Sejarah Agama

Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah Subhanahu wa ta'ala, karena Dialah Tuhan yang menurunkan agama melalui wahyu yang disampaikan kepada Rasul pilihan-Nya, Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. 

Melalui agama ini terbentang luas jalan lurus yang dapat mengantarkan manusia kepada kehidupan bahagia di dunia dan di akhirat.


Pengertian Agama dan Asal Usul Kelahiran Agama

Dalam rangka memberikan pengertian agama banyak sekali dikemukakan oleh para pakar-pakar apa itu agama, maka memahami agama secara bahasa maupun istilah dapat dilihat pada skema berikut.

Kata agama sendiri yang berasal dari bahasa Sansekerta yang pada mulanya masuk ke Indonesia sebagai nama kitab suci golongan Hindu Syiwa yaitu Agama, kemudian kata ini berkembang menjadi suatu keyakinan hidup suatu masyarakat.

Pengertian-pengertian di atas tidaklah kaku karena banyak pakar yang mengungkapkan berbeda-beda tentang makna kata agama tersebut salah satu contoh yang diungkapkan bahwa kata ad-din adalah: “Keyakinan (keimanan) tentang suatu zat ketuhanan (ilahiyah) yang pantas untuk menerima ketaatan dan ibadah (penyembahan)”. 

Sementara pengertian agama secara istilah juga bermacam-macam, contohnya pengertian agama yang diungkapkan dengan cara memberikan suasana batin yang nyaman dan menyejukkan. Namun kadang agama dapat disalahgunakan oleh penganutnya untuk tujuantujuan yang merugikan orang lain.

Masih banyak lagi pengertian-pengertian pakar tentang istilah agama tersebut yang tidak dapat dirincikan satu-persatu dalam tulisan ini, yang jelas perbedaan pandangan telah membuat para pakar tidak memiliki satu kesepakatan pun dalam memberikan istilah tentang agama. 

Hal ini sebagaimana yang diungkapkan M. Sastra Pratedja, karena adanya perbedaan-perbedaan dalam memahami arti agama tersebut. 

Pendapat ini diperkuat juga oleh pernyataan Mukti Ali yang menyatakan, kesulitan para pakar dalam memberikan pengertian istilah agama tersebut adalah:

  1. Pengamalan agama adalah soal batini, subjektif dan sangat individualistis.
  2. Tidak ada orang yang begitu semangat dan emosional daripada orang yang membicarakan agama.
  3. Konsepsi agama dipengaruhi oleh tujuan dari orang yang mendefinisikan agama tersebut.

Hal inilah yang membuat Harun Nasution kemudian menganggap bahwa dalam banyaknya pakar dalam pendefinisian agama itu maka disimpulkan bahwa pendefinisian agama itu tidak akan terlepas dari unsur-unsur yang ada di bawah ini.

1. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang harus dipatuhi.

2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia.

3. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia yang memengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.

4. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara tertentu.

5. Suatu sistem tingkah laku yang berasal dari kekuatan gaib.

6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan gaib.

7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.

8. Ajaran yang diwahyukan tuhan kepada manusia melalui seorang rasul.

Kesimpulan definisi tersebut menjadikan agama itu memiliki karakteristik-karakteristik atau kriteria-kriteria bahwa sesuatu itu dapat dikatakan agama apabila:

1. Adanya kekuatan yang luar biasa (gaib).

2. Memiliki rangkaian kepribadian yang sistematis.

3. Adanya pembawa misi suci.

4. Adanya kitab suci.

5. Adanya jamaah yang melestarikan agama tersebut.

Penggolongan Agama dan Kesatuan Ide Agama Samawi

Kemudian agama itu sendiri memiliki beberapa aspek yang dapat dijadikan pemahaman terhadap keanekaragaman agama yang dimiliki oleh setiap individu, yaitu: 

1. Aspek historis agama dilihat dari sejarah bangsa-bangsa.

2. Aspek pengelompokan agama, yaitu agama Tuhan (agama samawi) dan dari pemikiran manusia (agama wadh’i/thobi’i).

3. Aspek ruang lingkupnya yaitu bahwa adanya suatu keyakinan yang sama bahwa setiap agama itu pada hakikatnya meyakini adanya sesuatu kekuatan gaib yaitu berupa Tuhan atau dewa atau lainnya, hanya perwujudan dari keyakinan itu dapat berbeda-beda yang melahirkan masing-masing agama, hal ini diungkapkan Frithjof Schoun yang dikutip dari Amran Abbas 

4. Aspek tujuan, yaitu agama akan memberikan tuntutan bahagia karena agama itu telah difungsikan sebagaimana mestinya dapat memberikan bimbingan rohani, meningkatkan jiwa manusia, mengawasi setiap kegiatan, memberikan informasi yang samar dan dapat membentuk moral manusia.

5. Aspek pemasyarakatan, yaitu disampaikan secara turuntemurun dari generasi ke generasi lain sehingga agama ini terus ada dan akan tetap berkembang.

6. Aspek sumbernya, yaitu kitab suci sebagai informasi dari seluruh aktivitas yang harus dilakukan manusia.

Kebutuhan dan Hubungan Manusia dengan Agama

Kebutuhan manusia terhadap agama, bukanlah kebutuhan yang bersifat sekunder melainkan primer karena berhubungan erat dengan substansi kehidupan misteri alam wujud dan hati nurani manusia yang paling dalam. Sebagaimana yang sudah digambarkan di atas tentang agama itu sendiri. 

Hal ini juga dapat dilihat dari latar belakang bagaimana manusia itu sangat membutuhkan agama atau yang kita sebut sebagai faktor-faktor kebutuhan agama dalam kehidupan manusia, yaitu:

1. Kebutuhan akal terhadap pengetahuan mengenai hakikat eksistensi terbesar.

Kebutuhan manusia terhadap keyakinan agama pada mulanya timbul dari kebutuhannya untuk mengetahui dirinya dan mengetahui hakikat eksistensi alam semesta sekitarnya.

Manusia bertanya tentang dirinya, kehidupan setelah kematian, untuk apa manusia ini ada dan lain sebagainya.

Agamalah yang memperkenalkan manusia untuk pertama kalinya bahwa ia tidaklah terlahir dari sesuatu yang tidak ada kepada sesuatu yang ada secara kebetulan dan tidaklah ia menjadi ada di alam ini dengan sendirinya, melainkan ia adalah seorang makhluk (ciptaan) bagi sang maha pencipta (al-Khalik) yang Maha Agung.

2. Kebutuhan fitrah manusia yaitu adanya kebutuhan naluri atau insting serta perasaan dari manusia itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa dalam diri manusia sudah terdapat potensi untuk beragama, potensi beragama ini memerlukan pembinaan pengarahan dan pengembangan disebut dengan cara pengenalan terhadap agama kepada seseorang.

Sebagaimana dikatakan seorang filosof Saint Agustin mengatakan: aku beragama karena aku tidak dapat menentang hal itu, karena hidup beragama adalah sesuatu yang lazim secara moral termasuk di antara kelaziman pribadi.

3. Kebutuhan manusia terhadap kesehatan jiwa dan kekuatan rohani.

Hal ini dapat dilihat dari kehidupan yang dialami manusia bahwa adanya dorongan kondisi keputusasaan rohani yang memaksanya untuk mencari pelipur lara dari agama untuk menghadapi sebuah bencana yang tidak dapat diatasinya dengan sendirinya. Karena memang manusia itu memiliki kelemahan dan kekurangan.

4. Kebutuhan manusia dalam melawan setiap tantangan yang terjadi padanya, tantangan ada yang dari dalam yaitu tantangan melawan hawa nafsu dan bisikan setan, dan ada tantangan dari luar berupa tantangan adanya sebuah rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupaya ingin memalingkan manusia itu dari agama.

5. Kebutuhan masyarakat terhadap motivasi dan disiplin akhlak yaitu sebuah motivasi yang mendorong masing-masing individu anggota masyarakat untuk melakukan kebaikan dan menunaikan kewajiban meskipun tidak ada orang yang mengontrol dan memberikan imbalan kepada mereka 

Sebuah disiplin yang mengatur hubungan sosial mereka dan mengharuskan ke setiap individu mereka untuk mematuhi ketentuannya dan tidak melanggar hak orang lain, melainkan kepentingan masyarakatnya demi kepuasan nafsu dirinya demi sebuah kepentingan manfaat atau kepentingan materi duniawi.

6. Kebutuhan masyarakat kepada solidaritas, maksudnya solidaritas yaitu kebutuhan yang memiliki peranan dalam mengeratkan hubungan antara manusia satu dengan yang lain timbul karena persaudaraan religious dalam jiwa dan kehidupan di mana orang terkadang lebih mencintai saudaranya dibanding dirinya.

Dengan demikian, hal ini menunjukkan bahwa antara manusia dan agama itu mempunyai hubungan yang sangat erat sekali sebagaimana disimpulkan di bawah ini:

1. Hubungan itu dilihat karena dari keberadaan agama itu sendiri.

Maksudnya sesuatu yang diperlukan manusia itu yang dengan akalnya tidak dapat menyelesaikan semuanya. Perlu adanya keyakinan keagamaan untuk menyelesaikan konflik hati dan pikiran.

2. Fitrah terhadap agama, adanya sesuatu keyakinan yang memang sudah dimiliki oleh manusia itu sendirinya.

3. Pencarian manusia terhadap agama, pencarian yang memang perlu untuk ketenangan sehingga tidak bisa dilepaskan dari keinginan manusia terhadap agama.

4. Konsistensi keagamaan.

Pengakuan akan agama berdasarkan hati nurani merupakan perwujudan konsistensi dari langkah-langkah pengenalan, pengertian, penghayatan, pengabdian dan pembelaan.

5. Agama sebagai hidayah Allah dapat dibagi:

  1. Hidayah Ilham: dorongan yang terdapat dalam bakat manusia maupun binatang untuk melakukan sesuatu tanpa berdasarkan pikiran yang sudah dianugerahkan.
  2. Hidayah al-Hawasi: pancaindra atau alat badani yang dianugerahkan kepada manusia dan binatang (lebih sempurna) oleh Allah Subhanahu wa ta'ala.
  3. Hidayah al-Aqli: hidayah akal yang hanya untuk manusia dan dianggap paling tinggi tingkatnya, dibanding kedua hidayah di atas karena hidayah ini mampu membentuk budaya manusia yang membedakan manusia dengan binatang.
  4. Hidayah al-Adyani: agama yang diturunkan pada manusia sebagai kebenaran.
  5. Hidayah at-Taufiqi: hidayah yang dimonopoli oleh tuhan yang menurut tuhan untuk yang pantas mendapatkannya.

Fungsi dan Peranan Agama dalam Kehidupan Manusia

Apabila kita perhatikan secara mendalam maka fungsi agama bagi kehidupan manusia, antara lain:

1. Sumber moral

Moral adalah perbuatan atau sikap atau akhlak yakni nilainilai yang paling luhur dari manusia. Keluhuran yang abadi dan konsistensi serta tetap diikuti oleh manusia adalah yang bersumber pada ajaran agama karena telah terbukti dalam kehidupan bahwa moral yang didasarkan pada selain agama tidak akan dapat bertahan dengan baik dan juga tidak dapat berjalan sesuai dengan ajaran moral itu sendiri. 

Hal ini disebabkan dorongan dari diri manusia untuk mematuhinya tidak kuat juga pengawasan terhadap diri yang selalu bergantung pada ada tidaknya manusia yang memerhatikan. 

Sedangkan kalau bersumber dari ajaran agama maka akan dipatuhi sepenuhnya karena timbul dari dalam diri manusia itu sendiri.

2. Sumber informasi hal-hal yang gaib

Hal-hal yang bersifat gaib atau metafisis tentu tidak dapat diinformasikan oleh ilmu melainkan oleh agama seperti adanya surga, neraka, malaikat dan sebagainya. 

Tentunya agama lebih diyakini dapat memberikan perkabaran tentang hal-hal yang bersifat gaib karena ajaran agama berasal dari Tuhan yang Maha Kuasa sebagai kekuatan yang mutlak adanya.

3. Memberikan bimbingan rohani

Hidup manusia terdiri dari dua unsur jasmani dan rohani. Kedua unsur itu memerlukan perhatian dan fasilitas yang sama. Dalam perjalanan rohani terkadang tidak selalu baik, karena agar ia tidak menyimpang perlu ada bimbingan yang paling tepat yaitu bimbingan rohani.

4. Meningkatkan jiwa manusia

Jiwa mengarah kepada roh karena jiwa adalah kesempurnaan tubuh yang memberikan kekuatan hidup. Jiwa manusia merupakan satu unit tersendiri dan mempunyai wujud yang terlepas dari badan. Jiwa tidak hancur dengan hancurnya badan. 

Dia akan bisa menjadi sempurna bila senantiasa diupayakan peningkatan dan peranannya sebagai pengontrol badan manusia, sehingga hawa nafsu yang terdapat pada badan tidak menjadi halangan bagi jiwa manusia untuk mencapai tingkat lebih tinggi yaitu tingkat kesempurnaan.

5. Pengawasan yang paling ampuh

Dalam melakukan aktivitas hidup terkadang terbentuk dengan aturan-aturan dan manusia bila tidak diawasi akan cenderung melanggar aturan. Ketahuilah bahwa sebenarnya hidup ini terasa lebih indah jika ada aturan yang mengatur kehidupan ini. 

Begitu juga dengan kehidupan ini perlu adanya pengawasan yang ampuh dalam menjalani perjalan hidup supaya kehidupan itu penuh dengan ketenangan yaitu agama, hal ini dikaitkan dengan pelaksanaan kehidupan yang senantiasa diawasi oleh Tuhan di mana saja kita berada dan dalam keadaan apa pun sehingga hidup ini menjadi terarah dan teratur.

Sementara berbicara mengenai peranan agama dalam kehidupan manusia, memanglah ada pada manusia itu sendiri karena agama itu sudah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari manusia. 

Dengan demikian, maka agama itu sendirinya memiliki peran yang sangat khusus bagi manusia, sehingga agama itu perlu untuk manusia karena hendak diapakan agama ini dan akan menjadi apa agama itu untuk dirinya. 

Hal ini dapat diungkapkan lewat peran apa sebenarnya agama itu dapat memberi manfaat bagi manusia, sebagaimana skema di bawah ini. 

0 Response to " Sejarah Agama"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak