PERINGATAN DARI RUQYAH SYIRIK DAN PENJELASAN ULAMA TENTANG CARA MERUQYAH YANG BENAR:


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Segala puji hanya milik Allah Subhanahu wa ta’ala, kita memuji-Nya, memohon pertolongan dari-Nya, dan meminta ampunan-Nya. Kita berlindung kepada-Nya dari keburukan-keburukan jiwa kita, dan kejelekan-kejelekan perbuatan kita. 

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah atas diri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, keluarganya, para sahabatnya, dan orang orang yang setia meniti jalan petunjuknya hingga hari kiamat.

Ruqyah yang mengandung syirik adalah permainan serta tipuan setan dan dukun, maka dukun dan orang yang memakai jasanya untuk meruqyah dihukumi telah melakukan syirik dan kekufuran kepada Allah ta’ala.

Dari Zainab, istri Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, beliau berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الرُّقَى، وَالتَّمَائِمَ، وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ قَالَتْ: قُلْتُ: لِمَ تَقُولُ هَذَا؟ وَاللَّهِ لَقَدْ كَانَتْ عَيْنِي تَقْذِفُ وَكُنْتُ أَخْتَلِفُ إِلَى فُلَانٍ الْيَهُودِيِّ يَرْقِينِي فَإِذَا رَقَانِي سَكَنَتْ، فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ: إِنَّمَا ذَاكَ عَمَلُ الشَّيْطَانِ كَانَ يَنْخُسُهَا بِيَدِهِ فَإِذَا رَقَاهَا كَفَّ عَنْهَا، إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكِ أَنْ تَقُولِي كَمَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: أَذْهِبِ الْبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ، اشْفِ أَنْتَ الشَّافِي، لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا

“Sesungguhnya ruqyah, jimat dan pelet adalah syirik.”

Zainab berkata: Mengapa engkau berkata demikian? Demi Allah, dahulu mataku sakit dan aku sering mendatangi seorang Yahudi yang meruqyahku, maka jika ia meruqyahku rasa sakit pun mereda. Abdullah berkata: Sesungguhnya itu hanyalah perbuatan dan tipuan setan; ia menusuk matamu dengan tangannya, maka jika Yahudi itu meruqyahmu, setan itu melepas matamu, sungguh cukup bagi mu membaca seperti yang pernah dibaca oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam:

أَذْهِبِ الْبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ، اشْفِ أَنْتَ الشَّافِي، لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا

“Adzhibil ba’sa Robban Naasi, Isyfi wa Antasy Syaafiy laa syifaa-a illa syifaauka syifaa-an laa yughaadiru saqoman”

Hilangkanlah penyakit ini wahai Rabb manusia sembuhkanlah, dan Engkau adalah Penyembuh, tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan-Mu, kesembuhan yang tidak menyisakan penyakit.” [HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban, Ash-Shahihah: 331]

Hadits di atas menunjukkan bahwa ruqyah yang mengandung keharaman maka haram, jika megandung syirik maka hukumnya syirik. Adapun jika tidak mengandung keharaman dan kesyirikan maka dibolehkan.

Sahabat yang Mulia ‘Auf bin Malik radhiyallahu’anhu berkata,

كُنَّا نَرْقِى فِى الْجَاهِلِيَّةِ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ تَرَى فِى ذَلِكَ فَقَالَ اعْرِضُوا عَلَىَّ رُقَاكُمْ لاَ بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيهِ شِرْكٌ

“Kami meruqyah di masa Jahiliyah, maka kami pun bertanya: Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu tentang itu? Beliau bersabda: Tunjukkanlah kepadaku ruqyah kalian, tidak apa-apa melakukan ruqyah selama tidak mengandung syirik.” [HR. Muslim]

Al-Hafizh Ibnu Hajar radhimahullah berkata,

وقد تمسك قوم بهذا العموم فأجازوا كل رقية جربت منفعتها ولو لم يعقل معناها لكن دل حديث عوف أنه مهما كان من الرقي يؤدي إلى الشرك يمنع وما لا يعقل معناه لا يؤمن أن يؤدي إلى الشرك فيمتنع احتياطا

“Sebagian orang berpegang dengan keumuman ini sehingga mereka membolehkan semua bentuk ruqyah yang telah terbukti bermanfaat walau tidak dipahami makna bacaannya, akan tetapi hadits ‘Auf bin Malik Al-Asyja’i menunjukkan bahwa apabila ruqyah itu mengantarkan kepada syirik maka dilarang, dan ruqyah yang tidak dipahami bacaannya tidaklah aman dari mengantarkan kepada syirik, maka itu juga terlarang demi berhati-hati.” [Fathul Baari, 10/195]

• Waspada Tipu Muslihat Dukun Berkedok Tokoh Agama (Kiai, Ustadz dan Da’i) yang Menyisipkan Mantra Syirik dan Bid'ah dalam Ruqyah:

Ibnut Tin rahimahullah berkata,

الرُّقَى بِالْمُعَوِّذَاتِ وَغَيْرِهَا مِنْ أَسْمَاءِ اللَّهِ هُوَ الطِّبُّ الرُّوحَانِيُّ إِذَا كَانَ عَلَى لِسَانِ الْأَبْرَارِ مِنَ الْخَلْقِ حَصَلَ الشِّفَاءُ بِإِذْنِ اللَّهِ تَعَالَى فَلَمَّا عَزَّ هَذَا النَّوْعُ فَزِعَ النَّاسُ إِلَى الطِّبِّ الْجُسْمَانِيِّ وَتِلْكَ الرُّقَى الْمَنْهِيُّ عَنْهَا الَّتِي يَسْتَعْمِلُهَا الْمُعَزِّمُ وَغَيْرُهُ مِمَّنْ يَدَّعِي تَسْخِيرَ الْجِنِّ لَهُ فَيَأْتِي بِأُمُورٍ مُشْتَبِهَةٍ مُرَكَّبَةٍ مِنْ حَقٍّ وَبَاطِلٍ يَجْمَعُ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَأَسْمَائِهِ مَا يَشُوبُهُ مِنْ ذِكْرِ الشَّيَاطِينِ وَالِاسْتِعَانَةِ بِهِمْ وَالتَّعَوُّذُ بِمَرَدَتِهِمْ

“Ruqyah dengan membaca al-mu’awwidzaat (bacaan-bacaan untuk meminta perlindungan kepada Allah) dan dengan selainnya dari nama-nama Allah adalah pengobatan ruhani, apabila diucapkan oleh orang-orang baik dari kalangan makhluk, akan menghasilkan kesembuhan dengan izin Allah ta’ala. Tatkala jenis ruqyah ini ditinggalkan, manusia berpaling kepada pengobatan jasmani dan ruqyah yang terlarang, yaitu yang dipergunakan oleh dukun dan selainnya yang mengaku-ngaku dapat mengendalikan jin untuk membantunya, maka ia pun mendatangkan perkara yang samar, yang mengandung kebenaran dan kebatilan, yaitu menyatukan kalimat dzikir kepada Allah dan nama-namaNya dengan kalimat sisipan berupa panggilan kepada setan-setan, memohon pertolongan kepada mereka dan meminta perlindungan kepada pembesar-pembesar setan.” [Fathul Baari, 10/196]

• Syarat-syarat Ruqyah:

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata,

وَقَدْ أَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ عَلَى جَوَازِ الرُّقَى عِنْدَ اجْتِمَاعِ ثَلَاثَةِ شُرُوطٍ أَنْ يَكُونَ بِكَلَامِ اللَّهِ تَعَالَى أَوْ بِأَسْمَائِهِ وَصِفَاتِهِ وَبِاللِّسَانِ الْعَرَبِيِّ أَوْ بِمَا يُعْرَفُ مَعْنَاهُ مِنْ غَيْرِهِ وَأَنْ يُعْتَقَدَ أَنَّ الرُّقْيَةَ لَا تُؤَثِّرُ بِذَاتِهَا بَلْ بِذَاتِ اللَّهِ تَعَالَى

“Ulama sepakat atas bolehnya ruqyah apabila terpenuhi padanya tiga syarat:

1) Dengan membaca ucapan Allah ta’ala (Al-Qur’an) atau dengan nama-namaNya dan sifat-sifatNya

2) Dengan bahasa Arab atau bahasa yang dipahami maknanya dari selain bahasa Arab

3) Meyakini bahwa ruqyah tersebut tidak berpengaruh dengan sendirinya, tapi dengan Allah ta’ala.” [Fathul Baari, 10/195]

• Ruqyah Bisa untuk Seluruh Penyakit:

فَيُسْتَحَبُّ أَنْ يُقْرَأَ بِهَا عَلَى اللَّدِيغِ وَالْمَرِيضِ وَسَائِرِ أَصْحَابِ الْأَسْقَامِ وَالْعَاهَاتِ

“Disunnahkan untuk membacakan ruqyah dengan surat Al-Fatihah untuk orang yang disengat binatang berbisa, orang sakit dan semua orang yang menderita penyakit dan lemah fisik maupun mental.” [Syarhu Muslim lin Nawawi, 14/148]

Namun ruqyah yang lebih bermanfaat adalah untuk mengobati penyakit ‘ain dan sengatan binatang berbisa. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

لَا رُقْيَةَ إِلا مِنْ عَيْنٍ أَوْ حُمَةٍ

“Tidak ada ruqyah (yang lebih bermanfaat) kecuali untuk mengobati penyakit ‘ain dan sengatan binatang berbisa.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Buraidah bin Al-Hushaib radhiyallahu’anhu]

Abu Sulaiman Al-Khattabi rahimahullah berkata,

ومعنى الحديث: لا رقية أشفى وأولى من رقية العين والحمة، وقد رقى النبي صلي الله عليه وسلم ورقي

“Makna hadits: Tidak ada ruqyah yang lebih menyembuhkan dan lebih utama dari ruqyah untuk mengobati penyakit ‘ain dan sengatan binatang berbisa, dan sungguh Nabi shallallahu’alaihi wa sallam telah meruqyah dan diruqyah.” [Fathul Majid, hal. 63]

Demikian pula ruqyah sangat bermanfaat untuk mengobati penyakit-penyakit yang umumnya tidak dapat disembuhkan dalam dunia kedokteran, seperti gangguan jin dan terserang sihir.

Akan tetapi harus diyakini bahwa ruqyah hanyalah sebab kesembuhan, dan yang menyembuhkan hanya Allah ta’ala semata, maka hendaklah kita hanya berharap, bersandar dan memohon pertolongan kepada-Nya. Allah ta’ala berfirman tentang ucapan Nabiyullah Ibrahim ‘alaihissalaam,

وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ

“Dan apabila aku sakit, Dia-lah Yang menyembuhkan aku.” [Asy-Syu’aro: 80]

• Ringkasan Pembahasan Ruqyah:

1) Disunnahkan meruqyah diri sendiri dan anjuran untuk meruqyah orang lain yang sakit serta memberi manfaat kepadanya sesuai kemampuan.

2) Meminta ruqyah (yang tidak mengandung syirik dan bid’ah) untuk diri sendiri hukumnya makruh karena hal itu menunjukkan kurangnya tawakkal seseorang kepada Allah ta’ala, sehingga menyebabkannya tidak termasuk 70.000 orang yang masuk surga tanpa hisab, tetapi hendaklah ia meruqyah diri sendiri.

3) Apabila orang lain meruqyahnya tanpa diminta maka tidak apa-apa.

4) Meminta ruqyah (yang mengandung syirik dan bid’ah) hukumnya haram bahkan termasuk kesyirikan jika ruqyahnya mengandung syirik.

5) Boleh memintakan ruqyah yang tidak mengandung syirik dan bid’ah untuk orang lain, bukan untuk diri sendiri.

6) Ruqyah termasuk amal shalih, tidak boleh mengada-ada (berbuat bid’ah) dalam melakukannya.

7) Bacaan ruqyah hendaklah dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Boleh mengusap dan meletakkan tangan di tempat yang sakit, lebih afdhal tangan kanan, dan juga dibolehkan meniup ketika meruqyah.

9) Ruqyah hendaklah mengandung permohonan kepada Allah ta’ala dan bebas dari semua bentuk syirik. Memohon kepada selain-Nya dalam meruqyah termasuk syirik besar yang menyebabkan pelakunya murtad, keluar dari Islam, demikian pula mempersembahkan hewan qurban kepada selain Allah ta’ala dan mensyaratkannya kepada orang yang sakit untuk mencari hewan-hewan dengan jenis tertentu termasuk kategori syirik kepada Allah ta’ala.

10) Ruqyah tidak boleh mengandung hal-hal yang bisa mengantarkan kepada syirik seperti menggunakan mantra-mantra yang tidak dipahami maknanya.

Sumber: http://sofyanruray.info/peringatan-dari-ruqyah-syirik.../

PENJELASAN ULAMA TENTANG CARA MERUQYAH YANG BENAR:

• Makna Ruqyah:

Asy-Syaikhul ‘Allamah Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan hafizhahullah berkata,

والرُّقْيَة: القراءة على المريض

“Ruqyah adalah bacaan untuk mengobati orang yang sakit.” [I’aanatul Mustafid, 1/150]

• Beberapa Hadits tentang Cara Meruqyah:

Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu’anha berkata,

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا اشْتَكَى يَقْرَأُ عَلَى نَفْسِهِ بِالْمُعَوِّذَاتِ وَيَنْفُثُ فَلَمَّا اشْتَدَّ وَجَعُهُ كُنْتُ أَقْرَأُ عَلَيْهِ وَأَمْسَحُ عَنْهُ بِيَدِهِ رَجَاءَ بَرَكَتِهَا

“Bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam apabila sakit, beliau membacakan untuk dirinya al-mu’awwidzaat (bacaan-bacaan untuk memohon perlindungan kepada Allah) dan meniup dengan sedikit ludah, maka tatkala sakitnya semakin keras akulah yang membacakan untuk beliau dan aku mengusap diri beliau dengan tangan beliau sendiri karena mengharap (kepada Allah) adanya keberkahan tangan beliau.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu’anha juga berkata berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا اشْتَكَى الْإِنْسَانُ الشَّيْءَ مِنْهُ، أَوْ كَانَتْ بِهِ قَرْحَةٌ أَوْ جُرْحٌ، قَالَ: النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِإِصْبَعِهِ هَكَذَا، وَوَضَعَ سُفْيَانُ سَبَّابَتَهُ بِالْأَرْضِ، ثُمَّ رَفَعَهَا بِسْمِ اللهِ، تُرْبَةُ أَرْضِنَا، بِرِيقَةِ بَعْضِنَا، لِيُشْفَى بِهِ سَقِيمُنَا، بِإِذْنِ رَبِّنَا

“Bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam apabila seseorang merasakan suatu penyakit, bisul atau luka, maka beliau shallallahu’alaihi wa sallam menggunakan jarinya seperti ini –Sufyan (rawi hadits) meletakkan jari telunjuknya ke bumi- kemudian beliau mengangkatnya seraya membaca:

بِسْمِ اللهِ، تُرْبَةُ أَرْضِنَا، بِرِيقَةِ بَعْضِنَا، لِيُشْفَى بِهِ سَقِيمُنَا، بِإِذْنِ رَبِّنَا

“Bismillaahi turbatu ardhina, bi riyqoti ba’dhina, liyusyfaa bihi saqiimuna, biidzni Robbinaa”

Dengan nama Allah, bahwa tanah bumi kami disertai ludah sebagian kami, agar sembuh dengan sebab itu orang sakit kami, dengan izin Rabb kami.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim, dan ini lafaz Muslim]

An-Nawawi rahimahullah berkata,

وَمَعْنَى الْحَدِيثِ أَنَّهُ يَأْخُذُ مِنْ رِيقِ نَفْسِهِ عَلَى أُصْبُعِهِ السَّبَّابَةِ ثُمَّ يَضَعُهَا عَلَى التُّرَابِ فَيَعْلَقُ بِهَا مِنْهُ شَيْءٌ فَيَمْسَحُ بِهِ عَلَى الْمَوْضِعِ الْجَرِيحِ أَوِ الْعَلِيلِ وَيَقُولُ هَذَا الْكَلَامَ فِي حَالِ الْمَسْحِ وَاللَّهُ أَعْلَمُ

“Makna hadits: Beliau membasahi jari telunjuknya dengan ludah beliau sendiri, kemudian meletakkan jarinya di atas tanah sehingga menempel sedikit debu tanah tersebut, lalu beliau mengusap bagian tubuh orang yang terluka atau sakit dan membaca doa ini ketika mengusapnya, wallaahu a’lam.” [Syarhu Muslim, 14/184]

Dari Sahabat yang Mulia Tsabit bin Qois bin Syammaas radhiyallahu’anhu, dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,

أَنَّهُ دَخَلَ عَلَى ثَابِتِ بْنِ قَيْسٍ - قَالَ: أَحْمَدُ وَهُوَ مَرِيضٌ - فَقَالَ: «اكْشِفِ الْبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ عَنْ ثَابِتِ بْنِ قَيْسِ بْنِ شَمَّاسٍ» ثُمَّ أَخَذَ تُرَابًا مِنْ بَطْحَانَ فَجَعَلَهُ فِي قَدَحٍ ثُمَّ نَفَثَ عَلَيْهِ بِمَاءٍ وَصَبَّهُ عَلَيْهِ

“Bahwa beliau menjenguk Tsabit bin Qois –Ahmad berkata: Ketika itu Tsabit bin Qois dalam keadaan sakit- maka beliau bersabda (membaca),

اكْشِفِ الْبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ عَنْ ثَابِتِ بْنِ قَيْسِ بْنِ شَمَّاسٍ

“Iksyifil ba’sa Robban naasi ‘an Tsabit bin Qois bin Syammaas”

“Hilangkanlah penyakit wahai Rabb manusia dari Tsabit bin Qois bin Syammaas.” Kemudian beliau mengambil tanah dari Bathhaan (satu lembah di Madinah), meletakkannya dalam bejana, lalu beliau meniupnya dengan air dan menyiramkannya kepada Tsabit.” [HR. Abu Daud, lihat Fathul Baari, 10/208 dan Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 1/88 no. 16951]

Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata,

وقد ثبت عنه صلى الله عليه وسلم أنه رقى لثابت بن قيس بن شماس في ماء ثم صبه عليه

“Telah tsabit (diriwayatkan dengan sanad yang jayyid) dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bahwa beliau meruqyah Tsabit bin Qois bin Syammaas di air dan menyiramkan air tersebut kepadanya.” [Fatawa Nur ‘alad Darbi, 1/329]

• Mengajari Tauhid dan Cara Meruqyah Diri Sendiri kepada Orang yang Sakit:

Inilah tugas penting seorang yang meruqyah, yaitu mengajari kaum muslimin untuk bertawakkal kepada Allah ta’ala dan memurnikan seluruh ibadah hanya kepada-Nya serta memperingatkan bahaya kesyirikan, kebid’ahan dan kemaksiatan, kemudian mengajarinya doa-doa untuk meruqyah dirinya sendiri, tidak boleh meminta ruqyah kepada orang lain, karena hal itu dapat mengurangi kesempurnaan tauhid atau bahkan menghilangkan tauhid sama sekali.

Sahabat yang Mulia Utsman bin Abil ‘Ash Ats-Tsaqofi radhiyallahu’anhu berkata,

أَنَّهُ شَكَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَجَعًا يَجِدُهُ فِى جَسَدِهِ مُنْذُ أَسْلَمَ. فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ضَعْ يَدَكَ عَلَى الَّذِى تَأَلَّمَ مِنْ جَسَدِكَ وَقُلْ بِاسْمِ اللَّهِ. ثَلاَثًا. وَقُلْ سَبْعَ مَرَّاتٍ أَعُوذُ بِاللَّهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ

“Bahwa beliau pernah mengadu kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tentang rasa sakit di badannya sejak masuk Islam, maka Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda kepadanya: Letakkan tanganmu di bagian tubuhmu yang sakit dan bacalah:

بِسْمِ اللَّهِ

“Bismillaah” (Dengan nama Allah) tiga kali.

Lalu baca sebanyak tujuh kali:

أَعُوذُ بِاللَّهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ

“A’uudzu billaahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadziru” (Aku berlindung kepada Allah dan kemampuan-Nya dari kejelekan yang aku dapati dan aku khawatirkan).” [HR. Muslim]

• Penjelasan Ulama tentang Cara Meruqyah:

Disebutkan dalam fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah,

وهي تكون بالقراءة والنفث على المريض، سواء كان يرقي نفسه أو يرقيه غيره، ومنها قراءة القرآن في الماء للمريض وشربه إياه

“Cara meruqyah adalah dengan membaca dan meniup kepada orang yang sakit, sama saja ketika ia meruqyah dirinya atau meruqyah orang lain, dan diantara caranya adalah membaca Al-Qur’an di air untuk orang sakit dan meminumkan air tersebut kepadanya.” [Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 1/88 no. 16951]

Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata,

فالرقية تكون بالقرآن، وبالدعوات الطيبة على محل الألم، ينفث على محل الألم: في صدره، أو رأسه، أو يده، أو رجله

“Ruqyah dilakukan dengan membacakan Al-Qur’an dan doa-doa yang baik terhadap bagian tubuh yang sakit, seraya meniup bagian yang sakit tersebut, apakah di dadanya, kepalanya, tangannya atau kakinya.” [Fatawa Nur ‘alad Darb, 1/325]

Beliau rahimahullah juga berkata,

الرقية تكون على المريض بالنفث عليه، وتكون في ماء يشربه المريض أو يتروش به

“Meruqyah orang yang sakit adalah dengan meniupnya (setelah membaca), dan boleh juga dengan membaca pada air dan si sakit meminumnya atau mandi dengannya.” [Fatawa Nur ‘alad Darb, 1/329]

Beliau rahimahullah juga berkata,

ولا حرج في القراءة في الماء والزيت في علاج المريض والمسحور والمجنون، ولكن القراءة على المريض بالنفث عليه أولى وأفضل وأكمل

“Tidak mengapa membacakan ruqyah di air dan minyak untuk mengobati orang yang sakit, yang kena sihir atau yang gila, akan tetapi membacakan langsung disertai tiupan kepada orang sakit tersebut lebih utama, lebih afdhal dan lebih sempurna.” [Majmu’ Al-Fatawa, 19/339]

Asy-Syaikh Mubarok bin Muhammad Al-Mili Al-Jazaairi rahimahullah berkata,

وصفة الرقية أن يقرأ القارئ على محل الألم أو على يديه للمسح بهما، أو في ماء ونحوه، وينفث أثر القراءة نفثاً خالياً من البزاق، وإنما هو نفس معه بلل من الريق

“Sifat ruqyah adalah seseorang membacakan ruqyah atas bagian tubuh yang sakit atau atas kedua tangannya untuk kemudian mengusapkannya ke tubuh yang sakit, atau membaca di air dan yang semisalnya, dan setelah membaca langsung meniup ke tubuh yang sakit tanpa meludah, yang keluar hanyalah udara disertai sedikit ludah.” [Risalatusy Syirki wa Mazhohiruhu, hal. 248]

Sumber: http://sofyanruray.info/penjelasan-ulama-tentang-cara.../

JANGAN MINTA RUQYAH...!

• Ruqyah yang Dibolehkan dan Ruqyah yang Terlarang:

Ruqyah dibolehkan apabila terpenuhi tiga syarat, apabila tidak terpenuhi maka terlarang, yaitu:

1. Meyakini bahwa ruqyah tersebut dapat bermanfaat dengan izin Allah ta’ala semata.

2. Tidak mengandung penyelisihan terhadap syari’at, yaitu syirik, bid’ah dan maksiat;

• Contoh ruqyah yang mengandung syirik seperti memohon kepada selain Allah ta’ala, adanya penyembelihan untuk selain Allah, menggunakan jimat sebagai medianya, dan lain-lain.

• Contoh ruqyah yang mengandung bid’ah seperti menciptakan bacaan-bacaan tertentu yang tidak berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, meruqyah secara berjama’ah, dan lain-lain.

• Contoh ruqyah yang menganduk maksiat seperti adanya campur baur antara laki-laki dan wanita tanpa suatu alasan darurat, peruqyah menyentuh wanita yang diruqyah, berdua-duaan dengannya, dan lain-lain.

3. Menggunakan bahasa yang dipahami, yaitu ayat-ayat Al-Qur’an dan doa-doa yang berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan mantra-mantra yang tidak dipahami maknanya. (Lihat Al-Qoulul Mufid, 1/187)

• Hukum Meruqyah dan Minta Ruqyah:

• Meruqyah orang yang sakit adalah termasuk amal shalih selama tidak mengandung perkara yang terlarang. Sahabat yang Mulia Jabir bin Abdullah radhiyallahu’anhuma berkata,

لَدَغَتْ رَجُلاً مِنَّا عَقْرَبٌ وَنَحْنُ جُلُوسٌ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرْقِى قَالَ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَفْعَلْ

“Seseorang dari kami pernah disengat oleh kalajengking, dan ketika itu kami sedang bermajelis bersama Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, maka berkatalah seseorang: Wahai Rasulullah bolehkah aku meruqyah? Beliau bersabda: Barangsiapa diantara kalian yang mampu memberikan manfaat kepada saudaranya maka hendaklah ia lakukan.” [HR. Muslim]

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam sendiri meruqyah para sahabat dan mengajarkan ruqyah kepada mereka. Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu’anha berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَرْقِى بِهَذِهِ الرُّقْيَةِ أَذْهِبِ الْبَاسَ رَبَّ النَّاسِ بِيَدِكَ الشِّفَاءُ لاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ أَنْتَ

“Bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam meruqyah dengan bacaan ini:

أَذْهِبِ الْبَاسَ رَبَّ النَّاسِ بِيَدِكَ الشِّفَاءُ لاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ أَنْتَ

“Adzhibil ba’sa Robban Naasi, bi yadikasy syifaau, laa kaasyifa lahu illaa Anta”

Hilangkanlah penyakit ini wahai Rabb di tangan-Mu kesembuhan, tidak ada yang dapat menyembuhkannya kecuali Engkau.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

• Adapun meminta ruqyah maka terbagi dua:

1. Meminta ruqyah untuk diri sendiri, hukumnya terbagi tiga:

Pertama: Meminta ruqyah yang mengandung syirik, maka hukumnya juga syirik dari beberapa sisi:

1) Karena meridhoi kesyirikan adalah kesyirikan,

2) Menggunakan jasa dukun dan mempercayai ucapannya tentang perkara ghaib,

3) Tidak jarang, pasien diperintahkan untuk melakukan syirik, seperti berdoa kepada selain Allah, menyembelih untuk selain Allah, mendekatkan diri kepada selain Allah dengan sesajen, dan lain-lain.

Kedua: Meminta ruqyah yang mengandung bid’ah dan maksiat, maka hukumnya haram.

Ketiga: Meminta ruqyah yang sesuai syari’at, hukumnya makruh, karena Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda tentang 70.000 orang yang masuk surga tanpa hisab dan azab,

هُمُ الَّذِينَ لاَ يَسْتَرْقُونَ، وَلاَ يَتَطَيَّرُونَ، وَلاَ يَكْتَوُونَ، وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

“Mereka adalah orang-orang yang tidak meminta ruqyah, tidak merasa takut sial, tidak melakukan pengobatan al-kayy (besi panas), dan senantiasa bertawakkal kepada Rabb mereka.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma]

Asy-Syaikh Abdur Rahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata,

والفرق بين الراقي والمسترقي: أن المسترقي سائل مستعط ملتفت إلى غير الله بقلبه، والراقي محسن

“Dan perbedaan antara orang yang meruqyah dan yang meminta ruqyah, bahwasannya orang yang meminta ruqyah adalah orang yang memohon, meminta suatu pemberian seraya menoleh kepada selain Allah ta’ala dengan hatinya, sedang orang yang meruqyah adalah orang yang berbuat baik (kepada yang diruqyah).” [Fathul Majid, hal. 67]

Asy-Syaikh Ibnul ‘Utsaimin rahimahullah berkata,

“Mereka tidak meminta ruqyah kepada siapa pun, karena:

1) Kuatnya penyandaran diri mereka kepada Allah ta’ala.

2) Mulianya jiwa mereka dari merendahkan diri kepada selain Allah ‘azza wa jalla.

3) Karena dalam perbuatan itu ada bentuk ketergantungan kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala.” [Al-Qoulul Mufid, 1/103]

2. Meminta ruqyah untuk orang lain, hukumnya terbagi dua:

Pertama: Meminta ruqyah yang terlarang untuk orang lain bukan untuk diri sendiri, yaitu ruqyah yang mengandung syirik, bid’ah atau maksiat, maka hukumnya juga terlarang sesuai perincian di atas.

Kedua: Meminta ruqyah yang sesuai syari’at untuk orang lain bukan untuk diri sendiri, insya Allah ta’ala termasuk tolong menolong dalam kebaikan, selama orang yang meminta tersebut tidak bergantung kepada orang yang meruqyah, dan tetap bertawakkal kepada Allah ta’ala. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah memerintahkan untuk memintakan ruqyah bagi seorang anak kecil yang tertimpa penyakin ‘ain, beliau bersabda,

اسْتَرْقُوا لَهَا، فَإِنَّ بِهَا النَّظْرَةَ

“Mintakanlah ruqyah untuknya, karena sesungguhnya ia tertimpa penyakit ‘ain.” [HR. Al-Bukhari dari Ummu Salamah radhiyallahu’anha]

Sumber: http://sofyanruray.info/jangan-minta-ruqyah/

• Ringkasan Fatwa-fatwa Ulama yang Menyingkap Kejahilah Para "Peruqyah":

1. Ruqyah syar’iyyah termasuk perkara tauqifiyyah, tidak ditentukan cara-caranya dan ketentuan-ketentuannya kecuali dengan dalil, bukan hasil uji coba para peruqyah. Disebutkan dalam fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah,

الرقية الشرعية توقيفية لا يجوز الزيادة فيها على الوجه المشروع

“Ruqyah syar’iyyah (yang sesuai syari’at) adalah tauqifiyyah (ditetapkan dengan dalil), tidak boleh menambah-nambah di dalamnya, melebihi bentuk yang disyari’atkan.” [Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 1/100 no. 18569]

2. Penentuan jenis, jumlah atau waktu bacaan surat-surat atau doa dan dzikir tertentu secara khusus harus berdasarkan dalil, tidak boleh menentukan jenis tertentu, jumlah tertentu atau waktu tertentu tanpa dalil, apalagi meyakini khasiat tertentu dari penentuan tersebut (lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 1/209 no. 2)

Contoh yang tidak ada dalilnya:

• Penentuan amalan teknik membuka penyamaran jin

• Penentuan amalan teknik menarik jin secara paksa

• Teknik membantu pasien melihat wujud asli jin yang sebenarnya, ini jelas batil bertentangan dengan firman Allah ta'ala,

يَا بَنِي آدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُم مِّنَ الْجَنَّةِ يَنزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْآتِهِمَا ۗ إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْ ۗ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ

"Wahai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia (iblis/setan) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman." [Al-A’raf : 27]

• Dan sungguh masih sangat banyak contoh penyimpangan yang dilakukan oleh orang-orang yang menyebut diri mereka "peruqyah", "praktisi ruqyah", yang kadang suka mengadakan pelatihan-pelatihan ruqyah, membuka klinik-klinik ruqyah, menyibukkan diri dengan aktivitas ruqyah dan lupa menuntut ilmu syar'i kecuali sedikit waktu saja.

3. Seluruh ayat Al-Qur’an dapat digunakan untuk meruqyah, namun lebih ditekankan beberapa surat yang terdapat padanya dalil khusus tentang keutamaannnya dalam meruqyah, diantaranya surat Al-Fatihah, ayat Al-Kursiy, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Naas dan doa-doa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam (lihat Fatawa Nur ‘alad Darb Syaikh Ibni Baz rahimahullah, 1/326)

4. Meniup di air disertai sedikit ludah setelah membaca Al-Qur’an ketika meruqyah dibolehkan, telah dilakukan sebagian Salaf dan bermanfaat dengan izin Allah. Bukanlah karena mencari berkah dengan tiupan tersebut tapi dengan Al-Qur’an yang dibaca sebelumnya. Adapun mencari berkah dengan tiupan itu saja tanpa dibacakan Al-Qur’an maka termasuk kesyirikan, karena Allah ta’ala tidak menjadikan bekas siapa pun mengandung keberkahan kecuali Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam (lihat Majmu’ Fatawa Asy-Syaikh Ibnil ‘Utsaimin rahimahullah, 1/108)

5. Ruqyah jarak jauh dengan perantara pengeras suara atau telepon tidak dibenarkan, hendaklah meruqyah secara langsung (lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 1/92 no. 6)

6. Ruqyah dengan kaset atau rekaman tidak dibenarkan karena ruqyah membutuhkan niat, keyakinan dan meniup kepada si sakit (lihat fatwa Asy-Syaikh Al-Albani dalam Silsilatul Huda wan Nur no. 616 Fatwa no. 7 dan Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 1/93 

7. Ruqyah massal dalam jumlah banyak sehingga tidak memungkinkan bagi orang yang meruqyah untuk membaca di depan orang yang diruqyah maka tidak dibenarkan (Fatwa Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan dalam Video Siaran Tanya Jawab tanggal 20/8/1435 H dan Asy-Syaikh Shalih As-Suhaymi hafizhahumallah yang kami dengar di majelis beliau di Masjid Nabawi)

8. Adapun meruqyah dua atau tiga orang yang memungkinkan untuk membaca dan meniup langsung di hadapan mereka maka tidak apa-apa (lihat Fatwa Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah dalam Fatawa Nur ‘alad Darb, 1/325)

9. Boleh berbicara dengan jin yang mengganggu si sakit untuk menasihatinya dan mengingatkannya akan bahaya menyakiti seorang muslim, dilakukan sesuai kebutuhan, tidak boleh berlebihan dalam berbicara kepadanya (lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 1/101-102 no. 16653)

10. Tidak boleh meminta bantuan jin atau menggunakannya dalam meruqyah, hukumnya haram dan termasuk sarana yang mengantarkan kepada syirik (lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 1/102 no. 2)

11. Boleh meruqyah orang kafir selain kafir harbi selama tidak mengandung penyelisihan terhadap syari’at (lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 1/103 no. 2)

12. Tidak boleh menerima ruqyah orang kafir dan berobat kepada mereka, kecuali dalam pengobatan kedokteran yang mubah seperti mengobati luka dan yang semisalnya (lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 1/104 no. 16388)

13. Tidak apa-apa mengambil upah dari meruqyah (lihat Majmu’ Fatawa Asy-Syaikh Ibni Baz rahimahullah, 19/339)

14. Membuka klinik ruqyah tidak dibenarkan karena tidak ada contoh dari Salaf dan demi menutup pintu-pintu fitnah sikap ghuluw manusia terhadap para peruqyah (lihat Fatwa Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah dalam Kitab Durus fi Syarhi Nawaaqidil Islam, hal. 157)

15. Menjadikan ruqyah sebagai profesi hukumnya haram karena tidak ada contoh dari Salaf dan akan membuka pintu-pintu fitnah para dukun yang berprofesi tersebut (dengar Fatwa Asy-Syaikh Shalih As-Suhaymi hafizhahullah dalam ceramah terekam berjudul Ittikhadzur Ruqyah Mihnatan lil Kasbi Muharramun, wa Bayaanul Mahaadziir fii Dzaalik)

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

Sumber: http://sofyanruray.info/menyingkap-kejahilan-para-peruqyah/

0 Response to "PERINGATAN DARI RUQYAH SYIRIK DAN PENJELASAN ULAMA TENTANG CARA MERUQYAH YANG BENAR:"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak