Kisah Tentang Penampakan Jin

Bismillahirrahmanirrahim, Segala puji hanya milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga, dan para sahabatnya, serta pengikutnya yang selalu dirahmati dan Istiqomah.

Dalam sebuah riwayat, Abu Darda berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam telah bersabda: 

Jin diciptakan menjadi tiga bagian :

  1. Sepertiga dari mereka adalah anjing, ular dan menempati tempat yang paling jelek di bumi. 
  2. Sepertiga mereka adalah angin yang berbisik. 
  3. Sepertiga dari mereka tak jauh berbeda dengan bani adam, ada yang mendapat pahala dan ada yang mendapat siksa. 

Dan manusia pun terbagi pada tiga kategori :

  1. Sepertiga dari mereka memiliki hati tetapi tidak memahami, memiliki mata tetapi tidak melihat dan memiliki telinga tetapi tidak mendengar, mereka itu lebih sesat dari hewan ternak sekalipun. 
  2. Sepertiga dari manusia adalah yang memiliki jasad seperti manusia tetapi hatinya adalah hati Syetan. 
  3. Sepertiga dari manusia adalah mereka yang mendapatkan keteduhan di hari tidak ada lagi keteduhan kecuali keteduhan yang diberikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala (hari kebangkitan).

Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Banyak menyebutkan sifat-sifat Jin, dan golongan jin mempunyai berbagai kelebihan yang luar biasa seperti kemampuan terbang di angkasa atau kemampuan menempuh jarak yang sangat jauh dalam durasi waktu yang relatif singkat. 

Seperti kisah nabi Sulaiman di dalam Al Qur'an ketika dia ingin menghadirkan istana kerajaan Saba’.

“Siapa diantara kalian yang mampu membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri. Berkata Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: Aku akan datang kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu, sungguh aku benar-benar sangat kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya” (Q.S. An Naml 38-39)

Disamping itu Jin memiliki umur yang panjang dan dapat menampakkan diri kepada manusia dalam beragam bentuk.

1. Penampakan Jin dalam bentuk ular

Kisah yang diriwayatkan oleh beberapa imam yang diterima dari Abu Saa'ib Maula Hisyam bin Zahrah.

Abu Saa'ib masuk kerumah Abu Sa’id Alkhudri, Saa’ib berkata: Aku mendapati dia sedang melakukan Shalat. Lalu aku duduk menunggu dia menyelesaikan shalatnya. 

Tiba-tiba aku mendengar sesuatu bergerak di sebelah pojok rumah. Ketika kulirik ternyata seekor ular dan akupun melompat untuk memburunya. Tetapi Abu Sya’id al Khudri memberi isyarat agar aku tetap duduk. 

Dan aku pun menurutinya. Setelah selesai shalat dia menunjukkan satu rumah seraya berkata: Tidakkah kau lihat rumah itu?, “Ya” jawabku. Kemudian dia berkata lagi: Di dalamnya pernah ada seorang pemuda yang berjanji kepada istrinya. 

Pemuda itu berkata: “Kami keluar bersama Rasulullah menuju peperangan Khandak”. Pemuda itu minta izin kepada Rasulullah untuk pulang terlebih dahulu agar bertemu keluarganya (istrinya) selama tiga hari. 

Tetapi Rasulullah hanya memberi izin padanya selama satu hari seraya bersabda: Bawalah tumbakmu karena aku khawatir terjadi sesuatu kepadamu. Ketika sampai di depan rumahnya, dia mendapati istrinya sedang berdiri di luar. 

Karena kecemburuannya hampir saja dia melemparkan tumbaknya kepada si istri. Istrinya pun berseru: Simpanlah tumbakmu dan lihatlah yang ada di dalam rumahmu sehingga membuat aku keluar. 

Si pemuda itu pun masuk dengan segera, dia medapati seelor ular besar yang melingkar di atas tempat tidur. Tanpa berpikir lagi, dilemparkanlah tumbak itu ke arah ular itu hingga tertusuk. Kemudian dia keluar hendak menguburkan tubuh ular itu. 

Tiba-tiba rumahnya bergoyang dan saat itu tidak diketahui lagi apakah ular atau Si pemuda yang mati lebih dahulu?! Kemudian kami menceritakan hal tersebut kepada Rasulullah. 

Kemudian Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam bersabda: Berdo’alah kepada Allah agar Dia menghidupkannya. Dan mohonkanlah ampunan untuk saudaramu itu. 

Lalu beliau melanjutkan ucapannya, “Sungguh di Medinah ini terdapat golongan Jin islam, apabila kalian mendapatinya di dalam rumah, izinkanlah dia selama tiga hari. 

Dan apabila sudah lebih dari tiga hari dan dia masih menetap, maka silahkan kalian bunuh, sesungguhnya ular itu adalah syetan”.

Riwayat yang lain menceritakan, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam bersabda: Rumah itu memiliki penunggu. Apabila kalian mendapati sesuatu dari padanya, batasilah ia sampai tiga hari, dan ia akan pergi.

Apabila setelah tiga hari masih menetap, bunuhlah! sungguh ia adalah golongan jin kafir. Kemudian Rasulullah bersabda: Pergi dan kuburkanlah pemuda itu.

Selain hadist yang di ceritakan di atas, dalam shahih muslim diceritakan beberapa versi yang sedikit berbeda dari aspek pembahasaan dan redaksinya.

1. Sabda Rasulullah Shallallahu 'Alihi Wa sallam: “Di Medinah ini terdapat golongan jin muslim. Apabila kalian melihat sesuatu dari mereka berikanlah tenggang waktu selama tiga hari. Jika dia menetap lebih dari itu, maka silahkan bunuh. Sungguh itu adalah syetan. 

Riwayat kedua mengatakan: “Kalau tidak pergi (setelah tiga hari) Bunuhlah, sesungguhnya dia adalah golongan jin kafir.

Di dalam hadist ini sangat jelas bahwa terdapat perbedaan antara Jin dan Syetan. Oleh karena itu para ulama berbeda pendapat tentang asal mula Jin. 

Hasan Al Bashri berpendapat bahwa jin adalah anak keturunan Iblis, sedangkan manusia adalah keturunan adam, oleh karena itu diantara mereka ada yang termasuk mukmin dan ada juga yang termasuk kafir, golongan yang beriman mendapat pahala dan golongan yang kafir mendapatkan siksa. 

Mereka yang beriman adalah wali Allah dan kelompok yang kafir adalah Syetan.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Jin adalah anak keturunan Al Jaan. Diantara mereka ada yang mukmin, dan ada juga yang kafir. Sementara syetan adalah keturunan Iblis, mereka tidak akan mati kecuali berbarengan dengan binasanya si Iblis, sebagaimana dijelaskan dalam bab sebelumnya.

2. Sabda Rasulullah Shallallahu 'Alihi Wa sallam: “berikan dia tenggang waktu selama tiga hari”

Dalam kitab ‘Risalah” karangan Abu Zaid al Qoiruwani dalam tinjauan fiqh, sebagaimana dia tuliskan, “Jika ada ular di dalam rumah yang terjadi di Medinah, wajib memberi jeda waktu selama tiga hari (sebelum membunuhnya). 

Sedangkan apabila terjadi di luar kota Medinah, pemberian tenggang waktu selama tiga hari tersebut tidak wajib hukumnya, hanya bersifat anjuran saja. 

Redaksi atau cara memberikan masa tenggang selama tiga hari tersebut adalah dengan berkata: “Apabila kamu beriman kepada Allah dan hari akhir, dan kamu adalah sebagai muslim, maka jangan muncul lagi setelah hari ini, dan janganlah menyakiti kami. 

Apabila kamu muncul lagi, maka kami akan membunuhmu”. Ucapan ini ditujukan kepada ular yang tidak memiliki dua tanda di atas punggungnya. Tanda dua garis hijau dan biru. Dan tidak juga pada ular yang buntung (tidak memiliki ekor). 

Kemudian beliau bersabda: Dan tidak pula mengucapkan pemberian tenggang waktu tersebut pada ular yang didapati di padang pasir atau di jalanan. Ular-ular tersebut dianjurkan untuk langsung dibunuh tanpa mengucapkan pemberian tenggang waktu padanya.

Kesimpulannya adalah: bahwasanya, Rasulullah hallallahu 'Alihi Wa sallam. Menyuruh kita untuk memperingatkan terlebih dahulu ular yang muncul di rumah (terutama di Medinah) sebelum kita membunuhnya. 

Sedangkan ular yang ada dijalanan, ular yang memiliki dua garis hijau dan biru di punggungnya dan ular yang buntung ekornya, maka bisa langsung membunuhnya tanpa mengucapkan pemberian tenggang waktu selama tiga hari sebagaimana yang dijelaskan di atas.

Riwayat dalam kitab “Khoirul Basyar”

Beberapa shahabat Rasulullah hendak menunaikan ibadah haji. Di dalam perjalanan mereka menemukan seekor ular putih yang melingkar di tengah jalan. 

Ular tersebut menebarkan harum minyak misk. Salah satu dari para shahabat tersebut berkata kepada yang lainnya: “Silahkan berangkat dahulu, aku merasa tidak tenang apabila tidak melihat apa yang terjadi pada ular itu”. 

Tidak lama kemudian ular itu pun mati (dengan sendirinya). Wangi harum itu membuat aku beranggapan bahwa ada sesuatu yang berharga dan bernilai baik pada ular tersebut. 

Lalu aku membungkusnya dengan sehelai kain dan menguburkannya. Akupun melanjutkan perjalanan dan datang menemui shahabat-shahabat yang tengah makan malam. Ketika kami sedang duduk, datanglah empat orang perempuan dari arah barat. 

Salah satu dari mereka berkata: Siapa diantara kalian yang telah menguburkan mayat Umar? Kami semua merasa heran dan kemudian bertanya: Siapa Umar yang kalian maksud? 

Mereka malah balik bertanya: Siapa diantara kalian yang telah menguburkan bangkai ular tadi? Dan shahabat yang mengubur ular itu pun mengakuinya. 

Perempuan itu berkata lagi: Demi Allah sebenarnya engkau telah menguburkan jasad hamba Allah yang sedang berpuasa, ia adalah orang yang beriman atas apa yang diturunkan oleh Allah, serta beriman kepada nabi kalian Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa sallam. 

Dia telah mendengar sifat Muhamad 400 tahun sebelum pengutusannya. Shahabat yang menguburkan ular tadipun mengucapkan puji atas nama Allah. Lalu kami pun menunaikan kewajiban ibadah haji. 

Ketika kami bertemu dengan Umar bin khattab, kami menceritakan peristiwa yang kami alami. Saidina Umar berkata: Benar, aku pun mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam pernah bersabda tetang hal ini.

Riwayat yang diterima dari Ibnu Umar Radiallahu ‘anhu

Ibnu Umar r.a. berkata: Ketika aku bersama Amirul Mu’minin Ustman bin ‘Affan Radiallahu ‘anhu. Tiba-tiba datang seorang laki-laki seraya berkata: Maukah aku ceritakan tentang kisah yang akan membuatmu terheran-heran wahai Amirul mu’minin? 

Saidina Utsman menjawab; Ceritakanlah! Dan lelaki itu pun bercerita: Suatu ketika aku berada di sebuah lapangan. Aku menyaksikan susuatu yang saling melingkar, keduanya saling bergumul dan kemudian keduanya berpisah dan ternyata dua ekor ular. 

Salah satu dari keduanya mati, rupanya mereka telah bertarung. Lalu aku mengahampirinya, dan aku menemukan hal yang baru terjadi pada seekor ular. Ada harum wangi misk pada ular yang berwarna kuning bening itu. 

Aku yakin ada kebaikan pada wangi misk itu. Kemudian aku mengambi dan menyimpannya dalam lipatan sorbanku lalu menguburkannya.

Kemudian aku berjalan, tiba-tiba terdengar suara: Semoga Allah memberi hidayah kepadamu, sesungguhya kedua ular ini adalah Jin. 

Keduanya bertikai, dan ular yang kau kuburkan itu telah bersyahadat. Dia adalah salah satu Jin yang mendengar wahyu Allah dari Rasul Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa sallam.

Kisah tentang Keutamaan Pribadi Umar bin Abdul Aziz Radiallahu ‘anhu

Suatu ketika Umar bin Abdul Aziz Radiallahu ‘anhu sedang berjalan. Beliau mendapati seekor bangkai ular, lalu beliau membungkusnya dengan sorban beliau sebagaimana mengapani mayat lalu menguburkannya.

Tiba-tiba terdengar suara: Sungguh aku telah mendengar bahwa Rasulullah berkata padaku bahwa aku akan mati disuatu tempat dan orang yang akan menguburkanku adalah seorang yang solih.

Saidina Umar bin Abdul Aziz berkata: Siapa Engkau? Jawabnya: Aku adalah sebagian orang (bangsa jin) yang turut mendengarkan kalimat-kalimat al Qur’an dari Rasul Muhamad Shallallahu 'Alaihi Wa sallam.

Banyak sekali kisah yang menceritakan tentang penampakan jin dalam bentuk ular, atau bahkan ada yang menampakkan diri dalam bentuk hewan-hewan yang lain.

2. Penampakan Jin dalam Sosok Seorang Laki-laki

Sebagaimana al Qur an, al Hadits dan Khabar Shahabat menjelaskan, bahwa Jin dan Syetan pun terdiri dari laki-laki dan perempuan. 

Dibawah ini adalah Nash-nash yang menunjukkan bahwa bangsa Jin pun terdiri dari laki-laki dan perempuan.

1. Dalam beberapa ayat Al Qur’anul Karim, diantaranya: 

Q. S. Al Ahqaaf : 29 - 32

29. “Dan ingatlah ketika Kami hadapkan serombongan Jin kepadamu yang mendengarkan al Qur’an, maka tatkala mereka mengahdiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata: “Diamlah kamu untuk mendengarkannya”. Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan (29) 

30. Mereka berkata: “Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (al Qur’an) yang diturunkan sesudah Musa 'alaihi.sallam. yang membenarkan kitab-kitab sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus (30) 

31. Hai kaum kami, terimalah (Seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosadosa kamu, dan melepaskan kamu dari azab yang pedih(31) 

32. Dan orang-orang yang tidak menerima (seruan) orang yang menyeru kepada Allah maka dia tidak akan melepaskan diri dari azab Allah di muka bumi dan tidak ada baginya pelindung selain Allah. Mereka itu dalam kessatan yang nyata (32)”.

Q. S. Al Jin: 1

“Katakanlah Hai Muhamad: “Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya sekumpulan Jin telah mendengarkan al Qur’an, lalu mereka berkata: Sesungguhnya kami telah mendengarkan al Qur’an yang menakjubkan”.

Q. S. Al Jin: 6

“Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki diantara manusia meminta perlindungan kepada beberapa orang laki-laki diantara Jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan”.

Kata An-Nafar” mengandung arti seseorang laki-laki. Dan kesimpulan dari beberapa ayat di atas antara lain:

1. Bahwasanya Jin telah mendengarkan al Qur’an yang dibacakan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam secara langsung. 

Dan mereka beriman dengan apa yang mereka dengar dan menjadi pengikut Rasulullah dan utusan-utusan Allah sebelum Muhamad Shallallahu 'Alaihi Wa sallam.

2. Jin-jin tersebut mensifati al Qur’an sebagai pemberi petunjuk ke jalan yang benar dan lurus.

3. Jin terdiri dari dua golongan: satu golongan dari mereka termasuk mu’min dan segolongan lagi adalah kafir, tidak jauh berbeda dengan kondisi manusia, ada yang beriman dan ada yang kufur terhadap yang dibawa oleh Muhamad Shallallahu 'Alaihi Wa sallam. 

Oleh karena itu, maka Jin tidak bisa disebut bagian dari golongan Syetan. Jin yang mendapat hidayah Allah maka dia beriman dan taat pada Allah. Sedangkan Jin yang sesat maka dia berada di dalam kesesatan. 

Sementara Syetan, maka selamanya dia berada di dalam kesesatan, mengikuti leluhur mereka yaitu Iblis la’natullah alaih, dan seluruh makhluk di alam ini melaknatnya.

2. Hadist Rasulullah Shallallahu 'Alsihi Wa sallam:

Sebagaimana keterangan di dalam hadist-hadist yang kami kemukakan di awal, tatkala Jin-jin itu terhalangi dari pencurian dengar, dan mereka diserang oleh suluh api, mereka berkata itu adalah urusan yang baru. 

Maka pergilah tujuh atau sembilan orang Jin yang termulia, Jin Nashobin atau Jin Ninuu. Mereka adalah golongan laki-laki. Mereka singgah di Lembah Nakhlah dan kemudian menghadap Rasulullah. 

Sementara Rasulullah tengah melaksankan Shalat malam, lalu jin-jin tersebut mendengarkan bacaan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam. 

Dalam tafsir Al Kasyaf dijelaskan: Dalam sebuah riwayat dari Ibnu mas’ud, dia berkata: Tidak ada yang mengetahui saat malam Jin datang kepada Rasulullah kecuali aku. 

Kemudian kami menuju tempat yang tinggi di suku Hajwan, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam membuat lingkarai yang mengitariku, seraya berkata: Jangan keluar dari lingkaran ini sampai aku kembali. 

Kemudian beliau membaca Al Qur’an, dan aku mendengar suara sangat gaduh sehingga Rasulullah diselimuti kabut hitam yang tebal, sampai-sampai aku tidak mendengar bacaan beliau. 

Setelah beberapa saat, beliau bertanya: Apakah engkau melihat sesuatu? “Ya” jawabku. “Aku melihat seorang laki-laki hitam yang mengenakan pakaian putih”. Rasulullah berkata: mereka adalah golongan Jin Nashobin.

Di Mekah al Mukaromah terdapat Masjid yang terletak di depan kuburan Al Ma’la. Dikenal dengan Masjid Al Jin. Dalam kitab Akhbaru Makkah, Al Azraqi menuturkan tentang hal ini, dia berkata: 

Tempat itu adalah tempat dimana Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam membuat garis yang melingkari Ibnu Mas’ud di malam golongan Jin mendengarkan bacaan Al Qur’an yang dibacakan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam disebut juga Masjid Bai’ah, sebab disitulah golongan Jin berbai'at kepada Rasulullah. 

Di seberang mesjid itu pun terdapat sebuah masjid yang dikenal dengan nama masjid Asy-Syajaroh. Setiap pintu masjid bertuliskan nama “Masjid Al Jin” dan “Masjid Asy-Syajaroh”. 

Banyak para jemaah haji atau jama’ah umroh yang melihat kedua masjid ini, dan mereka lebih mengenalnya dengan masjid Jin. 

Ada sebuah cerita yang mengherankan saya alami saat saya menuntut ilmu di kota Mekkah al Mukaromah ini, kurang lebih sekitar tahun 1971M. 

Saat itu hadir juga dua saudara saya Said Al Haj Ad Dausy dan Ibrahim Zainal Abidin beserta putra saya Usamah. Kami berempat berangkat dengan tujuan berziarah ke kuburan Al Ma’la, dimana dimakamkannya Sayyidah Ummul Mu’minin Khadizah binti Khuwailid radiallahu 'anha. 

Kami berjalan melintasi masjid Jin yang saya ceritakan di atas. Sementara matahari sudah hampir tenggelam, kami naik ke masjid tersebut, tapi pintu masjid tersebut belum terbuka, dan masih terkunci. 

Di depan pintu masjid tersebut kami menceritakan tentang kisah Jin. Tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang tinggi kurus, karena tingginya sehingga pandangan mata saya tidak bisa melihat seluruh badannya kecuali dengan menengadahkan kepala. 

Kemudian dia membukakan pintu dan menyambut kami, lalu dia pun sholat. Kami pun melaksakan shalat dua raka’at, dia sama sekali tidak berbicara kepada kami. Dan kami yakin dia adalah seorang jin muslim karna postur tubuhnya yang aneh lain dari pada yang lain. 

Jin ini berusia sekitar sembilan puluh atau seratus tahun, gerakannya demikian cepat, dan kami tidak mendengar perkataan darinya kecuali sedikit.

3. Pernyataan Khabar Shahabat

Dalam kitab Asadul Ghabah terdapat hadist:

1. Diriwayatkan dari Malik bin Dinar dari Anas berkata: Aku bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam berada di luar pegunungan Mekkah. 

Tiba-tiba datang seorang tua yang bersandar pada tongkatnya. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa sallam  berkata: Engkau dari golongan jin?… Dia menjawab: Ya. 

Nabi bertanya lagi: Dari golongan jin apa? Dia menjawab: Aku Hammah bin Al Haim. Terjadilah perbincangan yang panjang antara nabi dengannya, dan hadist ini sering dijadikan rujukan.

2. Dan mungkin anda masih ingat kisah Jarir bin Abdullah Al-Bakhili yang bertemu dengan seseorang dari golongan jin yang tubuhnya seperti tumbak dengan kepala yang kecil.

3. Golongan Jin yang Suka Bercinta

1. Dalam kitab “Aja’ibul Makhluqaat”, Diriwayatkan dalam majlis Umar bin Khattab radiallahu 'anhu. Seseorang dari Bani Harist bercerita: 

Aku pergi ke Syam sebagai orang yang ke sepuluh di antara para shahabat, waktu itu aku terlambat dan terjebak di perjalanan karena gelapnya malam. 

Kemudian aku melihat cahaya api dari kejauhan, lalu ku hampiri. Di sana terdapat sebuah kemah yang didepannya nampak seorang budak perempuan yang cukup cantik. 

Lalu aku bertanya kepadanya: Apa yang sedang engkau lakukan di sini? Ia menjawab: “Saya adalah seorang budak dari Fazirah, Ifrit yang membawaku, dia datang padaku di waktu siang dan menghilang pada waktu malam”. 

Kemudian aku mengajaknya untuk pergi tetapi dia menolak dan berkata: “Aku khawatir ifrit itu membinasakanku”. Aku membujuknya untuk berangkat, kemudian menaikkannya ke atas untaku.

Kami menyusuri jalan sampai terlihat pajar menyingsing. Tibatiba datang seekor burung unta yang tinggi yang ditunggangi oleh seseorang. 

Budak perempuan itu berbisik: “Nah, dia telah datang, apa yang akan engkau lakukan sekarang?” Lalu ia turun dan berpaling dari untanya. 

Dan ia pun membuat lingkaran melindungi dirinya sambil membacakan beberapa ayat seraya berlindung kepada Allah subhanahu wa ta'ala. 

Yang baru datang tadi menghampiriku dan berkata; Wahai orang yang menginginkan kematian, takdir telah memanggilmu Lepasakanlah wanita itu dan pergilah!

Aku adalah Amru, raja dari kematian Akupun menjawab: Wahai yang mengharapkan kehancuran, kebodohanlah yang menyerumu, lepaskanlah wanita itu, dan pergilah. 

Dan dia bukanlah orang yang merindukan Jin Kemudian dia muncul dalam bentuk singa. Kami pun berkelahi dan tidak ada yang kalah, lalu dia bekata: 

Aku menawarkan kepadamu tiga pilihan, asal engkau melepaskan wanita itu. “Apakah itu?” Kataku: Dia menjawab: “Potonglah rambut dari ubun-ubun ku dan berikanlah wanita itu”.

Lalu aku berkata : Rambutmu adalah hal yang paling hina bagiku. Dia berkata lagi: Kalau begitu ambilah unta yang ku tunggangi Aku berkata: Aku tidak akan menjual Agama untuk dunia.

Dia berkata lagi: Ku hambakan diriku untukmu. Aku berkata: Aku tidak memerlukan penghambaanmu. Kemudian Dia berkata: Jasadku telah di dera oleh rasa cinta dan kerinduan.

Yang menyiksa diriku tiada lain adalah Kecintaan dan kerinduan padanya. Wahai kekasihku salam keselamatan bagimu Angin kerinduan ini tidak akan berhembus di tanah yang rendah atau pun di tanah yang tinggi.

Kemudian setelah itu, aku pulang membawa budak perempuan itu kepada keluarganya. Selanjutnya aku di nikahkan karena dia memiliki beberapa anak perempuan.

2. Dalam kisah karomahnya syekh Abdul Qadir Jaelani radiallahu 'anhu.

.Dikisahkan bahwa seorang laki-laki keturunan Bagdad mengadukan masalah kepada Syekh Abdul Qadir Jaelani bahwa anak perempuannya diculik oleh jin dari atap rumahnya, anaknya tersebut masih perawan. 

Syekh Abdul Qadir berkata; Pergilah malam ini ketempat reruntuhan rumah itu. Lalu duduklah pada tumpukan reruntuhannya. 

Buatlah garis melingkari dan kamu ditengahnya seraya membaca Basmallah atas niat Syekh Abdul Qadir Jaelani. Nanti, ketika gelap datang, akan datang kepadamu segolongan jin dalam berbagai bentuk.

Jangan sampai pemadangan tersebut membuat kamu terkesima dan takut. Dalam barisan jin tersebut terdapat rajanya dan dia akan mempertanyakan kepadamu tentang kebutuhanmu, katakanlah kamu di utus oleh syekh Abdul Qodir Jaelani. 

Lalu ceritakan perihal anakmu. Dan dia akan mempertanyakan apa kebutuhanmu?. Lelaki itu berkata: Aku pun pergi dan melaksanakan apa yang di perintahkan oleh Syekh Abdul Qodir Jaelani. 

Kemudian nampaklah sesuatu yang mengacaukan pandangan mataku. Tetapi sesuatu itu tidak mampu mendekat (tidak mampu memasuki lingkaran yang ada di sekitarku). 

Mereka tetap bergerombol mengerumuniku sampai datang raja mereka menunggangi mereka. Lalu berhenti di hadapan lingkaran yang kubuat seraya berkata: Wahai manusia, apa keperluanmu datang ke sini?

Aku menjawab: Sekh Abdul Qodir Jaelani telah mengutusku kepadamu. Lalu dia turun dari kudanya dan duduk di luar lingkaran yang ku buat bersama bala-tentaranya lalu berkata: Apa yang sebenarnya terjadi padamu?

Lalu kuceritakan anak gadisku padanya. Raja Jin itu berkata kepada bala tentara Jin yang ada sekitarnya: Demi diriku, siapa di antara kalian yang telah melakukan hal itu ? Lalu datang satu raksasa Jin dan saat itu anakku ada bersamanya.

Raja Jin berkata padanya: Apa yang membuat kamu mencuri anak gadis ini? Dia menjawab: Dia yang menimpaku lalu aku memukul pundaknya dan membawanya. Pada Akhirnya dia pun memberikan anak gadis itu .

4. Kaum Perempuan dari golongan Setan

Hadist tentang ayat ini berisi banyak dipertentangkan apakah benar-benar ada atau rekaan belaka: 

1. Anak perempuan Iblis 

Manusia, ketika menginjak usia dewasa dan sudah datang masa taklif (bagi laki-laki) biasanya diawali dengan ihtilam (mimpi jima) sampai keluar mani dalam tidurnya.

Apa yang mewajibkan dia mandi besar itu diakibatkan karena persetubuhan dengan anak perempuan iblis (dalam mimpinya) seolah-olah dia menikmati persenggamaan dalam khayalnya sehingga mengeluarkan air mani.

Banyak orang yang mengatakan bahwa itu semua (mimpi jima) disebabkan oleh anak perempuan iblis demikian yang terjadi pada laki-laki ketika menginjak dewasa. 

Sementara perempuan yang menginjak dewasa tidak berani menyebutkan bahwa dia melihat anak laki-laki iblis dalam mimpinya ketika dia mengalami ihtilam, padahal perempuan itu mengalami hal yang sama. 

Hanya saja rasa malu mereka yang besar sehingga tidak berani menuturkannya. Sebab dalam sebuah riwayat menceritakan ada seorang perempuan dari kaum Anshor bertanya kepada Rosulullah: 

Apakah bagi perempuan yang mimpi jima itu wajib mandi besar? Rosullullah menjawab: Ya, apabila dia menemukan air. 

Dari Hadist ini jelaslah bahwa baik laki-laki ataupun perempun wajib mandi besar apabila mandi jima karena khayalan persenggamaannya dengan anak perempuan atau laki-laki Iblis. 

Hadist ini juga menunjukan bahwa perempuan mengalami ihtilam ketika menginjak dewasa, tidak hanya haid saja.

Siapakah Anak Perempuan Iblis Itu?

Apabila bukan dari syetan Jin, maka yang dimaksud dengan anak perempuan Iblis ini adalah imajinasi syetan-syetan manusia.

Di dalam sebuah hadist Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam pernah bersabda:

“ArRu’ya (mimpi yang menjadi petunjuk) adalah dari Allah sedangkan ihtilam (mimpi jima) berasal dari Syetan”

Anak perempuan iblis dikenal oleh banyak orang (seperti penjelasan di atas), anda pernah menemukannya dalam mimpi anda atau belum? Anda sendiri yang dapat mengetahui jawabannya.

Hadist serupa berkenaan dengan hadirnya anak perempuan iblis di dalam mimpi orang yang menginjak dewasa, juga terjadi ketika ada dalam kesadaran sepenuhnya. 

Sebagaimana yang diceritakan oleh salah satu kawan saya yang bernama Ustadz Kabir Muhamad Bakri Said Ahmad Abu Haraz. 

Dia sering menceritakan peristiwa yang pernah menimpanya, karena peristiwa aneh yang menimpanya itu benar-benar telah mengubah prinsip dan jalan hidup menjadi lebih terarah. 

Pada saat saya berada pada masa kejayaan diriku kata dia ketika masa muda yang sangat perkasa sekitar tahun 1905, aku benar-benar gagah dan berjaya saat itu. 

Pada satu malam aku hendak mengunjungi seorang kawan di kampung Daumah, di Zimbabwe, Ummu Darman. 

Dalam perjalan saya melihat tiga orang gadis yang kecantikannya tidak pernah saya temukan sebelumnya, suara mereka pun terdengar begitu lembut menghiasi perbincangan mereka yang terdengar sangat asyik. Sampai saya pun terpesona dan sungguh, hati saya telah terpikat oleh mereka. 

Kemudian saya mengikuti mereka dari belakang, sesekali mereka melirik ke arah saya, lirikan dan pandangan matanya membuat saya ingin memiliki dan mencintainya. 

Sungguh syetan telah menghiasi pandangan mata saya saat itu, sehingga saya benar-benar terpikat. Beberapa waktu kemudian, salah seorang di antara mereka memisahkan diri dan masuk ke sebuah rumah, mungkin itu rumahnya. 

Setelah beberapa saat, yang kedua pun memisahkan diri dan masuk kerumahnya. Dan yang tertinggal tinggal satu orang berjalan di depan saya.

Kemudian saya memberanikan diri untuk mendekatinya, dan terjadilah perbincangan diantara kami berdua. Setelah tidak jauh berjalan dia mengajak saya masuk ke dalam rumahnya, katanya dia tinggal sendiri dan tidak seorang pun yang menemaninya.

Dan katanya; “Tidak ada yang menghalangi kebersamaan kita. Sungguh malam yang pekat dengan segala ketenangannya akan membuai suasana kita saat ini”. 

Aku pun ikut masuk ke dalam rumahnya. Dan tidak dapat saya ceritakan apa yang terjadi kemudian, sampai saya tertidur lelap hingga saat pajar menjelang.

Karena terdengar kumandang adzan Shubuh, aku baru terbangun. Ternyata aku berada ditengah-tengah pekuburan dan sedang berpelukan dengan bangkai Himar (kuda kecil). 

Sejak saat itu saya menderita sakit panas yang sangat, sehingga saya tidak sadarkan diri dan berada di bawah halusinasi. 

Ketika Allah Yang Maha Kuasa memberikan kesembuhan, peristiwa tentang syetan yang ghaib itu membuat saya bertobat dan merubah seluruh tingkah laku burukku. 

Dan dengan rahmat Allah Subhanahu Wa Ta'ala saya merasa terlindung dari godaan syetan yang terkutuk.

2. Hantu perempuan

Dia adalah penyihir di antara Jin. Orang Arab menganggap bahwa di antara mereka ada yang bisa menikah dengan hantu perempuan ini. Bahkan kemudian memiliki keturunan darinya.

Sya’ir mereka menyebutkan: “Wahai pembinasa Allah, anak hantu perempuan Umar bin Yanbu’ adalah anak yang paling buruk tingkah lakunya (syarrunnat)”

Kata Syararunnat” maksudnya adalah Syaraarunnas. Bacaan ini adalah dialek bahasa Qabilah Yaman yang mengganti huruf Sin dengan huruf Ta sehingga Annaas dibaca Annaat. 

Kisah perpaduan antara manusia dengan jin atau Syetan seperti ini banyak diceritakan.

5. Ikatan Suami Istri dengan jin

Ada dua kisah nyata yang terjadi di Mesir: 

Kisah pertama:

Dalam kitab Al Insan wa Asybaahu al Jin yang ditulis oleh Asy-syahiir dan Ashohafy al Qadir, dan disusun oleh Al Ustadz sa’id Isma’il. 

Berkenaan dengan fenomena ini diceritakan bahwa sepanjang tahun 1980 dan setelah tahun tersebut, masyarakat banyak dikejutkan oleh kabar seseorang yang dapat mendiagnosa penyakit, sehingga dijadikan tempat untuk pengobatan dan penyembuhan bagi sebagian besar penduduk. 

Orang ini bisa dikatakan termasuk orang yang buta huruf, namanya adalah Abdul Aziz Muslim Syaid Abul Kaaff, yang lebih dikenal dengan nama Abul Kaaff. 

Saat buku ini ditulis, Dia berusia sekitar 30 tahun. Dia putus sekolah ketika menginjak kelas dua I’dady (Sekolah Dasar). Yang selanjutnya dia menjalani karir kehidupannya di gudang persenjataan. 

Pada tahun 1966 M, dia mengalami sakit yaitu patah tulang. Kurang lebih ketika terjadinya perang dingin tatkala dia berada dalam pasukan garda depan di Terusan Swiss. 

Sehingga dia mengalami lumpuh yang sangat parah pada tulang betisnya dan mengakibatkan dia harus meninggalkan gudang persenjataan dan kembali hidup di desa bersama sanak famili dan keluarga lainnya.

Suatu malam, Abu Kaaff merasa gelisah dan tidak bisa tidur. Tiba-tiba muncul seorang perempuan yang mengenakan pakai putih dengan jilbab dan penutup kepala yang sama-sama putih.

Pada awalnya perempuan itu muncul dalam bentuk asap di balik dinding kamar, yang kemudian semakin menebal dan membentuk sesosok tubuh perempuan. 

Kemudian dia berkata: “Saya adalah al Hajjah, saya sanggup menyembuhkan penyakit lumpuh yang ada pada kakimu, asalkan dengan satu syarat”. 

Abu Kaaff tidak sanggup menjawab, ia masih terkesima dan ketakutan. Sehingga membuat lidahnya kelu tidak mampu berucap sepatah kata pun. Malahan badannya basah dengan keringat di sekujur tubuh. 

Perempuan itu mengulangi perkataannya seraya memberitahukan bahwa dirinya adalah seorang jin Mu’min yang ingin menolongnya. 

Selanjutnya dia (perempuan itu) menghilang kembali di telan oleh dinding di mana pertama kali dia muncul. Abul Kaaff sendiri merasa takut dan mengabarkan kejadian tersebut kepada keluarganya. 

Akan tetapi mereka semua menganggap hal itu mustahil terjadi dan mereka mengira itu merupakan rekaan Abul Kaaff belaka, Abul Kaaff tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menyimpan ceritanya sendiri.

Di malam kedua perempuan itu pun muncul lagi. Demikian juga di malam yang ketiganya. Dan pada akhirnya Abul kaaff balik bertanya: Syarat apa yang harus dipenuhinya. 

Perempuan itu menjawab: “Syaratnya adalah engkau harus menikahi putri ku, dan engkau akan sembuh dari kelumpuhan yang kau derita selama ini. Karena putri ku lah satu-satunya yang dapat mengobati penyakitmu itu. 

Kemudian Abul Kaaff meminta waktu untuk berfikir. Setelah itu, Abul Kaaff menjadi lebih sering berada sendiri di dalam kamar, pada waktu malam dia selalu masuk kamar lebih awal dengan alasan untuk tidur lebih awal.

Selanjutrnya datanglah Al Hajjah tadi bersama dengan putrinya. Keduanya diam di kamar itu, makan minum dan bercakap-cakap dengan Abul Kaaff. 

Putrinya itu teramat baik parasnya, elok, cantik dengan tubuh yang semampai dengan karakteristik kewanitaan yang sangat sempurna. 

Halus, lembut, hangat dan begitu teduhnya (sebagaimana diceritakan oleh Abul Kaaff). Dan pada akhirnya Abul Kaaff setuju untuk menikahi putri Al Hajjah (jin Mu’min) tersebut.

Malam berikutnya berlangsunglah pernikahan Abul Kaaff dengan putri Al Hajjah tadi dengan diiringi permainan musik di dalam kamar Abul Kaaff secara tersembunyi. Yang kemudian pengantin perempuan memboyong pengantin laki-laki dengan iringan rebana.

Si Istri mendekap suaminya setelah Al Hajjah meninggalkan mereka berdua, setelah peristiwa itu Abul Kaaff merasakan energi yang tersalur pada tulang betisnya yang lumpuh sehingga dan digerakkannya kembali.

Beberapa hari kemudian, ibu Abu kaff beserta keluarganya merasa gembira melihat Abu kaff yang sudah bisa berjalan sendiri.

Akan tetapi kebahagiaan tersebut terasa tidak sempurna, ada kejanggalan pada prilaku Abu Kaff dalam kesehariannya. Abu Kaff jadi lebih sering menyendiri di dalam kamar. 

Dia keluar hanya seperlunya saja. Bahkan terkadang makan, minum dan mandinya pun di dalam kamar. Dia melewati malam dan siang hanya di dalam kamar saja.

Suatu ketika, saudara Abul Kaaf melihat Abu Kaff berbincangbincang sendiri, seolah berbicara dengan seseorang, tetapi tidak terlihat oleh saudaranya itu. 

Sampai sedemikian sering, Abu Kaff disangka telah hilang ingatan. Sementara itu, Abu Kaff malah merasa bahagia mendapatkan istri yang cantik jelita. 

Dan dalam jangka waktu dua tahun, Abu Kaff sudah memiliki dua orang anak, dengan tetap tinggal di dalam kamar. Pada suatu malam, Al Hajjah ibu istri Abu Kaff- datang berkunjung. 

Dan menyarankan agar Abu Kaff segera pindah dan menyuruh Abu Kaff untuk menjadi tabib, membantu orang dalam menyembuhkan penyakit apa saja. Karena kawatir dengan keadaan rumah yang sudah tidak memungkinkan lagi untuk tinggal di situ.

Tiga hari kemudian, Abul Kaff mengontrak sebuah rumah sederhana di sebuah kota. Di situ dia memulai aktifitas baru, yaitu dengan menjadi seorang tabib. 

Abu Kaff mampu menyembuhkan berbagai penyakit, seperti kemandulan, lumpuh, ginjal, lever, jantung, bahkan sanggup melakukan oprasi bedah seperti bedah limpa, atau juga kangker payudara. Dia mengambil upah sebesar 25 Found untuk setiap pendiagnosaan (deteksi atau pemerikasaan penyakit). 

Diagnosa tersebut dilakukannya hanya dengan melihat dan mengamati si pasien. Dan untuk pengobatan atau oprasi, pasien tidak dipungut biaya. Dia mengobati penyakit dengan berbagai ramuan tanaman. Atau terkadang membeli obat tertentu di apotik.

Ketika reputasinya mulai mencuat, berita tersebut kemudain tersebar di lingkungan sekitarnya. Sampai kepada Muhamad Adil Ath Thalawi selaku pengawas ditempat Abu Kaf mengontrak rumah.

Mengamati aktifitas Abu Kaff yang membuka pengobatan tanpa izin resmi. Kemudian dia mengeluarkan surat izin atas namanya dengan syarat mengambil pungutan dari Abu Kaff. 

Kemudian sampai kepada Ahmad al Husen (wakil kepala di tempat tersebut) bahwa Abu Kaff melakukan itu semua dengan bantuan al-Hajjah (mertua Abu Kaff dari golongan jin).

Ketika Wakil kepala tersebut bertanya tentang identitas Al Hajjah, terkejutlah dia karena ternyata dia bukan manusia melainkan Jin mukmin. 

Kemudian dia mencabut surat izin dan memerintahkan agar menahan Abu Kaff selama emapat hari, untuk dituntut di mahkamah pengadilan. 

Akan tetapi, belum juga rencana tersebut dilakukannya, wakil kepala tersebut merasakan sakit yang sangat di kepalanya. 

Sehingga terpaksa harus pulang meninggalkan kantornya. Dan dia mesti banyak istirahat akibat sakit yang dideritanya.

Pada hari Selasa, 15 April 1980, dilaksakanlah sidang pengadilan di tempat Abu Kaff menyewa rumah tersebut. Resmi di bawah kuasa Hakim Rif ’at ‘Akasyah. 

Datanglah Abu Kaff dengan segala tuduhan atasnya. Kemudian, Hakim menguji kebenaran Abu Kaff. Abu Kaff melakukan diagnosa penyakit pada beberapa orang yang dipinta oleh Pengacara. 

Dan Abu Kaff dapat melakukan diagnosa dengan sangat baik.  Menyebutkan gejala-gejala yang diderita, mendeteksi penyakitnya dan memberikan resep obat. 

Dan kemudian, giliran Hakim, lalu setiap yang hadir di dalam mahkamah pun mendapat giliran giliran untuk didiagnosa. Perdebatan berlangsung demikian alot. 

Sampai teriakan takbir (Allhuakbar) menggema memenuhi ruangan. Sehingga Hakim mengambil putusan untuk menyerahkan Abu Kaff kepada RS. Jiwa terlebih dahulu untuk menjalani test kesehatan, karena apa yang diperbuatnya dianggap sudah tidak wajar. Degan status sebagai tahanan. 

Sejak April itu, tersebar berita di Surat Kabar Nasional tentang kisah tersebut. Tepatnya, Surat Kabar pagi hari Rabu, 16 April 1980. Hal ini memancing berbagai kalangan untuk berkomentar menurut kapasitas mereka masing-masing. 

Sebagian berpendapat Abu Kaff adalah gambaran dari Dajjal, sebagian mengatakan Abu Kaff di bantu kekuatan gaib yang tersembunyi. Sementara Dr. Ahmad ‘Akasyah _Doktor ahli psikologi_ mengatakan bahwa Abu

Kaff mengalami guncangan jiwa dan menderita kelainan jiwa atau Psychopaty. Sehingga dia dikategorikan sebagai orang yang benarbenar gila.

Semua pendapat tersebut sama sekali tidak mampu menafsirkan kehebatan Abu Kaff dalam menyembuhkan penyakit pasienpasiennya, terlebih untuk oprasi-oprasi yang dilakukan Abu Kaff yang berhasil dengan baik. 

Dan pada pagi hari, tanggal 22 April, di gelar kembali sidang yang memutuskan bahwa Abu Kaff bebas dari segala tuduhan. 

Hakim pun membacakan konsideran hukum yang berbunyi “Tersangka adalah orang yang dikendalikan, tidak memiliki kebebasan untuk mengambil pilihan, karena dia dikuasai oleh kekuatan gaib yang tersembunyi.

Sehingga memaksa Abu Kaff harus menuruti keinginan kekuatan tersebut. Apabila tidak, maka Abu Kaff akan menanggung resiko yang lebih berbahaya. Dan Undang-undang Hukum tidak memiliki landasan untuk menuntut tersangka. 

Karena tuduhan hanya bersandar pada kekuatan yang tersembunyi tersebut. Dan Mahkamah telah menetapkan bahwa tuduhan tentang diagnosa penyakit yang dilakukannya adalah sah. Walupun berada diluar kemampuan medis.

Sebab, itu semua merupakan hal yang berada diluar kemampuannya, atau siapapun. Karena ada keragu-raguan hukum, maka, ini menunjukkan benarnya sang tersangka, sebab landasan hukum adalah setiap manusia pada dasarnya memiliki kebebasan. Maka,

Mahkamah meragukan tuduhan yang diajukan. Apakah kepada tersangka atau kepada kekuatan yang menggerakannya? Sedangkan dia sendiri tidak mampu melawannya. Sehingga dia hanya dijadikan alat”.

Dengan demikian Abu Kaff dianggap bersih di mata hukum. Dan pada saat Mahkamah itu di gelar, Al Hajjah pun hadir di situ. Dia duduk di belakang Hakim yang sedang membacakan keputusannya.

Ketika ditanyakan kepada seorang wartawan yang melihatnya, dia berkata: Saya dilarang untuk mengatakannya, yang jelas dia adalah bangsa Jin….

Relevansi kisah:

1. Saya tertegun dengan kisah tersebut. Karena kisah tersebut terjadi beberapa waktu yang lalu. Bahkan mungkin masih segar dalam ingatan pembaca.

2. Dari kisah tersebut terlihat jelas bahwa Allah Subhanahu Wa Ta'ala. telah memberikan beberap kemampuan lebih kepada bangsa jin.

Sehingga bisa menjelma menjadi manusia, hewan, asap, tumbuhan atau mungkin benda mati lainnya. Dan banyak orang yang pernah menyaksikannya dan bercakap-cakap langsung dengannya. 

Atau mungkin meminta bantuan kepada mereka. Bahkan ada yang menaklukkan jin untuk memenuhi kebutuhan yang diluar kebiasaan.

3. Dan mayoritas orang yang mampu berkomunikasi dengan jin, mereka cendrung memiliki sifat-sifat nyeleneh yang nampak pada prilaku mereka. Bahkan terkadang akhir hayat mereka ada yang berakhir dengan penderitaan, karena memang syetan bukan teman manusia, melainkan musuh utama manusia. 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman: Artinya: “Sesungguhnya syetan adalah musuh yang jelas bagi manusia” (Q.S. Yusuf 5)

Bahwa percampuran jin dengan manusia, seperti yang dialami Abu Kaff. Atau pun menjadikan jin sebagai teman. Adalah hal yang dilarang syara’.

4. Bahwa Jin tidak dapat dilihat oleh mata telanjang, didengar oleh telinga atau pun disentuh begitu saja oleh indra manusia. Kecuali orang-orang tertentu.

Kisah kedua:

Kisah yang kedua adalah sebuah kisah yang pernah saya baca dalam pamplet milik penulis kota Mesir saya tidak ingat namanya. Dia mengisahkan bahwa dia mendapati tiga orang gadis bangsa jin. 

Pada awalnya ketiga gadis tersebut datang dalam bentuk tiga ekor kucing yang lucu dan sangat cantik. Ketiga kucing tersebut selalu datang pada tiap malam hari. 

Dan entah mengapa, kehadiran kucing tersebut membuat hati saya senang dan gembira. Mereka bermain satu sama lain. 

Tiba-tiba saja salah satu dari mereka berubah bentuk menjelma menjadi seorang gadis yang mempesona. Sungguh membuat hati saya menjadi tertarik kepadanya. 

Tanpa saya sadari, saya pun bercengkrama dengannya begitu akrab dan ceria. Sampai pada kesepakatan untuk menjalin ikatan pernikahan.

Lalu kami membicarakan bagaimana resepsi yang akan dilaksakan nanti. Seorang dari mereka menjelaskan: Pada hari yang telah kita sepakati nanti, akan datang lima orang lelaki bangsa Jin. 

Salah satu dari mereka berjenggot putih dan panjang . Dia bercadar kain yang berwarna keemasan yang menutupi seluruh tubuhnya dari unjung rambut sampai ujung kaki. Dia adalah seorang pemebesar jin.

Sedangkan empat kerabatnya, mereka berjenggot hitam, jenggotnya pendek dan meruncing. Pakaian mereka mirip dengan pakaian orang-orang Mesir zaman dulu. 

Kepala mereka, sama sekali tak berambut. “Sedangkan calon mempelai istrinya?”, tanyaku. Dia menjawab: Dia akan memakai cadar dengan selendang yang berwarna perak, mirip dengan kain sari yang biasa dipakai gadis India. 

Dia (penulis tersebut) berkata: Setelah diterima dengan ucapan selamat datang, diketahuilah bahwa seorang pembesar tadi adalah Tokoh jin yang ahli dalam akad pernikahan bahkan dia ahli al Qur an (Penghulu bangsa Jin yang hafidzqur’an.), dan keempat kerabatnya adalah para saksi: dua orang untuk pihak mempelai pria dan dua orang dari pihak mempelai istri. 

Setelah semuanya siap, maka keluarlah pembesar tadi dari cadar yang menutupinya dengan alat serupa pedupaan kemenyan. 

Kemudian dia menyuruh mempelai istri (bangsa jin) untuk meletakkan tangan kanannya pada bahunya yang kiri. Demikian juga dia menyuruh saya agar meletakkan tangan kanan saya pada pundak kiri si mempelai istri.

Kemudian dia menyuruh saya untuk mengikuti kata-katanya: “Saya bersedia menerima Zarokisy perempuan jin yang menjadi calon mempelai istri yang bernama Makajisy sebagai kekasih dan teman saya dengan persyaratan sebagai berikut:

1. Menjaga kerahasiahan ikatan pernikahan. Tidak boleh menyebarluaskannya walaupun dalam keadaan darurat.

2. Meninggalkan semua inter-aksi dengan perempuan lain. Baik berteman ataupun berhubungan intim. Karena itu akan berakibat buruk.

3. Dalam hal keturunan, jika anak laki-laki maka dinasabkan kepada suami. Yang menentukan namanya pun adalah sang suami. Tetapi apabila anaknya perempuan, maka dinasabkan kepada si istri, demikian juga namanya ditentukan oleh sang istri.

4. Tidak mengambil manfaat dari keturunan ini seperti mempekerjakannya dalam pekerjaan yang berbahaya.

Sebagai jaminan keselamatan sang anak dan kedua orang tuanya. Sebab hal itu dilarang dan apabila dilanggar maka balasannya teramat berat.

5. Tidak menyalakan lampu sebagai penerang pada malam hari.

6. Tidak memakai bawang merah atau bawang putih pada makanan yang disajikan untuk makan malam.

7. Tidak membayar mahar karena cukup dengan syarat-syarat ini.

Hal ini berbeda dengan kelaziman yang biasa dilakukan oleh bangsa manusia. Manusia biasa, tidak akan sanggup memenuhi semua itu. 

Kemudian penghulu itu menyuruh mempelai istri untuk mengatakan hal yang sama dengan kesepakan menjadi kekasih dan qorin, sebagaimana syarat yang sudah disepakati keduanya.

Setelah selesai prosesi tersebut, maka semerbaklah bau kemenyan. Lalu penghulu dan para saksi membacakan beberapa hal lagi. 

Setelah itu mereka memohon izin untuk pergi. Prosesi pernikahan tersebut berlangsung selama kurang lebih setengah jam. Tanpa penulisan akad nikah ataupun sumpah yang lainnya.

Setelah berlalu beberapa tahun, dia mengabarkan bahwa si istri akan melahirkan setelah hamil tiga bulan tiga bulan adalah ukuran hamilnya bangsa jin. 

Resepsi kelahiran sang anak akan dilaksanakan di negri Jin. Dan resepsi tersebut harus dihadiri oleh ayahnya. Dia berkata, ternyata istrinya tersebut adalah jin mukmin. Dan memeluk agama Islam.

Bantahan yang muncul terhadap kisah di atas:

Pertama, bahwa keterangan penulis tidak sampai pada derajat yang ada pada kisah dalam buku Al-Insan wa Asybahu al-Jin.

Mungkin penulis menginginkan tulisannya tersebar dan dibaca banyak orang dengan memanfaatkan moment ini.

Kedua, proses pernikahan dan hubungan dengan jin tersebut serta upacara akad yang diceritakan, tidak ditunjang oleh fakta seperti pada kisah Abu Kaff, 

Sehingga banyak orang yang mengenal karena tersebar melalui surat kabar yang dibaca oleh banyak orang.

Ketiga bahwa upacara pernikahan, lama kehamilan dan hal-hal lain yang disebutkan di dalam kisah tersebut sangan janggal. 

Tetapi yang jelas, bahwa kisah tersebut menguatkan pendapat tentang pertalian hubungan jin dan manusia baik jin perempuan kepada laki-laki dari manusia ataupun sebaliknya.

0 Response to "Kisah Tentang Penampakan Jin "

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak