Hakikat Ilmu Dan Keutamaannya

Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji hanya milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wassallam, keluarga, dan para sahabatnya, serta pengikutnya yang selalu setia dan Istiqomah.

Belajar itu hukumnya wajib (fardlu) bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Namun demikian, manusia tidak diwajibkan mempelajari segala macam ilmu, tetapi hanya diwajibkan mempelajari ilmu al-hal (pengetahuan-pengetahuan yang selalu diperlukan dalam menjunjung kehidupan agamanya). Dan sebaik-baik amal adalah menjaga hal-hal.

Di samping itu, manusia juga diwajibkan mempelajari ilmu yang diperlukan setiap saat. Karena manusia diwajibkan shalat, puasa dan haji, maka ia juga diwajibkan mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan kewajiban tersebut. 

Sebab apa yang menjadi perantara pada perbuatan wajib, maka wajib pula hukumnya. Demikian pula, manusia wajib mempelajari ilmu-ilmu yang berkaitan dengan berbagai pekerjaan atau kariernya. 

Seseorang yang sibuk dengan tugas kerjanya (misalnya berdagang), maka ia wajib mengetahui bagaimana cara menghindari haram. Manusia juga diwajibkan mempelajari ilmu ahwal al-qalb, seperti tawakkal, ridla dan sebagainya.

Akhlak yang baik dan buruk serta cara menjauhinya, juga harus dipelajari, agar ia senantiasa bisa menjaga dan menghiasi dirinya dengan akhlak mulia. 

Mempelajari ilmu yang kegunaannya hanya dalam waktu-waktu tertentu, hukumnya fardlu kifayah seperti ilmu shalat jenazah. 

Dengan demikian, seandainya ada sebagian penduduk kampung telah melaksanakan fardlu kifayah tersebut, maka gugurlah kewajiban bagi yang lainnya. 

Tetapi jika seluruh penduduk kampung tersebut tidak melaksanakannya, maka seluruh penduduk itu menanggung dosa. 

Dengan kata lain, ilmu fardlu kifayah adalah di mana setiap umat Islam sebagai suatu komunitas diharuskan menguasainya, seperti ilmu pengobatan, ilmu astronomi, dan lain sebagainya.

Sedangkan mempelajari ilmu yang tidak ada manfaatnya atau bahkan membahayakan adalah haram hukumnya seperti ilmu nujum (ilmu perbintangan yang biasanya digunakan untuk meramal). 

Sebab, hal itu sesungguhnya tidak bermanfaat dan justru membawa marabahaya karena lari dari kenyataan takdir Allah tidak akan mungkin terjadi. 

Ilmu adalah sifat yang kalau dimiliki oleh seseorang, maka menjadi jelaslah apa yang terlintas di dalam pengertiannya.

Adapun fiqh adalah pengetahuan tentang kelembutan-kelembutan ilmu. Sedangkan mengenai keutamaan ilmu, mengutip ungkapan seorang penyair sebagai berikut: 

Belajarlah, karena ilmu adalah hiasan bagi penyandangnya, keutamaan dan tanda semua akhlak yang terpuji. Usahakanlah, setiap hari menambah ilmu dan berenanglah di lautan ilmu yang bermanfaat. 

Belajarlah ilmu fiqh, karena ia pandu yang paling utama pada kebaikan, taqwa dan adilnya orang yang paling adil. 

Ia adalah tanda yang membawa pada jalan petunjuk, ia adalah benteng yang menyelamatkan dari segala kesulitan. 

Karena seorang ahli fiqh yang menjauhi perbuatan haram adalah lebih membahayakan bagi setan dari pada seribu orang yang beribadah.

Etika Belajar Sebagai berikut:

1. Niat Belajar

Mengenai niat dan tujuan belajar, bahwa niat yang benar dalam belajar adalah untuk mencari keridlaan Allah Subhanahu Wa Ta'ala, agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. 

Niat belajar juga dimantapkan dengan selalu berusaha memerangi kebodohan pada diri sendiri dan orang lain, mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam, dan mensyukuri nikmat Allah Subhanahu Wa Ta'ala. 

Sehubungan dengan hal ini, agar setiap penuntut ilmu tidak sampai keliru menentukan niat dalam belajar, misalnya belajar yang diniatkan untuk mencari pengaruh, mendapatkan kenikmatan duniawi atau kehormatan dan kedudukan tertentu. 

Jika masalah niat ini sudah benar, tentu ia akan merasakan kelezatan ilmu dan amal serta berkuranglah kecintaannya pada harta dunia.

Wajib bagi pelajar menata niatnya ketika akan belajar, sebab niat merupakan pokok dalam segala hal.

2. Memilih Guru, Ilmu, Teman, dan Memiliki Ketabahan dalam Belajar

Peserta didik hendaknya memilih ilmu yang terbaik dan ilmu yang dibutuhkan dalam kehidupan agamanya pada waktu itu, lalu yang untuk waktu mendatang. 

Ia perlu mendahulukan ilmu tauhid dan ma’rifat beserta dalilnya. demikian pula perlu memilih ilmu ‘atiq (kuno). Dalam memilih pendidik hendaknya mengambil yang lebih wara’, ‘alim, berlapang dada dan penyabar. 

Peserta didik juga harus sabar dan tabah dalam belajar kepada pendidik yang telah dipilihnya serta sabar dalam menghadapi berbagai cobaan. 

Peserta didik hendaknya memilih teman yang tekun, wara’, jujur, dan mudah memahami masalah dan perlu menjauhi pemalas, banyak bicara, penganggur, pengacau dan pemfitnah. 

Seorang penyair mengatakan: “Teman durhaka lebih berbahaya dari pada ular yang berbisa demi Allah Yang Maha Tinggi dan Suci teman buruk membawamu ke neraka Jahim sedangkan teman baik mengajakmu ke syurga Na’im.” 

Disamping itu, juga menganjurkan pada peserta didik agar bermusyawarah dalam segala hal yang dihadapi. 

Karena ilmu adalah perkara yang sangat penting, tetapi juga sulit, maka bermusyawarah di sini menjadi lebih penting dan diharuskan pelaksanaannya.

3. Menghormati Ilmu Dan Ulama

Peserta didik harus menghormati ilmu, orang yang berilmu dan pendidiknya. Sebab apabila melukai pendidiknya, berkah ilmunya bisa tertutup dan hanya sedikit kemanfaatannya. 

Sedangkan cara menghormati pendidik di antaranya adalah tidak berjalan di depannya, tidak menempati tempat duduknya, tidak memulai mengajak bicara kecuali atas izinnya, tidak bicara macam-macam di depannya, tidak menanyakan suatu masalah pada waktu pendidiknya lelah, dan tidak duduk tertalu dekat dengannya sewaktu belajar kecuali karena terpaksa. 

Pada prinsipnya, peserta didik harus melakukan hal-hal yang membuat pendidik rela, menjauhkan amarahnya dan mentaati perintahnya yang tidak bertentangan dengan agama Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Termasuk menghormati ilmu adalah menghormati pendidik dan kawan serta memuliakan kitab. Oleh karena itu, peserta didik hendaknya tidak mengambil kitab kecuali dalam keadaan suci. 

Demikian pula dalam belajar, hendaknya juga dalam keadaan suci. Sebab ilmu adalah cahaya, wudlupun cahaya, maka akan semakin bersinarlah cahaya ilmu itu dengan wudlu. 

Peserta didik hendaknya juga memperhatikan catatan, yakni selalu menulis dengan rapi dan jelas, agar tidak terjadi penyesalan di kemudian hari. 

Peserta didik juga hendaknya dengan penuh rasa hormat, ia selalu memperhatikan secara seksama terhadap ilmu yang disampaikan padanya, sekalipun telah diulang seribu kali penyampaiannya.

Untuk menentukan ilmu apa yang akan dipelajari, hendaknya ia musyawarah dengan pendidiknya, sebab pendidik sudah lebih berpengalaman dalam belajar serta mengetahui ilmu pada seseorang sesuai bakatnya. 

Peserta didik selalu menjaga diri dari akhlak tercela, terutama sikap sombong. Demikian pula, setiap muslim wajib mengetahui dan mempelajari akhlak yang terpuji maupun yang tercela, seperti pemurah dan pelit, penakut dan pemberani, sombong dan rendah diri, sederhana dan berlebih-lebihan, irit dan lain sebagainya 

4. Sungguh-Sungguh, Kontinuitas dan Memiliki Minat yang Kuat

Peserta didik harus sungguh-sungguh di dalam belajar dan mampu mengulangi pelajarannya secara kontinu pada awal malam dan di akhir malam, yakni waktu antara maghrib dan isya dan setelah waktu sahur, sebab waktu-waktu tersebut kesempatan yang memberkahi. 

Peserta didik jangan sampai membuat dirinya terlalu kepayahan, sehingga lemah dan tidak mampu berbuat sesuatu. Kesungguhan dan minat yang kuat adalah merupakan pangkal kesuksesan. 

Oleh karena itu, barang siapa mempunyai minat yang kuat untuk menghafal sebuah kitab misalnya, maka menurut ukuran lahiriyah, tentu ia akan mampu menghafalnya, separuh, sebagian besar, atau bahkan seluruhnya.

5. Tertib (permulaan dan intensitas belajar)

Belajar hendaknya dimulai pada hari rabu, sebab hari itu Allah Subhanahu Wa Ta'ala menciptakan nur (cahaya), hari sialnya orang kafir yang berarti hari berkahnya orang mukmin. 

Bagi pemula (anak usia dini) hendaknya mengambil pelajaran yang sekiranya dapat dikuasai dengan baik setelah di ulangi dua kali. 

Kemudian tiap hari ditambah sedikit demi sedikit, sehingga apabila telah banyak masih mungkin dikuasai secara baik dengan mengulanginya dua kali, seraya ditambah sedikit demi sedikit lagi.

Selain itu, untuk pemula hendaknya dipilihkan kitab-kitab yang kecil, sebab dengan begitu akan lebih mudah dimengerti dan dikuasai dengan baik serta tidak menimbulkan kebosanan. 

Ilmu yang telah dikuasai dengan baik, hendaknya dicatat dan diulangi berkalikali. Jangan sampai menulis sesuatu yang tidak dipahami, sebab hal itu bisa menumpulkan kecerdasan dan waktupun hilang dengan sia-sia belaka.

Diskusi, juga perlu dilakukan oleh peserta didik. Manfaat diskusi lebih besar dari pada sekedar mengulangi, sebab dalam diskusi, selain mengulangi juga menambah ilmu pengetahuan. 

Diskusi juga harus dilaksanakan dengan penuh kesadaran serta menghindari hal-hal yang membawa akibat negatif. 

Peserta didik hendaknya membiasakan diri senang membeli kitab, sebab hal itu akan bisa memudahkan ia belajar dan menelaah pelajarannya. 

Oleh karena itu, hendaknya peserta didik berusaha sedapat mungkin menyisihkan uang sakunya untuk membeli kitab.

Peserta didik di masa dahulu belajar bekerja dulu, baru kemudian belajar, sehingga tidak tamak kepada harta orang lain.

6. Tawakkal Kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala

Dalam belajar, peserta didik harus tawakkal kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan tidak tergoda oleh urusan rezeki. 

Peserta didik hendaknya tidak digelisahkan oleh urusan duniawi, karena kegelisahan tidak bisa mengelakkan musibah, bahkan membahayakan hati, akal, badan dan merusak perbuatan-perbuatan yang baik. 

Oleh karena itu, hendaknya peserta didik berusaha untuk mengurangi urusan duniawi. Peserta didik hendaknya bersabar dalam perjalanannya mempelajari ilmu. 

Perlu disadari bahwa perjalanan mempelajari ilmu itu tidak akan terlepas dari kesulitan, sebab mempelajari ilmu merupakan suatu perbuatan yang menurut kebanyakan ulama lebih utama dari pada berperang membela agama Allah. 

Siapa yang bersabar menghadapi kesulitan dalam mempelajari ilmu, maka ia akan merasakan lezatnya ilmu melebihi segala kelezatan yang ada di dunia.

7. Pintar Memanfaatkan Waktu Belajar

Masa belajar adalah semenjak dari buaian hingga masuk liang lahat. Adapun masa yang cemerlang untuk belajar adalah awal masa muda. 

Belajar dilakukan pada waktu sahur dan waktu antara maghrib dan isya, namun sebaiknya peserta didik memanfaatkan seluruh waktunya untuk belajar. Bila telah merasa bosan mempelajari suatu ilmu hendaknya mempelajari ilmu yang lain.

8. Kasih Sayang Dan Memberi Nasehat

Orang alim hendaknya memiliki rasa kasih sayang, mau memberi nasehat dan jangan berbuat dengki. Peserta didik hendaknya selalu berusaha menghiasi dirinya dengan akhlak mulia. 

Dengan demikian orang yang benci akan luluh sendiri. Jangan berburuk sangka dan melibatkan diri dalam permusuhan, sebab hal itu hanya menghabiskan waktu serta membuka aib sendiri.

9. Mengambil Pelajaran

Peserta didik hendaknya memanfaatkan semua kesempatannya untuk belajar, hingga dapat mencapai keutamaan. Caranya dengan menyediakan alat tulis disetiap saat untuk mencatat hal-hal ilmiah yang diperolehnya. Perlu diingat bahwa umur itu pendek dan ilmu itu banyak. 

Oleh karena itu peserta didik jangan sampai menyianyiakan waktunya, hendaklah ia selalu memanfaatkan waktu-waktu malamnya dan saatsaat yang sepi. Di samping itu peserta didik hendaknya berani menderita dan mampu menundukkan hawa nafsunya.

10. Wara’ (menjaga diri dari yang syubhat dan haram) pada masa belajar

Di waktu belajar hendaknya peserta didik berlaku wara’, sebab dengan begitu ilmunya akan lebih bermanfaat, lebih besar faedahnya dan belajarpun lebih mudah.

Sedangkan yang termasuk perbuatan wara’ antara lain menjaga diri dari terlalu kenyang, terlalu banyak tidur dan terlalu banyak membicarakan hal-hal yang tidak bermanfaat. Selain itu, jangan sampai mengabaikan adab kesopanan dan perbuatan-perbuatan sunah.

Peserta didik juga hendaknya memperbanyak salat dan melaksanakannya secara kusyuk, sebab hal itu akan membantunya dalam mencapai keberhasilan studinya. 

Dalam hal ini agar peserta didik selalu membawa buku untuk dipelajari dan alat tulis untuk mencatat segala pengetahuan yang didapatkannya. 

Ada ungkapan bahwa barang siapa tidak ada buku di sakunya maka tidak ada hikmah dalam hatinya.

11. Penyebab Hafal Dan Lupa

Upaya untuk memperkuat hafalan adalah melalui kesungguhan, kontinu, mengurangi makan, melaksanakan salat malam, membaca al-Quran, banyak membaca salawat Nabi dan berdoa sewaktu mengambil buku serta seusai menulis. 

Adapun penyebab mudah lupa antara lain perbuatan maksiat, banyak dosa, gelisah karena urusanurusan duniawi dan terlalu sibuk dengan urusan-urusan duniawi, juga harus memilliki sifat tawadhu 

Rendah hati adalah sikap orang yang bertakwa dan kelak ia akan mendapatkan derajat yang tinggi. Sungguh mengherankan orang yang tak tahu apakah ia orang yang berbahagia atau tercela.

12. Masalah Rezeki Dan Umur

Peserta didik perlu mengetahui hal-hal yang bisa menambah rizki, umur dan lebih sehat, sehingga dapat mencurahkan segala kemampuannya untuk mencapai apa yang dicita-citakan. 

Bangun pagi-pagi itu diberkahi dan membawa berbagai macam kenikmatan, khususnya rezeki. Banyak bersedekah juga bisa menambah rizki. 

Adapun penyebab yang paling kuat untuk memperoleh rezeki adalah salat dengan ta’zhim, khusyu’ sempurna rukun, wajib, sunnah dan adatnya. 

Di antara faktor penyebab tambah umur adalah berbuat kebajikan, tidak menyakiti orang lain, bersilaturrahim dan lain sebagainya.

Terlalu berlebihan dalam membelanjakan harta, bermalas-malasan, menundanunda dan mudah menyepelekan suatu perkara, semua itu bisa mendatangkan kefakiran seseorang. 

Peserta didik juga harus belajar ilmu kesehatan dan dapat memanfaatkannya dalam menjaga kesehatan dirinya.

0 Response to "Hakikat Ilmu Dan Keutamaannya"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak