Etika Komunikasi Islami di Media Sosial

Bismillahirrahmanirrahim. Tiada untaian kata yang pantas diucapkan seorang hamba dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta'ala, semoga rahmat dan karunia-Nya selalu menyertai setiaplangkah-langkah kita dalam penghambaan kepada-Nya. 

Tak lupa pula, shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada manusia paling mulia, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya yang selalu istiqamah dalam menjalankan risalahnya hingga akhir zaman.

Peningkatan Penggunaan Media Sosial

Pembaca yang dirahmati Allah Subanahu Wa Ta'ala. Kemajuan teknologi informasi saat ini sangat pesat dan arus informasi begitu cepat. 

Saat ini kebijakan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) memaksa semua kegiatan bekerja, belajar, berbelanja, dan aktivitas lainnya dilakukan dengan memanfaatkan teknologi digital dari rumah. 

Hal ini menyebabkan penggunaan internet di rumah serta media sosial menjadi meningkat signifikan. Kehadiran media sosial memberikan kemudahan bagi manusia untuk berkomunikasi dan bersosialisasi. 

Namun, seiring perkembangan teknologi yang begitu pesat dan meningkatnya kasus Covid-19 di Indonesia yang terus bertambah setiap harinya, menjadi kesempatan bagi kelompok dan oknum tertentu yang hendak menyebarkan berita bohong (Hoax) yang beredar lewat media sosial mulai dari Facebook, Youtube, Whatsapp, Twitter, Instagram serta media sosial lainnya. 

Berita hoax bukan saja bisa membuat masyarakat bingung namun bisa mendatangkan kepanikan, kecemasan, dan bahkan menyesatkan pikiran.

Beberapa informasi yang tersebar dengan cepat bisa diakses dan dikonsumsi masyarakat. Namun hal tersebut akan menyulitkan untuk memfilter berita yang beredar, bahkan beberapa diantaranya terindikasi berita hoax, yang kebenarannya tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh siapapun bahkan oleh penyebar hoax tersebut. 

Di dalam Al-Quran dijelaskan bahwa mereka yang menyebarkan berita bohong akan mendapatkan azab yang besar. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman;

ุฅِู†َّ ุงู„َّุฐِูŠู†َ ุฌَุงุกُูˆุง ุจِุงู„ْุฅِูْูƒِ ุนُุตْุจَุฉٌ ู…ِู†ْูƒُู…ْ ู„َุง ุชَุญْุณَุจُูˆู‡ُ ุดَุฑًّุง ู„َูƒُู…ْ ุจَู„ْ ู‡ُูˆَ ุฎَูŠْุฑٌ ู„َูƒُู…ْ ู„ِูƒُู„ِّ ุงู…ْุฑِุฆٍ ู…ِู†ْู‡ُู…ْ ู…َุง ุงูƒْุชَุณَุจَ ู…ِู†َ ุงู„ْุฅِุซْู…ِ ูˆَุงู„َّุฐِูŠ ุชَูˆَู„َّู‰ ูƒِุจْุฑَู‡ُ ู…ِู†ْู‡ُู…ْ ู„َู‡ُ ุนَุฐَุงุจٌ ุนَุธِูŠู…ٌ (11)

“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.” (Q.S. an-Nur [24]: 11)

Sebagai upaya mengurangi masalah penyalahgunaan media sosial terutama di tengah pandemi Covid-19 saat ini, perilaku etis perlu terus diupayakan.

Bagaimana etika berkomunikasi islami di media sosial menurut perspektif Al-Qur‘an?

Sebagai masyarakat muslim yang memiliki pegangan utama dalam berkehidupan yakni Al-Qur’an maka kita harus pandai dan bijak dalam menggunakan media sosial. 

Dalam Islam, etika berkomunikasi harus sesuai dengan syariat yakni menekankan pada unsur yang islami dan juga dengan bahasa yang menunjukkan keislamanan. 

Komunikasi secara islami ini harapannya akan meliputi seluruh ajaran islam seperti akidah (iman), syariah (islam), dan akhlak (ihsan),  sehingga dengan begitu etika dalam berkomunikasi akan berjalan dengan baik dan tidak akan menimbulkan permusuhan diantara sesama.

Etika Komunikasi Islami di Media Sosial merupakan tata cara sikap (akhlak) komunikasi yang baik di dalam sebuah media online (dimana penggunanya bisa dengan mudah berinteraksi, berpartisipasi, berbagi, membentuk ikatan sosial secara virtual) yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam (Al-Quran dan Sunnah). Etika komunikasi islami di media sosial berdasarkan petunjuk di Al-Quran yakni :

Komunikasi harus atas dasar Kebenaran dan Kesabaran

Dalam melakukan aktivitas komunikasi, Islam memandang bahwa komunikasi yang dilakukan harus ada tujuan dan maksud yang baik (dakwah) untuk saling mengingatkan kebaikan dan saling menasehati dalam kebenaran, agar kemashlatan dalam kehidupan dapat selalu terwujud. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala;

ูˆَุงู„ْุนَุตْุฑِ (1) ุฅِู†َّ ุงู„ْุฅِู†ْุณَุงู†َ ู„َูِูŠ ุฎُุณْุฑٍ (2) ุฅِู„َّุง ุงู„َّุฐِูŠู†َ ุขู…َู†ُูˆุง ูˆَุนَู…ِู„ُูˆุง ุงู„ุตَّุงู„ِุญَุงุชِ ูˆَุชَูˆَุงุตَูˆْุง ุจِุงู„ْุญَู‚ِّ ูˆَุชَูˆَุงุตَูˆْุง ุจِุงู„ุตَّุจْุฑِ (3)

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Q.S. al-Ashr [103]: 1-3).

Filtrasi dalam menerima informasi (Tabayyun)

Dalam aktivitas komunikasi, tentu adanya aktivitas penerimaan dan penyampaian informasi. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi melalui jaringan internet dalam media sosial, kita sangat mudah menemukan atau menerima informasi tanpa terhalang jarak dan waktu. 

Untuk itu perlu adanya filtrasi dalam menerima informasi yang beredar sebelum disampaikan kepada orang lain agar kita terhindar dari hal-hal yang merugikan bagi diri sendiri maupun orang lain.

Dalam hal ini Al-Quran memberikan perintah Tabayyun (teliti, jeli, dan hati-hati) dalam menerima informasi. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman;

ูŠَุงุฃَูŠُّู‡َุง ุงู„َّุฐِูŠู†َ ุขู…َู†ُูˆุง ุฅِู†ْ ุฌَุงุกَูƒُู…ْ ูَุงุณِู‚ٌ ุจِู†َุจَุฅٍ ูَุชَุจَูŠَّู†ُูˆุง ุฃَู†ْ ุชُุตِูŠุจُูˆุง ู‚َูˆْู…ًุง ุจِุฌَู‡َุงู„َุฉٍ ูَุชُุตْุจِุญُูˆุง ุนَู„َู‰ ู…َุง ูَุนَู„ْุชُู…ْ ู†َุงุฏِู…ِูŠู†َ (6)

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Q.S. al-Hujurat [49]: 6).

Dari ayat tersebut kita dapat mengambil makna bahwa apabila telah datang kabar dari orang fasik dan juga bisa berlaku umum berita dari siapa saja, maka kita diharuskan untuk memeriksa dan meneliti terlebih dahulu kabar berita tersebut dan janganlah tergesa-gesa membenarkan dan menyebarkan berita tersebut. 

Terkhusus di zaman kemajuan teknologi informasi masa kini, berita bohong (Hoax), fitnah, dan ujaran kebencian (Hate Speech) sangat banyak menyebar luas di media sosial, 

Maka ada 3 hal yang harus dilakukan sebelum menerima dan menyampaikan informasi, yakni: validasi (Chek kesahihannya), verifikasi (chek kebenarannya), dan klarifikasi (chek kejelasan sumber informasinya).

Tabayyun merupakan ciri dan karakter yang sejatinya harus melekat pada diri kita sebagai muslim dan mukmin. Jika kita belum tau secara pasti kebenaran sebuah berita lebih baik berita itu berhenti sampai di kita. 

Kita tidak berdosa menahan berita yang belum tentu benar tetapi kita bisa berdosa jika ikut menyebarkan informasi yang salah keliru dan mengganggu keharmonisan masyarakat.

Hindari saling olok-mengolok atas perbedaan

Dalam berkomunikasi kita berusaha menahan diri terhadap keinginan untuk mengolok olok dan merendahkan orang lain, mencaci-maki, atau melakukan tindakan penghinaan yang dapat menumbuhkan kebencian orang lain, apalagi sodara kita seiman seagama. 

Boleh jadi orang atau saudara yang diolok-olok lebih mulia di sisi Allah Subhanahu Wa Ta'ala, karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang maha tahu siapa diri kita sebenarnya. 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman;

ูŠَุงุฃَูŠُّู‡َุง ุงู„َّุฐِูŠู†َ ุขู…َู†ُูˆุง ู„َุง ูŠَุณْุฎَุฑْ ู‚َูˆْู…ٌ ู…ِู†ْ ู‚َูˆْู…ٍ ุนَุณَู‰ ุฃَู†ْ ูŠَูƒُูˆู†ُูˆุง ุฎَูŠْุฑًุง ู…ِู†ْู‡ُู…ْ ูˆَู„َุง ู†ِุณَุงุกٌ ู…ِู†ْ ู†ِุณَุงุกٍ ุนَุณَู‰ ุฃَู†ْ ูŠَูƒُู†َّ ุฎَูŠْุฑًุง ู…ِู†ْู‡ُู†َّ ูˆَู„َุง ุชَู„ْู…ِุฒُูˆุง ุฃَู†ْูُุณَูƒُู…ْ ูˆَู„َุง ุชَู†َุงุจَุฒُูˆุง ุจِุงู„ْุฃَู„ْู‚َุงุจِ ุจِุฆْุณَ ุงู„ِุงุณْู…ُ ุงู„ْูُุณُูˆู‚ُ ุจَุนْุฏَ ุงู„ْุฅِูŠู…َุงู†ِ ูˆَู…َู†ْ ู„َู…ْ ูŠَุชُุจْ ูَุฃُูˆู„َุฆِูƒَ ู‡ُู…ُ ุงู„ุธَّุงู„ِู…ُูˆู†َ (11)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Q.S. al-Hujurat [49]: 11)

Islam juga mengajarkan agar dalam aktivitas komunikasi harus bersifat saling menghargai dan menghormati atas perbedaan, baik perbedaan atas suku ras dan budaya, maupun perbedaan pilihan, dan pendapat. 

Hal ini telah di tegaskan dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala;

ูŠَุงุฃَูŠُّู‡َุง ุงู„ู†َّุงุณُ ุฅِู†َّุง ุฎَู„َู‚ْู†َุงูƒُู…ْ ู…ِู†ْ ุฐَูƒَุฑٍ ูˆَุฃُู†ْุซَู‰ ูˆَุฌَุนَู„ْู†َุงูƒُู…ْ ุดُุนُูˆุจًุง ูˆَู‚َุจَุงุฆِู„َ ู„ِุชَุนَุงุฑَูُูˆุง ุฅِู†َّ ุฃَูƒْุฑَู…َูƒُู…ْ ุนِู†ْุฏَ ุงู„ู„َّู‡ِ ุฃَุชْู‚َุงูƒُู…ْ ุฅِู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ุนَู„ِูŠู…ٌ ุฎَุจِูŠุฑٌ (13)

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. al-Hujurat [49]: 13).

Dari ayat tersebut secara makna menunjukkan bahwa manusia memang diciptakan Allah secara berbeda-beda untuk saling mengenal. 

Kita harus menanamkan etika yang baik dalam komunikasi di media sosial dengan menghargai atas perbedaan tersebut, serta selalu berhati-hati dalam memilih-memilah kata dan bahasa, sehingga harapannya dapat mendatangkan manfaat terhadap sesama. 

Di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta'ala semua manusia sama, yang membedakan hanyalah ketaqwaannya. 

Maka dari itu, kita sebagai manusia harus selalu berlomba-lomba meningkatkan iman dan taqwa.

Berkomunikasi dengan cara dan bahasa yang baik serta tersirat nilai-nilai kebaikan

Dalam berkomunikasi, kita harus pintar menggunakan cara dan bahasa yang baik agar tersirat nilai-nilai kebaikan. 

Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala,

ุงุฏْุนُ ุฅِู„َู‰ ุณَุจِูŠู„ِ ุฑَุจِّูƒَ ุจِุงู„ْุญِูƒْู…َุฉِ ูˆَุงู„ْู…َูˆْุนِุธَุฉِ ุงู„ْุญَุณَู†َุฉِ ูˆَุฌَุงุฏِู„ْู‡ُู…ْ ุจِุงู„َّุชِูŠ ู‡ِูŠَ ุฃَุญْุณَู†ُ ุฅِู†َّ ุฑَุจَّูƒَ ู‡ُูˆَ ุฃَุนْู„َู…ُ ุจِู…َู†ْ ุถَู„َّ ุนَู†ْ ุณَุจِูŠู„ِู‡ِ ูˆَู‡ُูˆَ ุฃَุนْู„َู…ُ ุจِุงู„ْู…ُู‡ْุชَุฏِูŠู†َ (125)

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (an-Nahl [16]: 125).

Ayat diatas mengandung perintah bahwa hendaklah dalam melakukan komunikasi harus dengan hikmah (cara yang bijak), dan komunikasi bersifat nasihat yang baik dan santun. 

Jika kita berkomunikasi dengan orang-orang yang keras hatinya, maka hendaklah berkomunikasi dengan cara debat tetapi dengan bahasa yang santun lembut dan mengena ke hati lawan orang yang diajak berkomunikasi.

Menjauhkan diri dari prasangka buruk dan mencari kesalahan orang lain 

Dalam etika berkomunikasi kita selalu berprasangka baik namun juga tetap waspada, tidak mudah terpancing emosi, dan larangan mencari kesalahan dan menghina orang lain pada saat berkomunikasi di media sosial. 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman;

ูŠَุงุฃَูŠُّู‡َุง ุงู„َّุฐِูŠู†َ ุขู…َู†ُูˆุง ุงุฌْุชَู†ِุจُูˆุง ูƒَุซِูŠุฑًุง ู…ِู†َ ุงู„ุธَّู†ِّ ุฅِู†َّ ุจَุนْุถَ ุงู„ุธَّู†ِّ ุฅِุซْู…ٌ ูˆَู„َุง ุชَุฌَุณَّุณُูˆุง ูˆَู„َุง ูŠَุบْุชَุจْ ุจَุนْุถُูƒُู…ْ ุจَุนْุถًุง ุฃَูŠُุญِุจُّ ุฃَุญَุฏُูƒُู…ْ ุฃَู†ْ ูŠَุฃْูƒُู„َ ู„َุญْู…َ ุฃَุฎِูŠู‡ِ ู…َูŠْุชًุง ูَูƒَุฑِู‡ْุชُู…ُูˆู‡ُ ูˆَุงุชَّู‚ُูˆุง ุงู„ู„َّู‡َ ุฅِู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ุชَูˆَّุงุจٌ ุฑَุญِูŠู…ٌ (12)

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (Q.S. al-Hujurat [49]: 12)

Jadikan Media Sosial Alat Untuk Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Sebagai muslim kita diperintahkan untuk menyebarkan pesan kebaikan (ma’ruf) dan mencegah segala bentuk kemungkaran. 

Kebebasan berpendapat merupakan hak setiap insan, namun sering kali disalahgunakan untuk membuat fitnah, opini palsu, dan menebar kebencian yang sering diutarakan melalui media sosial. 

Semoga dengan menerapkan Etika Komunikasi Islami di Media Sosial berdasarkan petunjuk di Al-Quran tersebut. 

Maka akan tercipta suasana komunikasi yang nyaman di antara sesama pengguna media sosial, dapat mencegah tersebarnya informasi hoax yang semakin banyak beredar di media sosial, dan dapat menjaga toleransi serta solidaritas sesama manusia.

0 Response to "Etika Komunikasi Islami di Media Sosial"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak