Muslimah Anggun Harapan Imam Mahdi alaihi sallam

Bismillahirrahmanirrahim. Tiada untaian kata yang pantas diucapkan seorang hamba dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta'ala, semoga rahmat dan karunia-Nya selalu menyertai setiap langkah-langkah kita dalam penghambaan kepada-Nya. 

Tak lupa pula, shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada manusia paling mulia, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya yang selalu istiqamah dalam menjalankan risalahnya hingga akhir zaman.

Muslimah Anggun Harapan Imam Mahdi alaihi sallam

Dalam munajatnya, Imam al Mahdi as berdoa:

Dan anugerahkan kepada kaum wanita agar [bersikap] malu dan menjaga kehormatan

Tafsir:

Kata al hayรข' artinya malu. Sedangkan kata al ‘iffah artinya mengontrol perut dan kehormatan dari hal-hal yag diharamkan dan juga dari yang syubuhรขt, lawan darinya adalag at tahattuk, yaitu melepas nafsu perut dan syahwat tanpa control dan tanpa mempedulikan kerahasiaan dalam menerjang maksiat.

Terkadang kata Al 'iffah diidentikkan dengan amanat dan kesucian diri dan sifat sabar. Al 'iffah adalah menahan dari besikap rakus terhadap beragam bentuk syahwat dan keinginan nafsu serta tidak tunduk kepada kendali syahwat. Ar Rรขghib

al Ishfahรขni menerangkan kata al ‘iffah dengan: “Terwujudnya kondisi kejiwaan dalam diri yang mencegah penyandangnya dari dikalahkan oleh syahwat....” [Mu’jam Mufradรขt Alfรขdz a Qur’รขn/kata al ‘Iffah]

Dalam riwayat-riwayat kata 'Iffah selalu selalu dikaitakn dengan sikap mengontrol tuntutan perut dan nafsu birahi sehingga tidak keluar dari batas kewajaran. 

Seorang disebut bersifat 'Afรฎf [menyandang sifat „iffah] apabila ia mampu selalu mengontrol perut dan nafsu biharinya dari hal-hal yang diharamkan, bahkan pada yang halal pun ia mengkonsumsinya secara tidak berlebihan.

Dan ia adalah sifat terpuji. Imam Ali as bersabda kepada Muhammad bin Abi Bakar radhiyallahu 'anhu:

“Hai Muhammad bin Abi Bakar, ketahuilah bahwa paling afdhalnya „iffah adalah wara‟
[hati-hati] dalam [urusan] agama Allah dan beramal berdasarkan ketaatan.” [Bihรขr al Anwรขr,73/392]

Sifat Malu Adalah Sebab Semua Kebaikan dan Keindahan

Sifat malu dari melakukanhal-hal yang mencoreng nama harum dan harga diri adalah sebab semua kebaikan dan keindahan. 

Demikian disabdakan Imam Ali alaihi sallam:

“Sifat malu adalah sebab menuju semua keindahan.”[Bihรขr al Anwรขr,77/211].

“Sifat malu adalah kunci semua kebaikan.”[Ghurar al Hikam/Hikmah no.340].

Karena sifat malu itu yang akan mengontrol prilaku seseorang, sehingga ia akan berhati-hati dan mawas diri dari melakukan hal-hal yang jelek.

Imam Ali as bersabda:

“Sifat malu akan mencegah [seseorang] dai melakukan pekerjaan yang jelek.”[Ibid.1393]

Sebenarnya ada relasi antara sifat malu dan prilaku al „iffah. Sifat malu menjadi sebab munculnya prilaku terpimpin dan terkontrol akal sehat.

Imam Ali as bersabda:

“Sebab sifat 'iffah adalah sifat malu.”[Ibid. 5527]

Sementara prilaku yang lahir dari sifat al 'iffah adalah pangkal semua kebaikan.

Demikian disabdakan Imam Ali alaihi sallam:

“Al 'Iffah adalah pangkal dari semua kebaikan.”[Ibid.1168]

Wanita Muslimiha Harus Menjaga Kehormatan Dirinya

Kisah-kisah Al Qur’an adalah penuh pelajaran berharga bagi kaum Muslimin. Dan di antara kisah penh hikmah dan pelajaran itu adalah kisah dua putri Nabi Syu’aib alaihi sallam...

Mari kita perhatikan bersama kisah keua putri Nabi Syu’aib as sebagaimana difirmankan Allah Subhanahu Wa Ta'ala:

Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu).” Kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.”

Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.”

Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: “Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberi balasan terhadap (kebaikan) mu memberi minum (ternak) kami.” Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syuaib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya). Syuaib berkata: “Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang lalim itu.”

Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” (QS. Al Qashash;23-26)

Renungan Tentang Kisah Di Atas

Dari kisah di atas dapat disimpulkan bahwa:

Watak pergaulan perempuan menuntut tidak bercampur dengan kaumlaki- laki dalam kondisi-kondisi yang mengundang keragu-raguan [kecurigaan akan akibat yang kurang baik] dan sulitnya pihak wanita menjaga sifat 'iffah-nya secara unum. Dan yang demikian berlaku pada setiap zaman dan di setiap masyarakat.

Bagaimana kita saksikan kedua putri Nabi Syu’aib as menjauhkan diri dari bercampur dengan kaum laki-kali yang sedang keberumung di sekitar sumur untuk mengambil air untuk minum ternak-ternak mereka. Kedua putri Nabi Syu’aib alaihi sallam tidak mau bercampur baur dengan kaum pria.

Setelah Musa as menyaksikan kedua wanita itu menyendiri [tidak berebut jatah menimba air untuk ternak gembalaan mereka] Musa bertanya dan mereka berdua pun menjawab: 

“Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.” ... setelah mendengar jawaban itu, Musa membantu mengambilkan air untuk minum ternak mereka.... Dan sepulang ke rumah, kedua putri Nabi Syu’aib alaihi sallam bercerita tentang Musa dan apa yang ia lakukan... tentang kebaikan sikap Musa alaihi sallam dan keperkasaannya yang mampu menimba air dari sumur dengan timba besar yang sulit dilakukan oleh satu atau dua pemuda, namun Musa melakukannya sendirian. 

Mendengar kisah dari kedua putrinya itu, Nabi Syu’aib alaihi sallam ingin bertemu dengan Musa. Maka ia pun mengutus salah satu dari kedua putrinya untuk memanggil Musa alaihi sallam.

Di sini ada pelajaran besar buat kaum wanita. Allah Subhanahu Wa Ta'ala mengambarkan kedatangan putri Nabi Syia’ab as untuk menemui Musa as dengan firman-Nya:

“Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan... “ demikianlah sikap putri Nabi Syu’aib alaihi sallam... ia datang berjalan dengan istihyรข’/jalannya seorang wanita suci yang diliputi dengan rasa malu ketika berjumpa dengan pria asing [yang bukan muhrimnya]. 

Dan dimikianlah seharusnya sikap para wanita, khususnya para gadis... mereka harus menjadikan sifat dan sikap malu sebagai busananya. Bukan sebaliknya, berjumpa dengan pria yang bukan muhrimnya dengan perjumpaan yang mengesankan seakan ia tidak memuliakan harga dirinya... yang mengesankan seakan ia wanita sembarangan yang tidak menjaga kehormatan unsur kewanitaannya....

Berjalannya putri Nabi Syu’aib itu disifati dengan kata istihyรข'/bermalu-maluan menunjukkan bahwa jalannya putri itu menampakkan harga diri dan kehormatan, tidak seperti berjalannya wanita yang sengaja ingin menarik perhatian kaum pria atau memprovokasi hasrat birahinya...

Dari apa yang dilakukan Musa dengan menolong wanita yang sedang kesulitan dan tanpa sedikitpun mengharap apapun darinya, apalagi mengambil kesempatan untuk menggodanya terdapat keteladanan besar bagi para pemuda dalam bersikap terhadap kaum wanita, khususnya kalangan muda dari mereka.

Dan bagian ini akan saya tutup dengan menyebutkan hadis Nabi saw tentang keagungan wanita:

“Wanita yang shalehah itu lebih baik dari seribu pria yang tidak shaleh.”[HR. ad Dailami dalam Musnad a Firdaus,2/230/hadis no. 3108]

0 Response to "Muslimah Anggun Harapan Imam Mahdi alaihi sallam"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak