Wanita Istihadhah

Bismillahirrahmanirrahim. Tiada untaian kata yang pantas diucapkan seorang hamba dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta'ala, semoga rahmat dan karunia-Nya selalu menyertai setiap langkah-langkah kita dalam penghambaan kepada-Nya. 

Tak lupa pula, shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada manusia paling mulia, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya yang selalu istiqamah dalam menjalankan risalahnya hingga akhir zaman.

Definisi Istihadhah

Istihadhah, adalah darah yang keluar dari rahim wanita, bukan karena luka dan tidak memiliki ciri-ciri haid dan nifas.

Kriteria Darah Istihadhah

Darah istihadhah pada umumnya memiliki ciri-ciri kebalikan darah haid. Karena itulah, ia berwarna kuning, dingin, keluar tanpa tekanan, tidak ada rasa nyeri dan tidak kental. Walaupun demikian kadang kala darah istihadhah berwarna hitam, merah, panas, kental, adanya tekanan, dan rasa nyeri.

Batas Minimal dan Maksimal Darah Istihadhah

Darah istihadhah tidak memiliki batas maksimal dan minimal waktu tertentu. Karenanya, bisa saja masa keluarnya darah istihadhah kurang dari tiga kali atau bahkan lebih dari sepuluh hari.

Jumlah dan Ukuran Darah Istihadhah

Permulaan istihadhah terhitung sejak darah keluar dari vagina, meski hanya sebesar ujung jarum. Selanjutnya ia tetap dianggap sebagai istihadhah meski tidak selalu keluar. Namun keberadaannya dalam vagina sudah cukup untuk tetap dihukumi sebagai istihadhah. 

Bahkan ketika sejak awal belum keluar ke permukaan vagina, namun bagian dalam sudah terkotori dengan darah, dianjurkan (berdasarkan ihtiyath mustahab) untuk menghukuminya sebagai darah istihadhah.

3 Jenis Darah Istihadhah

1. Istihadhah sedikit (qalilah), yaitu darah yang keluar pada kapas tidak sampai tembus ke permukaan (lain) kapas

2. Istihadhah sedang (mutawassithah), darah yang keluar ke kapas menembus sampai permukaan (lain) kapas, namun tidak sampai mengalir ke pembalut yang biasa digunakan wanita

3. Istihadhah banyak (katsirah), yaitu bila darah menembus ke permukaan (lain)nya dan mengalir ke pembalut yang biasa digunakan seorang wanita.

‘Istihadhah Sedikit’

Wanita yang mengalami ‘istihadhah sedikit’ diwajibkan mengganti pembalut yang dipakai setiap akan melaksanakan shalat dan membersihkan vaginainya.

Wanita yang mengalami ‘istihadhah sedikit’ setiap akan melaksanakan shalat ketika darah (masih) keluar, diwajibkan berwudhu terlebih dahulu, baik untuk shalat sunah ataupun shalat wajib; satu wudhu untuk shalat zuhur dan satu wudhu lain untuk shalat Ashar.

Seorang wanita yang sedang mengalami ‘istihadhah sedikit’ cukup berwudhu satu kali saja saat akan melaksanakan shalat. Namun untuk melakukan amalan ibadah lain yang disyaratkan bersuci, seperti: thawaf, menyentuh tulisan al-Quran (karena nazar) masing-masing diwajibkan berwudhu. 

Dengan kata lain, tidak cukup satu kali wudhu untuk semuanya. Bahkan untuk beberapa kali menyentuh al-Quran pun diwajibkan mengulang wudhu. Ia diwajibkan (berdasarkan ihtiyath wajib) berwudhu untuk setiap ibadah yang diwajibkan dilakukan dengan wudhu.

Bila seseorang telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan tugas ‘istihadhah sedikit’ untuk shalat zuhur, dan darah tidak keluar lagi sampai maghrib, maka ia diperbolehkan melaksanakan shalat maghrib dengan wudhu tersebut (tanpa wajib berwudhu lagi).

‘Istihadhah Sedang’

Wanita yang sedang mengalami ‘istihadhah sedang’ dalam sehari semalam diwajibkan mandi satu kali saja sebelum shalat shubuh. Namun bila ‘istihadhah sedang’ pertama kali terjadi setelah shalat shubuh, maka diwajibkan untuk mandi terlebih dahulu untuk shalat pertama (zuhur) yang dilakukannya. 

Bila mengalami istihadhah sebelum shalat maghrib dan isya, maka sebelum melaksanakan shalat kedua ia wajib mandi terlebih dahulu. Bila tetap dengan kondisi ‘istihadhah sedang’ pada keesokan harinya, maka ia wajib mandi setiap kali akan melaksanakan shalat shubuh. 

Artinya, ia hanya diwajibkan mandi satu kali dalam sehari semalam tidak lebih. Sedangkan ketika hendak melaksanakan shalat-shalat selanjutnya, ia diwajibkan melaksanakan hukum amalan yang berlaku atas istihadhah sedikit.

Wanita yang sedang mengalami ‘istihadhah sedang’ juga diwajibkan melakukan tugas wanita yang sedang mengalami istihadhah sedikit, yaitu membersihkan pembalut vaginainya dan berwudhu untuk setiap kali akan melaksanakan shalat (satu wudhu untuk satu shalat).

‘Istihadhah Banyak’

Wanita yang sedang mengalami ‘istihadhah banyak’ juga diwajibkan mandi wajib tiga kali sehari; satu kali mandi sebelum melaksanakan shalat Zuhur dan Ashar, dengan syarat tanpa jarak (jedah waktu) antara ke duanya. Sekali lagi untuk shalat Maghrib dan Isya, dengan syarat tanpa adanya jarak (jedah waktu) antara ke duanya. Dan sekali lagi untuk shalat Subuh.

Setelah mandi dan berwudhu, wanita yang sedang mengalami ‘istihadhah banyak’ diwajibkan mencegah keluarnya darah sebisa mungkin, dengan balutan erat yang tidak membahayakan. Sebab bila tidak berusaha untuk mencegahnya, sementara darah keluar, maka hendaknya (ihtiyath wajib) mengulangi mandi dan wudhunya.

Darah Istihadhah yang Mengalir Terus

Bila darah istihadhah seorang selalu mengalir dan tanpa henti, maka selama tidak membahayakan baginya ia diwajibkan mengguna-kan kapas untuk mencegah keluarnya darah, baik sebelum atau sesudah mandi. 

Namun bila darah tidak selalu mengalir, maka ia hanya diwajibkan mencegah keluarnya darah pada saat setelah mandi dan setelah wudhu saja. Bila ia tidak mencegahnya (lalai melakukan pencegahan) dan darah pun keluar, maka diwajibkan mengulangi mandi dan wudhunya. Bahkan bila darah keluar setelah melak- sanakan shalat, maka ia wajib mengulanginya.

Bila wanita yang sedang mengalami istihadhah akan melaksanakan satu shalat ihtiyath (pengulangan shalat) atau bila telah melaksanakan shalat sendiri dan akan mengulanginya kembali dengan berjamaah sebagaimana diwajibkan berwudhu untuk semua shalat yang dilakukannya baik wajib ataupun sunah, maka wajib melaksanakan semua tugas yang telah disebutkan bagi wanita yang sedang mengalami istihadhah.

Bila akan melaksanakan shalat ihtiyath, atau sujud karena lupa, atau tasyahhud karena lupa, atau sujud sahwi langsung seusai shalat, maka ia tidak diwajibkan untuk melakukan (lagi) tugas wanita yang sedang mengalami istihadhah.

Perubahan Tingkat Istihadhah dan Tugasnya

Perubahan ada dua macam:

1. Perubahan menanjak; dari jenis istihadhah sedikit ke istihadhah sedang atau dari istihadhah sedang ke istihadhah banyak atau dari istihadhah sedikit ke istihadhah banyak.

a. Bila perubahan menanjak terjadi sebelum shalat, maka wajib melaksanakan tugas yang sesuai dengan jenis istihadhah terakhir yang dialami. Dalam semua jenis perubahan istihadhah ini, wudhu wajib dilakukan kembali, baik istihadhah sedikit, sedang maupun banyak. 

Bagi wanita yang mengalami ‘istihadhah sedang’, setelah mandi wajib ‘istihadhah sedang’ dan sebelum melaksanakan shalat Subuh berubah menjadi banyak, wajib mengulangi mandinya. Selanjutnya ia hendaklah melakukan kewajiban yang berlaku atas orang yang baru mengalami ‘istihadhah banyak’.

b. Bila perubahan menanjak istihadhah terjadi saat melaksanakan shalat, maka ia wajib mengulang shalat dengan melaksanakan tugas sesuai jenis istihadhah yang baru dialaminya.

c. Bila perubahan jenis istihadhah terjadi setelah shalat, maka sah shalatnya dan tidak perlu mengulanginya. Sedangkan untuk shalat berikutnya, ia wajib melaksanakan tugas dan kewajiban yang berlaku atas wanita yang mengalami istihadhah yang baru dialaminya.

2. Perubahan menurun; seperti dari banyak ke sedang, banyak ke sedikit dan dari sedang ke sedikit., maka wajib untuk melaksanakan shalat pertama setelah adanya perubahan sesuai dengan tugas jenis istihadhah tingkat yang lebih tinggi (sebelumnya) dan untuk selanjutnya melaksanakan tugas jenis istihadhah yang lebih rendah (baru). 

Oleh karenanya bila seorang wanita sebelum melaksanakan shalat Subuh jenis istihadhah berubah dari banyak menjadi sedikit dan hal ini terus berlanjut, maka untuk shalat Subuh hendaknya melaksanakan tugas ‘istihadhah banyak’ dan untuk setelahnya bila keadaan ini berlanjut sampai tiba waktu shalat Zuhur dan Asar maka melaksankan tugas ‘istihadhah sedikit’.

Ragu Tentang Istihadhah

Bila diketahui sebelumnya tidak terdapat luka dan ragu apakah darah yang keluar itu darah luka atau istihadhah, maka ihtiyath wajib dihukumi istihadhah.

Kewajiban Wanita Istihadhah

Wanita yang sedang mengalami istihadhah diwajibkan (berdasarkan ihtiyath wajib) melakukan hal-hal sebagai berikut:

• Melakukan pemeriksaan sebelum melaksanakan shalat untuk mengetahui tingkat istihadhah yang sedang dialaminya. Cara memeriksa adalah dengan menggunakan sedikit kapas dan semacamnya lalu memasukkannya kedalam vagina (kemaluan) kemudian menunggu sebentar sebelum mengeluarkannya kembali. Dengan demikian ia dapat memastikan peringkat istihadhah berdasarkan darah yang melekat di kapas tersebut.

• Melakukan shalat berdasarkan peringkat istihadhah yang telah diperiksanya terakhir kali.. Pemerikasaan yang dilakukan sebelum waktu shalat tiba tidaklah cukup dijadikan sebagai dasar penentuan peringkat istihadhah, kecuali memiliki keyakinan bahwa peringkat istihadhahnya tidak akan bergeser sebelum atau sesudah masuk waktu shalat.

Keharusan Mengganti Pembalut sebelum Shalat

Bila seorang wanita yang sedang mengalami istihadhah tidak melakukan salah satu tugas kewajibannya, meski, hanya tidak mengganti pembalutnya misalnya, maka shalatnya batal.

Menyentuh Tulisan al-Quran

Wanita yang sedang ‘istihadhah banyak’ atau ‘istihadhah sedang’ ketika akan menyentuh tulisan al-Quran sebelum waktu shalat diwajibkan mandi dan berwudhu sebelum menyentuhnya.

Hukum-hukum Wanita Istihadhah

Ada sejumlah ketentuan hukum bagi wanita yang istihadhah, yaitu sebagi berikut:

• Wanita yang sedang mengalami istihadhah diperbolehkan melakukan hubungan suami istri apabila melakukan mandi wajib istihadhah terlebih dahulu. Ia tidak diwajibkan untuk melaksanakan tugas-tugas lain yang diwajibkan untuk shalat, seperti wudhu, mengganti kapas dan pembalut. 

Bila hubungan suami istri itu dilakukan di luar waktu shalat dianjurkan (ihtiyath mustahab) untuk berwudhu. Namun bila hubungan suami istri dilakukan setelah melaksanakan shalat, maka mandi wajib yang dilakukannya sebelum shalat telah cukup (membebaskannya dari kewajiban mandi).

• Puasa wanita yang sedang mengalami istihadhah dihukumi sebagai sah apabila melaksanakan mandi wajib. Selain itu, mandi wajib untuk shalat maghrib dan isya merupakan syarat keabsahan berpuasa keesokan harinya bagi wanita yang sedang ‘istihadhah banyak’.

• Wanita yang sedang mengalami istihadhah wajib (ihtiyath wajib) mencegah keluarnya darah semampunya saat berpuasa.

• Bila wanita yang sedang ‘istihadhah banyak’ atau ‘istihadhah sedang’ mandi untuk melaksanakan shalat yang belum masuk waktunya, maka mandinya batal. Bahkan bila wanita yang istihadhah mandi menjelang waktu Subuh untuk melaksanakan shalat malam, maka wajib (berdasarkan ihtiyath wajib) mengulangi mandi dan wudhunya saat akan melaksanakan shalat Subuh.

• Bila mengalami istihadhah setelah melaksanakan shalat Asar dan tidak melakukan mandi wajib hingga terbenam, maka puasanya sah.

• Wudhu dan mandi seketika batal32) saat darah istihadhah keluar.

• Wanita yang sedang mengalami istihadhah diperbolehkan untuk mendahulukan salah satu dari dua kewajiban mandi dan wudhu, meski mendahulukan wudhu lebih baik.

• Bila ada jedah waktu dalam pelaksanaan shalat Zuhur dan Asar begitu pula antara Maghrib dan Isya’, maka wanita yang mengalami ‘istihadhah banyak’ diwajibkan melakukan lima kali mandi sehari semalam.

• Bila saat mandi darah istihadhah tidak berhenti maka sah mandinya, namun bila ditengah-tengah mandi ‘istihadhah sedang’ menjadi besar, maka ihtiyath wajib ketika sedang mandi tartiby mengulanginya kembali dari kepala, dan bila sedang mandi irtimasi maka sebaiknya mengulanginya kembali.

• Talak yang dijatuhkan atas seoarang wanita sedang mengalami istihadhah adalah sah hukumnya dan tidak ada keharusan untuk mandi.

• Wanita yang sedang mengalami istihadhah diperbolehkan memasuki Masjidil Haram atau Masjid Nabi dan berdiam di mesjid-mesjid lain tanpa diwajibkan mandi lebih dulu, meski lebih baik tidak melakukannya.

Hukum-hukum Wanita Istihadhah setelah Darah Berhernti Keluar

• Bila darah istihadhah berhenti sebelum melaksanakan wudhu dan mandi, maka wudhu dan mandi wajib dilakukan.

• Bila darah istihadhah berhenti karena memasuki masa suci setelah melaksanakan wudhu dan mandi, sebelum memulai shalat, maka ia wajib mengulang wudhu dan mandi lalu melaksanakan shalat.

• Bila istihadhah terjadi setelah melaksanakan wudhu dan mandi, sebelum memulai shalat, darah istihadhah berhenti karena suci sementara (jarak pemisah suci dan nanti diyakini akan kembali) dengan waktu yang cukup bila mengulangi bersuci- untuk melaksanakan shalat pada waktunya, maka wajib mengulangi bersuci kembali (wudhu dan mandi) dan melaksanakan shalat. 

Hukum ini juga berlaku atas seseorang yang mengetahui adanya jarak yang lama, namun tidak mengetahui apakah dirinya bersih dari darah karena memang darah telah berhenti total atau sementara.

• Bila istihadhah terjadi setelah melaksanakan wudhu dan mandi, sebelum memulai shalat, dan darah istihadhah berhenti karena suci sementara, sedangkan waktu untuk mengulangi bersuci tidak cukup untuk melaksanakan shalat pada waktunya, maka cukup dengan wudhu dan mandi yang telah dilakukan sebelumnya untuk melaksanakan shalat.

• Bila istihadhah terjadi setelah melaksanakan wudhu dan mandi, sebelum memulai shalat, dan darah berhenti karena suci sementara, dan ia ragu apakah waktu yang tersedia bila mengulangi bersuci- cukup untuk melaksanakan shalat pada waktunya atau tidak, maka ia diperbolehkan melaksanakan shalat dengan bekal wudhu dan mandi yang telah dilakukannya.

• Bila istihadhah terjadi ketika sedang melaksanakan shalat dan berhentinya darah karena memang darah telah berhenti (suci) dari istihadhah, maka ia wajib berwudhu dan mandi kembali kemudian mengulang shalatnya.

• Bila istihadhah terjadi ketika sedang melaksanakan shalat, berhentinya darah untuk sementara dengan waktu yang panjang (lama), maka wajib bersuci kembali (wudhu dan mandi).

• Bila istihadhah terjadi saat sedang melak-sanakan shalat, darah berhenti untuk sementara dengan waktu yang pendek (sedikit), maka diperbolehkan menyelesaikan shalatnya dan sah hukumnya.

• Bila memang darah istihadhah berhenti karena masanya selesai setelah melaksanakan shalat, maka shalatnya sah dan tidak perlu mengulang kembali; Namun untuk melaksanakan shalat setelahnya, ia wajib bertindak sesuai ketentuan yang berlaku dan kewajiban yang wajib dilakukannya.

• Bila seorang wanita yang sedang mengalami istihadhah mengeluarkan darah saat shalat dan tidak mengetahui apakah darah dalam vagina, telah terputus (suci) total atau belum, dan setelah shalat mengetahui bahwa darah telah berhenti total, maka hendaknya mengulang kembali wudhu, mandi dan shalatnya.

• Bila setiap kali sebelum melaksanakan shalat, darah ‘istihadhah banyak’ berhenti dan kemudian keluar lagi, maka diwajibkan mandi untuk setiap satu shalat. Namun bila setelah mandi atau wudhu dan sebelum shalat darah berhenti, sedangkan waktu yang tersedia tidak cukup untuk mandi atau wudhu dan shalat pada waktunya, maka dengan bekal mandiatau wudhu tersebut ia diperbolehkan melaksanakan shalat.

0 Response to "Wanita Istihadhah"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak