Awal Mula Miskin Dari Derajat Terima Kasih Yang Tak Terbayar

 Bismillahirrahmanirrahim. Tiada untaian kata yang pantas diucapkan seorang hamba dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta'ala, semoga rahmat dan karunia-Nya selalu menyertai setiaplangkah-langkah kita dalam penghambaan kepada-Nya. 

Tak lupa pula, shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada manusia paling mulia, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya yang selalu istiqamah dalam menjalankan risalahnya hingga akhir zaman

AWAL MULA MISKIN ITU DERAJAT TERIMA KASIH YANG TAK TERBAYAR 

Ada seorang keponakan jadi karyawan pamannya. Sehari-hari ia kuli di toko bangunan pamannya. Karena keponakan, dan rumah aslinya jauh, si keponakan tinggal di rumah paman. 

Ia dapat gaji normal sebagaimana karyawan lainnya, namun karena keponakan sendiri dan tinggal di rumahnya, tentu si paman kerap beri tambahan rezeki plus, ya setengah dianggap anak sendiri. 

Tahu diperlakukan seperti anak sendiri, ditambah makan dan tempat tinggal sudah ditanggung pamannya, walaupun gaji sebagai karyawan tetap berjalan, si keponakan tidak mau bertopang tangan sebagai penerima layanan gratis. 

Di luar jam kerjanya sebagai karyawan, ia berusaha keras bantu urusan rumah tangga paman. Dari cuci piring, kadang jadi sopir, kadang bantu masak, kadang bantu ngemongin anak kecil pamannya, menurut dengan perintah pamannya, dan lainnya. Yang jelas si keponakan berusaha sebaik mungkin melayani si paman dan keluarganya.  

Capek, letih, tidak enak hati, gembira, cocok, senang, keberuntungan, tersinggung, marah, dilewati semuanya oleh si keponakan dengan sabar dan tawakal. Ya namanya saja hidup tidak di rumah orang tua sendiri, sebaik apapun perlakuan baik si paman dan keluarganya, ia tetap tidak bisa seleluasa di rumahnya sendiri.  

Sesudah si keponakan menikah, ia mulai jualkan dagangan bahan bangunan milik pamannya, ia latihan dagang mandiri. Lambat laun toko bangunan yang ia dirikan berkembang. 

Sesudah pamannya menua, si keponakan sudah menjadi juragan, persis seperti pamannya. 

Kemiskinan itu selalu diawali dari ketidakmampuan membayar, Anda tidak punya tanah karena Anda tidak mampu membayar harganya. Sebaliknya kekayaan selalu diawali kemampuan membayar, Anda punya mobil karena Anda mampu membayarnya. 

Sistem pembayaran tidak selamanya dengan uang, bisa dengan jerih payah, doa, tenaga, pikiran, hingga kesabaran hati itu adalah sistem pembayaran. 

Asisten rumah tangga digaji uang oleh majikan, ia membayarnya dengan tenaga dan pengabdian. Kyai diamplopi uang oleh santrinya, ia membayarnya dengan doa dan jasa mendidik santri. 

PNS dibayar oleh negara, ia membayarnya dengan pikiran, tenaga dan pengabdian. Istri dapatkan nafkah dari suami, ia membayarnya dengan layanan ranjang dan mengurusi rumah tangga. 

Segala hal menagih bayaran, itulah sistem hidup di alam semesta ini, sehingga mekanisme kepemilikan kekayaan adalah kemampuan membayar. 

Maka sebego-begonya orang adalah orang yang berpikir ingin kaya dan rezeki deras dengan dapatkan gratisan, subsidian dan bantuan sosial. 

Lah iya, kaum dhuafa yang dapatkan bantuan sosial dari pemerintah saja tidak terasa ya mereka harus membayar dengan hati, sebab emang enak dilabeli "masyarakat miskin" dalam status sosial? 

Label "masyarakat miskin" itu makan hati sekali loh. Judulnya saja bantuan gratis, mekanisme alam semesta di baliknya tetap menagih bayaran dengan caranya sendiri. 

Si keponakan dengan konsisten dan istiqamah melayani si paman dan keluarganya, itu artinya si keponakan sedang membayar layanan pertolongan yang diberikan oleh pamannya dengan jerih payah dan pengabdian. 

Andai si keponakan kerjaannya "ongkang-ongkang" sementara pamannya terus transfer kebaikan dan pertolongan kepadanya, maka kedudukan si keponakan berada di "derajat terima kasih" telah dibantu. 

Anda kalau sudah diberi oleh orang lain maka Anda berada di derajat terima kasih. Ketika berada di derajat terima kasih, Anda tidak akan pernah mampu berkuasa penuh untuk kendalikan orang lain. 

Contoh, Anda baru saja diberi sumbangan, dan kebetulan Anda sangat membutuhkan sumbangan tersebut. Lantas Anda tersinggung dengan si pemberi sumbangan, di situ apa Anda berani melabrak dan marah-marah kepada si penyumbang? 

Anda tidak bisa berbuat banyak karena Anda terbeli. Satu-satunya jalan Anda harus membayarnya dengan hati yakni sabar. 

Nah orang yang tidak mampu bayar itu berada di "derajat terima kasih"; level matur nuwun. Sementara kekayaan itu selalu ditandai kemampuan membayar karena dari kemampuan membayar itulah proses untuk lepas dari jeratanderajat terima kasih. 

Si keponakan mengabdi dengan jerih payah kepada pamannya itu adalah proses bagaimana ia membayar semua kebaikan pamannya, sehingga derajat si keponakan lama kelamaan keluar dari derajat terima kasih, hasil unduhannya setelah ia merangkak dirikan toko bahan bangunan sendiri, ia pun menjadi kaya, sebab kaya itu selalu diawali dari kemampuan membayar.

Nah tulisan ini adalah resep bagaimana Anda memulai kekayaan. Mengabdilah pada profesi Anda masing-masing sebagai bentuk pembayaran kepada kekayaan.

Dulu pun saya mengawali kebaikan rezeki dengan mengabdi, tidak begitu saja saya ongkang-ongkang lantas rezeki saya membludak.

Di pesantren, saya tahunan mengajar santri mertua, padahal sistem pesantren tidak ada sistem gaji. Tapi saya ngajar ngaji terus dengan konsisten. Hasilnya bisnis-bisnis saya berkembang semua, padahal saya tidak urus-urus amat mengembangkannya. 

Hal itu terjadi karena ketika saya mengabdi mengajar ngaji santri mertua, saya sedang membayar, sedang berusaha lepas dari derajat terima kasih.

Di bisnis pemberdayaan diri juga begitu. Sebelum saya menikmati rezeki dari kelas training pemberdayaan diri, saya mengabdi lama kepada publik di medsos dengan aktif menjadi writing content di Facebook. 

Saat saya berkarya di konten tulisan itulah proses saya membayar kepada publik. Semua hasil dari unggahan bayaran adalah kekayaan.

Jadi Anda yang mungkin saat ini berada di titik nol untuk membuka kekayaan, mulailah dari titik pembayaran "mengabdi".

Metode ini saya terapkan kepada santri-santri dan keponakan saya. Mereka yang bilang ingin kaya, selalu saya wajibkan untuk jadi asisten saya minimal 3 tahun. 

Santri juga demikian, saya wajibkan khidmah melayani saya minimal 3 tahun. Karena dengan khidmah atau mengabdi itulah proses bagaimana membayar kekayaan ke alam semesta.

Kaya adalah keluar dari derajat terima kasih dan untuk keluar dari derajat terima kasih harus bisa dan berani membayar.

شَرَفُ الْمُؤْمِنِ قِيَامُ اللَّيْلِ وَ عِزُّهُ اسْتِغْنَاؤُهُ عَنِ النَّاسِ

"Kemuliaan seorang mukmin adalah bangun malamnya, dan keluhurannya adalah semugihnya (ketidakketergantungannya) dengan manusia." (H.R. Thabrani)

Sebab itu, kaya sesungguhnya adalah kemampuan "tidak butuh" kepada sesama manusia, sebab rasa butuh bantuan itulah yang menuntut terima kasih. 

Dan dengan membayar itu artinya Anda sedang berproses untuk membelinya. Segala yang telah Anda beli itulah kekayaan milik Anda.

Imam Ali bin Abi Thalib berkata,

الغِنَى الأَكْبَرُ اليَأسُ عَمَّا فِي أَيْدِي النّاس

"Kekayaan besar adalah terputus dari apa yang ada di tangan manusia."                             

0 Response to "Awal Mula Miskin Dari Derajat Terima Kasih Yang Tak Terbayar"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak