandiri, dan kurang bertanggung jawab. 

Anak juga akan mengalami masalah di sekolah ketika remaja. Pola asuh permisif yang cenderung memberi kebebasan terhadap anak untuk berbuat semaunyaa sangat tidak kondusif bagi pembentukan kepribadian anak. 

Anak tetap memerlukan arahan dari orang tua untuk mengenal baik dan buruk, benar dan salah. Dengan memberi kebebasan berlebihan apalagi terkesan membiarkan, akan membuat anak bingung dan berpotensi salah arah.

3. Demokratis

Pola asuh demokratis tidak hanya menghargai kepentingan anak, tetapi juga menekankan pada kemampuan untuk mengikuti aturan sosial. 

Orang tua menghargai kemampuan anak untuk mengambil keputusan, minat anak, pendapat anak, dan kepribadian anak. 

Orang tua yang demokratis memiliki sikap hangat dan sayang pada anak namun tidak segan-segan mengharapkan tingkah laku yang baik, tegas dalam menetapkan aturan di rumah, dan memberi batasan-batasan. Orang tua menjelaskan larangan yang tidak boleh dilakukan oleh anak. 

Namun, dengan gaya pengasuhan seperti ini orang tua dapat terjebak pada kompromi berlebihan dengan anak sehingga dapat dimanipulasi oleh anak. 

Anak yang mengalami pola pengasuhan demokratis memiliki harga diri yang tinggi, tampil percaya diri, mandiri, dapat mengontrol diri, berani, dan senang belajar di lingkungannya.

4. Diabaikan

Orang tua dengan pola asuh ini mengabaikan keberadaan anak, bahkan menunjukkan ketidakpedulian terhadap anak. 

Mereka tidak mengambil tanggung jawab pengasuhan, dan tidak menetapkan aturan-aturan. Anak tumbuh tanpa arahan dan keterlibatan ayah dan ibu. 

Ketika dewasa anak akan tampil sebagai remaja yang cenderung memiliki harga diri serta kepercayaan diri yang rendah, bertingkah laku buruk, kemampuannya tertinggal dari teman seusianya, dan tidak bersemangat ke sekolah.

Dari keempat pola asuh di atas, yang dapat membentuk perilaku anak percaya diri, berakhlak, dan cerdas adalah pola asuh demokratis. 

Pola asuh demokratis menetapkan harapan yang masuk akal, membuat aturan yang jelas, dan konsisten. 

Hal ini membuat anak mengetahui sikap atau perilaku yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.

Anak mengetahui tingkah laku yang dapat memuaskan orang tua dan tingkah laku yang dapat membuat orang tua kecewa. 

Anak diharapkan untuk berprestasi, mengerjakan tugas-tugas yang diberikan, dan berpartisipasi aktif di dalam mengerjakan tugas-tugas di rumah. Penerapan pola asuh juga perlu memperhatikan keunikan anak. 

Anak memiliki kekhasan sifat-sifat yang berbeda dari satu anak ke anak yang lain. Oleh karena itu, pada kasus tertentu orang tua dapat menerapkan beberapa pola asuh secara bergantian untuk menghadapi anak.

4. Pola pengasuhan efektif

Menerapkan pola asuh yang efektif bagi anak dibutuhkan kerjasama yang baik oleh para orang tua. Oleh karena itu, ayah dan ibu harus memperhatikan pola pengasuhan berikut ini:

  1. Dinamis, orang tua harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman dan mampu mengubah cara-cara berinteraksi dengan anak pada saat yang tepat.
  2. Sesuai kebutuhan dan kemampuan anak. Pada usia balita orang tua menerapkan pola asuh yang tuntutan dan batasan yang tinggi dalam rangka membentuk kebiasaan positif pada anak. Ketika anak sudah lebih besar, orang tua dapat melonggarkan batasan karena anak sudah mampu melakukannya sendiri.
  3. Orang tua konsisten, ayah dan ibu harus memiliki keamaan dalam penerapan nilai-nilai.
  4. Teladan positif, pola asuh harus disertai teladan perilaku positif dari orang tua. Orang tua harus menjadi contoh tingkah laku yang ingin dibentuk.
  5. Komunikasi yang baik, orang tua membangun komunikasi yang baik dengan anak. Ciptakan suasana nyaman ketika berkomunikasi agar anak berani mengungkapkan perasaan dan permasalahan yang sedang dihadapinya.
  6. Berikan pujian, pujian dan penghargaan diberikan ketika anak melakukan hal-hal yang baik. Berpikir ke depan, biasakan untuk membuat aturan bersama dengan anak.
  7. Libatkan anak dan jaga kebersamaan, buatlah aturan untuk disepakati bersama dengan anak tentang kegiatan sehari-hari.
  8. Sabar dan realistis, Gunakan kata-kata yang baik ketika mengingatkan anak (jangan gampang marah dan hindari kata-kata kasar).
  9.  Beri penjelasan, perintahkan anak dengan kata-kata yang jelas.

Menerapkan pola asuh yang efektif sebenarnya sangat dibutuhkan anak. Bukan berupa benda atau hal yang sifatnya lahir, melainkan yang jauh lebih penting adalah kepuasaan batin. Anak merasa mempunyai tempat dalam hati orang tuanya.

Cara terbaik dalam menjaga keharmonisan hubungan orang tua dan anak adalah dengan perkataan yang baik seperti kata-kata manis, senyuman, pelukan, sentuhan, fisik yang mengekspresikan kasih sayang. 

Jangan menunjukkan perkataan kasar, marah, maupun acuh tetapi berperilakulah dengan lembut. Beri penjelasan dengan penuh kasih sayang dan penuh perhatian. 

Pola asuh efektif menekankan bahwa keluarga harus dapat menjalankan tugasnya menjadi lembaga interaksi dalam ikatan batin yang kuat antara anggotanya, sesuai dengan status peranan sosial masingmasing dalam kehidupan keluarga. 

Ikatan batin yang dalam dan kuat harus dapat dirasakan oleh setiap anggota keluarga sebagai bentuk kasih sayang. 

Kasih sayang antara suami dan istri akan memberikan sinar pada kehidupan keluarga yang diwarnai dalam suasana kehidupan penuh kerukunan, keakraban, kerja sama dalam menghadapi berbagai masalah dan persoalan hidup.

3. Memahami konsep diri orang tua

Menjalankan sebuah pengasuhan, orang tua harus memiliki kepercayaan diri dalam mendidik anak-anaknya. Kepercayaan diri berasal dari konsep diri yang positif.

Kepercayaan diri mengasuh anak menumbuhkan keyakinan bahwa orang tua mampu untuk berhasil menjalankan tugas-tugas dalam mengasuh anak. Oleh karena itu, orang tua harus mengetahui dan memahami konsep diri yang dimilikinya.

1. Konsep diri

Konsep diri adalah gambaran diri seorang tentang ciri-ciri yang dimilikinya. Konsep diri berkembang sejak bayi sampai dewasa. Ada 2 aspek dalam mengembangkan konsep diri, yaitu:

1. Konsep diri yang positif terhadap diri sendiri

Orang tua perlu mengenal dirinya sendiri lebih baik dari orang lain, memahami kelebihan, keunikan, dan kekurangan yang dimilikinya. 

Orang tua disarankan untuk mengoptimalkan hal-hal positif yang dimilikinya baik dari ciri-ciri positif, kepribadian, sifat-sifat dan prestasi yang pernah dicapai, misalnya:

  1. Saya pintar,
  2. Saya orang yang ramah,
  3. Saya pandai memasak,
  4. Saya pandai berkebun, 
  5. Saya juara lomba menyanyi,
  6. Saya juara lomba senam dsb.

2. Penghargaan atas prestasi dan ciri-ciri positif yang dimiliki

Orang tua juga dapat meminta masukan dari orang lain tentang diri, terimalah yang kurang, dan tingkatkan yang lebih atau positif. 

Cara ini membantu orang tua melihat dirinya karena banyak hal yang dapat dilihat orang lain namun kita sendiri tidak mengetahuinya. 

Selain itu, orang tua harus terus meningkatkan pengetahuannya dengan menghadiri penyuluhan dengan menghadiri tempat-tempat yang dapat meningkatkan keterampilan dan pengetahuan. Masukan positif dari dalam diri dan lingkungan akan meningkatkan rasa percaya diri orang tua.

Konsep diri positif harus dimiliki oleh orang tua yang memiliki anak dalam masa perkembangan sikap dan perilaku. 

Artinya kelak ketika dewasa anak akan menjunjung tinggi hal yang baik dan meneruskannya di masa depan karena dididik oleh orang tua yang memiliki konsep diri yang positif. 

Mengasuh anak dengan konsep diri yang positif pada sebagian orang merupakan hal yang sulit. Adapun tugas yang paling penting sebagai orang tua adalah mendidik anak. 

Mendidik anak bukan hanya memberikan pelajaran dan pengetahuan tetapi juga mengarahkannya agar dapat menempatkan dirinya pada lingkungan sekitar sehingga memiliki karakter yang kuat dalam membentuk kepribadiannya. 

Hal yang perlu diperhatikan orang tua agar dapat menumbuhkan konsep diri yang positif adalah jadikan diri sebagai contoh yang baik. 

Orang tua perlu mengetahui bahwa seorang anak dalam proses belajar pasti bermain “peran” atau meniru, anak akan memerankan orang yang paling sering ada di sekitarnya yaitu orang tua. 

Anak akan berperilaku sama seperti orang tuanya maka berikan contoh dan teladan yang baik atas perilaku dan tindakannya.

Oleh karena itu konsep diri positif dari orang tua akan berdampak positif pula dalam pembentukan kepribadian anak.

2. Pembentukan konsep diri anak

Pembentukan konsep diri anak juga sangat penting. Orang tua diharapkan tidak memberi cap pada anak seperti: “anak bodoh”, “anak nakal”, “anak pemalas” dan sebagainya. Pemberian cap akan membekas dalam diri anak dan akan mempengaruhi pembentukan konsep dirinya. 

Bagi anak cap tersebut adalah suatu gambaran diri bahwa “aku” seperti itu, jadi lama kelamaan akan terbentuk dalam benaknya “oh, aku ini bodoh?” apalagi bila si pemberi cap seperti itu adalah orang

yang mempunyai kedekatan emosional dengan anak seperti orang tua atau

pengasuhnya.

Oleh karena itu, orang tua diharapkan memberi penghargaan kepada anak atas tingkah laku positif anak seperti: “Ibu bangga adik sudah dapat makan sendiri”, “Terima kasih sudah mau berbagi dengan kakak”. 

Ucapan positif dan penghargaan atas kelebihan dan keberhasilan yang dicapai anak akan membuat anak menghargai dirinya dan anak akan memiliki konsep diri yang positif. 

Orang tua yang memiliki konsep diri positif akan menghasilkan anak-anak yang memiliki konsep diri yang positif.

4. Melibatkan peran ayah

Peran ayah dalam keluarga adalah sebagai pencari nafkah dan pelindung keluarga. Peran ayah juga terpengaruhi oleh budaya tempat ayah berasal atau tinggal. 

Keterlibatan ayah dalam pengasuhan sering hanya dianggap sebatas pendukung ibu, padahal ayah juga dapat melakukan pengasuhan yang sama baiknya dengan ibu. 

Ayah bisa sama baiknya dengan ibu dalam mengenali dan merespon kebutuhan-kebutuhan bayi dan anak yang lebih besar. 

Ayah juga berperan sebagai guru, panutan, atau penasehat. Hanya ayah yang dapat bermain sebagai seorang ayah. 

Pengalaman anak bermain bersama ayah akan menjadi pengalaman yang penting bagi si anak yang terkait dengan keterampilan sosial anak di kemudian hari. 

Ayah yang ikut serta mengasuh bayi dan anaknya dapat membuat anak cerdas di sekolah dan mempunyai nilai-nilai akademis yang bagus. 

Sebaliknya, ayah yang tidak peduli dan tidak mau terlibat dapat membuat anak memiliki masalah seperti kenakalan dan depresi di kemudian hari.

1. Manfaat keterlibatan ayah dalam pengasuhan

Ayah memiliki peranan yang sangat penting dalan keluarga, keterlibatan ayah memiliki dampak positif terhadap:

1. Perkembangan kognitif

  1.  Anak lebih cerdas, ayah yang bermain dan berinteraksi dengan bayinya, akan membuat bayi lebih cerdas di usia 6 bulan dan 1 tahun, serta memiliki angka kecerdasan yang lebih tinggi saat diukur pada usia 3 tahun.
  2. Memperbanyak kosa kata anak, dibandingkan dengan ibu, ayah berbicara lebih banyak menggunakan kata tanya “apa”, “dimana”, dan lain-lain, yang dapat melatih anak untuk berkomunikasi. Nantinya akan berguna untuk memperbanyak perbendaharaan kata anak.
  3. Anak lebih terampil, di usia sekolah, anak dapat memiliki nilai pelajaran lebih bagus karena memiliki keterampilan bahasa dan berhitung.
  4. Prestasi di sekolah lebih baik, ayah dapat merangsang anak untuk berpikir, sehingga anak memiliki motivasi yang kuat untuk belajar, merasa bahwa pendidikan itu penting dan dapat meraih prestasi di sekolah.
  5. Perilaku buruk berkurang, masalah perilaku buruk (merengek, memaksa, dan lainlain) pada anak cenderung berkurang.
  6. Anak lebih aktif, anak akan menyukai sekolah, dan lebih berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakulikuler.
  7. Peluang karir lebih baik, setelah lulus sekolah, anak akan meraih pekerjaan dan karir yang baik, penghasilan yang baik, dan memiliki keadaan psikologis yang lebih baik pula.
  8. Risiko kenakalan remaja lebih rendah, keterlibatan ayah sejak anak usia dini dapat membuat anak lebih terlindungi dari kondisi yang penuh risiko seperti kenakalan, pergaulan bebas, dan penggunaan narkoba.

2 Perkembangan sosial emosional

  1. Anak merasa aman, ayah yang terlibat dalam merawat anak akan membuat anak merasa aman dan memiliki ikatan yang kuat dengan anak.
  2. Anak tidak mudah stres, anak lebih mudah mengatasi kesulitan, lebih ingin tahu akan sesuatu hal yang baru, lebih matang, dan lebih bahagia.
  3. Anak mudah berdaptasi, anak cenderung lebih mudah beradaptasi dengan lingkungannya, lebih memiliki inisiatif, mampu mengendalikan diri, senang mencoba hal-hal yang baru, dan anak memiliki harga diri yang cenderung lebih tinggi.
  4. Anak sehat secara mental, anak secara mental lebih sehat, dan masalah perilaku cenderung berkurang atau kecil.
  5. Anak berperilaku pro-sosial, anak akan lebih memiliki perilaku yang pro-sosial antara lain: mudah bergaul, menyesuaikan diri dengan lingkungan, mudah menolong orang lain.
  6. Anak mudah bergaul, anak lebih mudah bergaul dan disukai oleh temantemannya.
  7. Anak terhindar dari konflik, anak cenderung lebih sedikit memiliki konflik dengan orang lain, dan saat remaja lebih sedikit memiliki masalah-masalah sosial yang negatif, dan menjadi lebih menghargai orang lain.
  8. Kehidupan dewasanya lebih baik, di usia dewasa, lebih mudah bersahabat, lebih hangat, memiliki hubungan yang lebih sehat, dan memiliki pernikahan yang sukses.
  9. Anak memiliki empati, anak lebih mudah merasakan kesedihan orang lain.
  10. Anak matang secara moral, lebih patuh pada peraturan, dan lebih memiliki perilaku moral yang positif.

3. Perkembangan fisik

1. Risiko masalah kelahiran lebih sedikit, ketika ayah mendukung ibu saat melahirkan maka ibu akan lebih sehat mentalnya, ibu akan memiliki masalah kehamilan yang cenderung lebih sedikit.

2. Risiko penyakit dan kecelakaan rendah, jika dibandingkan dengan anak yang tinggal bersama kedua orang tuanya, anak yang tinggal dengan orang tua tiri atau orang tua tunggal lebih cenderung mengalami kecelakaan seperti: jatuh, menderita penyakit, obesitas, dan lain-lain.

3. Anak lebih sehat, secara keseluruhan, anak yang tinggal dengan ayah merasa lebih cenderung sedikit mengalami masalah-masalah kesehatan.

Keterlibatan ayah dalam pengasuhan memberikan dampak yang positif bagi perkembangan anak. 

Bukan hanya dilihat dari perkembangan kognitif, perkembangan sosial emosional, dan perkembangan fisik akan tetapi manfaat keterlibatan ayah dalam pengasuhan akan menanamkan nilai-nilai positif terhadap kepribadian anak diantaranya: 

  1. Sikap jujur, toleran, mandiri, kerja keras, dan tanggung jawab. 
  2. Sikap jujur menjadikan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. 
  3. Sikap toleran menjadikan anak menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. 
  4. Sikap mandiri yang tidak mudah tergantung dengan orang lain dalam menyelesaikan tugas. 
  5. Sikap kerja keras menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. 
  6. Sikap tanggung jawab untuk melaksanakan tugas dan kewajiban yang seharusnya terhadap diri sendiri, masyarakat, dan lingkungan.

2. Hal-Hal yang dapat dilakukan ayah agar terlibat dalam pengasuhan

Berikut adalah hal-hal yang dapat dilakukan seorang ayah agar terlibat dalam pengasuhan anak, sebagai berikut:

1. Mendampingi kehamilan

Ayah ikut mendampingi ibu dalam pemeriksaan kandungan dan persiapan kehamilan. Kehadiran ayah mempengaruhi kondisi emosi ibu yang baik dan dapat berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan janin.

2. Turut merawat bayi

Dukungan ayah akan berdampak pada kesabaran dan semangat ibu untuk menyusui bayinya, seperti ayah ikut mrngganti popok, memandikan, meggendong, dan memberi makan. 

Interaksi yang dilakukan sejak awal akan membantu anak merasakan kehadiran ayah. Hal ini dapat membantu pendekatan emosi antara ayah dengan anak, selain itu ayah juga dapat mendukung ibu untuk memberikan ASI.

5. Melakukan aktivitas bersama anak

Ayah melakukan aktivitas yang menyenangkan bersama anak seperti bermain, jalanjalan, membaca, mengenalkan lingkungan sekitar, dan sebagainya.

6. Menciptakan komunikasi yang baik

Ayah dapat mengajak anak berdialog, menyempatkan diri menghubungi anak ketika ayah tidak di rumah. Hal itu semua tentunya perlu kerjasama dan dukungan dari ibu, karena banyak ayah yang merasa kurang percaya diri dalam menangani anak-anaknya 

Pada kondisi tertentu ayah tidak hadir dalam pengasuhan, misalnya ayah yang meninggal, ayah yang bekerja di luar kota/negeri, ibu perlu menghadirkan figur pengganti ayah seperti paman atau kakek.

Peran orang tua dalam pengasuhan anak merupakan wadah pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. 

Jika suasana dalam keluarga baik dan menyenangkan, maka anak akan tumbuh dengan baik pula. Jika tidak tentu akan terhambatlah perkembangan anak tersebut. Peran keluarga dalam pengasuhan anak di mulai

sejak dalam kandungan. Oleh karena itu peran orang tua sangat menentukan, melalui orang tua anak akan belajar dan menyerap berbagai pengalaman hidup. Suasana keluarga merupakan tanah subur bagi penyemaian tunas-tunas muda yang lahir dalam keluarga itu sendiri.

Anak merupakan buah hati yang selalu dinanti, permata jiwa yang senantiasa didamba kehadirannya. Sebuah rumah tangga tidak lengkap tanpa kehadiran anak. Oleh karena itu, anak adalah hal yang senantiasa didambakan oleh setiap pasangan yang menikah.

Kehadiran anak akan menjadi sumber motivasi dan inspirasi yang menjadikan rumah tangga terbebas dari kehampaan dan kesepian. 

Seorang anak akan menjadi penyejuk hati “qurrota a’yun” jika anak tumbuh menjadi anak yang taat menjalankan perintah Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan tekun beribadah. 

Apabila anak dibesarkan dalam suasana rumah yang penuh dengan kebencian dan kedengkian, maka akan melahirkan watak yang gampang tersinggung dan cepat marah. 

Hidupnya akan selalu dipenuhi oleh rasa dendam yang pada akhirnya akan merugikan anak dimasa dewasa.

Hubungan efektif antara anak dan orang tua atau orang dewasa memainkan peran penting untuk melahirkan kepekaan moral tertentu pada seseorang melalui nuraninya. 

Peran orang tua dalam pengasuhan anak tidak hanya pasca melahirkan, akan tetapi sejak da;am kandungan pun harus diperhatikan. 

Dengan demikian, proses pembentukan dan berbagai unsur penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak akan berkembang pesat dan cepat serta dipenuhinya nutrisi yang diperlukan agar anak bisa menjaga kestabilan tubuh dan menjaga emosi.

Mengasuh anak dengan ikhlas dan sungguh-sungguh serta penuh kasih sayang akan memberi dampak psikologis yang dalam pada diri anak. Anak-anak yang dibesarkan dengan kasih sayang akan tumbuh berkembang diiringi dengan perkembangan emosi yang stabil.

Pengasuhan yang diberikan anak berupa dasar pendidikan, sikap, keterampilan dasar seperti pendidikan agama, budi pekerti, sopan santun, rasa aman, dasar-dasar untuk memenuhi peraturan dan kebiasaan.

Pengasuhan dapat mempengaruhi kompetensi sosial anak dengan teman sebayanya. Anak yang cerdas interpersonal biasanya mendapat hubungan yang positif dari orang tuanya. 

Jika orang tua ingin membiasakan anak bersikap penuh kasih sayang, orang tua terlebih dahulu membiasakan diri untuk melaksanakan perbuatan yang membuat anak merasa dicintai dan disayangi. 

Dengan demikian, orang tua harus menjadi gambaran hidup yang mencerminkan perilaku yang diteladani dan membiasakan anak agar berpegang teguh pada akhlak mulia agar anak tidak terjebak pada sikap amoral yang berbahaya dalam kehidupan. 

Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal, sebagai berikut:

1. Pendidikan dan pengasuhan sangat penting bagi anak. 

Karena orang tua adalah tempat untuk membangun pondasi awal pertumbuhan dan perkembangan anak. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan persiapan dan perencanaan pengasuhan yang berkualitas bagi anak dengan memperhatikan hal-hal berikut: 

Bersiap-siap menjadi orang tua, memahami peran orang tua, memahami konsep diri orang tua, dan melibatkan peran ayah.

2. Orang tua menjadi teladan bagi anak pada semua aspek perkembangan. 

Oleh karena itu orang tua perlu memahami konsep pengasuhan yang baik untuk diterapkan pada anak seperti konsep pengasuhan otoriter, permisif, demokratis dan diabaikan, sehingga orang tua dapat menerapkan dengan tepat konsep pengasuhan tersebut sesuai dengan kebutuhan anak.

3. Seorang ayah juga mempunyai peran yang sangat penting dalam pengasuhan anak.

Keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak akan bermanfaat bagi kualitas perkembangan anak pada beberapa aspek diantaranya: perkembangan fisik, perkembangan kognitif, dan perkembangan sosial emosional. 

Adapun hal-hal yang dilakukan ayah agar terlibat dalam pengasuhan anak seperti mendampingi kehamilan, turut merawat bayi, dan melakukan aktivitas bersama anak. Hal ini dapat menciptakan dan menjaga komunikasi yang baik dengan anak.

0 Response to " PERAN ORANG TUA DALAM PENGASUHAN ANAK"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak