Membangun Keluarga Harmonis Melalui Pola Asuh Orang Tua

Keharmonisan keluarga sesungguhnya terletak pada erat-tidaknya hubungan antar anggota keluarga. Misalnya hubungan antara ayah dengan ibu, hubungan antara orangtua dengan anak, dan hubungan antar anak. 

Masing-masing anggota keluarga memiliki peran dalam menjaga keharmonisan hubungan satu sama lain. Kehidupan berkeluarga yang sehat serta bahagia, pastilah menjadi impian setiap pasangan suami-istri. 

Merasakan kenyamanan baik itu dalam hal di terima maupun di percaya dalam keluarga sangatlah penting, keluarga seharusnya menjadi wadah bagi anggotanya untuk bisa mencurahkan segala perilaku ataupun emosi yang positif. 

Setiap pasangan pastinya mengharapkan mahligai rumah tangganya senantiasa harmonis bersama untuk waktu yang lama. 

Namun cepat ataupun lambat bermacam permasalahan hidup pasti berdatangan, inilah sebabnya keluarga khsususnya orang tua harus mampu mengenali jurus membangun keluarga harmonis, terutama yang telah memiliki buah hati. 

Kehidupan keluarga lalu tumbuh dalam kehangatan kasih sayang orang tua serta keluarga yang harmonis hendak menciptakan orang- orang berusia yang sehat serta senang.

Dengan begitu kemampuan, bakat, serta keahlian mereka hendak tumbuh lebih maksimal serta mencapai kesuksesan di masa depan.

Pada hakekatnya orang tua ialah pembimbing serta pendidik dalam keluarga yang awal serta utama untuk anak-anaknya. 

Oleh karena itu merekalah yang mula-mula menerima kewajiban serta tanggung jawab atas pemeliharaan serta pembelajaran putra-putrinya.

Sukses tidaknya, baik buruknya anak sangat bergantung pada orang tua sebagai figur utama proses pembelajaran serta pembuatan moral ataupun akhlak anak.

Kartono mengemukakan, bahwa keluarga tidak bahagia dan berantakan akan mengembangkan emosi kepedihan dan sikap negatif pada lingkungannya. 

Anak akan menjadi tidak bahagia, emosinya mudah meledak dan akan mengganggu dalam penyesuaian sosialnya. 

Akibatnya, anak akan mencari kompensasi di luar lingkungan keluarga untuk memecahkan semua kesulitan batinnya, sehingga timbul perilaku agresif. Oleh sebab itu, pola asuh dalam keluarga mempunyai peranan berarti dalam pertumbuhan anak. 

Tidak hanya itu masa anak muda merupakan masa anak mulai meninggalkan masa kanak- kanak yang tergantung pada orang tua, setelah itu mencari bukti diri diri untuk menanggapi siapa diri mereka serta menciptakan tempatnya di dunia ini. 

Dalam mencari bukti diri atau jati diri, anak muda hendak memperhitungkan serta meniru sikap orang berusia sambil menyadari apa yang diharapkan oleh orang berusia. 

Model awal yang mereka tiru merupakan dari keluarga mereka sendiri ialah dari orang tuanya. Keluarga merupakan area awal yang memastikan sikap anak muda.

Sikap orang tua mereka, yang teramati semenjak mereka dilahirkan, sudah tertanam dalam diri mereka. Mulai dari belajar buat bicara sampai memahami bermacam norma yang wajib mereka patuhi.

Keluarga membentuk suatu masyarakat. Masyarakat yang sehat sangat diperlukan dalam pembangunan bangsa. Sehat dalam arti bukan saja secara fisik tetapi juga secara mental dan sosial.

Masyarakat yang sehat dapat dicapai jika terdapat keluarga-keluarga yang utuh dalam masyarakat tersebut.

Dengan demikian, sangat di harapkan semua keluarga mempertahankan keutuhan dalam keluarga, karena dalam keluarga yang utuh atau harmonis melahirkan individu yang sehat jasmani, rohani, dan sosial. 

Dengan kata lain keutuhan atau keharmonisan keluarga berdamoak pada keutuhan atau keharmonisan masyarakat, yang pada akhirnya berpengaruh pada pembangunan bangsa.

Dikala ini, fenomena keluarga tidak harmonis banyak kita saksikan dalam lingkup kehidupan masyarakat Indonesia. 

Perihal ini diindikasikan oleh angka perceraian yang bertambah dari tahun ke tahun. Terutama pada masa pandemi ini. Bersumber pada informasi Direktorat Jenderal Kependudukan serta Pencatatan Sipil (Dukcapil)

Departemen Dalam Negara (Kemendagri), ada 3, 97 juta penduduk yang berstatus pernikahan cerai hidup sampai akhir Juni 2021. 

Jumlah itu setara dengan 1, 46% dari total populasi Indonesia yang

menggapai 272, 29 juta jiwa.

Melihat fenomena yang ada peneliti merasa terdorong untuk melakukan penelitian khususnya yang berkenaan dengan penerapan pola asuh orang tua dalam lingkungan keluarga serta dampaknya untuk meciptakan keluarga yang harmonis. 

Dari data-data di atas dapat dikatakan banwa banyak keluarga yang belum dapat mengupayakan untuk menjadi keluarga yang harmonis. 

Hal ini membuat prihatin dan bertanya-tanya tentang alasan keharmonisan keluarga sulit dicapai sehingga banyak pasangan suami-isteri yang mengakhiri hubungan mereka dengan perceraian. 

Bertanya-tanya tentang cara mengatasi hal ini, atau paling tidak menurunkan angka perceraian. Sehingga keluarga dapat menjadi lebih harmonis. Lebih lanjut, hal yang harus dilakukan oleh keluarga atau mereka yang akan memulai hidup berkeluarga.

Pola asuh orang tua memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keharmonisan keluarga. 

Keluarga yang sehat sebagai faktor yang berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga secara langsung tetapi juga merupakan faktor yang mampu memengaruhi kekuatan hubungan antara cinta dan spiritualitas. 

Bahwa memupuk perasaan cinta pada pasangan suamiistri dapat mewujudkan keharmonisan dan untuk memperkuat hubungan tersebut maka pasangan perlu mengembangkan spiritualitas dalam kehidupan sehari-hari. 

Meningat pasangan suami istri adalah orang yang di satukan dengan pola asuh yang berbeda dari keluarga yang berbeda, ini lah yang menyebabkan strategi copying di terapkan pada pasangan keluarga yang sudah memiliki anak.

Mengenai pola asuh dikemukakan oleh James bahwa pola asuh diartikan sebagai parenting cara orangtua berinteraksi dengan anak, cara orangtua berperilaku sebagai model di hadapan anakanaknya cara orangtua memberikan kasih sayang, menanggapi dan membantu anak mengatasi masalahnya, hangat, terbuka, mau mendengarkan secara aktif, dan realistic. 

Arahan dari orang tua tentang pentingnya komunikasi untuk keluarga yang sehat dan Bahagia dan disertai bimbingan dari orang tua terhadap anak akan dapat menimbulkan rasa sayang yang tinggi pada anak sehingga keluarga mudah dalam mencapai kehidupan yang di inginkan.

Pola asuh orangtua dapat diartikan sebagai perlakuan orangtua terhadap anak dalam bentuk merawat, memelihara, mengajar, mendidik, membimbing, melatih, yang terwujud dalam bentuk pendisiplinan, pemberian tauladan, kasih sayang, hukuman, ganjaran, dan kepemimpinan dalam keluarga melalui. 

Keharmonisan keluarga merupakan hidup senang dalam jalinan cinta kasih suami istri, didasari oleh kerelaan serta keselarasan hidup bersama.

Pengertian Keharmonisan Keluarga

Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan, keharmonisan berasal dari kata harmonis yang berarti bersangkut paut dengan (mengenai) harmoni, seiya, sekata. 

Lalu, keharmonisan adalah perihal atau keadaan harmonis, selaras dan keserasian. Sedangkan keluarga berarti ibu bapak beserta anaknya.

Pengertian keluarga menurut Ahmadi menyatakan “keluarga yaitu satu kesatuan sosial yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak yang belum dewasa dan satuan ini mempunyai sifat-sifat tertentu yang sama, dimana saja dalam satuan masyarakat manusia.” 

Sedangkan pengertian keluarga harmonis menurut Basri adalah keselarasan atau keserasian hubungan dalam keluarga yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan dan dapat dilakukan sengan efektif, sehingga menunjang tercapainya kehidupan keluarga yang harmonis.

Pengertian keluarga harmonis menurut Peraturan RI No. 21 Tahun 1994 Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera, Bab I Pasal 1 Ayat 2 disebutkan bahwa:

Keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materiil yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antara anggota dan antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungan. 

Jadi, keharmonisan keluarga adalah suatu keadaan atau kondisi antara suami istri, ayah anak, ibu anak, anak dengan anak yang serasi, seimbang dan bahagia sehingga fungsi-fungsi keluarga dapat dicapai secara optimal. 

Keluarga yang harmonis dapat tercapai bila aspek-aspek keharmonisan itu dapat tercapai, mengingat dalam kehidupan keluarga berbagai macam aspek dapat mempengaruhinya. 

Aspek-aspek Keharmonisan Keluarga 

Nick dan Frain mengemukakan lima hal pegangan atau kriteria menuju hubungan keluarga yang sehat dan bahagia, yaitu: 

1. Terciptanya kehidupan beragama dalam keluarga 

Sebuah keluarga yang harmonis ditandai dengan terciptanya kehidupan beragama dalam keluarga tersebut. 

Hal ini penting karena di dalam agama terdapat nilai-nilai moral dan etika kehidupan. Sebuah keluarga dengan komitmen agama yang kuat akan terhindar dari adanya konflik dalam kehidupan rumah tangga. 

Sebaliknya, keluarga dengan nilai agama yang kurang akan menyebabkan keluarga tersebut mudah dilanda konflik karena mereka tidak mempunyai pedoman untuk menjalankan kehidupan itu. 

Oleh karena itu, kehidupan beragama dalam sebuah kehidupan keluarga sangat penting untuk dapat terciptanya kehidupan keluarga yang harmonis. 

2. Tersedianya waktu untuk bersama keluarga 

Keluarga yang harmonis akan selalu menyediakan waktu bersama keluarga, walaupun itu hanya sekedar berkumpul dan makan bersama. 

Akan lebih baik lagi kalau sebuah keluarga dapat selalu mengadakan rekreasi setiap akhir pekan walaupun hanya ke taman kota. 

Hubungan yang terjalin dengan adanya waktu bersama, akan menimbulkan hubungan erat dalam keluarga. 

3. Interaksi Segitiga (ayah, ibu dan anak) 

Interaksi dalam keluarga terjadi melalui sebuah komunikasi. Komunikasi yang baik antar anggota keluarga mampu menciptakan suasana kerukunan dan dapat membantu memecahkan masalah yang dihadapi anggota keluarga. 

Orang tua mempunyai peran penting dalam menciptakan komunikasi yang baik. Apabila komunikasi antara ayah dan ibu sudah kurang baik, maka akan berdampak pada keharmonisan yang terjadi dalam keluarga. 

Jadi, keluarga harmonis dapat terbentuk dengan adanya komunikasi yang baik antara ayah dengan ibu, ayah dengan anak, ibu dengan anak maupun anak dengan anak. 

4. Saling menghargai antar anggota keluarga 

Keluarga yang harmonis dapat tercipta dengan adanya sikap saling menghargai antar anggota keluarga. Sikap menghargai itu dapat berupa menghargai perbedaan pendapat, menghargai kesibukan masing-masing, menghargai pertolongan yang diberikan anggota keluarga dan sebagainya. 

5 Prioritas utama adalah keluarga 

Keluarga yang harmonis yaitu keluarga yang selalu memprioritaskan kepentingan keluarga dibandingkan kepentingan yang lain. 

Hal ini menandakan bahwa ikatan antar anggota keluarga sangat erat. Kriteria-kriteria tersebut dapat menjadi pegangan sebuah keluarga agar dapat tercipta kondisi yang harmonis. 

Sebuah keluarga yang mampu menciptakan situasi yang harmonis maka akan menjadikan semua anggota keluarga bahagia. 

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keluarga Harmonis 

 Gunarsa berpendapat bahwa terdapat tujuh faktor yang perlu diperhatikan dalam membentuk keluarga yang harmonis, yaitu: 

1. Perhatian, diartikan sebagai menaruh hati. Maksudnya menaruh hati pada seluruh anggota keluarga adalah peletak dasar utama hubungan baik di antara para anggota keluarga. 

Menaruh hati terhadap kejadian dan dan peristiwa di dalam keluarganya, berarti mengikuti dan memperhatikan seluruh perkembangan keluarganya. 

2. Pengetahuan, dalam keluarga, baik orang tua maupun anak harus selalu menambah pengetahuan. Di luar rumah, mereka harus dapat menarik pelajaran dan inti dari segala peristiwa yang dilihat dan dialaminya. 

Mengetahui setiap perubahan di dalam keluarga dan perubahan anggota keluarga, berarti mengikuti perkembangan setiap anggota. 

3. Pengenalan terhadap semua anggota keluarga, hal ini berarti juga pengenalan terhadap diri sendiri. Anak-anak biasanya belum dapat mengenal diri sendiri dan baru akan mencapainya melalui bimbingan dari keluarganya 

4. Apabila pengetahuan dan pengenalan diri telah tercapai, maka lebih mudah menyoroti semua kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam keluarga. 

Masalah-masalah lebih mudah diatasi, karena banyak latar belakang kejadian lebih cepat terungkapkan dan teratasi. Dengan demikian, dapat mengurangi masalah-masalah yang terjadi dalam keluarga. 

5. Sikap menerima semua anggota keluarga, sebagai langkah kelanjutan pengertian berarti dengan segala kelemahan, kekurangan dan kelebihannya, ia seharusnya mendapat tempat dalam keluarga. 

Setiap anak berhak mendapatkan kasih sayang orang tuanya. Sebaliknya anak harus pula menunaikan tugas dan kewajiban sebagai anak terhadap anggota keluarganya. 

6. Peningkatan usaha, dilakukan dengan mengembangkan setiap aspek dari anggotanya secara optimal supaya tidak terjadi keadaan yang statis dan dan membosankan. 

7. Penyesuaian, harus selalu mengikuti setiap perubahan baik dari pihak orang tua maupun anak. Penyesuaian meliputi penyesuaian terhadap perubahan-perubahan diri sendiri, perubahan diri anggota keluarga lainnya dan perubahan-perubahan di luar keluarga. 

Berdasarkan pendapat Gunarsa tersebut, dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi keharmonisan keluarga adalah perhatian pengetahuan, pengenalan terhadap semua anggota keluarga, pengenalan diri sehingga mudah mengatasi masalah, sikap menerima, peningkatan usaha dan penyesuaian. 

Apabila ketujuh faktor terpenuhi, maka impian untuk menjadi keluarga yang harmonis dapat tercapai. 

Pengertian Pola Asuh Orang Tua

Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan, pola berarti sistem atau cara kerja. Ketika pola diberi arti bentuk atau struktur yang tetap, maka hal itu semakna dengan istilah kebiasaan. 

Sedangkan pengertian asuh diartikan sebagai jaga, bimbing, dan pimpin. Orang tua berarti ayah ibu kandung, (orang tua-tua) orang yang dianggap tua (cerdik, pandai, ahli dan sebagainya); orang yang dihormati (disegani) di kampung. Orang tua dapat mempunyai arti sebagai orang tua angkat maupun orang tua asuh.

Sunarti menjelaskan “pola asuh diartikan sebagai implementasi serangkaian keputusan yang dilakukan orang tua atau orang dewasa kepada anak, sehingga memungkinkan anak menjadi bertanggung jawab, menjadi anggota masyarakat yang baik, memiliki karakter-karakter yang baik.” 

Sedangkan Djamarah menyatakan “pola asuh orang tua adalah kebiasaan orang tua, ayah dan atau ibu dalam memimpin, mengasuh dan membimbing anak dalam keluarga.” 

Selain itu, menurut Ahmad Tafsir dalam Djamarah, “pola asuh orang tua adalah upaya orang tua yang konsisten dalam menjaga dan membimbing anak dari sejak dilahirkan hingga remaja.”

Jadi, pola asuh orang tua adalah tindakan atau perilaku yang dilakukan orang tua untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anaknya agar dapat sesuai dengan harapan orang tua. 

Pola asuh yang diterapkan orang tua dapat mempengaruhi kepribadian anak sesuai dengan jenis pola asuh yang digunakan.

Pola asuh terbagi menjadi berbagai jenis. 

Jenis-jenis Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh terbagi menjadi berbagai jenis. Hurlock membagi jenis pola asuh menjadi 3 macam, yaitu:

1, Pola Asuh Otoriter

Dalam pola asuh ini, orang tua memiliki kaidah, peraturan dan pengaturan yang keras dan kaku untuk memaksakan perilaku anak.

Apabila anak gagal dalam memenuhi standar yang diharapkan orang tua, maka akan mendapatkan hukuman. 

Sedikit sekali atau bahkan tidak pernah sama sekali orang tua memberikan pujian atau penghargaan apabila anak berhasil dalam memenuhi harapan orang tua. 

Tingkah laku anak dikekang secara kaku dan tidak ada kebebasan berbuat kecuali yang sudah ditetapkan oleh peraturan. 

Setelah anak bertambah besar, orang tua yang menggunakan pola asuh otoriter dan jarang mengendurkan pengendalian mereka atau menghilangkan hukuman. 

Bahkan mereka tidak mendorong anak untuk dapat mengambil keputusan sendiri dalam hubungannya dengan tindakan anak. 

Sebaliknya, mereka hanya mengatakan apa yang harus dilakukan dan tidak menjelaskan mengapa hal itu harus dilakukan sehingga anak-anak kehilangan kesempatan untuk belajar mengendalikan perilaku mereka sendiri.

2. Pola Asuh Demokratis

Orang tua menggunakan penjelasan, diskusi, dan penalaran untuk membantu anak mengerti dengan apa yang menjadi peraturan yang diterapkan orang tua. Pola asuh ini lebih menekankan aspek edukatif daripada aspek hukuman. 

Hukuman hanya diberikan apabila anak dengan sengaja menolak perbuatan yang harus ia lakukan. Apabila perbuatan anak sesuai dengan apa yang patut ia lakukan, orang tua memberikan pujian atau penghargaan. 

Orang tua yang demokratis adalah orang tua yang menumbuhkan rasa tanggung jawab dan pengendalian perilaku sendiri pada anak walaupun tanpa ada pendampingan dari orang tua.

3. Pola Asuh Permisif

Pada pola asuh ini, orang tua bersikap membiarkan apa saja yang tingkah laku yang diperbuat dan tidak pernah memberikan hukuman pada anak.

Beberapa orang tua dan guru, yang menganggap kebebasan (permissiveness) sama dengan laissez-faire, membiarkan anak mengatasi situasi dan kondisi yang sulit bagi anak tanpa bimbingan atau pengendalian dari orang tua. 

Pola asuh ini ditandai oleh sikap orang tua yang membiarkan anak mencari dan menentukan sendiri tata cara yang memberi batasan-batasan dari tingkah lakunya. 

Pada pola ini pengawasan menjadi sangat longgar. Sedangkan Helmawati membagi pola asuh menjadi 4 jenis, yaitu:

1. Pola Asuh Otoriter (Parent Oriented)

Pola asuh otoriter (parent oriented) pada umumnya menggunakan pola komunikasi satu arah (one way communication). Ciri-ciri pola asuh ini menekankan bahwa segala aturan orang tua harus ditaati oleh anaknya.

Orang tua memaksakan pendapat atau keinginan pada anaknya dan bertindak semena-mena (semaunya kepada anak), tanpa dapat dikritik oleh anak. 

Anak harus menurut dan tidak boleh membantah terhadap apaapa yang diperintahkan atau dikehendaki oleh orang tua. Anak tidak diberi kesempatan menyampaikan apa yang dipikirkan, diinginkan, atau
dirasakan.

2. Pola Asuh Permisif (Children Centered)

Pola ini bersifat children centered maksudnya adalah segala aturan dan ketetapan keluarga berada di tangan anak. Pola asuh permisif ini, kebalikan dari pola asuh otoriter. 

Jadi, orang tua mengikuti keinginan anak.  Artinya, apa yang diinginkan anak selalu dituruti dan diperbolehkan oleh orang tua. orang tua cenderung mengikuti kemauan anaknya.

3. Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokratis menggunakan komunikasi dua arah. Kedudukan orang tua dan anak dalam berkomunikasi sejajar. 

Suatu keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan (keuntungan) kedua belah pihak. Anak diberi kebebasan dalam bertanggung jawab. 

Artinya, apa yang dilakukan anak tetap harus ada di bawah pengawasan orang tua dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral.

4. Pola Asuh Situasional

Orang tua tidak menetapkan satu tipe saja dalam mendidik anak. Orang tua dapat menggunakan satu atau dua (campuran pola asuh) dalam situasi tertentu. 

Misalnya untuk masalah yang berhubungan dengan kegiatan beribadah, maka orang tua menggunakan pola asuh otoriter. Sedangkan pada permsalahan yang lain, orang tua menggunakan pola asuh demokratis.

Dari berbagai jenis pola asuh orang tua yang disampaikan beberapa ahli, peneliti memilih pola asuh otoriter, demokratis dan permisif sebagai fokus penelitian. 

Pola asuh otoriter yaitu pola asuh dengan peraturan yang keras dan kaku dari orang tua. Pola asuh demokratis yaitu pola asuh dengan sikap orang tua yang selalu memperhatikan pendapat anak akan suatu hal. 

Sedangkan pola asuh permisif adalah pola asuh dengan sikap orang tua yang membiarkan segala
tingkah laku anak serta tidak pernah memberikan hukuman.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua

Setiap orang tua mempunyai cara mengasuh anak yang berbeda-beda.

Menurut Hurlock terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi orang tua dalam mengasuh anak yaitu sebagai berikut.

1. Kesamaan dengan pola asuh yang digunakan orang tua. 

Apabila orang tua merasa orang tua mereka dahulu berhasil mendidik mereka dengan baik maka akan menerapkan pola asuh yang sama. 

Namun sebaliknya, apabila mereka merasa pola asuh yang diterapkan orang tua dahulu salah, mereka akan menggantinya dengan pola asuh yang lain.

2. Penyesuaian dengan cara yang disetujui kelompok. 

Semua orang tua terutama yang masih baru menjadi orang tua mudah dipengaruhi oleh kelompok mereka (keluarga besar dan masyarakat) karena pengalaman mereka yang sedikit, daripada pendirian sendiri mengenai apa yang terbaik.

3. Usia orang tua. 

Orang tua yang muda cenderung lebih demokratis dan permisif dibandingkan dengan mereka yang lebih tua. Orang tua dengan usia muda cenderung mengurangi kendali ketika anak masuk masa
remaja.

4. Pendidikan untuk menjadi orang tua. 

Orang tua yang sudah pernah mendapatkan pelatihan dalam mengasuh dan mendidik, akan lebih mengerti tentang anak. Mereka akan menggunakan pola asuh demokratis dibandingkan dengan orang tua yang tidak mendapat pelatihan.

5. Jenis kelamin. 

Wanita pada umumnya lebih mengerti akan kebutuhan anak dibandingkan dengan pria, serta mereka cenderung kurang otoriter.

6. Status sosio ekonomi. 

Orang tua dari kelas menengah dan rendah cenderung lebih keras, memaksa dan kurang toleran dibandingkan dengan orang tua dari kelas atas. Akan tetapi, orang tua dari kelas menengah dan rendah biasanya lebih konsisten.

7. Konsep mengenai peran orang dewasa. 

Orang tua yang mempertahankan konsep tradisional mengenai peran orang tua cenderung lebih otoriter
dibanding orang tua yang menganut konsep modern.

8. Jenis kelamin anak. 

Orang tua pada umumnya lebih keras terhadap anak perempuan daripada terhadap anak laki-laki.

9. Usia anak. 

Pola asuh otoriter umumnya digunakan untuk anak kecil daripada mereka yang lebih besar. Orang tua pada umumnya seperti itu karena anak kecil belum dapat mengerti penjelasan, sehingga mereka memusatkan perhatian mereka pada pengendalian otoriter.

10. Situasi. 

Anak yang memiliki situasi yang mudah takut dan cemas, biasanya orang tua tidak akan mengasuh dengan otoriter. 

Sebaliknya, jika anak suka menentang perintah dan berperilaku agresif maka akan mendorong orang tua untuk mengasuh dengan pola otoriter.

Dari faktor-faktor tersebut dapat disimpulkan bahwa orang tua dalam mengasuh anak dapat dipengaruhi oleh berbagai hal. 

Tipe pengasuhan dari orang tua yang berbeda menyebabkan sikap dan karakter yang ditunjukkan setiap anak juga berbeda. 

0 Response to "Membangun Keluarga Harmonis Melalui Pola Asuh Orang Tua"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak