Konsep Sejarah

Berpangkal dari arti istilah sejarah seperti yang telah diuraikan di muka, para ahli sejarah sepakat bahwa ada tiga komponen pengertian atau konsep sejarah yang berbeda namun berkaitan satu sama lain.

1. Sejarah Sebagai Peristiwa

Sejarah sebagai peristiwa ialah kejadian, kenyataan, aktualitas, sejarah in concreto atau an sich yang sebenarnya telah terjadi atau berlangsung pada waktu yang lalu; sejarah sebagai res gestae atau menurut Mohammad Ali disebut sejarah-serba objek.

Sebagai contoh yang diungkapkan secara umum dalam bahasa seharihari, misalnya: ”Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu Amerika dan kawan-kawannya”. 

Contoh lain misalnya “Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilakukan oleh Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta”. Itulah contoh konsep atau pengertian yang dimaksud sejarah sebagai peristiwa.

Peristiwa atau kejadian ada yang bersifat alamiah, misalnya gunung meletus, banjir, kemarau panjang, gerhana matahari dan sebagainya. 

Selain itu ada peristiwa yang bersifat insaniah, yakni berkaitan dengan manusia, baik angan-angan, gagasan, pikiran, sikap, perilaku, tindakan dan hasil karya manusia, baik yang bersifat materiil maupun spiritual yakni kebudayaan.

Sejarah sebagai peristiwa menyangkut peran manusia baik sebagai objek maupun sebagai subjek pelaku dalam peristiwa sejarah dalam dimensi waktu dan ruang, yakni kurun waktu dan lingkungan alamnya.

Apakah yang kita namakan peristiwa atau kejadian? Secara mudah kejadian adalah hal yang terjadi. Lalu kita bertanya lagi: “Apakah yang terjadi?” Terhadap pertanyaan ini banyak sekali jawaban yang dapat kita berikan. 

Apakah yang terjadi di planet bumi kita ini? Menurut para pakar ilmu pengetahuan, bumi kita ini terjadi atau dijadikan. Demikianlah pula tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia yang

hidup di atas permukaan bumi. Untuk dapat hidup langsung manusia bergaul dengan sesamanya, membuat perkakas-perkakas, menjinakkan hewan dan memelihara tumbuh-tumbuhan. Itu semuanya adalah perbuatan yang harus kita golongkan ke dalam kejadian juga.

Kesimpulannya, apa saja yang terjadi dan terbentuk dalam masa yang lampau adalah kejadian. Semua kejadian terutama yang menyangkut kehidupan manusia termasuk perbincangan sejarah.

Dengan demikian tidak terhitunglah jumlah kejadian di masa yang lampau itu. Anda dapat membayangkan berapa jumlah kejadian-kejadian di bumi ini, sejak bumi diciptakan hingga sedetik yang lalu. 

Jumlah kejadiankejadian itu akan lebih besar lagi bila kita ketahui, bahwa yang dimaksud dengan kejadian itu bukan saja hal-hal yang dapat ditangkap dengan pancaindra manusia, tetapi juga apa saja yang pernah dicita-citakan manusia atau yang ditakutinya.

Kejadian-kejadian di masa lampau itu walaupun sudah tidak ada lagi, kesan-kesannya (untuk sebagian atau seluruhnya) tinggal membekas pada ingatan manusia, tetapi ingatan manusia terbatas, manusia pada umumnya tidak dapat mengingat-ingat seluruh kejadian yang dialaminya dan tidak selamanya ia dapat mengingat satu kejadian saja secara lengkap. 

Maka dari itu banyaklah kejadian-kejadian di masa lampau yang ”hilang” dan di antaranya yang “hilang” itu sebagian besar belum dapat ditemukan kembali.

Apalagi pada waktu manusia belum mengenal tulisan, banyak sekali kejadian-kejadian yang berlalu tanpa berkesan. Memang kejadian-kejadian yang penting ada yang disampaikan kepada anak cucu melalui cerita-cerita dan dongeng-dongeng oleh orang-orang yang mengalaminya. 

Tetapi kebenaran dongeng-dongeng dan cerita-cerita itu banyak yang harus kita sangsikan. Sebab, di dalam dongeng-dongeng dan cerita-cerita itu sering ditambahkan hal-hal yang digemari oleh orang yang bercerita, sedangkan halhal yang kurang disenangi tidak disebutkan sama sekali. 

Akibatnya sering terjadi bahwa satu dongeng atau cerita yang asli menjadi berbagai cerita atau dongeng-dongeng yang tidak sama satu dengan yang lainnya.

Zaman ketika manusia belum mengenal tulisan, dalam bahasa Sansekerta dinamakan zaman Nirleka (nir = tidak, leka = aksara). Pada masa prasejarah,

apa-apa yang pernah dikerjakan manusia dapat juga kita ketahui. Perkakasperkakas yang mereka tinggalkan dan juga dapat juga kita temukan kembali, kita pakai sebagai bukti untuk menunjukkan kepandaian mereka. 

Kubur batu, punden berundak-undak, arca-arca atau patung-patung yang mereka buat, membuktikan bahwa mereka buat, membuktikan bahwa mereka sudah mempunyai kebudayaan dan kepercayaan kepada dewa-dewa dan Tuhan. 

Tetapi bukti-bukti yang jelas yang dapat menunjukkan kejadian-kejadian itu secara tepat baik mengenai tempat, waktu dan ujudnya belum kita dapati dalam zaman prasejarah.

Karena seorang guru yang mengajarkan tidak menyaksikan sendiri kejadian-kejadian yang diterangkannya, ia harus dapat menunjukkan sumbersumber di mana keterangan-keterangannya itu didapatkannya. 

Hal itu perlu sekali sebagai pegangan apakah kejadian-kejadian yang dijelaskannya dapat dipertanggung jawabkan atau tidak.

Untuk menggambarkan atau menghidupkan kembali suasana masa lampau, kita harus mempergunakan kejadian-kejadian yang terdapat pada masa lampau. 

Kejadian-kejadian itu tidak semuanya kita ketahui dan tidak semuanya kita perlukan guna mencapai maksud kita. 

Di antara kejadiankejadian yang jumlahnya tidak terhingga itu harus kita pilih, mana-mana yang dapat kita pakai. Memilih kejadian-kejadian untuk dipakai guna menyusun cerita sejarah, kita namakan seleksi.

Penting atau tidaknya suatu kejadian untuk dimasukkan ke dalam cerita sejarah, bergantung kepada yang menyusun cerita sejarah itu. Maka dari itu gambaran masa lampau tidak sama. 

Kalau kita perhatikan isi buku-buku sejarah yang kita pelajari, satu kejadian mempunyai arti berbeda-beda bagi orang-orang yang mempunyai perbedaan pendirian.

Karena kegiatan penelitian-penelitian sejarah, jumlah kejadian-kejadian yang ditemukan kembali semakin bertambah banyak. Hal ini menyebabkan tanggapan kita tentang masa yang lampau itu. 

Satu kejadian yang semula belum kita ketahui kita sisipkan di antara kejadian-kejadian lain yang ada hubungannya, akan mengubah sebagian satu sama sekali gambaran kita tentang masa lampau di mana kejadian-kejadian itu berlangsung.

Demikian pula kalau satu kejadian tidak disebutkan di dalam suatu rangkaian kejadian-kejadian, semangat cerita sejarahnya akan berubah. Hal semacam ini sering kali terjadi berdasarkan maksud-maksud tertentu dari penyusunnya. 

Dalam hal ini cerita sejarah mempunyai persamaan dengan dongeng-dongeng, hanya dengan perbedaan bahwa dongeng-dongeng itu tidak menyebutkan sumber-sumbernya. Kalau kita mempelajari kejadiankejadian. 

Kembali kepada soal tulisan, tulisan adalah alat yang diciptakan manusia untuk menyatakan pikirannya. Berbeda dengan ucapan, tulisan itu dapat bertahan jauh lebih lama. 

Apalagi kalau tulisan itu dicantumkan pada bahan yang sangat tahan terhadap kekuatan alam dan masa. Dengan tulisan orang dapat mencatat pengalaman-pengalamannya. 

Kalau kita menemukan kembali catatan-catatan itu, kita akan lebih mengetahui tentang apa sebenarnya yang dialami manusia di masa yang lampau.

Kalau kita perhatikan pendapat-pendapat di atas maka tulisan itu menolong manusia dalam mengingat-ingat. Manusia dengan ingatannya yang terbatas, dapat menyimpan kejadian-kejadian yang dialaminya di dalam tulisan. 

Dalam sejarah dengan sendirinya tulisan menduduki tempat yang penting. Dalam arti yang sempit sejarah juga berarti zaman ketika manusia telah mengenal tulisan. Kejadian-kejadian pada waktu yang lampau tidak dapat disangsikan lagi. 

Maka dari itu ada orang yang mengatakan, bahwa sejarah yang sebenarnya itu tidak ada. Yang tinggal hanya catatan-catatan atau cerita-cerita (lisan atau tulisan) tentang kejadian-kejadian itu. 

Jadi sukarlah bagi kita untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah dalam menelaah peristiwa-peristiwa yang terjadi pada waktu yang lampau.

Kejadian-kejadian pada waktu yang lampau itu begitu banyaknya sehingga tidak mungkin kita mengetahui dan mempelajari seluruhnya.

Seluruh waktu hidup kita, tidak cukup untuk menguasai itu semua. Kejadiankejadian yang kita pelajari dalam sejarah pada pokoknya hanya meliputi kejadian-kejadian yang penting saja. Kejadian-kejadian yang mempunyai arti bagi kemanusiaan.

Kejadian-kejadian yang kita pelajari bukanlah kejadian-kejadian yang berdiri sendiri-sendiri. Kita hanya mempelajari rentetan-rentetan tahun saja.

Kita harus mencari hubungan atau menghubungkan kejadian satu dengan kejadian yang lain, kalau hubungan itu ada. 

Ada atau tidaknya hubungan antarkejadian itu bergantung pada hasil penyelidikan atau kepada perbendaharaan ilmu pengetahuan kita.

Kejadian di dalam sejarah, kejadian itu harus disusun secara teratur. Biasanya kejadian yang lebih dahulu terjadi ditaruh di muka, sedangkan kejadian yang menyusul diletakkan di belakangnya. 

Dengan demikian bukan saja kita mendapatkan rangkaian kejadian-kejadian yang teratur menurut waktu (dalam bahasa asingnya chronologis atau chronografis), tetapi kejadian-kejadian itu juga menunjukkan kepada kita ke arah mana sejarah menuju. 

Selanjutnya kita juga dapat mengambil kesimpulan, bahwa kejadian yang terakhir akan lebih jelas bagi kita ketahui terlebih dahulu kejadiankejadian sebelumnya.

Kejadian-kejadian pada masa yang lampau sebagian ada yang menarik perhatian kita dan ada yang tidak. 

Menarik atau tidaknya suatu kejadian itu bergantung pada keyakinan dan sikap seseorang memandangnya. Hal ini nampak jelas di dalam buku-buku sejarah. 

Seorang penulis sejarah akanmenumpahkan segala pengetahuannya dan kepandaiannya terhadap suatu kejadian yang menarik minatnya dengan uraian sejelas-jelasnya. 

Sebaliknya ia hanya mempergunakan sebagai uraian sebaris atau dua baris kalimat saja untuk menerangkan peristiwa-peristiwa yang tidak menarik perhatiannya.

Karena itu perlu kita tekankan, bahwa kejadian adalah kejadian. Setelah ia berlangsung itu tidak bisa dianggap tidak pernah terjadi. Tetapi dari kejadian itu berbeda-beda dan dapat berubah-ubah. 

Berbeda menurut orang yang meninjaunya, orang yang mengalaminya sendiri, menyaksikan serta dapat berubah menurut kemajuan berpikir kita sebagai manusia. Hal ini akan dijelaskan dalam uraian sejarah sebagai kisah atau cerita.

2. Sejarah Sebagai Kisah

Sejarah sebagai kisah ialah cerita berupa narasi yang disusun dari memori, kesan atau tafsiran manusia terhadap kejadian-kejadian atau peristiwa yang terjadi atau berlangsung pada waktu yang lampau, yaitu sejarah sebagai rerum gestarum atau menurut Moh. Ali disebut sejarah serba subjek.

Bagi orang kebanyakan sejarah yang kita kenal sehari-hari itu adalah sejarah sebagai cerita. Secara tertulis cerita sejarah itu dapat kita baca dalam buku-buku sejarah, majalah-majalah dan surat-surat kabar. 

Sejarah lisan kita dapat mendengarnya dalam narasi, ceramah, percakapan-percakapan, penyajian pelajaran sejarah di sekolah-sekolah atau kuliah-kuliah di perguruan tinggi dan dari siaran radio atau TV. Juga kita dapat menyaksikan dalam sandiwara dan film.

Karena sejarah itu suatu cerita, sifatnya bergantung kepada siapa yang menceritakannya. Yang bercerita adalah manusia dan tiap manusia memiliki kepribadian yang beraneka ragam. 

Pencerminan kepribadian manusia itu nampak jelas pada buku-buku sejarah yang disusunnya. Kita di sini tidak dapat menyebutkan semua sifat atau tabiat manusia. 

Yang akan kita temukan di sini hanyalah sifat-sifat yang mempengaruhinya dalam ia menyusun cerita sejarah, seperti keadaan pribadinya, cita-cita dan pergaulannya, perbendaharaan pengetahuannya di dalam sejarah dan lingkungannya.

Tiap orang yang akan menyusun cerita sejarah biasanya berpendirian agar ceritanya itu benar-benar dapat dipercayai dan objektif, tetapi setelah ia mulai dengan pekerjaannya, mau tidak mau ia dipengaruhi oleh sifat-sifatnya. 

Setelah kita selesai membaca karya tulisan secara teliti, kita akan dapat menerka bagaimanakah kira-kira keadaan si penyusun. 

Siswa yang agak dewasa tentu akan mengenal kepribadian gurunya setelah mereka mendapat pelajaran dari guru tersebut untuk beberapa waktu lamanya.

3. Sejarah Sebagai Ilmu

Sejarah sebagai ilmu suatu susunan pengetahuan (a body of knowledge) tentang peristiwa dan cerita yang terjadi dalam masyarakat manusia pada masa lampau yang disusun secara sistematis dan metodis berdasarkan asasasas, prosedur dan metode serta teknik ilmiah yang diakui oleh para pakar sejarah. 

Sejarah sebagai ilmu mempelajari sejarah sebagai aktualitas dan mengadakan penelitian serta pengkajian tentang peristiwa dan cerita sejarah.

Sejarah sebagai ilmu ialah suatu ilmu disiplin cabang pengetahuan tentang masa lalu, yang berusaha menentukan dan mewariskan pengetahuan mengenai masa lalu suatu masyarakat tertentu. Sejarah selain mempunyai objek, metode juga mempunyai pokok persoalan serta pengertian tersendiri.

Sejarah sebagai ilmu adalah susunan pengetahuan dalam suatu sistem tertentu (a body knowledge) yang disusun menurut sistem metode khusus, dengan tujuan untuk memperoleh kebenaran tentang sesuatu. 

Karena yang menentukan sesuatu pengetahuan itu ilmu atau bukan ilmu, ialah terletak pada metode ilmiah yang dipergunakan untuk mencari kebenaran atau cara untuk mendekatinya sehingga sampai pada suatu kebenaran. 

Seperti yang dikemukakan oleh K. Pearson, bahwa: “The field of science is unlimited, its materials is endless. The unity of science consists alone in its method, not in its materials.” (Lapangan yang diteliti oleh ilmu tidak terbatas, bahan-bahan yang diteliti adalah juga tidak ada habis-habisnya. Kesatuan ilmu hanya berkat metodenya, bukan mengenai bahan-bahan yang diselidikinya).

0 Response to "Konsep Sejarah"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak