Ibadah Haji Memiliki Lima Ritual Inti

Bismillahirrahmanirrahim. Tiada untaian kata yang pantas diucapkan seorang hamba dan syukur kehadirat Allah Subhanahu wa ta'ala, semoga rahmat dan karunia-Nya selalu menyertai setiap langkah-langkah kita dalam penghambaan kepada-Nya. 

Tak lupa pula, Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada manusia paling mulia, Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya yang selalu istiqamah dalam menjalankan risalahnya hingga akhir zaman.

Setiap tahun minimal dua ratus ribu orang Indonesia pergi berhaji. Maka pantas orang bertanya-tanya, ketika tahun yang lalu haji dibatalkan. 

Memang alasannya teknis dan rasional, karena pemerintah Saudi telat dengan pembagian kuota, sehingga panitia Indonesia menjadi sulit. 

Berapapun kuota yang diberikan, tetap saja visanya harus diurus, penerbangan dan pemondokan harus dibooking, dan pesertanya harus divaksin. 

Dan itu semua tidak bisa mendadak. Juga tidak bisa dibatalkan begitu saja, jika sudah ada kontrak dan uang muka dibayarkan.

Tulisan ini tidak ingin menambah panas polemik, namun ingin memanfaatkan waktu “reses” ini untuk melihat ritual haji ini dari perspektif yang berbeda. 

Sekiranya haji hanya dipandang sekedar rutinitas ritual, niscaya jutaan alumni tanah suci ini hanya menghambur-hamburkan devisa negara. 

Tulisan ini mencoba menguraikan secara singkat, bagaimana mendapatkan haji yang mengubah masyarakat dari yang bodoh ke yang cerdas, dari masyarakat tertindas ke merdeka, dari masyarakat jahiliyah ke Islami, tanpa menafikan pluralitas di dalamnya.

Haji memiliki lima ritual inti: 

  1. ihram, 
  2. thawaf, 
  3. sa’i, 
  4. wukuf dan 
  5. melempar jumrah. 

Ihram adalah simbol penyucian diri. Sungguh manusia diciptakan dalam keadaan sama dan mulia. Karena Allah al-’Adl (Maha Adil), maka manusia cenderung suka diperlakukan adil. 

Karena Allah al-’Alim (Maha Berilmu) maka manusia cenderung suka pada ilmu baru. Dan karena Allah Ar Rahman (Maha Penyayang) maka manusia suka disayang. 

Hanya saja, di dunia dijumpai manusia yang curang, malas belajar dan kejam pada sesama. Ini terjadi karena fitrah diri mereka tertutup oleh kesombongan, kerakusan, kedengkian atau kemalasan. 

Dari noda-noda inilah hati harus “diihramkan”. Hati yang telah “ihram” akan lebih mudah menerima hidayah sehingga potensi diri yang luar biasa dalam diri manusia bisa dibangkitkan.

Agar bangkit selain butuh hati yang bersih, juga perlu SOP, yaitu syari’at-Nya. Pada syari’at ini setiap pribadi yang beriman wajib mengacu atau “berthawaf”. 

Bila pikiran tidak berthawaf pada syari’at, maka dia akan liar atau beku. Pikiran yang anti syari’at akan liar ikuti hawa nafsu, atau bertahan dalam tradisi anti modernitas.

Namun tak cukup membuka hati dan mengarahkan pikiran. Aktivitas harian kita harus dipenuhi dengan kerja nyata, kerja keras, cerdas dan ikhlas. 

Hajar ibunda Ismail tak pernah berputus asa dalam menjemput rizki yang telah disediakan Allah. Dia yakin bahwa Allah telah menyediakan rizki bagi setiap mahluknya. 

Dan ia membuktikan menjemput rizki ini dengan sa’i. Maka mari kita “men-sa’i-kan” aktivitas kita, dilandasi keyakinan bahwa Allah pasti memberi peluang sukses, hanya harus kita cari di jalan yang halal.

Setelah rizki didapat, baik itu materi, kesehatan, ilmu, jabatan, dan teman yang menyenangkan, maka semua ini perlu dihadirkan atau “di-wukuf-kan”. Di depan Allah bukan itu yang dinilai, namun manfaatnya di tengah masyarakat. 

Apa artinya kaya bila tidak dibagi ke dhuafa. Apa artinya sehat kalau tidak digunakan untuk amar ma’ruf nahi munkar. Apa artinya pandai kalau tidak dipakai mencerdaskan umat.

Semua jalan di atas pasti ada kendala. Karena itu, setan-setan kesombongan, kerakusan, kedengkian dan kemalasan akan terus bergentayangan menghalangi kita. 

Maka ini harus “dilempari” sebagaimana jumrah. Dan setelah dilempar tentu mereka tidak boleh “dibawa pulang”.

Meng-“ihram”-kan hati, men-“thawaf”-kan pikiran, men-“sai”-kan aktivitas, me-“wukuf”-kan rizki yang diterima dan me-“lempar jumrah” pada penghalang amal kita ini selayaknya mampu dihadirkan oleh siapapun, termasuk oleh mereka yang karena faktor finansial, kesehatan atau quota belum dapat memenuhi panggilan ini.

0 Response to "Ibadah Haji Memiliki Lima Ritual Inti"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak