Bukti Pancasila Bukan Untuk Taat Beragama?

Bismillahirrahmanirrahim. Tiada untaian kata yang pantas diucapkan seorang hamba dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta'ala, semoga rahmat dan karunia-Nya selalu menyertai setiap langkah-langkah kita dalam penghambaan kepada-Nya. 

Tak lupa pula, shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada manusia paling mulia, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya yang selalu istiqamah dalam menjalankan risalahnya hingga akhir zaman.

LGBTI bukan Soal Kodrat Tapi Perlu Berobat!

Mereka para pendukung dan pelaku LGBTI senantiasa berlindung atas nama kemanusiaan dan kodrat.

Seakan akan Tuhan yang Maha Pencipta, menghadirkan kodrat LGBTI sebagai kewajaran dan perlu dimaklumi.

Barat yang sekuler dan Orientalis radikal tentu membuat wacana bahwa LGBTI harus diakui dalam kehidupan berbangsa, katakan kepada mereka, Islam sebagai agama kami menolak perbuatan menyimpang lagi nista tersebut.

Kalau ada rasa soal LGBTI itu, diobati bukan dibiarkan. Obatnya perbanyak dzikir, rajin sholat, datangi kajian majelis ilmu, banyak baca Qur'an, Ruqyah, dan pergaulan dan gaya hidupnya diluruskan. 

Kalau ada rasa suka sesama jenis, itu jangan dikejar tapi dijauhi apa pun yang menyebabkan itu terjadi. Tidak juga datang ke psikiater atau psikolog yang mendukung perbuatan kaum sodom itu.

LGBTI bukan karena urusan kemanusiaan, tetapi ini keonaran.

LGBTI bukan sebab kita harus hormati perbedaan itu, tetapi yang pelakunya harus diberikan pengobatan bukan malah dibiarkan.

LGBTI karena sifatnya dosa besar, maka perbuatannya tidak boleh dibiarkan.

Maka wajarlah jika pelaku homoseks dan sejenisnya di dalam Islam adalah hukuman mati, karena perbuatan demikian dapat menginspirasi, menyalahi kodrat dan fitrah manusia.

Maka mencari dan membuat panggung bagi pelaku LGBTI tak bisa dibiarkan, berulang kali para pelaku pendosa menjadikan ranah "sekuler" sebagai ajang cari "nama baik" dan "pembenaran" atas penyimpangan mereka.

Mewaspadai LGBTI harus! Dan wajib! Tapi individu tak bisa main hakim sendiri! Negara yang harusnya punya peranan tegas dalam mengadili setiap penyimpangan.

Tapi kalau negara diam saja, artinya secara tidak langsung pemimpin hingga warganya meminta kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala mendatangkan ujian yang lebih besar lagi akibat dibiarkannya penyimpangan.

Stop Making "Stupid People" Famous

Bangganya mereka mengangkat hal hal yang nista dan maksiat, sebagai konsumsi dan keuntungan.

Sehingga perkara yang nista dan maksiat itu,lama lama dianggap sesuatu yang ngga masalah, diangkat atas nama martabat manusia dan hak asasi.

Untuk urusan seperti itu, mereka punya alasan. Mereka buat berbagai pendapat dan opini, agar dukungan kepada perkara yang nista dan maksiat dianggap wajar oleh masyarakat.

Yang punya media tentu dapat CUAN, yang diangkat tentu dianggap SUPERSTAR, biar nanti dibilang masyarakat sudah menerima.

Didatangkan seleb "Onlyfans", diwawancarai pelaku "LGBTI", yang suka sindir ulama dan agama diberikan PANGGUNG, cuma minta maaf bila Viral, tapi terus saja berulang.

CUKUP! Bisa jadi kita juga yang menaikkan pamornya. Saat panggungnya sedang mengusung isu bagus, kita share dengan mudah, dia senang dapat subkreb baru, masyarakat siap siap ke depan dapat opini sampah.

Kenapa nggak sih Jemarimu share akun Islam, share ceramah, subkreb akun perjuangan dakwah dan politik, itu lebih mulia ketimbang menonton acara yang dimotori kaum liberal sekuler radikal!

Banyak akun akun dakwah perlu kita sokong, PR besar kita bersama, mulai saat ini Berhenti membuat kebodohan terkenal. Saatnya menaikkan opini dakwah dan Islam.

Bukti Pancasila Bukan Untuk Taat Beragama?

Lagi menarik bahasa yang dibangun Moh mahfud MD, yang kurang lebih menyimpulkan tidak ada hukuman bagi pelaku LGBT.

Moh. Mahfud MD berdiri bahwa ini negara demokrasi, dan bukanlah negara beragama. Saya yakin benar bahwa semua agama melaknat perilaku LGBT, lantas bagaimana dengan Pancasila?

Bila selama ini kita bilang bahwa mereka yang memperjuangkan Khilafah merongrong NKRI dan tidak sesuai Pancasila, maka kita telah melihat secara nyata, bahwa Pancasila itu pro pada Kapitalisme, Sekulerisme, Dan penyimpangan manusia seperti halnya LGBT dan aliran yang keluar dari aqidah Islam. 

Posisi ini membuktikan bahwa wacana kemanusiaan dan hak asasi hanya ditujukan kepada semua hal di luar hukum syariah dan pendukungnya, sementara bagi syariah dan pendukungnya bahasa yang tepat digunakan adalah intoleransi.

Kita patut curiga, kenapa Pancasila begitu tegas dengan perkawinan di usia muda, perkawinan yang tidak tercatat di catatan sipil, dan pengetatan aturan poligami, tetapi Pancasila dan negara kita seakan akan membiarkan perilaku, opini dan segala kampanye menyoal LGBT, hingga Hidup tanpa anak.

Bahkan Undang undang yang kemarin diketuk palu terkait Kekerasan Seksual, perlu kita bedah lagi utamanya keadilan Pancasila terkait keselamatan generasi bangsa.

Badan Pembina Ideologi Pancasila hanya fokus melunturkan Radikalisasi Islam, karena menurut mereka ini bertentangan dengan Pancasila. 

Lantas bagaimana dengan nilai nilai LGBT, Sekulerisme, Kapitalisme, Hedonisme, Agnostik, Atheisme, dan semua hal yang menyimpang dari manusia dan nilai nilai Ketuhanan yang Maha Esa.

Kita patut curiga, Pancasila itu ajaran Islam? Atau justru bertentangan dengan nilai nilai Islam dan agama lebih universal tentunya?

LGBTI  kelak lamban lain akan merenggut masa depan dan kehormatan generasi Indonesia Raya, yang dikenal amat mencintai Islam dan agama yang masing masing di anut oleh penganutnya. Apakah kita akan lantas berdiam diri?

Apakah boleh kita mengusulkan hukum dan tindakan tegas kepada perilaku LGBTI, atau jangan jangan wakil rakyat menganggap perkara ini belum terlalu urgen? Atau belum ada CUAN yang mengalir untuk mengetuk palu melahirkan undang undang terkait itu?

0 Response to "Bukti Pancasila Bukan Untuk Taat Beragama?"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak