Pendidikan dalam Keluarga

Bismillahirrahmanirrahim. Tiada untaian kata yang pantas diucapkan seorang hamba dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta'ala, semoga rahmat dan karunia-Nya selalu menyertai setiap langkah-langkah kita dalam penghambaan kepada-Nya. 

Tak lupa pula, shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada manusia paling mulia, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya yang selalu istiqamah dalam menjalankan risalahnya hingga akhir zaman.


Hubungan antar individu dalam lingkungan keluarga sangat mempengaruhi kejiwaan anak dan dampaknya akan terlihat sampai kelak ketika ia menginjak usia dewasa.

Suasana yang penuh kasih sayang dan kondusif bagi pengembangan intelektual yang berhasil dibangun dalam sebuah keluarga akan membuat seorang anak mampu beradaptasi dengan dirinya sendiri, dengan keluarganya dan dengan masyarakat sekitarnya.

Oleh karena itu, dalam proses pembentukan sebuah keluarga diperlukan adanya sebuah program pendidikan yang terpadu dan terarah. 

Program pendidikan dalam keluarga ini harus pula mampu memberikan deskripsi kerja yang jelas bagi tiap individu dalam keluarga sehingga masing-masing dapat melakukan peran yang berkesinambungan demi terciptanya sebuah lingkungan keluarga yang kondusif untuk mendidik anak secara maksimal.

Dalam bagian pertama buku ini akan kami paparkan beberapa faktor yang signifikan dalam garis-garis besar pendidikan keluarga menurut ajaran Islam, yaitu sebagai berikut.

1. Keterpaduan Program Pendidikan

Keberadaan sebuah program yang jelas dalam menjalani kehidupan akan memberikan pengaruh yang positif terhadap perilaku seseorang. Jika kita benar-benar yakin pada nilai positif program tersebut dan menjalankannya dengan konsekuen, sebuah karakter positif dalam perilaku kita akan terbentuk. 

Adanya program hidup yang sama, akan menghasilkan perilaku yang sama pula. Oleh karena itu, program tunggal dapat dijadikan parameter untuk mengetahui sejauh mana tindakan dan perilaku kita sesuai dengan program itu.

Suami isteri harus bersepakat untuk menentukan satu program yang dengan jelas menerangkan hak-hak dan kewajiban masing-masing dalam keluarga. Islam dengan keterpaduan ajaran-ajarannya menawarkan sebuah konsep dalam membangun keluarga muslim.

Konsep ini adalah konsep rabbani yang diturunkan oleh Allah, Tuhan Yang Maha mengetahui. Dialah yang menciptakan manusia dan Dia pulalah yang paling mengetahui kompleksitas kehidupan manusia. Dengan demikian dapat kita katakan bahwa konsep yang ditawarkan oleh Islam adalah satu-satunya konsep dan program hidup yang sesuai dengan fitrah manusia.

Konsep Islam adalah sebuah konsep yang secara jelas dan seimbang mendistribusikan tugas-tugas kemanusiaan. Islam tidak pernah memberikan tugas yang tidak dapat dilakukan oleh seorang manusia dengan segala keterbatasannya. 

Konsep ini tidak akan pernah salah, tidak memiliki keterbatasan, dan tidak mungkin mengandung perintah dan tugas yang tidak dapat dilakukan. Penyebabnya tentu saja, karena konseptornya adalah Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Konsep keluarga Islami memberikan prinsip-prinsip dasar yang secara umum menjelaskan hubungan antaranggota keluarga dan tugas mereka masing-masing.

Sementara itu, cara pengaplikasian prinsip-prinsip dasar ini bersifat kondisional. Artinya, amat bergantung pada kondisi dan situasi dalam sebuah keluarga dan dapat berubah sesuai dengan keadaan.

Oleh karena itu, kedua orang tua harus bersepakat dalam merumuskan detail pengaplikasian konsep dan program pendidikan yang ingin mereka terapkan sesuai dengan garis-garis besar konsep keluarga Islami. 

Kesepakatan antara kedua orang tua dalam perumusan ini akan menciptakan keselarasan dalam pola hubungan antara mereka berdua dan antara mereka dengan anak-anak.

Keselarasan ini menjadi amat penting karena akan menghindarkan ketidakjelasan arah yang mesti diikuti oleh anak dalam pendidikannya. Jika ketidakjelasan arah itu terjadi, anak akan berusaha untuk memuaskan hati ayah dengan sesuatu yang kadang bertentangan dengan kehendak ibu atau sebaliknya. 

Anak akan memiliki dua tindakan yang berbeda dalam satu waktu. Hal itu dapat membuahkan ketidakstabilan mental, perasaan, dan tingkah laku.

Riset para ahli membuktikan bahwa anak-anak yang dibesarkan di sebuah rumah tanpa pengawasan kedua orang tua sekaligus lebih banyak bermasalah dibandingkan dengan anak-anak yang mendapatkan pengawasan bersama dari kedua orang tuanya.[Dr Fakhir Aqil, ‘Ilm Al-Nafs Al-Tarbawi : 111]

2. Hubungan Kasih Sayang

Salah satu kewajiban orang tua adalah menanamkan kasih sayang, ketenteraman, dan ketenangan di dalam rumah. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,

و من آیاتھ أن خلق لكم من أنفسكم أزواجا لتسكنوا إلیھا و جعل بینكم مودة ورحمة 

Artinya: Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah bahwa Ia menciptakan untuk kalian isteri-isteri dari jenis kalian sendiri agar kalian merasa tentram dengan mereka. Dijadikan-Nya di antara kalian rasa kasih dan sayang.[Q.S. Rum : 21]

Hubungan antara suami dan isteri atau kedua orang tua adalah hubungan kasih sayang. Hubungan ini dapat menciptakan ketenteraman hati, ketenangan pikiran, kebahagiaan jiwa, dan kesenangan jasmaniah. 

Hubungan kasih sayang ini dapat memperkuat rasa kebersamaan antaranggota keluarga, kekokohan pondasi keluarga, dan menjaga keutuhannya. 

Cinta dan kasih sayang dapat menciptakan rasa saling menghormati dan saling bekerja sama, bahu-membahu dalam menyelesaikan setiap problem yang datang menghadang perjalanan kehidupan mereka. Hal ini sangat berperan dalam menciptakan keseimbangan mental anak.

Dr Spock berpendapat sebagai berikut.

“Keseimbangan mental anak sangat dipengaruhi oleh keakraban hubungan kedua orang tuanya dan kebersamaan mereka dalam menyelesaikan setiap masalah kehidupan yang mereka hadapi”.[Dr Spock, Masyakil Al-Abaa’ fi Tarbiyah Al-Abnaa’ : 44]

Suami isteri harus berusaha memperkuat tali kasih di antara diri mereka berdua dalam semua periode kehidupan mereka, baik sebelum masa kelahiran anak mereka maupun setelahnya.

Memperkuat rasa cinta dan kasih sayang merupakan kewajiban yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Karena itu, menjaga keutuhan kasih sayang termasuk dalam perintah Allah dan merupakan salah satu cara mendekatkan diri kepada-Nya. Imam Ali bin Al-Husain

Zainal Abidin 'alaihi sallam mengatakan,

وأما حقّ رعیتك بملك النكاح ، فأن تعلم أنّ آلله جعلھا سكنا ومستراحا وأنسا وواقیة ، وكذلك كلّ واحد منكما یجب أن یحمد آلله على صاحبھ ، و یعلم أن ذلك نعمة منھ علیھ ، ووجب أن یحسن صحبة نعمة آلله ویكرمھا ویرفق بھا ، وإن كان حقك علیھا أغلظ وطاعتك بھا ألزم فیما أحببت وكرھت ما لم تكن معصیة ، فإن لھا حق الرحمة والمؤانسة وموضع السكون إلیھا قضاء اللذة التي لابدّ من قضائھا وذلك عظیم

Artinya: Hak wanita yang engkau nikahi adalah engkau harus tahu bahwa Allah telah menjadikannya sebagai sumber ketenangan dan ketentraman bagimu serta sebagai penjaga harta dan kehormatanmu. Kalian berdua haruslah memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah atas anugerah yang Dia berikan berupa pasangan kalian. Engkau harus tahu bahwa itu semua adalah nikmat Allah atasmu. Karena itu, suami harus memperlakukan isterinya dengan baik, menghormatinya, dan berlemah-lembut terhadapnya, meskipun hak-haknya atas sang isteri lebih besar.Isteri harus menaati suaminya jika ia memerintahkan sesuatu, selama tidak berupa maksiat kepada Allah. Isteri berhak untuk mendapatkan kasih sayang dan kelemah-lembutan karena dialah yang memberikan ketenangan hati bagi suami. Isterilah yang dapat memuaskan kebutuhan biologis suami yang memang harus disalurkan, dan hal itu adalah sesuatu yang agung.[Harrani, Tuhaf Al-‘Uqul:188]

Ahlul Bait a.s. memberikan perhatian yang sangat besar terhadap keutuhan cinta kasih dalam sebuah keluarga. Anjuran-anjuran mereka berikut ini ditujukan kepada kedua pihak, suami dan isteri.

Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

خیركم خیركم لنسائھ وأنا خیركم لنسائي

Artinya: Lelaki terbaik di antara kalian adalah orang yang paling baik terhadap isterinya. Dan aku adalah orang yang paling baik terhadap isteri.[Shaduq, Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih 3: 281, hadist ke- 14]

Imam Ja’far bin Muhammad Shadiq alaihi sallam dalam sebuah hadis mengatakan,

رحم االله عبدا أحسن فیما بینھ وبین زوجتھ

Artinya:Semoga Allah merahmati orang yang bersikap baik terhadap isterinya.[Ibid]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

فمن اتـخذ زوجة فـلیكرمھا

Artinya: Jika seseorang menikahi seorang wanita,ia harus berbuat baik kepadanya. [Nuuri, Mustadrak Al-Wasail 2: 550]

Beliau juga bersabda,

أوصاني جبرئیل علیھ السلام بالمرأة حتى ظننت أنھ لا ینبغي طلاقھا إلا من فاحشة مبینة

Artinya: Jibril sering berpesan kepadaku tentang wanita, sampai-sampai aku merasa bahwa wanita tidak berhak untuk diceraikan kecuali jika telah melakukan zina dengan terang-terangan.[Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih 3:278, hadis ke-1]

Anjuran-anjuran dan arahan yang diberikan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan Ahlul Bait 'alaihi sallam mengenai sikap baik dan penghormatan terhadap istri ini merupakan acuan penting yang harus diterapkan dalam rangka menciptakan kelanggengan hubungan cinta dan kasih sayang antara keduanya di dalam keluarga.

Di lain pihak, Ahlul Bait a.s. juga berpesan kepada kaum wanita untuk melakukan segala hal yang dapat menumbuhkan dan menjaga cinta dan kasih sayang dalam rumah tangga.

Rasulullah Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa sallam dalam hal ini bersabda,

إذا صلّت المرأة خمسھا وصامت شھرھا وأحصنت فرجھا وأطاعت بعلھا فلتدخل من أي أبواب الجنة شاءت

Artinya: Jika seorang wanita telah melakukan kewajibannya shalat lima waktu, berpuasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan, menjaga kehormatannya, dan menaati suaminya, maka ia berhak untuk masuk ke dalam surga melalui pintu manapun yang ia sukai.[Thabarsi, Makarim Al-Akhlaq:201]

Selain itu beliau juga bersabda,

ما استفاد امرؤ فائدة بعد الإسلام أفضل من زوجة مسلمة تسرّه إذا نظر إلیھا وتطیعھ إذا أمرھا وتحفظھ إذا غاب عنھا في نفسھا ومالھ

Artinya: Setelah nikmat Islam, tak ada satupun nikmat yang melebihi isteri muslimah yang shalihah, yaitu isteri yang membuat suami senang saat memandangnya, patuh padanya saat ia menyuruhnya melakukan sesuatu, dan menjaga dirinya dan harta suaminya di saat sang suami tidak berada di rumah.[Ibid:200]

Diriwayatkan bahwa seorang sahabat pernah mendatangi Rasulullah dan berkata, “Ya Rasulullah, aku memiliki seorang isteri yang selalu menyambutku ketika aku datang dan mengantarku saat aku keluar rumah. 

Jika ia melihatku termenung ia selalu menyapaku dan mengatakan, ‘Ada apa denganmu? Apa yang kau risaukan? Jika kau risau akan rezekimu, ketahuilah bahwa rezekimu ada di tangan Allah. Tapi jika kerisauanmu karena urusan akhirat, semoga Allah menambah rasa risaumu itu.’”

Setelah mendengar cerita sahabat beliau tersebut, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam bersabda,

بشّرھا بالجنّة وقل لھا : إنك عاملة من عمّال آلله ولك في كلّ یوم أجر سبعین شھیدا ، ء وفي روایة ء إن الله عزّ وجل عماّلا وھذه من عمّالھ ، لھا نصف أجر الشھید

Artinya: Berilah kabar gembira kepadanya tentang surga yang tengah menantinya! Dan katakan padanya, bahwa ia termasuk salah satu pekerja Allah. Allah Subhanahu Wa Ta'ala menuliskan baginya setiap hari pahala tujuh puluh orang yang gugur di jalan Allah. (dalam riwayat lain disebutkan), ‘Ketahuilah bahwa Allah memiliki banyak pekerja, dan ia termasuk salah satu dari mereka. Allah akan memberinya setengah dari pahala orang syahid.’ [Ibid: 200]

Imam Muhammad Baqir a.s. berkata,

جھاد المرأة حسن التبعّل

Artinya: Jihad bagi wanita adalah berbuat baik pada suaminya.[Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih 3:278, hadis ke-6]

Salah satu hal yang membantu dalam menambah rasa cinta, kasih sayang, dan perhatian suami adalah kepasrahan isteri pada suami saat ia menginginkan dirinya. Imam Ja’far

Shadiq "alaihi sallam mengatakan,

خیر نسائكم التي إذا خلت مع زوجھا خلعت لھ درع الحیاء وإذا لبست لبست معھ درع الحیاء

Artinya: Wanita terbaik adalah yang saat berduaan dengan suaminya ia menanggalkan semua rasa malunya dan jika ia memakai kembali pakaiannya ia kenakan lagi rasa malunya.[Kulaini, Al-Kafi 5:324 hadis ke-2]

Isteri sudah semestinya bersikap terbuka dan tidak malu-malu terhadap suaminya dengan tetap menjaga rasa hormat padanya. Dengan kata lain, seorang istri perlu menjaga keseimbangan antara sikap hormat dan terbuka.

Imam Ali bin Al-Husain a.s. menyebutkan beberapa faktor penting yang dapat menambah rasa cinta, kasih sayang, dan keakraban dalam keluarga, yaitu sebagai berikut.

لا غنى بالزوج عن ثلاثة أشیاء فیما بینھ وبین زوجتھ وھي الموافقة لیجتلب بھا موافقتھا ومحبتھا وھواھا،وحسن خلقھ معھا ، واستعمالھ استمالة قلبھا بالھیئة الحسنة في عینھا وتوسعتھ علیھا . ولا غنى بالزوجة فیما بینھا وبین زوجھا الموافق لھا عن ثلاث خصال ، وھي : صیانة نفسھا من كلّ دنس حتى یطمئن قلبھ إلى الثقة بھا في حال المحبوب والمكروه وحیاطتھ لیكون ذلك عاطفا علیھا عند زلة تكون منھا ، وإظھار العشق لھ بالخلابة والھیئة الحسنة لھا في عینھ

Artinya: Seorang lelaki hendaknya memperhatikan tiga hal berikut ini dalam berhubungan dengan isterinya:

Pertama, memahami keadaan isteri, karena dengan itu ia dapat menarik perhatian isterinya untuk memahami keadaannya dan lebih mencintainya.

Kedua, bersikap baik terhadap isteri dan berusaha merebut hatinya dengan penampilan lahir yang menarik.

Ketiga, memaafkan kesalahan isteri.Seorang wanita hendaknya memperhatian tiga hal berikut ini dalam pergaulannya dengan suami:

Pertama, menjaga diri dari segala kotoran dan noda, sehingga sang suami merasa tenang dengan keadaannya, baik di saat senang maupun di saat susah.

Kedua, mempercayai suami, karena hal itu dapat membuat sang suami mudah memaafkannya di kala ia melakukan kesalahan.

Ketiga, menampakkan rasa cinta kepadanya dengan berpenampilan menarik.[Tuhaf Al-‘Uqul:239]

Hubungan yang didasari oleh cinta dan kasih sayang sangat diperlukan dalam semua fase kehidupan, khususnya pada masa kehamilan. Sebab di masa-masa itu, isteri sangat memerlukan ketenangan dan keseimbangan mental. Hal itu sangat mempengaruhi keselamatan janin selama dalam kandungan dan keselamatan anak di masa menyusui.

3. Menjaga Hak dan Kewajiban

Di dalam konsep keluarga Islami telah ditentukan hak-hak dan kewajiban bagi masing- masing pihak suami dan isteri. Konsep ini jika benar-benar dijalankan akan menjamin ketenangan dan kebahagiaan dalam keluarga. 

Jika suami dan isteri konsisten dengan kewajiban dan hak-hak mereka, hal itu akan dapat mempererat tali cinta dan kasih antara mereka. Selain itu, hal ini dapat menjauhkan segala kemungkinan timbulnya perselisihan dan pertengkaran yang mengancam keutuhan rumah tangga yang dengan sendirinya berdampak negatif pada kejiwaan anak.

Hak terpenting yang dimiliki oleh suami adalah kepemimpinan dalam keluarga. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,

الرجال قوّامون على النساء بما فضّل االله بعضھم على بعض وبما أنفقوا من أموالھم 

Artinya: Kaum lelaki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.[Q.S. An-Nisa’: 34]

Isteri berkewajiban untuk menghormati hak suami ini dan menjadikan suami sebagai pemimpin karena kehidupan rumah tangga tidak mungkin berjalan dengan baik tanpa ada yang mengaturnya dan karena kepe-mimpinan layak untuk dipegang oleh kaum lelaki, sesuai dengan perbedaan yang ada antara suami dan isteri dalam hal fisik dan perasaan.

Di samping itu, isteri juga harus menunjukkan kepemimpinan suami dalam keluarga di hadapan anak-anaknya.

Hak penting kedua bagi suami setelah kepemimpinan dalam keluarga dapat kita simpulkan dari riwayat berikut ini. Diceritakan bahwa seorang wanita datang dan bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam tentang hak suami atas isterinya. 

Dalam jawabannya, beliau bersabda,

أن تطیعھ ولا تعصـیھ ، ولا تصدّق من بیتھا شیئا إلاّ بإذنھ ولا تصوم تطوعا إلاّ بإذنھ ، ولا تمنعھ نفسھا وإن كانت على ظھر قتب ولا تخرج من بیتھا إلاّ بإذنھ 

Artinya: Isteri harus patuh dan tidak menentangnya. Ia tidak berhak untuk bersedekah apapun yang ada di di rumah suami tanpa izin sang suami. Selain itu, ia tidak diperbolehkan untuk berpuasa sunnah kecuali jika suami mengizinkannya. Selanjutnya, ia tidak boleh menghindar kala suaminya menginginkan dirinya walaupun ia sedang dalam kesulitan. Isteri tidak diperkenankan untuk keluar dari rumah kecuali dengan izin suami....[Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih, 3:277 hadis ke-1]

Dalam hadis yang lain Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam menye-butkan hak-hak suami sebagai berikut.

حقّ الرجل على المرأة انارة السراج واصلاح الطعام وان تستقبلھ عند باب بیتھا فترحّب بھ وان تقدّم إلیھ الطشت والمندیل وان توضئھ وان لا تمنعھ نفسھا إلاّ من علّة

Artinya: Hak suami atas isteri adalah bahwa isteri hendaknya menyalakan lampu untuknya, memasakkan makanan, menyambutnya di pintu rumah kala ia datang, membawakan untuknya bejana air dan kain sapu tangan lalu mencuci tangan dan mukanya, dan tidak menghindar saat suami menginginkan dirinya kecuali jika ia sedang sakit.[Makarim Al-Akhlaq:215]

Mengingat pentingnya perhatian terhadap hak-hak suami tersebut, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam mengatakan,

لا تؤدّي المرأة حقّ االله عزّ وجل حتى تؤدّي حقّ زوجھا

Artinya: (Ketahuilah) bahwa wanita tidak pernah akan dikatakan telah menunaikan semua hak Allah atasnya kecuali jika ia telah menunaikan kewajibannya kepada suami.[Ibid.]

Di lain pihak, Islam juga telah menentukan hak-hak isteri yang harus diperhatikan oleh suami. Imam Ja’far Shadiq alaihi sallam, saat ditanya oleh Ishaq bin Ammar mengenai hak wanita atas suaminya, mengatakan,

یشبع بطنھا ویكسو جثتھا وإن جھلت غفر لھا

Artinya: (Kewajiban suami atas isterinya adalah) memberinya makanan dan pakaian dan memaafkannya jika ia melakukan kesalahan.[Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih 3:279, hadis ke-2]

Khaulah binti Al-Aswad pernah mendatangi Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam dan bertanya tentang hak wanita. Beliau dalam jawabannya mengatakan,

حقّك علیھ أن یطعمك ممّا یأكل ویكسوك ممّا یلبس ولا یلطم ولا یصیح في وجھك

Artinya: Hak-hakmu atas suami adalah bahwa ia harus memberimu makan dengan makanan yang ia makan dan memberimu pakaian seperti ia juga berpakaian, tidak menampar wajahmu, dan tidak membentakmu. [Makarim Al-Akhlaq:218]

Hak istri yang lain adalah bahwa suami harus memperlakukannya dengan lemah lembut dan bersikap baik terhadapnya.

Hak istri dan seluruh anggota keluarga selanjutnya adalah bahwa suami harus bekerja untuk dapat memenuhi semua kebutuhan materi mereka. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam dalam hal ini bersabda,

الكادّ على عیالھ كالمجاھد في سبیل االله

Artinya: Orang yang bekerja untuk menghidupi keluarganya sama dengan orang yang pergi berperang di jalan Allah. [Uqdah :72]

Beliau juga bersabda,

ملعون ملعون من یضیع من یعول

Artinya: Terkutuklah! Terkutuklah orang yang tidak memberi nafkah kepada mereka yang menjadi tanggung jawabnya. [Ibid]

Dalam hadis yang lain beliau bersabda,

حقّ المرأة على زوجھا أن یسدّ جوعتھا وأن یستر عورتھا ولا یقبّح لھا وجھا فإذا فعل ذلك فقد أدّى وآلله حقّھا

Artinya: Hak isteri atas suami adalah bahwa suami harus memberinya makan, menutupi auratnya, dan tidak memakinya. Jika seorang lelaki telah melakukan kewajibannya ini berarti ia telah menunaikan hak Allah atasnya. [Ibid:81]

Baik suami maupun isteri harus saling memperhatikan dan menghormati hak pasangannya demi terciptanya suasana cinta dan kasih sayang dan keharmonisan dalam keluarga. 

Adanya sikap saling menghormati di antara keduanya akan mendorong masing-masing pihak untuk menunaikan semua hal yang menjadi kewajibannya demi kebahagiaan keluarga.

Kebahagiaan yang berhasil diciptakan akan menciptakan keseimbangan mental isteri selama masa kehamilan, menyusui, serta pada tahun-tahun awal umur anak, yang pada gilirannya akan sangat mempengaruhi keseimbangan dan kestabilan mental anak. 

Anak yang tumbuh dengan mental yang baik dan stabil, pikiran dan perilakunya akan berkembang dengan baik dan stabil pula serta akan dengan mudah menuruti semua anjuran dan nasehat diberikan kepadanya.

4. Menghindari Perselisihan

Pertengkaran dan perselisihan yang terjadi dalam keluarga akan menyebabkan suasana yang panas dan tegang yang dapat mengancam keutuhan dan kehar-monisan rumah tangga. Tidak jarang, pertengkaran itu berakhir dengan perceraian dan kehancuran keluarga. 

Fenomena ini merupakan salah satu hal yang paling dikhawatirkan oleh semua anggota keluarga, termasuk di dalamnya anak-anak. Suasana yang menegangkan dalam rumah sangat berdampak negatif terhadap perkembangan dan pembentukan jati diri anak.

“Kelabilan sikap dan penyakit-penyakit kejiwaan yang diderita oleh anak-anak belia dan orang dewasa, disebabkan oleh perlakuan tidak benar yang diperlihatkan oleh orang tua mereka, seperti pertengkaran yang menyebabkan suasana dalam rumah panas dan menegangkan. Hal seperti itu membuat anak tidak merasa aman berada di dalam rumah”.[Dr. Zain Abbas Umarah, Adhwa’ Alaa Al-Nafs Al-Basyariyyah: 302]

Profesor Richard Fougen berpendapat bahwa,

“Ibu yang tidak diperlakukan dengan layak sebagai seorang manusia, sebagai ibu bagi anak-anaknya, dan sebagai isteri bagi suaminya, tidak akan mampu memberikan rasa aman pada diri anak-anaknya”.[Ibid]

Perasaan aman dan tenang merupakan salah satu faktor terpenting dalam membangun kepribadian anak secara benar dan sempurna. Perasaan semacam ini tidak akan didapatkan dalam lingkungan yang selalu diliputi oleh ketegangan dan pertengkaran.

Dalam keadaan seperti itu, anak akan berada dalam kebingungan dan kebimbangan. Ia tidak tahu apa yang harus ia perbuat. Posisinya tidak memungkinkan baginya untuk menyelesaikan pertengkaran kedua orang tuanya, apalagi jika pertengkaran tersebut sampai menggunakan kekerasan. Di satu sisi, ia tidak mungkin akan berpihak pada salah satu dari orang tuanya.

Lebih dari itu, kebingungan anak akan memuncak kala masing-masing pihak yang berselisih berusaha untuk menarik dukungannya dengan menyebutkan bahwa pihaknyalah yang benar, sedangkan lawannyalah yang bersalah dan memulai menyulut api pertengkaran ini. Semua itu meninggalkan kesan negatif di hati, pikiran, dan perasaan si anak.

Dr Spock berpendapat sebagai berikut.

“Riset yang dilakukan oleh para ahli terhadap ribuan anak yang tumbuh besar di tengah-tengah keluarga yang selalu diliputi oleh ketegangan membuktikan bahwa mereka ketika menginjak usia dewasa akan merasa bahwa mereka tidak seperti orang-orang lain pada umumnya. 

Mereka kehilangan rasa percaya diri. Mereka pun takut untuk menjalin hubungan cinta yang sehat dengan orang lain, karena mereka selalu membayangkan bahwa membangun keluarga berarti menempatkan dirinya di suatu tempat yang dihuni oleh orang-orang yang selalu berselisih dan bertengkar satu dengan yang lainnya”.[Masyakil Al-Aaba’ fi Tarbiyah Al-Abnaa’:45]

Setiap keluarga memiliki masalah yang berpotensi memicu percekcokan di antara mereka. Cara melampiaskan kekesalan dan kemarahan masing-masing pun berbeda.

Sebagian orang terbiasa untuk menggunakan kata-kata kotor, makian, dan hinaan. Sebagian yang lain terbiasa untuk melayangkan tangan ketika amarahnya memuncak.

Saat menyaksikan adegan demikian, anak-anak akan belajar untuk mempraktekkannya ketika terlibat pertengkaran dengan kawan-kawannya. Hal itu akan mempengaruhi tingkah laku mereka saat kanak-kanak maupun saat menginjak usia dewasa nanti. 

Karena itulah kita banyak menyaksikan ataupun mendengar adanya anak yang sampai memaki ibunya atau bahkan memukulnya. Dan terkadang pula, si anak akan menggunakan apa yang ia pelajari itu terhadap isterinya ketika kelak menginjak usia dewasa.

Untuk mencegah terjadinya pertengkaran dan percekcokan antara suami dan isteri, atau paling tidak, mengurangi dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap psikis dan mental, atau jika mungkin, menghilangkannya sama sekali, Islam telah mengenalkan sebuah konsep sempurna dalam menyelesaikan pertengkaran dan perselisihan dalam keluarga.

Pada uraian sebelumnya telah disebutkan bahwa Islam sangat menekankan pentingnya mempererat tali cinta kasih dalam keluarga. Selain itu juga telah disebutkan hak-hak dan kewajiban suami dan istri. Dalam ajaran Islam pun disebutkan tentang pentingnya proses seleksi dengan standar nilai Islam ketika memilih calon suami atau istri.

Semua ini dimaksudkan untuk mencegah perselisihan yang mungkin terjadi dalam keluarga. Namun jika tanda-tanda munculnya percekcokan sudah nampak, atau bahkan percekcokan itu telah terjadi, Islam menawarkan cara untuk mengakhirinya. 

Selain itu,Islam juga mengecam pihak yang memicu perselisihan dan memperingatkan semua pihak agar waspada terhadap masalah ini.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam bersabda,

خیر الرجال من أمتي الذین لا یتطاولون على أھلیھم ویحنّون علیھم ولا یظلمونـھم

Artinya: Lelaki terbaik dari umatku adalah orang tidak menindas keluarganya, menyayangi mereka dan tidak berlaku zalim.[Makarim Al-Akhlaq:216-217]

Imam Muhammad Baqir alaihi sallam dalam sebuah hadis menganjurkan para suami untuk bersabar menerima perlakuan buruk, sebab membalas keburukan dengan keburukan akan membuat area perselisihan bertambah luas. Beliau mengatakan,

من احتمل من امرأتھ ولو كلمة واحدة أعتق االله رقبتھ من النّار وأوجب لھ الجنّة

Artinya: Orang yang sabar dalam menerima perlakuan buruk istrinya, meskipun hanya sebatas satu kata, niscaya akan dibebaskan Allah dari siksa api neraka dan ditempatkannya di dalam surga.[Ibid:216]

Dalam sebuah hadis, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menghimbau para suami untuk bersabar atas perlakuan buruk isterinya. Beliau bersabda,

من صبر على سوء خلق امرأتھ أعطاه االله من الأجر ما أعطى أیوب على بلائھ

Artinya: Jika seseorang bersabar atas perlakuan buruk isterinya, Allah akan memberinya pahala seperti yang Dia berikan kepada Nabi Ayyub alaihi sallam. yang tabah dan sabar menghadapi ujian-ujian Allah yang berat. [Ibid:213]

Bersabar terhadap perlakuan buruk isteri adalah hal yang mungkin dianggap tidak wajar oleh kaum lelaki. Tetapi dengan adanya perintah dan anjuran Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa sallam dan Ahlul Bait alaihi sallam, hal tersebut menjadi suatu yang sunnah yang akan dengan senang hati dijalankan oleh kaum lelaki yang beriman. 

Tanpa merasakan adanya kehinaan dan kerendahan bagi martabatnya sebagai suami, ia akan bersabar terhadap perlakuan buruk isterinya itu.

Meniru perilaku Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam terhadap isteri-isteri beliau dan perilaku Ahlul Bait alaihi sallam dapat meminimalkan timbulnya pertengkaran dalam keluarga. Imam Ja’far Shadiq alaihi sallam berkata,

كانت لأبي علیھ السلام امرأة وكانت تؤذیھ وكان یغفر لھا

Artinya: Ayahku pernah mempunyai seorang isteri yang sering menyakitinya. Namun, ayahku selalu mema-afkannya. [Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih 3:279, hadis ke-4]

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam melarang para suami untuk menggunakan kekerasan terhadap isterinya dalam hadis berikut ini.

أيّ رجل لطم امرأتھ لطمة أمر آلله عزّ وجل مالك خازن النیران فیلطمھ على حرّ وجھھ سبعین لطمة في نار جھنّم

Artinya: Barang siapa melayangkan tamparan ke pipi isterinya satu kali, Allah akan memerintahkan malaikat penjaga neraka untuk membalas tamparan itu dengan tujuh puluh kali tamparan di neraka jahanam. [Mustadrak Al-Wasail 2:550]

Di pihak lain, kaum wanita pun dianjurkan untuk bersikap yang sama. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Imam Ja’far Shadiq a.s. menganjurkan kaum wanita untuk sedapat mungkin untuk menghindari pertengkaran yang buruk. Beliau berkata,

خیر نسائكم التي إن غضبت أو أغضبت قالت لزوجھا : یدي في یدك لا أكتحل بغمض حتى ترضى عني

Artinya: Wanita terbaik adalah wanita yang ketika marah atau membuat suaminya marah, berkata kepada suaminya itu, “Aku letakkan tanganku di tanganmu. Aku bersumpah untuk tidak tidur sebelum engkau mema-afkanku.” [Makarim Al-Akhlaq:200]

Imam Muhammad Baqir a.s. berkata,

وجھاد المرأة أن تصبر على ما ترى من أذى زوجھا وغیرتھ

Artinya: Jihad bagi seorang wanita adalah bersabar terhadap perlakuan buruk dan rasa cemburu suaminya. [Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih 3:277 hadis ke-4]

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam melarang isteri untuk melakukan tindakan yang dapat memancing timbulnya pertengkaran. Beliau bersabda,

من شرّ نسائكم الذلیلة في أھلھا ، العزیزة مع بعلھا ، العقیم الحقود ، التي لا تتورّع عن قبیح ، المـتبرّجة إذا غاب عنھا زوجھا ، الحصان معھ إذا حضر ، التي لا تسمع قولھ ، ولا تطیع أمره ، فإذا خلا بھا تمنعت تمنع الصـعبة عند ركوبھا ولا تقبل لھ عذرا ولا تغفرلھ ذنبا

Artinya: Wanita terburuk adalah wanita yang hina dalam keluarganya tetapi merasa mulia di hadapan suami; yang mandul dan selalu merasa dengki; yang tidak berhenti melakukan perbuatan buruk; yang selalu berhias kala suami bepergian dan bersikap sombong kala suami ada; yang tidak mendengar kata-kata suami dan tidak menuruti perintahnya; yang jika berduaan dengan suaminya akan menolak ajakannya; dan yang tidak pernah mau memaafkan kesalahan suami dan tidak menerima alasannya. [Makarim Al-Akhlaq:202]

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam dalam hadisnya melarang wanita untuk membebani suami dengan sesuatu yang di luar kemampuannya. Beliau bersabda,

أیّما امرأة أدخلت على زوجھا في أمر النفقة و كلّفتھ مالا یطیق لا یقبل آلله منھا صرفا ولا عدلا إلاّ أن تتوب وترجع وتطلب منھ طاقتھ

Artinya: Wanita yang memaksa suaminya untuk memberikan nafkah di luar batas kemampuannya, tidak akan diterima Allah Subhanahu Wa Ta'ala amal perbuatannya sampai ia bertaubat dan meminta nafkah semampu suaminya.[Ibid]

Selain itu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam juga melarang wanita untuk mengungkit-ungkit kelebihannya atas suami. Beliau bersabda,

لو أن جمیع ما في الأرض من ذھب وفضة حملتھ المرأة إلى بیت زوجھا ثم ضربت على رأس زوجھا یوما من الأیام ، تقول : من أنت ؟ إنما المال مالي ، حبط عملھا ولو كانت من أعبد الناس، إلاّ أن تتوب وترجع وتعتذر إلى زوجھا

Artinya: Seandainya seorang wanita datang ke rumah suaminya dengan membawa serta bersamanya seluruh kekayaan bumi dari emas dan peraknya, lalu pada suatu saat ia mengangkat kepalanya di hadapan suami sambil mengatakan, “Siapa kau ini? Bukankah seluruh harta ini adalah milikku?” , Allah akan menghapus semua amalan baiknya meskipun ia adalah orang yang paling banyak beribadah, kecuali bila ia bertaubat dan meminta maaf kepada suaminya. [Ibid]

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam juga mengingatkan para wanita untuk tidak menggunakan kata-kata kasar yang dapat membangkitnya amarah suami saat berhadapan dengannya. Beliau bersabda,

أیّما امرأة آذت زوجھا بلسانـھا لم یقبل منھا صرفا ولا عدلا ولا حسنة من عملھا حتى ترضیھ ..

Artinya: Jika seorang wanita menyakiti suaminya dengan kata-kata, Allah tidak akan menerima seluruh amalan baiknya sampai sang suami memaafkannya. [Ibid:214]

Dalam hadisnya yang lain, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam melarang suami isteri tidak menyapa satu sama lain, karena hal itu merupakan awal perpisahan dan terputusnya hubungan antara mereka. Beliau bersabda,

أیّما امرأة ھجرت زوجھا وھي ظالمة حشرت یوم القیامة مع فرعون وھامان وقارون في الدّرك الأسفل من النار إلاّ أن تتوب وترجع

Artinya: Jika seorang wanita mendiamkan suaminya padahal ia adalah pihak yang salah dan berlaku zalim terhadapnya, Allah kelak akan mengumpulkannya bersama dengan Fir’aun, Haman, dan Qarun di dasar neraka, kecuali jika ia bertaubat dan kembali ke jalan yang benar. [Ibid:202]

Semua perintah dan anjuran di atas, jika dijalankan dengan baik dan sempurna, akan menjamin keselamatan keluarga dari pertengkaran dan percekcokan atau paling tidak meminimalkannya. 

Namun bila pasangan suami isteri tidak mampu menjalankannya dengan baik, maka hendaknya pertengkaran yang terjadi di antara mereka tidak didengar oleh anak-anak. Sebaiknya, anak-anak tidak mendengar tuduhan-tuduhan, kata-kata kotor, dan makian yang terlontar dari kedua orang tua mereka.

Kewajiban orang tua adalah menjelaskan kepada anak-anak mereka bahwa pertengkaran dalam sebuah keluarga adalah hal yang wajar dan mereka berdua masih saling mencintai.

Selain itu, mereka berdua juga harus secepatnya mencari jalan penyelesaian kemelut yang melanda rumah tangga mereka itu.

5. Ancaman Perceraian

Islam memperingatkan setiap pasangan suami istri tentang dampak negatif perceraian dan putusnya tali ikatan perkawinan. Dampak negatif tersebut akan menimpa kondisi psikis mereka berdua, anak-anak, dan juga masyarakat.

Perceraian adalah sumber kegelisahan dan kelabilan psikis, perasaan, dan tingkah laku anak karena ia sangat membutuhkan cinta dan kasih sayang yang seimbang dari ayah dan ibunya. 

Bahkan, seorang anak hanya dengan memikirkan dan mengkhayalkan perceraian kedua orang tua, akan merasa gelisah. Jika hal itu berkelanjutan akan berdampak negatif pada kestabilan perasaan dan kejiwaannya.

Sehubungan dengan hal ini, Islam telah menawarkan sebuah konsep dalam menjaga hubungan baik antara suami isteri untuk menghindarkan perceraian dan kehancuran rumah tangga. Dalam banyak nash, Islam bahkan melarang perceraian. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam bersabda,

أوصاني جبرئیل علیھ السلام بالمرأة حتى ظننت انھ لا ینبغي طلاقھا إلاّ من فاحشة مبیّنة

Artinya: Jibril sering berpesan kepadaku tentang talak (perceraian), sampai-sampai aku mengira bahwa wanita tidak boleh dicerai kecuali jika telah melakukan perbuatan zina dengan terang-terangan.[Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih 3: 278]

Imam Ja’far Shadiq a.s. mengatakan,

ما من شيء ممّا أحلّھ االله عزّ وجل أبغض إلیھ من الطلاق وأن االله یبغض المطلاق الذوّاق

Artinya: Tidak ada sesuatu yang halal yang lebih Allah benci daripada perceraian. Allah sangat membenci orang lelaki yang gemar menceraikan isteri dan sering kawin hanya untuk menikmati wanita sesaat saja. [Al-Kafi 6:54 hadis ke-2]

Beliau juga berkata,

إن آلله عزّ وجل یحب البیت الذي فیھ العرس ، ویبغض البیت الذي فیھ الطلاق وما من شيء أبغض إلى آلله عزّ وجل من الطلاق

Artinya: Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta'ala menyenangi rumah yang di dalamnya terdapat orang yang baru menikah, dan membenci rumah yang di dalamnya terdapat perceraian. Tidak ada sesuatupun yang lebih Allah benci daripada perceraian. [Ibid. Hadis ke-3]

Selain itu Islam, juga menganjurkan semua pasangan untuk menyusun strategi demi menghindari perceraian. Islam mengajak para suami istri untuk mempererat tali cinta kasih di antara mereka dan menghimbau agar secepatnya menyelesaikan semua masalah dan pertikaian di antara keduanya yang dapat mengakibatkan perceraian. 

Karena itulah, kita temukan dalam banyak nash agama adanya perintah untuk bergaul dengan baik dengan pasangan kita. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,

 وعاشروھنّ بالمعروف فإن كرھتموھنّ فعسى أن تكرھوا شیئا و یجعل االله فیھ خیرا كثیرا

Artinya: ...Bergaullah dengan isteri-isteri kalian dengan cara yang baik. Jika kalian tidak menyukai mereka, (bersabarlah) karena mungkin saja kalian membenci sesuatu

padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang berlimpah. [Q.S. Al-Nisa’ :19]

Islam juga telah mengajarkan untuk mengadakan perbaikan hubungan demi mengembalikan suasana harmonis dalam keluarga. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,

وإن امرأة خافت من بعلھا نشوزا أو إعراضا فلا جناح علیھما أن یصلحا بینھما صلحا والصلح خی

Artinya: Jika seorang wanita merasa khawatir terhadap sikap tak acuh suami terhadapnya, ia dapat mengusahakan perdamaian di antara mereka berdua. Perdamaian itu adalah sesuatu yang baik.... [Q.S. Al-Nisa’ :128]

Mengadakan perdamaian antara suami dan isteri lebih baik daripada meninggalkannya. Melihat kenyataan bahwa hati manusia dapat berubah-ubah dan kehendak sewaktu-waktu dapat berbalik, Islam menekankan kepada suami dan isteri untuk melakukan upaya perdamaian sebelum mengambil keputusan untuk saling berpisah. 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,

وَاِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوْا حَكَمًا مِّنْ اَهْلِهٖ وَحَكَمًا مِّنْ اَهْلِهَا ۚ اِنْ يُّرِيْدَآ اِصْلَاحًا يُّوَفِّقِ اللّٰهُ بَيْنَهُمَا ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا خَبِيْرًا

Artinya: Jika kalian mengkhawatirkan adanya pertikaian antara keduanya, utuslah seorang juru damai dari masing-masing pihak, suami dan isteri. Jika mereka berdua bermaksud mengadakan perbaikan, Allah pasti akan memberikan taufik-Nya kepada mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui dan Maha mengenal. [Q.S. Al-Nisa’ :35]

Jika semua usaha perbaikan hubungan dan upaya untuk mengembalikan keadaan seperti sediakala tidak membuahkan hasil, dan jika semua pertikaian dan perselisihan yang ada tidak bisa diselesaikan kecuali dengan perceraian, saat itulah mungkin perceraian merupakan jalan terbaik bagi mereka berdua.

Walaupun demikian, anak tetap akan mendapatan pukulan yang hebat dari perpisahan kedua orang tuanya tersebut dan ini akan terlihat pada perubahan tingkah lakunya.

Karena itu, Islam masih memberikan peluang kepada mereka berdua untuk kembali membangun rumah tangga mereka. Islam memberikan kesempatan kepada suami untuk merujuk isterinya saat ia masih berada dalam masa iddah atau menikahinya dengan ijab qabul baru jika wanita itu telah keluar dari masa iddah. Selain itu, ia masih dapat merujuk setelah menceraikan isterinya sebanyak dua kali.

Jika semua usaha perbaikan hubungan ini tidak membuahkan hasil dan perpisahan benar-benar terjadi, mereka berdua berkewajiban untuk menjaga perasaan anak-anak denganmencurahkan perhatian dan kasih sayang kepada mereka. 

Selain itu, mereka berdua harus memberikan pengertian kepada anak-anak, bahwa baik ayah maupun ibu mereka adalah orang-orang yang baik. 

Islam melarang kita untuk berdusta, bergunjing, serta membongkar aib dan cela orang lain. Dengan demikian, anak akan dapat mengatasi masalah dan benturan psikis yang ditimbulkan oleh perceraian orang tuanya.

Jika anjuran dan himbauan ini tidak diperhatikan dan masing-masing pihak saling melemparkan tuduhan kepada pihak lain serta membongkar aib dan kesalahannya kepada anak, si anak akan membenci kehidupan dan merasa rendah diri. 

Lebih jauh lagi, hal itu akan berpengaruh pada perasaannya terhadap orang tuanya. Ia akan membenci dan sekaligus mencintai mereka pada saat yang sama setelah mengetahui cela dan kesalahan masing-masing. 

Anak yang demikian ini akan selalu dihinggapi oleh rasa gelisah dan kekhawatiran. Kegelisahannya hari demi hari akan bertambah, dan hal itu berpengaruh buruk pada kehidupan sosialnya dan rumah tangganya di masa mendatang.

_____________________


0 Response to "Pendidikan dalam Keluarga"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak