Kesombongan dalam Ibadah

Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji hanya milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas junjungan kita Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassallam, keluarga, dan sahabatnya, serta pengikutnya yang selalu setia dan Istiqomah.

Salah satu tujuan diutusnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah untuk memperbaiki akhlak manusia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang baik.” (HR. Ahmad 2/381. Syaikh Syu’aib Al Arnauth menyatakan bahwa hadits ini shahih)

Merasa paling hebat merupakan penyakit hati yang harus dihindari tiap Muslim. Merasa paling bersih dan suci juga sangat dibenci Allah dan Rasul-Nya. Ujub atau sombong hanyalah milik Allah.

Islam adalah agama yang mengajarkan akhlak yang luhur dan mulia. Oleh karena itu, banyak dalil al Quran dan as Sunnah yang memerintahkan kita untuk memiliki akhlak yang mulia dan menjauhi akhlak yang tercela. 

Demikian pula banyak dalil yang menunjukkan pujian bagi pemilik akhlak baik dan celaan bagi pemilik akhlak yang buruk. Salah satu akhlak buruk yang harus dihindari oleh setiap muslim adalah sikap sombong.

Sikap sombong adalah memandang dirinya berada di atas kebenaran dan merasa lebih di atas orang lain. 

Orang yang sombong merasa dirinya sempurna dan memandang dirinya berada di atas orang lain. (Bahjatun Nadzirin, I/664, Syaikh Salim al Hilali)

Dalam Alquran, Allah Subhanahu wata'ala berfirman:

لَا جَرَمَ اَنَّ اللّٰهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّوْنَ وَمَا يُعْلِنُوْنَ ۗاِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْتَكْبِرِيْنَ

Artinya: Tidak diragukan lagi bahwa Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang yang sombong. (QS. An-Nahl Ayat 23)

Allah Ta’ala berfirman,

وَلاَ تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلاَ تَمْشِ فِي اللأَرْضِ مَرَحاً إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَجُوْرٍ

Artinya: “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman:18)

Allah Ta’ala berfirman,

اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْنَ يُزَكُّوْنَ اَنْفُسَهُمْ ۗ بَلِ اللّٰهُ يُزَكِّيْ مَنْ يَّشَاۤءُ وَلَا يُظْلَمُوْنَ فَتِيْلًا 

Artinya: Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih? sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak dianiaya sedikit pun. (QS An Nisa: 49)

Haritsah bin Wahb Al Khuzai’i berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ النَّارِ قَالُوا بَلَى قَالَ كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظٍ مُسْتَكْبِرٍ

Artinya: “Maukah kamu aku beritahu tentang penduduk neraka? Mereka semua adalah orang-orang keras lagi kasar, tamak lagi rakus, dan takabbur(sombong).“ (HR. Bukhari no. 4918 dan Muslim no. 2853).

Sebagian salaf menjelaskan  bahwa dosa pertama kali yang muncul kepada Allah adalah kesombongan. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لأَدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الكَافِرِينَ {34}

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kalian kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur (sombong) dan ia termasuk golongan orang-orang yang kafir“ (QS. Al Baqarah:34)

Iblis hasad kepada Adam ‘alaihis salaam dengan kemuliaan yang Allah berikan kepada Adam. Iblis mengatakan, “Saya diciptakan dari api sementara Adam diciptakan dari tanah”. 

Kesombongan inilah dosa yang pertama kali terjadi. Iblis sombong dengan tidak mau sujud kepada Adam” (Tafsir Ibnu Katsir)

Dalam beragama pun, ibadah misalnya, banyak orang jatuh dalam kesombongan, bukan hanya karena harta, kekuasaan atau kecerdasan. 

Mengapa ?, karena hakikat sombong, sebagaimana ditegaskan imam al-Ghazali dalam kitabnya, Ihya’ Ulumuddin, adalah menganggap remeh orang lain dan menilai dirinya lebih mulia. 

Padahal pada hakikatnya, segala kebesaran, keagungan dan kemuliaan hanya pantas dimiliki sang Khalik (pencipta), yaitu Allah Subhanahu wata'ala, bukan pada makhluk manusia.

Seseorang yang sombong akan menolak nilai kebaikan atau fakta kebenaran yang disodorkan kepadanya, padahal dia tahu itu adalah benar. 

Dirinya merasa tidak pantas menerima masukan, tidak mau duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi, dia juga tidak mau mencintai manusia padahal dirinya ingin dicintai, gampang menyakiti sesama, tidak bisa menahan emosi, kebencian, selalu berdusta dan menyebarkan kedustaan (hoaks), serta tidak bisa memberi nasehat dengan santun apalagi menerima nasehat.

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

Artinya: “Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“ (HR. Muslim no. 91)

Kesombongan ada dua macam, yaitu sombong terhadap al haq dan sombong terhadap makhluk. Hal ini diterangkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hadist di atas dalam sabda beliau, “sombong adalah menolak kebenaran dan suka meremehkan orang lain”. 

Menolak kebenaran adalah dengan menolak dan berpaling darinya serta tidak mau menerimanya. Sedangkan meremehkan manusia yakni merendahkan dan meremehkan orang lain, memandang orang lain tidak ada apa-apanya dan melihat dirinya lebih dibandingkan orang lain.

Pada diri orang yang sombong terkumpul segala sifat yang buruk dan perbuatan yang tercela. Ia akan terus melakukan segala keburukan itu karena hanya dengan itu ia dapat menunjukkan kebesaran dan kekuasaannya. 

Beginilah sifat orang kufur dan munafik. Oleh karena sombong menyebabkan timbulnya kejahatan dan keburukan, maka Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam menegaskan, 

“Tidak akan masuk sorga orang yang didalam hatinya ada bagian terkecil dari sombong” (HR. Muslim nomor 2749).

Dalam melakukan ibadah dan amal saleh pun seseorang bisa terjerumus dalam kesombongan. Orang-orang takabbur atau sombong seperti ini selalu memandang orang lain sebagai makhluk berdosa, rusak dan celaka, dan hanya dirinya yang selamat dan pantas masuk surga. 

Seorang yang sombong dalam beragama selalu menilai salah ibadah orang lain dan hanya ibadahnya yang benar, sering menganggap puasa atau sedekah orang lain rusak dan hanya cara dirinya yang bersih.

Ada pula orang bodoh yang ahli ibadah (‘abid), sibuknya hanya mengawasi dan menilai kekurangan shalat dan doa orang lain tapi dia sendiri lalai menjaga khusyuk dan ikhlas dirinya. 

Kadang-kadang ada pula seorang ‘abid yang karena ingin menampilkan dirinya suci banyak ibadah dan orang lain kotor kurang wudhu’ lalu menandai jidatnya dengan kehitaman. 

Demikian juga karena ingin dinilai lebih saleh dan taat dibandingkan orang lain maka ada yang tampil bergamis, bersorban, dan berjenggot.

Prilaku dengan motif seperti ini adalah kekeliruan sekaligus kebodohan dalam beragama, sehingga oleh imam asy Sya’rani digolongkan sebagai orang-orang tertipu (al-mughtarrin) dalam ibadahnya. 

Mereka yang berprilaku dengan tujuan demikian sesungguhnya terpedaya oleh jebakan setan. Lahiriahnya beribadah ikhlas karena Allah tapi hatinya ingin pamer (riya’), berharap pujian (‘ujub) dan menganggap orang lain serba kurang. 

Lahiriah keinginannya adalah meraih ridha Allah dan pahala, namun hakikatnya mendapat murka dan dosa.

Mengapa tampilan lahiriah tidak bisa dijadikan ukuran kesalehan atau ketakwaan seseorang ?, karena takwa sebenarnya ada dalam hati nurani, bukan fisik jasmani. 

Maka Rasulullah saw menegaskan tiga kali lewat sabdanya: “takwa itu di sini” sambil menunjuk ke dadanya. 

Allah subhanahu wata'ala tidak menilai kebaikan seseorang dari raut wajahnya, tidak pula dari tampilan bodi atau warna kulitnya, tetapi dari isi hatinya. 

Penampilan lahiriah tetap penting dan harus dijaga, seperti kebersihan, kerapian dan keindahan, agar hidup kita sehat dan nyaman. 

Namun harus ditanamkan keyakinan bahwa kesalehan hakiki dan ketakwaan sejati yang dipandang Allah subhanahu wata'ala ada dalam jiwa manusia.

Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam adalah makhluk paling terhormat di sisi Allah subhanahu wata'ala, namun beliau selalu memperlihatkan sikap rendah hati di hadapan manusia, bukan berprilaku angkuh dengan kemuliaan atau kekuasaannya.

Firman Allah “dan rendahkanlah sayapmu (hatimu) kepada orang-orang yang mengikutimu …” (QS. Asy Syu’ara’ 215).

Dengan kerendahan hati atau tawadhu’, serta meninggalkan kesombongan atau takabbur, maka beliau menjadi manusia paling mulia, takwa, sukses, paling berlapang dada, bertenggang rasa, toleran, penyayang, sabar, teguh, selalu tersenyum dan paling bahagia.

Moga kita selalu bisa mengikuti jejak akhlak beliau agar dapat menciptakan kedamaian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Terima kasih atas kunjungannya semoga dapat menambah pengetahuan kita.

0 Response to " Kesombongan dalam Ibadah"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak