Al Quran Ditinggalkan

Bismillahirrahmanirrahim. Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam beserta keluarga dan seluruh sahabatnya.

Terusik Musik, Al Quran Ditinggalkan

Musik dianggap sebagai hiburan. Menenangkan dan menentramkan. Bahkan, musik dinilai sebagai bentuk terapi emosional, mental, dan sosial.

Benarkah demikian?

Hampir tidak ada yang bisa selamat dari musik di zaman ini. Tak dicari, ia datang menghampiri. Berusaha dihindari, malah mengiringi.

Kawan, mari kita bicara tentang sabda Nabi Muhammad. Beliau mewartakan ;

لَيَكونَنَّ من أُمَّتي أقوامٌ يستحِلُّون الحِرَ والحَرير، والخمرَ والمعازِف

"Sungguh! Akan muncul sejumlah orang dari ummatku yang menghalalkan zina, sutera, khamer dan alat-alat musik" (HR Bukhari no.5590 secara mu'allaq dan disambung oleh at Thabrani dan al Baihaqi)

Hadits di atas bukan satu-satunya yang menerangkan haramnya musik. Ibnul Qayyim (Ighatasul Lahafan) menyebut 13 sahabat yang meriwayatkan hadits haramnya musik dari Nabi Muhammad.

Imam madzhab yang 4 pun mengharamkan musik.

Kitab-kitab madzhab Hanafi menyatakan bahwa mendengarkan musik adalah kefasikan.

Imam Malik ketika ditanya tentang musik, menjawab : "Di tempat kami (di Madinah) , hanya orang-orang fasik yang melakukan"

Imam Syafi'i menyebut alat musik dapat menghalangi untuk mentadaburi al Quran.

Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan, " Aku tidak senang musik. Hal itu bisa menumbuhkan kemunafikan"

Jelas dan ringkasnya, musik dan al Quran tak mungkin disatukan.

Ibnul Qayyim (Bada'iu Tafsir 2/143) membedakan ; "Suara al Quran akan menenangkan jiwa, menentramkan dan mendamaikan nya. Sementara suara musik akan membuat jiwa resah, gelisah dan cemas"

Adz Dzahabi (Siyar A'lam 4/280-281) menceritakan masa lalu Zaa-dzan dan kisah taubatnya.

Sebagai anak muda yang gandrung dengan musik dan nyanyian, Zaa-dzan sering diminta menghibur teman-temannya.

Suaranya memang bagus dan merdu. Bukan hanya bernyanyi, Zaa-dzan pun pandai bermain alat musik.

Sampai suatu hari ada yang menegurnya, "Anak muda, andai suara merdumu itu digunakan untuk membaca al Quran, dirimu adalah anak muda yang hebat"

Setelah orang itu berlalu, teman-temannya memberitahu bahwa orang itu adalah Abdullah bin Mas'ud, seorang sahabat Nabi.

Bergegas Zaa-dzan menyusul Ibnu Mas'ud untuk menyatakan taubat. Musik ditinggalkannya. Nyanyian dibuangnya. Berikutnya, Zaa-dzan pun berthalabul ilmi hingga menjadi ulama tabi'in.

Al Hafidz Ibnu Rajab (Dzail Thabaqat Hanabilah 3/330) menggambarkan Abdurrahman bin an Nafis sebagai ahli fikih dan ulama qiraah al Quran.

Siapa beliau sebelumnya?

Bersuara emas dan merdu, Abdurrahman senang musik dan bernyanyi. Setelah bertaubat, beliau giat belajar al Quran, fikih dan ilmu agama lainnya. Kemampuan hafalnya dalam satu hari sebanding dengan satu bulan murid yang lain.

Berbeda dengan....

Ismail bin Jami'. 

Ibnu Katsir (al Bidayah 10/215) menceritakan tentangnya sebagai seorang penyanyi terkenal. Bahkan, lagu-lagu nya memiliki branding sendiri ; aliran musik Bin Jami'.

Padahal...

Sebelum itu, Ismail bin Jami' adalah hafiz al Quran. Allahul musta'an.

Kawan, sadarilah bahwa musik dan al Quran tak mungkin disatukan. Mustahil bergabung di satu hati. 

Kata Ibnul Qayyim (Ighatsatul Lahafan 1/248) : "Al Quran dan nyanyian tak mungkin disatukan dalam hati selama-lamanya. Ada kontradiksi antara keduanya"

Kawan, memang tak mudah untuk meninggalkan musik. Terkadang kaki terhentak otomatis. Nada mengalir dari bibir tanpa direncana.

Namun, bulatkan tekadmu! Mohonlah sepenuh jiwa kepada Allah agar membantumu! Dan...makmurkan hari-harimu dengan membaca al Quran.

Jadilah Bermanfaat Sallam Bahagia Sukses Dunia Akhirat.

0 Response to "Al Quran Ditinggalkan"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak