Masing-Masing Orang Memikul Dosanya dan Pertanggungjawabannya Sendiri-Sendiri

Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji hanya milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wassallam, keluarga, dan para sahabatnya, serta pengikutnya yang selalu setia dan Istiqomah.

Pada prinsipnya tanggung jawab dalam Islam itu berdasarkan atas perbuatan individu saja sebagaimana ditegaskan dalam beberapa ayat seperti ayat 164 Surat Al-An’am

قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَبْغِي رَبًّا وَهُوَ رَبُّ كُلِّ شَيْءٍ وَلا تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلا عَلَيْهَا وَلا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ مَرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (١٦٤)

Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, Padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan."(QS Al-An’am :164)

Akan tetapi perbuatan individu merupakan suatu gerakan yang dilakukan seseorang pada waktu, tempat dan kondisi-kondisi tertentu yang mungkin bisa meninggalkan akibat atau pengaruh pada orang lain. 

Oleh sebab itu apakah tanggung jawab seseorang terbatas pada amalannya saja ataukah bisa melewati batas waktu yang tak terbatas bila akibat dan pengaruh amalannya itu masih terus berlangsung mungkin sampai setelah dia meninggal?

Firman Allah Subhanahu wata'ala

وَقَالُوا يَا وَيْلَنَا هَذَا يَوْمُ الدِّينِ (٢٠)

Dan mereka berkata, “Alangkah celaka kami! (Kiranya) inilah hari pembalasan itu.” (QS. As-Saffat: 20)

Allah menjelaskan keluhan orang-orang yang ingkar akan hari Kiamat.

Ketika mereka melihat azab yang akan menimpanya, mereka menjadi sadar akan ancaman Allah melalui lisan para rasul dan hukuman yang akan mereka terima pada hari itu atas perbuatannya ketika di dunia.

Mereka memperolok-olokkan dan mendustakan para rasul serta mengingkari kebenaran ajaran yang dibawanya. 

Pada hari Kiamat mereka menyesali perbuatan dan kata-kata demikian itu terhadap diri sendiri.Ayat ini adalah percakapan yang terjadi antara sesama orang-orang kafir.

هَذَا يَوْمُ الْفَصْلِ الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تُكَذِّبُونَ (٢١)

Inilah hari keputusan yang kamu selalu mendustakannya.(QS. As-Saffat: 21)

Hari keputusan Maksudnya ialah hari Allah Subhanahu wata'ala memberi keputusan dan pembalasan kepada hamba-Nya.

Ini dikatakan kepada mereka dengan nada kecaman dan cemooh, dan Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kepada malaikat untuk memisahkan orang-orang kafir dari orang-orang mukmin dalam tempat pemberhentian mereka.

احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا كَانُوا يَعْبُدُونَ (٢٢)

(Kepada Malaikat diperintahkan): "Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah,(QS. As-Saffat: 22)

Kemudian pada hari itu diperintahkan kepada malaikat Zabaniyah untuk mengumpulkan orang-orang yang telah berbuat zalim, agar pergi ke tempat hukuman menurut kelompok perbuatan dosa mereka masing-masing, yaitu para pezina sesama pezina, pemakan riba sesama pemakan riba, demikianlah seterusnya.

Demikian pula penyembah-penyembah berhala dikumpulkan bersama berhalanya agar mereka tambah merasa malu dan sedih. Lalu mereka digiring menuju neraka Jahim.

مِنْ دُونِ اللَّهِ فَاهْدُوهُمْ إِلَى صِرَاطِ الْجَحِيمِ (٢٣)

Selain Allah; Maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka.(QS. As-Saffat: 23)

Kumpulkanlah, hai para malaikat-Ku, orang-orang yang menzalimi diri mereka sendiri dengan kekafiran bersama istri-istri mereka yang kafir dan tuhan-tuhan selain Allah yang selalu mereka sembah seperti berhala dan sekutu! Tunjukilah mereka jalan ke neraka untuk mereka lalui.

وَقِفُوهُمْ إِنَّهُمْ مَسْئُولُونَ (٢٤)

Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena Sesungguhnya mereka akan ditanya:(QS. As-Saffat: 24)

Kepada malaikat diperintahkan supaya menahan mereka di tempat pemberhentian dan menanyakan tentang apa yang mereka usahakan, serta dosa dan kemaksiatan yang telah mereka lakukan.

Pada waktu itu juga ditanyakan tentang akidah–akidah palsu yang diajarkan oleh setan yang menyesatkan hidup mereka. Persoalan ini dijelaskan dalam hadis Nabi Shallallahu 'Alaihi Wassallam:

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassallam bersabda,

"Tidaklah bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari Kiamat sebelum dia ditanya empat perkara:

Tentang umur dihabiskannya untuk apa, tentang masa mudanya dipergunakan untuk apa, lalu tentang harta yang dimilikinya diperoleh dari mana, dan dipergunakan untuk apa, lalu tentang ilmu sampai sejauh mana diamalkannya. (Riwayat at-Tirmidzi)

مَا لَكُمْ لا تَنَاصَرُونَ (٢٥)

"Kenapa kamu tidak tolong menolong ?"(QS. As-Saffat: 25)

Dikatakan kepada mereka dengan nada yang mengandung penghinaan dan cemoohan,("Kenapa kalian tidak tolong-menolong") maksudnya mengapa sebagian di antara kalian tidak menolong kepada sebagian yang lain sebagaimana keadaan kalian waktu di dunia?

Seorang yang cerdas selayaknya merenungi hal ini sehingga tidak meremehkan perbuatan baik sekecil apapun dan tidak gegabah berbuat dosa walau sekecil biji sawi. 

Perbuatan baik atau jahat itu mula-mula amat kecil ketika dilakukan, akan tetapi bila pengaruh dan akibatnya terus berlangsung lama, bisa jadi akan amat besar pahala atau dosanya. dijelaskan dalam lanjutan ayat diatas.

بَلْ هُمُ الْيَوْمَ مُسْتَسْلِمُونَ (٢٦)

Bahkan mereka pada hari itu menyerah diri.(QS. As-Saffat: 26)

Sebaliknya pada hari itu mereka tunduk kepada keputusan Allah, tidak menyelisihinya dan tidak menyimpang darinya, mereka tidak mampu menolong diri mereka sendiri.

وَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ يَتَسَاءَلُونَ (٢٧)

Sebahagian dan mereka menghadap kepada sebahagian yang lain berbantah-bantahan.(QS. As-Saffat: 27)

Pada hari Kiamat terjadi perdebatan antara pemimpin dengan pengikut-pengikutnya.

Para pengikut itu melemparkan pertanggungjawaban kepada para pemimpin mereka atas kesesatan dan kekafiran mereka.

قَالُوا إِنَّكُمْ كُنْتُمْ تَأْتُونَنَا عَنِ الْيَمِينِ (٢٨)

Pengikut-pengikut mereka berkata (kepada pemimpin-pemimpin mereka): "Sesungguhnya kamulah yang datang kepada Kami dan kanan. (QS. As-Saffat: 28)

Maksudnya: Para pemimpin itu mendatangi pengikut-pengikutnya dengan membawa tipu muslihat yang mengikat hati.

Mereka menyatakan bahwa para pemimpin itulah yang mencegah mereka berbuat kebaikan, dan menghalang-halangi mereka serta memaksa mereka untuk memeluk keyakinan pemimpin-pemimpin itu.

قَالُوا بَلْ لَمْ تَكُونُوا مُؤْمِنِينَ (٢٩)

Pemimpin-pemimpin mereka menjawab: "Sebenarnya kamulah yang tidak beriman". (QS. As-Saffat: 29)

Kemudian Allah menerangkan penolakan pemimpin mereka terhadap tuduhan tersebut. Para pemimpin itu menyatakan bahwa mereka tidak menyesatkan orang itu. 

Para pengikut sendirilah yang karena tabiatnya, menjadi kafir dan melakukan perbuatan syirik dan maksiat.

Mereka mempersekutukan Allah dengan berhala dan patung dan berbuat macam-macam dosa yang menjadikan hatinya tertutup sehingga tidak lagi mengetahui jalan yang benar lagi baik.

وَمَا كَانَ لَنَا عَلَيْكُمْ مِنْ سُلْطَانٍ بَلْ كُنْتُمْ قَوْمًا طَاغِينَ (٣٠)

Dan sekali-kali Kami tidak berkuasa terhadapmu, bahkan kamulah kaum yang melampaui batas.(QS. As-Saffat: 30)

Selanjutnya pemimpin-pemimpin itu membantah bahwa mereka memiliki kekuasaan atas pengikut-pengikutnya itu, menyesatkan dan mengkafirkannya serta tidak pernah menghalangi mereka menentukan pilihan, mana perbuatan yang buruk dan mana perbuatan yang baik.

Tetapi kecenderungan pengikut-pengikut itu sendiri yang menyebabkan mereka berbuat kekafiran dan kemaksiatan.

فَحَقَّ عَلَيْنَا قَوْلُ رَبِّنَا إِنَّا لَذَائِقُونَ (٣١)

Maka pastilah putusan (azab) Tuhan kita menimpa atas kita; Sesungguhnya kita akan merasakan (azab itu). (QS. As-Saffat: 31)

Pada hari Kiamat penyembah-penyembah berhala itu mengakui bahwa mereka dulunya bersikap melampaui batas karena pembawaan dan tabiat mereka sendiri yang cenderung kepada kekafiran dan kejahatan.

Maka sepatutnyalah bilamana pada hari Kiamat itu mereka menerima hukuman dari Allah. Balasan baik atau buruk terhadap suatu perbuatan adalah akibat yang wajar, karena perbuatan itu dilakukan dengan penuh kesadaran.

Maka masing-masing orang tidaklah perlu menyalahkan orang lain, kecuali kepada dirinya sendiri. Tidaklah wajar bila satu golongan lain saling menyalahkan. Masing-masing seharusnya menerima balasan atas perbuatannya.

Mereka yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya mendapat pahala dunia dan akhirat, dan mereka yang sesat akan masuk neraka.

Demikian janji Tuhan yang disampaikan kepada manusia melalui rasul–rasul-Nya. Penyembah-penyembah berhala teman-teman setan mengetahui janji Tuhan itu namun mereka berpaling juga dari kebaikan dan ketaatan.

Golongan pemimpin-pemimpin pada waktu itu menyatakan bahwa merekalah yang menyesatkan pengikut-pengikutnya itu.

Mereka berbuat demikian karena keinginan mereka agar pengikut-pengikut itu mengikuti jejak mereka.

Namun sesungguhnya tabiat dan usaha-usaha pengikut-pengikut itu sendirilah yang menyebabkan mereka berbuat kekafiran dan durhaka sehingga dengan demikian mereka menderita azab seperti diperingatkan sebelumnya oleh para rasul.

Ayat diatas menegaskan bahwa tanggang jawab itu bukan saja terhadap apa yang diperbuat oleh seseorang akan tetapi melebar sampai semua akibat dan bekas-bekas dari perbuatan tersebut. 

Orang yang meninggalkan ilmu yang bermanfaat, sedekah jariyah atau anak yang sholeh, kesemuanya itu akan meninggalkan bekas kebaikan selama masih berbekas sampai kapanpun, dan begitu pula sebaliknya. 

Dari sini jelaslah bahwa orang yang berbuat baik atau berbuat jahat akan mendapat pahala atau menanggung dosanya ditambah dengan pahala atau dosa orang-orang yang meniru perbuatannya. Hal ini ditegaskan dalam Surat An-Nahl: 25


لِيَحْمِلُوا أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ أَلا سَاءَ مَا يَزِرُونَ (٢٥)

(Ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebahagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, Amat buruklah dosa yang mereka pikul itu.(QS. An-Nahl: 25)

Apabila yang memerintah kejahatan atau kedurhakaan itu seorang pemimpin yang memilik kekuasaan penuh, apakah dia saja yang akan menanggung dosanya dan dosa rakyatnya karena mereka dipaksa? 

Ataukah rakyat juga harus menaggung dosanya walau mereka melakukannya dibawah ancaman paksaan tersebut?” 

Seorang penguasa dianggap tidak memaksa selama rakyat masih bisa memiliki kehendak yang ada dalam dirinya. 

Perintah seorang pimpinan secara lisan maupun tulisan tidak berarti melepaskan seorang bawahan dari tanggungjawab atas semua perbuatannya. 

Al-Quran mencela orang-orang yang melakukan dosa dengan alasan pimpinannya menyuruh berbuat dosa. Allah menyatakan sebagai berikut: 

يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوْهُهُمْ فِى النَّارِ يَقُوْلُوْنَ يٰلَيْتَنَآ اَطَعْنَا اللّٰهَ وَاَطَعْنَا الرَّسُوْلَا۠ (٢٢)  وَقَالُوْا رَبَّنَآ اِنَّآ اَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاۤءَنَا فَاَضَلُّوْنَا السَّبِيْلَا۠(٦٧)

“Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata, ‘Alangkah baiknya andaikata kami taat kepada Allah dan taat pula kepada Rasul.’ Dan mereka berkata, ‘Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan yang benar.” (QS Al-Ahzab 66-67).

Dari sini jelaslah bahwa pemimpin yang dzalim tidak akan bisa memaksa hati seseorang kendati mampu memaksa lahiriyahnya. Oleh sebab itu rakyat atau bawahan pun harus bertanggung jawab terhadap akidahnya dan perbuatannya kendati disana ada perintah dan larangan pimpinan.

Berbeda dengan hukum paksaan yang menimpa orang-orang lemah yang ditindas penguasa yang mengancam akan membunuhnya dan memang bisa dilaksanakan. 

Hal ini pernah terjadi pada masa awal Islam di Makkah dimana orang yang masuk Islam dipaksa harus murtad seperti Bilal bin Rabbah, keluarga Yasir dan yang lainnya. Mereka dipaksa menyatakan kekufuran. ( QS An-Nahl: 106 dan QS An-Nisa’: 97-99)

Tanggung jawab seorang berkaitan erat dengan kewajiban yang dibebankan kepadanya. Semakin tinggi kedudukannya di masyarakat maka semakin tinggi pula tanggung jawabnya. 

Seorang pemimpin negara bertanggung jawab atas perilaku dirinya, keluarganya, saudara-saudaranya, masyarakatnya dan rakyatnya. 

Hal ini ditegaskan Allah dalam firman-Nya: 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan..” (QS At-Tahrim: 6) 

Sebagaimana juga ditegaskan oleh Rasululah saw: “Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”

Tanggung jawab vertikal ini bertingkat-tingkat, tergantung levelnya. Kepala keluarga, kepala desa, camat, bupati, gubernur, dan kepala negara, semuanya akan dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan ruang lingkup kepemimpinannya. 

Seorang mukmin yang cerdas tidak akan menerima kepemimpinan itu kecuali dengan ekstra hati-hati dan senantiasa akan memperbaiki dirinya, keluarganya dan semua yang menjadi tanggungannya. 

Para salafus shalih banyak yang menolak jabatan sekiranya ia khawatir tidak mampu melaksanakan tugasnya dengan baik.

Pemimpin dalam level apapun akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah atas semua perbuatannya, disamping seluruh apa yang terjadi pada rakyat yang dipimpinnya. Baik dan buruknya perilaku dan keadaan rakyat tergantung kepada pemimpinnya. 

Sebagaimana rakyat juga akan dimintai pertanggungjawabannya ketika memilih seorang pemimpin. Bila mereka memilih pemimpin yang bodoh dan tidak memiliki kapabilitas serta akseptabilitas sehingga kelak pemimpin itu membawa rakyatnya ke jurang kedurhakaan, rakyat juga dibebani pertanggungjawaban itu.

0 Response to "Masing-Masing Orang Memikul Dosanya dan Pertanggungjawabannya Sendiri-Sendiri "

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak