Bahasa Jawa

1. Pengertian Bahasa Jawa

Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan masyarakat etnis Jawa. 

Bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa daerah yang digunakan untuk sarana komunikasi dalam kehidupan sehari-hari antara seseorang dengan orang lain oleh masyarakat Jawa. 

Bahasa Jawa juga mempunyai fungsi instrumen komunkasi, ekspresi dan pengembangan budaya Jawa.

Bahasa Jawa adalah bagian dari kebudayaan Indonesia, bahasa Jawa berkembang sebagai identitas diri dengan cara mempertahankan nilai-nilai yang termuat didalamnya. 

Bahasa Jawa sendiri merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia, yang apabila dilihat dari jumlah pemaikainnya terbesar dibanding bahasa daerah yang lain.

Bahasa Jawa dominan digunakan oleh masyarakat luas di beberapa daerah di Jawa, dalam norma tata bahasa Jawa, setiap kata memiliki derajat tata krama berbahasa, dan memiliki makna yang berjenjang tingkat kesopanannya.

Dalam tata bahasa Jawa terdapat tingkat tutur yang bisa digunakan dalam komunikasi, maksudnya adalah ada variasi-variasi bahasa yang perbedaan antara satu dan lainnya ditentukan oleh perbedaan sopan santun yang ada pada diri pembicara terhadap lawan bicara.

Salah satu ciri dari bahasa Jawa adalah, adanya tingkat tutur atau dalam bahasa Jawa disebut unggah-ungguh atau tata punggu.

Sistem tingkat tutur bahasa Jawa merupakan pertanda pentingnya adat sopan santun yang menjalin sistem tata hubungan manusia Jawa.

2. Bentuk Tingkat Tutur Bahasa Jawa

Tingkat tutur merupakan etiket tutur yang juga salah satu bentuk sikap sopan santun atau sikap andhap asor. 

Andhap asor adalah merendahkan diri sendiri dengan sopan dan merupakan kelakuan benar yang harus ditunjukkan kepada setiap orang dalam berkomunikasi dengan seseorang yang kira-kira sederajat atau lebih tinggi.

Salah satu ciri obyektif bahasa Jawa ialah bahwa bahasa Jawa mempunyai tingkat tutur yang cukup canggih dan rapi. 

Yang dimaksud tingkat tutur adalah suatu sistem kode (kebahasaan) yang menyampaikan variasi-variasi rasa hormat dengan menggunakan kosakata tertentu, aturan sintaktis, aturan morfologis, dan aturan fonologis tertentu.

Secara garis besar tingkat tutur yang digunakan dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa adalah tingkat tutur ngoko (ragam ngoko) dan tingkat tutur krama (ragam krama). 

Sasongko menegaskan bahwa secara emik, unggah-ungguh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ngoko dan krama, kemudian secara etik unggah- ungguh terdiri atas, ngoko lugu, ngoko alus, krama lugu, dan krama alus.

1. Tingkat tutur ngoko (ragam ngoko)

Yang dimaksud dengan ragam ngoko adalah bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang berintikan leksikon ngoko, atau yang menjadi unsur inti adalah leksikon ngoko.

Ngoko adalah tingkat tutur bahasa Jawa yang tingkat kesopanannya rendah.

Mencerminkan rasa tidak berjarak antara komunikan dan komunikator atau menyatukan keakraban terhadap komunikan, seperti teman-teman yang sudah saling akrab. 

Tingkat tutur ngoko berintikan leksikon ngoko yang ciri-ciri katanya terdapat afiks di, e, dan ake.

Sedangkan menurut George Quinn, ngoko adalah bentuk bahasa yang digunakan ketika berbicara dengan orang-orang yang dekat atau ketika ingin berbicara dengan seseorang yang usianya jauh lebih muda.

Ragam ngoko dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ngoko lugu dan ngoko alus.

1. Ngoko Lugu

Ngoko lugu merupakan bentuk unggah-ungguh yang semua kosakatanya berbentuk ngoko tanpa terselip krama, krama inggil, atau krama andhap.

Dalam ragam ini, afiks yang digunakan adalah di, e, dan ake. Berikut ini merupakan contohnya.

1. Akeh wit kelopo kang ditegor seperlu dijupuk kayune “banyak pohon kelapa yang ditebang untuk diambil kayunya”

1. Esuk iki Huda diterake sekolah ibune “pagi ini Huda diantar sekolah ibunya”

2. Ngoko Alus

Ngoko alus merupakan bentuk unggah-ungguh yang didalamnya bukan hanya terdiri atas leksikon ngoko saja, melainkan juga terdiri atas leksikon krama.

Afiks yang dipakai pada raga mini adalah di, e, dan ne.

1. Dhuwite wis diasta apa durung? “uangnya sudah dibawa apa belum?”

2. Sing ireng manis kae asmane bapak Huda “yang hitam manis itu namanya bapak Huda”

2. Tingkat tutur krama (ragam krama) 

Krama adalah tingkat tutur bahasa Jawa yang memiliki arti penuh kesopanan paling tinggi. 

Terdapat adanya sikap tidak enak antara komunikator dan komunikan yang belum dikenal, berpangkat lebih tinggi, golongan priyayi, dan terhadap orang-orang yang dihormati atau yang lebih tua.

Yang dimaksud dengan krama adalah bentuk unggah- ungguh bahasa Jawa yang berintikan leksikon (kamus) krama bukan leksikon (kamus) yang lain.

Tingkat tutur ini berintikan leksikon krama yang bercirikan terdapat afiks dipun, ipun, dan aken.

Di sisi lain krama digunakan ketika berbicara atau berkomunikasi dengan orang-orang yang secara sosial jauh berbeda, yaitu orang yang lebih tua, atau status sosial yang lebih tinggi, atau dengan orang yang tidak dikenal.

Krama adalah tingkat penghormatan yang paling banyak digunakan (terutama di Jawa Tengah) untuk memulai percakapan atau komunikasi dengan orang-orang yang berusia lebih tua atau dengan orang-orang yang belum dikenal.

Krama dianggap oleh beberapa orang sebagai ungkapan yang tepat, karena ragam krama cenderung diucapkan lebih lambat dan formal daripada ragam ngoko, dan hal ini menunjukkan sikap yang sopan dan juga santun.

Tingkat atau ragam krama merupakan perwujudan sikap sangat hormat yang dimiliki komunikator kepada lawan bicara atau komunikan, tingkat tutur ini merupakan perwujudan rasa segan atau pekewoh si pembicara (komunikator) terhadap orang yang diajak bicara (komunikan).

Ragam krama memiliki dua bentuk varian yaitu krama lugu dan krama alus.

1. Krama lugu

Krama lugu merupakan suatu bentuk ragam krama yang kadar kehalusannya rendah. Jika dibandingkan dengan bentuk ngoko alus, ragam krama lugu masih tetap menunjukkan kadar kehalusannya. 

Ragam krama lugu menggunakan afiks dipun, ipun, dan aken.

1. Niki bathike sing pundi sing ajeng diijolake? “ini batik yang mana yang akan ditukarkan?”

2. Mas, njenengan wau dipadosi bapak “mas, anda tadi dicari bapak”

2. Krama alus

Bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang semua kosakatanya terdiri dari bentuk leksikon krama dan dapat ditambah dengan leksikon krama inggil atau krama andhap.

Dalam tingkat tutur ini menggunakan afiks dipun, ipun, dan aken.

1.Panjenengan nembe rawuh mas? “kamu baru datang mas?”

2. Kula badhe nyuwun pirsa, dalemipun mas Huda punika? “saya mau bertanya, rumah mas Huda dimana?”

Tingkat tutur adalah variasi bahasa yang perbedaannya ditentukan oleh sikap pembicara kepada mitra bicara atau orang ketiga yang dibicarakan. 

Perbedaan usia, status sosial, serta jarak keakraban akan menentukan variasi bahasa yang dipilih. Kesalahan dalam pemilihan variasi bahasa akan menimbulkan kejanggalan dan dianggap tidak sopan (ora ngerti tata krama, ora ngerti unggah-ungguh).

Berdasarkan tingkat tuturnya, bahasa Jawa dapat dibagi menjadi tiga, yaitu bahasa Jawa ngoko, madya, dan bahasa Jawa krama.

Kosakata Ngoko, Madya, dan Krama.

Ngoko Madya Krama Arti
Adus Adus Siram Mandi
Deg, ngadeg Deg, ngadeg Jumeneng Berdiri
Akon Aken Dhawuh Suruh
Aku Kula Dalem Saya
Melu Tumut Dherek Ikut
Aran, jeneng Nama Asma Nama
Cekel Cepeng Asta Pegang
Turu Tilem Sare Tidur
Tuku Tumbas Mundhu Beli

0 Response to "Bahasa Jawa"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak