Ahklak Rasulullah Memaafkan Orang yang Mencaci

Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah Subhanahu wa ta'ala, karena Dialah Tuhan yang menurunkan agama melalui wahyu yang disampaikan kepada Rasul pilihan-Nya, Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. 

Melalui agama ini terbentang luas jalan lurus yang dapat mengantarkan manusia kepada kehidupan bahagia di dunia dan di akhirat.

Ahklak Rasulullah Memaafkan Orang yang Mencaci

Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengetahui perilaku suku Quraisy yang merendahkannya, maka beliau hijrah ke Thaif bersama Zaid bin Haritsah pada tahun ke-10 setelah kenabian. 

Dalam hal ini, beliau menemui suku Tsaqif dan meminta pertolongan mereka untuk perlindungan masyarakat Islam. 

Namun, mereka menolak permintaan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut secara keji dan jahat. 

Bahkan mereka meyuruh orang-orang pandir dan para budak untuk mencaci maki Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan melemparinya batu (‘Umar ‘Abd al-Jabbar, Khulashah Nur al-Yaqin fi Sirah Sayyid al-Mursalin, Juz I: 41).

Perbuatan jahat mereka tersebut menyebabkan urat keting Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam terluka dan mengalirkan darah. 

Sedangkan Zaid bin Haritsah terluka di bagian kepala karena melindungi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam agar tidak terkena lemparan batu-batu tersebut. 

Akhirnya, malaikat Jibril menemui Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam seraya berkata: “Sesungguhnya Allah telah memerintahkanku agar menaatimu (untuk membalas) mengenai perlakuan jahat kaummu terhadapmu”.

Namun, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: “Ya Allah, semoga Engkau Memberikan petunjuk kepada kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.” 

Mendengar doa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut, malaikat Jibril berkata: “Maha Benar Zat yang telah Memberimu nama ar-Ra’uf ar-Rahim (penyantun lagi penyayang)” .

Menurut Imam al-Jazuli dalam Dala’il al-Khairat, Rasulullah saw. memiliki 201 nama, di mana salah satunya adalah Ra’uf Rahim (sangat belas kasihan lagi penyayang). 

Nama Ra’uf Rahim ini disebutkan secara jelas dalam al-Qur’an, yaitu: 

لَقَدْ جَاۤءَكُمْ رَسُوْلٌ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ

“Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman” (at-Taubah (9): 128).

Keberadaan at-Taubah (9): 128 ini, menurut Imam Ibnu ‘Abbas ra., menunjukkan bahwa Allah Menamai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan dua nama sekaligus dari Nama-nama Terbaik-Nya (al-asma’ al-khusna), yaitu Ra’uf dan Rahim (Syekh Wahbah az-Zuhaili, at-Tafsir al-Munir, 2009, VI: 94).

Imam al-Hasan bin al-Mufadhdhal menyebutkan bahwa tidak ada satu pun para nabi di muka bumi ini yang memiliki dua nama sekaligus dari Nama-nama Terbaik Allah selain Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam

Sebab, Allah Memberikan dua nama  sekaligus dari Nama-nama Terbaik-Nya tersebut hanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam semata, di mana Allah sendiri adalah Tuhan yang sangat Belas Kasih dan Penyayang kepada seluruh manusia (Syekh Ahmad ash-Shawi, Tafsir ash-Shawi, II: 176). 

Dalam hal ini, al-Qur’an menegaskan bahwa: “Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia” (al-Baqarah (2): 143).

Adapun makna Ra’uf lebih khusus daripada Rahim. Ra’uf bermakna sangat belas kasih kepada orang-orang yang lemah, susah, menderita, dan tertindas. 

Sedangkan kata rahim umum kepada siapa saja, yaitu kasih-sayang kepada semua orang, baik dalam keadaan susah dan lemah maupun dalam keadaan bahagia dan jaya (at-Tafsir al-Munir, hlm. 93).

Alangkah indahnya hidup ini jika kalian semua meniru keindahan akhlak dan kasih-sayang Rasulullah hallallahu 'alaihi wa sallam yang memandang manusia dengan penuh cinta dan kasih-sayang, bukan dengan kebencian dan permusuhan. Orang yang mencaci maki Rasulullah pun dimaafkan. 

Menghina orang adalah sebuah perbuatan tercela, dan Allah tidak menyukai hal tersebut. Karena biasanya, orang yang suka menghina dan mencaci maki orang lain adalah mereka yang bersikap sombong.

Selain itu, menghina adalah perbuatan yang dapat menyakiti hati orang lain. Sedangkan Allah sangat membenci orang yang menyakiti orang lain, terlebih adalah orang yang menyakiti seorang muslim.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Mencaci orang Islam (Muslim) adalah perbuatan fasiq dan membunuhnya adalah perbuatan kufur." [HR. Muslim]

Namun sekarang ini banyak orang yang saling menghina satu sama lain, padahal hal tersebut adalah perbuatan dosa. Dan dosa besar tengah menantinya untuk membawanya ke neraka.

Sebaiknya, orang yang mendapat hinaan atau cacian sebaiknya tidak melakukan balasan mencela orang yang menghina dirinya itu. Karena, saat ada orang yang menghina kita justru kita akan mendapatkan pahala.

Untuk itu, kita tidak boleh bersedih apabila ada seseorang yang dengan sengaja menghina dan merendahkan kita. Karena, sebenarnya orang tersebut sedang memberikan hadiah kepada kita, yaitu:

  1. Ia sedang memberikan kebaikannya (pahalanya) kepada kita.
  2. Allah menghapus dosa-dosa kita dari celaan yang kita dapatkan.

Dengan kata lain, apabila kita sedang dihina atau direndahkan orang lain, maka Allah akan memberikan kita pahala apabila kita bersabar. 

Seorang salaf pernah berkata: Jika aku boleh berghibah, maka kedua orangtuakulah yang paling berhak aku ghibahi. Karena hanya mereka berdua yang paling berhak aku serahi kebaikanku.

Salah seorang salaf juga berkata: Apabila sampai kepadamu perkataan dari saudaramu (berupa celaan) yang menyakitimu, maka janganlah engkau risau. 

Seandainya perkataan itu benar, maka itu adalah hukuman bagimu yang disegerakan (daripada mendapat hukuman di akhirat). 

Dan seandainya perkataan itu tidak benar, maka itu akan menjadi pahala bagimu tanpa harus berbuat baik.

Sedangkan bagi orang yang menghina tersebut, maka Allah sudah menyiapkan neraka dan siksa baginya. Karena mencela adalah sebuah perbuatan yang dzalim, Allah berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (QS. Al-Hujarat ayat 11)

Dan orang yang mencela itu adalah orang yang sedang memikul kebohongan dan dosa yang sangat besar, Allah telah menegaskannya:

وَالَّذِيْنَ يُؤْذُوْنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوْا فَقَدِ احْتَمَلُوْا بُهْتَانًا وَّاِثْمًا مُّبِيْنًا 

"Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata." (QS. Al-Ahzab ayat 58)

Untuk itu, jangan suka mencela orang lain. Karena Allah tidak menyukainya dan mereka yang berbuat demikian akan mendapatkan dosa yang begitu besar. Semoga kita selalu dalam perlindungan Allah. Aamiin.

0 Response to "Ahklak Rasulullah Memaafkan Orang yang Mencaci"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak