KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji hanya milik Allah Subhanahu wa ta'ala, shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam, keluarga, sahabat dan pengikutnya yang setia dan istiqamah hingga hari akhir

KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

Pengertian Dasar Kerukunan Antar Umat Beragama

1. Rukun berarti tidak bercerai, tidak berkelahi, hidup berdampingan secara damai, saling menghormati, dan tidak saling menodai (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990).

2. Kerukunan umat beragama adalah antara umat beragama atau pemeluk suatu agama saling hidup berdampingan secara damai, harmonis, saling bisa bekerjasama dalam kehidupan bermasyarakat.

3. Kerukunan umat beragama berbeda dari kerukunan agama. Agama tidak bisa dirukunkan atau diceraikan. Agama diyakini oleh pemeluknya berasal dari yang dipertuhan. 

Dalam Islam umpanya, Allah Subhanahu wa ta'ala, diyakini sebagai Dzat yang Mutlak benar, keyakinan ini tidak bisa diubah, tidak bisa berubah, dan dipercayai atas dasar iman. Yesus menurut para pemeluk Nasrani juga demikian. 

Kitab suci umat beragama Islam adalah Al Quran, kitab suci orang Nasrani adalah Alkitab, kitab suci orang Hindu adalah Wedha, kitab suci umat Budha adalah Tri Pitaka, kitab suci umat Kong Hu cu adalah Tao Te Ching. 

Masingmasing kitab suci itu tidak boleh disatukan atau diedit menjadi kitab suci perpaduan sehingga diharapkan semua agama melebur menjadi satu, agama universal. Ini tidak boleh terjadi. 

Akan tetapi, masing-masing kitab suci itu tentu mengajak kepada pemeluknya supaya hidup rukun antar sesama umat manusia baik dalam satu agama atau antar umat beragama yang satu dengan umat beragama yang lain dalam agama yang berbeda-beda.

Harap disadari benar bahwa, kerukunan beragama hanya terbatas pada bidang-bidang kehidupan sosial atau kehidupan bermasyarakat, bukan kerukunan dalam bidang-bidang keyakinan, aqidah, ritus, dan ibadah-ibadah keagamaan.

Implikasinya adalah demikian: Jika orang Islam melaksanakan shalat Jum’at, orang Kristen, Nasrani, Hindu, Budha, Kong Hu cu tidak bisa atau tidak boleh ikut jumatan kecuali mereka harus masuk Islam terlebih dahulu. Orang Islam tidak perlu mengajak orang-orang non muslim untuk ikut berjumatan.

Jika orang Nasrani melakukan kebaktian di Gereja, demikian pula orang Kristen, orang Islam, Hindu, Budha, Kong Hu cu tidak boleh dan tidak bisa mengikutinya kecuali mereka masuk Nasrani atau Kristen terlebih dahulu. Orang Nasrani dan Kristen tidak perlu mengajak orang non Nasrani dan Kristiani ikut serta dalam kebaktian. 

Jika orang Hindu melakukan peribadatan seperti yadnya di Pura, orang Islam, Kristen, Nasrani, Budha, dan pemeluk agama Kong Hu Cuisme tidak boleh ikut bersamanya, kecuali mereka masuk terlebih dahulu menjadi Hinduisme. Orang-orang Hindu tidak perlu mengajak-ajak orang non Hindu ikut bersama di Pura untuk melaksanakan yadnya (sembahyangan) tersebut.

Jika orang Budha melakukan ritus keagamaan di Vihara tidak perlu mengajak orangorang non Budhisme bersembahyangan bersamanya. Orang-orang non Budhisme juga tidak perlu mencoba-coba ikut beribadah bersama mereka di Vihara.

Jika seorang mengaku beragama Islam kemudian dia juga melaksanakan ibadah menurut Islam, umpamanya shalat Jum’at. 

Tetatpi, di lain waktu ia melakukan kebaktian di Gereja, melakukan ritus-ritus keagamaan baik di Vihara, Pura, maupun Kelenteng. 

Praktik keagamaan semacam ini tidak boleh terjadi. Larangan ini bukan berarti melanggar HAM, melainkan atas dasar petunjuk sesuatu agama-agama. Agama apa pun tentu tidak membenarkan untuk itu. 

Di dalam Islam disebutkan bahwa mengatakan Tuhan adalah satu di antara yang tiga (QS. Al-Maidah/5 : 17,72,73) sebagaimana dikonsepsikan oleh orang-orang Nasrani dan Kristiani, orang ini telah menjadi kafir. 

Dengan demikian, dia bukan lagi seorang muslim. Firman yang berkenaan dengan orang bertauhid sekaligus percaya dengan trinitas adalah: 

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِيْنَ قَالُوْٓا اِنَّ اللّٰهَ هُوَ الْمَسِيْحُ ابْنُ مَرْيَمَۗ قُلْ فَمَنْ يَّمْلِكُ مِنَ اللّٰهِ شَيْـًٔا اِنْ اَرَادَ اَنْ يُّهْلِكَ الْمَسِيْحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَاُمَّهٗ وَمَنْ فِى الْاَرْضِ جَمِيْعًا ۗوَلِلّٰهِ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا ۗ يَخْلُقُ مَا يَشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

Artinya: “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih putera Maryam." Katakanlah: "Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika Dia hendak membinasakan Al Masih putera Maryam itu beserta ibunya dan seluruh orang-orang yang berada di bumi kesemuanya?." Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya; Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS. Al-Maidah : 17)

Dalam pelaksanaan ibadah, umpama Jumatan di masjid, umat non muslim tidak boleh mengganggu. Ketika umat Hindu melaksanakan ritus-ritus keagamaan seperti yadnya di pura, umat non Hindu tidak boleh mengganggunya. 

Ketika umat Kristen melakukan kebaktian di gereja, umat non Kristen tidak boleh mengganggunya. Ketika umat Budha melaksanakan sembahyangan di vihara, umat non Budhisme dilarang mengganggunya begitulah seterusnya.

Dalam keadaan semacam ini, kerukunan umat beragama berarti toleransi beragama. Biarkan orang memeluk dan beribadah atas dasar keimanan masing-masing.

Dalam membuat sarana-sarana ibadah hendaklah dilakukan secara jujur, baik terhadap pemerintah desa atau tingkat yang lebih tinggi maupun terhadap umat beragama lain atau warga masyarakat sekitarnya, dan menurut peraturan kehidupan bersama sebagaimana diatur oleh pemerintah, umpamanya tentang komposisi penduduk. 

Kalau ini dilanggar tentu akan menodai pemeluk agama lain. Ini akan mengganggu kerukunan beragama, konflik umat beragama akan sulit dihindarkan. 

Jika ini yang terjadi, maka sendi-sendi kehidupan lain: ekonomi, sosial, politik, keamanan dan lain-lainnya tentu juga akan terganggu dan kita sendiri sebagai umat bergama maupun sebagai warga masyarakat tentu akan merugi.

Jika ada seseorang mengaku memeluk sesuatu agama secara prinsip adalah boleh, tetapi kalau pengakuannya itu tidak sesuai dengan ajaran agama yang ia akui, tentu akan menimbulkan masalah kerukunan beragama. 

Contohnya adalah seseorang mengaku beragama Islam, tetapi kitab sucinya bukan Al Quran, dan nabi yang ia anut bukan Nabi Muhammad sebagaimana dilakukan golongan Ahmadiyah, Musaddek beserta pengikutnya, dan Lia Eden beserta para pengikutnya. 

Keberadaan aliran-aliran ini meresahkan umat Islam. Umat Islam menyebutnya sebagai aliran sesat. Sarana ibadah mereka, seperti masjid banyak yang dirusak oleh umat Islam. 

Jika mereka mengaku saja sebagai pemeluk agama Ahmadiyah, tentu tidak akan diapa-apakan atau diganggu oleh umat uslim.

Nasionalisme dan Kerukunan Umat Beragama

NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) terdiri atas multi suku, bahasa, adat-istiadat, dan agama. Kondisi semacam ini merupakan sumber potensi untuk konflik. 

Untuk menetralisir hal-hal yang tidak diinginkan, pemerintah membuat kebijaksanaan supaya masing-masing pemeluk agama bisa rukun hidup bersama dengan memproduk berbagai macam perundangan atau peraturan agar dilaksanakan oleh rakyat umat beragama sebaikbaiknya, antara lain:

1. Kepmenag RI no 77 tahun 1978 tentang bantuan luar negeri untuk lembaga keagamaan di Indonesia
2. Kepmenag RI no. 35 tahun l980 tentang wadah musyawarah antar umat beragama
3. Instruksi Menag RI no 3 tahun 1981 tentang pelaksanaan pembinaan kerukunan hidup beragama di daerah-daerah
4. Edaran Menag RI no MA/432/1981 tentang penyelenggaraan hari-hari besar keagamaann
5. Peraturan perundang-uandangan tentang pembinaan dan pengembangan beragama, 27 Maret 1981, dan masih banyak lagi peraturan yang bermuara terciptanya stabilitas nasional berkenaan dengan masih banyaknya insiden, konflik keagamaan di daerah seperti di Poso, Ambon, Ternate, Jawa Barat, dan NTB pada saat itu. 

Agama dan Misi (Dakwah)

Agama-agama besar dunia: Hindu, Budha, Kong Hu Cu, Yahudi, Nasrani, Islam, Kristen, dan Katolik merupakan agama dakwah atau misionari. Agama dakwah menuntut pemeluknya supaya menyebarkan agamanya ke seluruh pelosok dunia.

Jika masing-masing pemeluk agama melaksanakan perintah agamanya dan memang mestinya harus melaksanakan perintah dakwah tersebut dan area kegiatan dakwah adalah sama, pasti akan timbul multi konflik karena saling berebut mencari pengikut sebanyak-banyaknya dalam wilayah tersebut. 

Kita bisa membayangkan umat Islam akan lebih senang jika seluruh Jawa atau penduduk Indonesia beragama Islam 100 %, demikian pula cita-cita umat Kristiani, Budhisme, Hinduisme, dan Kong Hu Cuisme. 

Kemudian, dari masing-masing pemeluk berdakwah sekuat-kuatnya mengajak setiap orang untuk memeluk agama mereka dan sebisa mungkin melarang memeluk agama di luar agama juru dakwah tersebut. 

Sekali lagi konflik saling memusuhi pasti terjadi dan amat mengerikan karena masing-masing pemeluk agama akan menghalalkan darah pemeluk agama lain. 

Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan ini, maka dalam penyebaran agama tidak dibenarkan untuk :

1. Ditujukan terhadap orang dan atau orang-orang yang telah memeluk sesuatu agama lain.

Contohnya para Zending tidak boleh mengajak orang Islam memeluk Kristen atau Katolik, apalagi masuk ke rumah-rumah pemeluk agama non Kristen-Katolik untuk mengajak penghuninya masuk ke dalam agama Nasrani.

2. Dilakukan dengan menggunakan bujukan atau pemberian material, uang, pakaian, makanan atau minuman, obat-obatan dan lain-lain agar orang tertarik memeluk suatu agama. 

Contohnya adalah seseorang karena ekonominya morat-marit atau kesehatannya amat lemah atau sakit parah dan orang tersebut telah memeluk sesuatu agama, orang lain tidak perlu membantu kesulitannya tersebut dengan motif supaya mengikuti agama orang yang membantu tersebut. 

Mereka hanya dibenarkan membantu kesulitannya tersebut, tidak perlu mengubah akidahnya. Kalau memang akan berpindah agama, biarlah atas kemauannya sendiri.

3. Dilakukan dengan cara penyebaran pamflet, buletin, majalah, dan buku-buku di daerah atau di rumah kediaman orang yang telah memeluk agama lain.

Contohnya para juru dakwah Islam tidak perlu membag-bagi brosur, komik, majalah, CD, Foto-foto tokoh Islam, atau apa yang sejenis yang semuanya berisi tentang misi Islam kepada umat non muslim. 

Demikian pula sebaliknya, para Zending atau misionaris tidak boleh menyebarkan pamphlet, brosur, kitab suci mereka, maupun tokoh-tokoh agama mereka seperti Yesus, para Pendeta atau Pastor kepada umat beragama non Nasrani.

4. Dilakukan dengan cara-cara masuk keluar dari rumah ke rumah orang yang telah memeluk agama lain dengan dalih apa pun.

Tri Kerukunan Umat Beragama

Pemerintah, melalui Departemen Agama Republik Indonesia mencanangkan, melaksanakan, dan terus mengembangkan tiga pola kerukunan umat beragama, yaitu :

1. Kerukunan intern umat beragama, yaitu sesama penganut agama yang sama. 

Contohnya, NU, Muhammadiyah, Al-Irsyad, LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia), PKS (Partai Keadilan Sejahtera) disamping sebagai partai politik juga sebagai lembaga sosial keagamaan, dan Persis yang berpusat di Lamongan Jawa Timur harus hidup rukun sebagai sesama umat Islam. 

Sesama umat Katolik, apapaun alirannya harus rukun apakah itu dari Calvinisme atau Anglicanisme, Nestorianisme, Monofisitisme, dan Yacobisme. 

Sesama umat Kristen apapun jemaat gerejanya harus rukun karena setiap satu unit gereja otonom dengan gereja lainnya. 

Sesama umat Budha, apakah Hinayanaisme atau Mahayanaisme harus rukun.  Sesama umat Hindu apakah Shiwaisme, Bhrahmanisme, atau Wisnuisme harus rukun.

2. Kerukunan antara umat beragama, yaitu kerukunan dalam beragama melibatkan semua jenis pemeluk agama. 

Orang Kristen harus rukun dengan orang Islam, orang Budha, orang Katolik, orang Kong Hu cu, dan dengan orang Hindu. 

Masing-asing pemeluk agama harus bisa bekerjasama dalam bidang-bidang kehidupan sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, dan kemanusiaan. 

3. Kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah, yaitu semua pemeluk agama harus loyal dan mendukung program-program pemerintah dalam menata kehidupan berbangsa, bernegara, dan bertanah air dalam rangka mensejahterakan rakyat; 

Dan pemerintah membina kehidupan bersama supaya hidup berdampingan secara damai, harmonis, dan penuh ketenangan dalam menjalankan agama. 

Islam dan Kerukunan Umat Beragama

Sebagai suatu agama yang dipercayai secara mutlak oleh para pemeluknya, Islam menyediakan seperangkat ajaran atau aturan supaya umat manusia hidup damai dan rukun, antara lain:

1. Tidak ada paksaan dalam memeluk agama, dan hanya mengingatkan akibat kepemilihannya. Dalam hal ini Alah berfirman: 

لَآ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقٰى لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗوَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

Artinya : “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-Baqarah : 256).

Dalam ayat ini ditekankan bahwa orang yang secara suka rela memilih agama non muslim dinyatakan sebagai iman kepada Thaghuut. 

Thaghuut adalah ilah atau tuhan yang dipercayai oleh umat non muslim yang perwujudannya bisa mempertuhan, harta benda, wanita, kekuasaan, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan berhala-berhala lainnya seperti benda-benda yang danggap keramat, atau manusia yang diyakini sebagai tuhan.

2. Islam mempersilahkan orang mau kafir atau mau beriman, dengan mengingatkan akibat atas dasar kepemilihannya. Demikian firman Allah yang menjadi dasar terhadap pernyataan ini : 

وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّكُمْۗ فَمَنْ شَاۤءَ فَلْيُؤْمِنْ وَّمَنْ شَاۤءَ فَلْيَكْفُرْۚ اِنَّآ اَعْتَدْنَا لِلظّٰلِمِيْنَ نَارًاۙ اَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَاۗ وَاِنْ يَّسْتَغِيْثُوْا يُغَاثُوْا بِمَاۤءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِى الْوُجُوْهَۗ بِئْسَ الشَّرَابُۗ وَسَاۤءَتْ مُرْتَفَقًا

Artinya : Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barang siapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir." Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. (QS. Al-Kahfi : 29).

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa siapa saja yang akhirnya memilih kafir, tidak beriman secara Islam yang berarti beriman menurut agama apa saja selain Islam, siksanya di akhirat kelak amat mengerikan, yaitu tubuhnya akan disiran cairan besi panas dan wajahnya akan hancur-lebur luluh-lantak, na’uudzu billaahi min dzaalik.

3. Islam menghormati, tidak mengganggu pemeluk agama lain. Firman Allah Subhanahu wa ta'ala :

قُلْ يٰٓاَيُّهَا الْكٰفِرُوْنَۙ ١ لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ ٢ وَلَآ اَنْتُمْ عٰبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُۚ ٣ وَلَآ اَنَا۠ عَابِدٌ مَّا عَبَدْتُّمْۙ ٤ وَلَآ اَنْتُمْ عٰبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُۗ ٥ لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ ٦


Artinya: Katakanlah: “Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku (QS. AlKafirun : 1-6).

4. Islam mewajibkan umatnya untuk menciptakan kedamaian di mana pun ia berada : Absyussalaam (tebarkan kedamaian, al-Hadis). 

Kandungan pokok Hadis ini tidak terbatas hanya saling ber-uluk salam di antara sesama muslim manakala saling bertemu, melainkan lebih luas daripada itu, yaitu menebarkan kedamaian. Islam memang agama rahmatan lil ‘alamiin. Demikian firman Allah : 

وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ

Artinya : Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS. Al-Anbiyaa’ : 107).

5. Islam melarang umatnya berbuat aniaya kepada apa dan siapapun. Demikian Teks larangan dari Allah yang dimaksud : 

وَاِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاۤءَ فَبَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَاَمْسِكُوْهُنَّ بِمَعْرُوْفٍ اَوْ سَرِّحُوْهُنَّ بِمَعْرُوْفٍۗ وَلَا تُمْسِكُوْهُنَّ ضِرَارًا لِّتَعْتَدُوْا ۚ وَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهٗ ۗ وَلَا تَتَّخِذُوْٓا اٰيٰتِ اللّٰهِ هُزُوًا وَّاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ وَمَآ اَنْزَلَ عَلَيْكُمْ مِّنَ الْكِتٰبِ وَالْحِكْمَةِ يَعِظُكُمْ بِهٖ ۗوَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ

Artinya: Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barang siapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan hukumhukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu (QS. AlBaqarah : 231).

6. Islam hanya membolehkan kekerasan terhadap umat beragama lain karena teraniaya, atau dengan kata lain sekedar membela diri. Demikian pernyataan Al Quran: 

اُذِنَ لِلَّذِيْنَ يُقَاتَلُوْنَ بِاَنَّهُمْ ظُلِمُوْاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ عَلٰى نَصْرِهِمْ لَقَدِيْرٌ ۙ

Artinya: Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu (QS. Al-Hajj : 39).

Jika gangguan itu bertubi-tubi, Allah melalui firmannya memerintahkan agar menyapu bersih hingga fitnah itu sirna sama sekali. Demikian komando Allah kaum muslimin yang diperangi kaum kuffar : 

فَاِذَا لَقِيْتُمُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا فَضَرْبَ الرِّقَابِۗ حَتّٰٓى اِذَآ اَثْخَنْتُمُوْهُمْ فَشُدُّوا الْوَثَاقَۖ فَاِمَّا مَنًّاۢ بَعْدُ وَاِمَّا فِدَاۤءً حَتّٰى تَضَعَ الْحَرْبُ اَوْزَارَهَا ەۛ ذٰلِكَ ۛ وَلَوْ يَشَاۤءُ اللّٰهُ لَانْتَصَرَ مِنْهُمْ وَلٰكِنْ لِّيَبْلُوَا۟ بَعْضَكُمْ بِبَعْضٍۗ وَالَّذِيْنَ قُتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ فَلَنْ يُّضِلَّ اَعْمَالَهُمْ

Artinya: Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berakhir. Demikianlah apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebahagian kamu dengan sebahagian yang lain. Dan orang-orang yang syahid pada jalan Allah, Allah tidak akan menyianyiakan amal mereka (QS. Muhammad : 4).

Jika ke enam butir aturan essensial atau sangat mendasar ini dapat diwujudkan oleh umat Islam dan umat non muslim tidak membuat gara-gara terhadap umat Islam tentu akan terjadi kehidupan beragama yang damai, tenang dalam menjalani peribadatan, tidak merasa terancam oleh pemeluk agama lain, dan bisa bekerjasama dengan baik dalam menjalani kehidupan sosial. 

Kehidupan umat beragama di Indonesia, meskipun ada konflik boleh dibilang amat kecil kalau dikaitkan dengan jumlah penduduk umat Islam yang 88.20 % umat Islam. 

Umat yang amat mayoritas ini kalau mau menang-menangan tentu tidak lama untuk memaksa yang 11,80 % untuk memeluk Islam, tetapi pasti terjadi pertumpahan darah yang amat mengerikan. 

Kebesaran umat Islam untuk tidak ofensif ini supaya dijaga dengan baik oleh semua pemeluk agama apa pun agar setiap elemen bangsa hidup tenang mengembangkan potensi dirinya masing-masing. 

Pluralisme Agama

Melalui buah pemikiran Fijjroff Schuon tentang agama terdiri atas dua dimensi, yaitu dimensi issoteris dan dimensi eksoteris memunculkan paham agama baru yaitu agama universal atau pluralisme agama. 

Yang dimaksud dimensi issoteris adalah aspek batin dari setiap agama, umpama iman kepada Tuhan yang menciptakan bumi langit dan yang disembah oleh para manusia. Setiap agama mengajarkan agar pemeluknya menyembah kepada Tuhan Pencipta alam semesta itu. 

“Tuhan” yang satu itu dipersepsi namanya berbeda-beda oleh masing-masing agama. Orang Islam menyebutnya Allah Swt. Orang Nasrani menyebutnya Yesus, orang Budha menyebutnya Sang Budha, orang Kong Hu cu menyebutnya Tien. 

Semua itu satu, yaitu Tuhan Yang menciptakan alam semesta. Sedang yang dimaksud dengan dimensi eksoteris adalah aspek lahiriah dari masing-masing agama. 

Semua agama mengajarkan agar pemeluknya menyembah Tuhan, hanya saja caranya berbeda-beda. Meskipun caranya berbeda, toh yang disembah hanya Tuhan Yang Satu. 

Karena Tuhan itu hanya Satu, dan semua pemeluk agama yang berbeda-beda itu menyembah kepadanya, maka tidak perlu antara umat beragama yang satu bertikai dengan umat beragama yang lain.

Perwujudan pluralisme agama antara lain dalam bentuk sinkretisme (mencampuradukkan unsur-unsur agama yang mestinya tidak bisa dicampur) ibadah.

Contohnya adalah : ada seseorang melaksanakan ibadah jumatan. Selesai dari shalat, ia mengeluarkan salib dari sakunya kemudian ia menyembah Tuhan dengan di sapa Yesus atau tuhan trinitas. 

Di lain kesempatan ia menyeru tuhan melalui cara agama Hindu. Ia merasa puas karena bisa menyeru Tuhan dengan berbagai cara yang ada. 

Dengan cara itu ia berharap kepada orang lain agar mengikutinya sehingga kerukunan umat manusia segera terwujud dan konflik-konflik umat beragama dapat dihindari.

Akar persatuan agama-agama sudah lama digagas oleh Sufi besar Islam, Muhiyyidin Ibnu ‘Arabi. Ia menelurkan konsep ‘wahdatul adyan’ (kesatuan agama-gama). 

Selanjutnya ia berkata ‘Ad-diinu waahidun wa asy-syari’atu mukhtalifatun (agama itu satu sedang syariat itu berbeda-beda). 

Maksud ungkapan ini adalah semua agama itu hakikatnya hanya satu. Cara beragama sajalah yang berbeda-beda. Cara menyembah Tuhan sajalah yang berbeda-beda.

Konsep pluralisme maupun kesatuan agama-agama itu harus ditolak bersama-sama oleh masing-masing pemeluik agama. 

Orang Islam harus menolak ajaran Fijjroff Schuon dan Muhiyyidin Ibnu ‘Arabi. Mengapa ? Islam mengajarkan agama tauhid baik dalam tataran dogma maupun rumusan-rumusan aqidah, yang tidak dimiliki oleh agama manapun di dunia ini. 

Kesamaan Islam dengan agama-agama lain hanyalah dalam rumusan retoris-filosofis, umapama orang Nasranai, orang Hindu, orang Budha, orang Kong Hu Cu, bahkan para penganut aliran kepercayaan, dan juga orang Islam mengaku ber-“Ketuhanan Yang Maha Esa”. 

Tetapi, harus diingat siapa ‘Tuhan Yang Maha Esa’ menurut ajaran masing-masing kitab suci adalah berbeda. 

Islam menyebutnya Allah Ta’ala secara tauhid, orang Nasrani merumuskan ketuhanannya dengan trinitas, orang Hindu merumuskan ketuhannya dengan trimurti. 

Orang Budha maupun orang-orang Kong Hu Cu lain pula rumusan teks ketuhanannya. Jadi, masing-masing agama bertuhan yang berbeda-beda pula. 

Dengan demikian. Jelaslah bahwa kesatuan agama adalah rumusan filsafat agama yang salah dan tidak perlu diikuti.

Sikap yang benar dari masing-masing pemeluk terhadap agamanya adalah istiqamah dengan agamanya. Para juru dakwah, zending, propagandis agar membina umatnya supaya

konsisten dengan agamanya. Akan tetapi, jika ada seseorang dengan suka rela berpindah ke suatu agama, umpama dari agama Katolik atau Kristen ke dalam agama Islam atau sebaliknya boleh-boleh saja, sepanjang tidak ada tekanan dari pihak manapun. 

0 Response to "KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak