Belajarlah Menerima Taqdir Yang Menimpa Diri Kita

 بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Segala puji hanya milik Allah Subhanahu wa ta’ala, kita memuji-Nya, memohon pertolongan dari-Nya, dan meminta ampunan-Nya. Kita berlindung kepada-Nya dari keburukan-keburukan jiwa kita, dan kejelekan-kejelekan perbuatan kita. 

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah atas diri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, keluarganya, para sahabatnya, dan orang orang yang setia meniti jalan petunjuknya hingga hari kiamat.

Salah satu kalimat yang cukup sederhana, namun bisa menjadi penguat dan penyemangat di kala saya merasa tidak mampu dan lelah untuk berusaha.

Jika bicara tentang taqdir, seakan-akan kita tidak kuasa untuk mengubahnya.Kita tidak kuasa mengubah taqdir kita. 

Namun kalau kita tidak mampu mengubah hidup kita dengan usaha kita. Hal ini yang sering disalah maknai oleh kebanyakan orang.

Terkadang kita sulit menerima takdir yang menimpa diri kita, apalagi jika takdir itu berupa kesulitan atau kegagalan. sesuatu yang tidak kita harapkan terjadi pada diri kita. 

Sesuatu yang menurut pemahaman kita tidak baik buat diri kita. Pada saat itu, seringnya kita lupa akan Allah Sang Pencipta takdir Sang Pencipta kita. Allah tentu lebih tahu apa yang terbaik buat ciptaanNya. Kita lupa, 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah berjanji, tidak akan membebankan kepada seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya, Laa yukalifuLLahu nafsan illa wus’aha.

Allah berfirman dalam Alquran surah Al-Baqarah ayat 286 berbunyi:

 لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا 

“La yukallifullahu nafsan illa wus'aha.”

 “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”

Ketika seseorang menerima takdir yang menimpa dirinya menerima ketentuan Allah atas dirinya ridho kepada qodho dan qodar Allah.

Maka ia akan ikhlas dan rela menerima apapun yang diputuskan Allah kepada dirinya tanpa syarat, dan menganggapnya sebagai sesuatu kebaikan atau cobaan yang perlu dihadapinya. 

Ridho merupakan buah dari cinta seorang mukmin kepada Allah. Seseorang yang mencintai seseorang akan menerima semua keinginan dan tuntutan dari yang dicintainya. Keinginan dan tuntutan Allah terdapat dalam Al Qur’an.

Kehendak Allah kepada kita merupakan kejadian yang telah berlangsung, tidak dapat dihindarkan, dan tidak diketahui sebelumnya. 

Semua kebaikan dan keburukan dari apa yang menimpa kita, semua dari sisi Allah.Tak ada seorangpun yang dapat menghindari dari rahmatNya dan kecelakaan yang ditimpakanNya kepada seseorang.

Setelah penciptaan fisik seorang manusia dalam rahim ibunya selama 120 hari, Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya dan menyampaikan 4 perkara: rezekinya, ajalnya, amal perbuatannya, dan akan menjadi sengsara atau bahagia.

Rasulullah mengingatkan bahwa amal perbuatan seseorang selama hidupnya tidak menjamin keadaannya di akhir hidupnya. Semua tergantung pada kehendak Allah.

Ada seseorang yang selama hidupnya senantiasa beramal baik dengan amalan penghuni surga, hingga jaraknya tinggal sehasta, namun takdir Allah mendahuluinya, lalu ia melakukan amalan penghuni neraka, hingga masuklah ia ke dalam neraka. 

Sebaliknya ada seseorang yang selama hidupnya senantiasa beramal dengan amalan neraka, hingga jaraknya tinggal sehasta, namun takdir Allah mendahuluinya, lalu ia melakukan amalan penghuni surga, hingga ia pun masuk ke dalamnya.(Hadits arbain ke-4, HR Bukhari Muslim).

Takdir merupakan pertemuan antara ikhtiar atau usaha manusia dengan kehendak Allah. Hidup merupakan rangkaian usaha demi usaha, sambungan ikhtiar demi ikhtiar. 

Namun ujung dari usaha dan puncak ikhtiar tidak selalu berhubungan langsung dengan kesuksesan dan keberhasilan. Ada simpul lain yang menghubungkan dengan keberhasilan, yaitu kehendak Allah. Simpul yang tidak diketahui oleh manusia, yang gelap bagi kita semua. 

 وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًاۗ

Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahuinya (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok … (QS. Luqman:34)

Pada setiap usaha yang kita lakukan, kita harus melakukan segala sesuatu dengan baik, profesional, tertib, dan penuh semangat. 

Pada wilayah yang gelap, usaha kita adalah: berdoa, berharap, dan bertawakal kepada Allah. Dalam setiap ikhtiar yang kita usahakan, harus kita tutup kalkulasi optimisme dengan kata ’semoga’ atau ’mudah-mudahan.’

Bagi seorang mukmin, kata ’semoga’ atau ’mudah-mudahan’ bukan hanya masalah kebergantungan, tapi juga merupakan buah dari pemahamannya terhadap prinsip aqidah Islam yakni tempat menyandarkan seluruh pengharapan kita. 

Dari sinilah tumbuh energi tawakal, kepasrahan yang tidak berakhir dengan putus asa. Namun pengharapan atas kehendak Allah yang baik atas dirinya dengan senantiasa memilih jalan yang layak, menata segala upayanya, lalu memohon kesuksesan kepada Allah.

Kata ’semoga’ atau ’mudah-mudahah’ membuat kita menjadi lebih bijak menyikapi takdir yang menimpa diri kita. Kita akan lebih bisa memaknai setiap takdir yang menimpa kita, dibalik semua ini, pasti ada hikmahnya. 

Tidak larut dalam penyesalan yang mendalam, tidak larut dalam perasaan bersalah atas setiap keputusan yang diambilnya, tidak larut menyalahkan takdir, dibalik semua ini pasti ada hikmahnya.

Yakinlah bahwa setiap takdir Allah untuk kita selalu baik, apapun bentuk takdir itu. Takdir yang baik, tentu baik untuk kita. 

Takdir yang nampak tidak menguntungkan buat kita, ternyata ada kebaikan yang Allah ’paksakan’ untuk kita, yang tidak kita sadari saat itu.Yakinlah bahwa Allah mengetahui yang terbaik untuk kita.

Boleh jadi, takdir yang menimpa diri kita merupakan tangga untuk mencapai derajat yang lebih tinggi di sisi Allah. 

Allah akan senantiasa menguji seorang hambaNya hingga terlihat siapa yang paling berhak mendapatkan tempat yang terbaik di sisiNya. 

Ujian diberikan untuk memilih yang terbaik untuk mendapatkan tempat yang terbaik. Perlu stamina yang kuat dan persiapan yang baik untuk dapat menyelesaikan segala bentuk ujian.

Allah telah menyampaikan dalam QS Al Mulk: 2 Bahwa Allah menciptakan kehidupan dan kematian sebagai ujian untuk melihat siapa yang terbaik amalannya. 

ۨالَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيٰوةَ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلًاۗ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفُوْرُۙ

"Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun".

Dalam QS Al Insan: 2 juga disebutkan bahwa Allah menciptakan manusia untuk diuji dengan segala perintah dan laranganNya. Namun, Allah tidak membiarkan begitu saja makhlukNya hidup tanpa bekal.

اِنَّا خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ مِنْ نُّطْفَةٍ اَمْشَاجٍۖ نَّبْتَلِيْهِ فَجَعَلْنٰهُ سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًا
"Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat".

Allah mengkaruniakan pendengaran dan penglihatan untuk digunakan manusia menjalani hidupnya, menemukan petunjukNya, menemukan jalan dan pemecahan atas segala permasalahan, menemukan kunci dan penerang untuk lolos dalam ujian hidupnya.

Bisa jadi, takdir yang menimpa diri kita adalah buah dari pohon-pohon dosa kita. Dosa-dosa kecil yang kita abaikan dari mohon ampunanNya, yang kita semai dan kita tumbuh suburkan, akan menghasilkan buah yang akan kita petik hasilnya. 

Jika musibah datang beruntun, kegagalan terus menghantui kita, sudah saatnya kita berkaca dan mengoreksi diri kita. 
  • Kotoran atau coreng-moreng apa yang telah menodai perjalanan hidup kita? 
  • Dosa apa yang telah kita lakukan sehingga menghalangi kita mencapai kesuksesan? 
Setelah itu hapuslah kotoran dan coreng-moreng itu dengan taubat dan istighfar.

Ada korelasi yang kuat antara taubat dan istighfar dengan kemudahan hidup. Nabi Nuh as mengajarkan kepada kaumnya:


فَقُلْتُ ٱسْتَغْفِرُوا۟ رَبَّكُمْ إِنَّهُۥ كَانَ غَفَّارًا ١٠
Maka aku berkata (kepada mereka), "Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, Sungguh, Dia Maha Pengampun, (QS. Nuh: 10)

يُرْسِلِ ٱلسَّمَآءَ عَلَيْكُم مِّدْرَارًا ١١
Niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu, (QS. Nuh:11)

وَيُمْدِدْكُم بِأَمْوَٰلٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّٰتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَٰرًا ﴿١٢
dan Dia memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan kebun-kebun untukmu dan mengadakan sungai-sungai untukmu." (QS. Nuh :12)

Al Hafizh Ibnu Katsir berkata Saat mengomentari ayat ini, 

"Jika kalian bertaubat kepada Allah, memohon ampun kepada-Nya dan menaati-Nya, niscaya Allah akan memperbanyak rezeki kalian, menurunkan air hujan yang penuh keberkahan dari langit, memberikan keberkahan dari tanah kalian, menumbuhkan tanaman, memperbanyak air susu ternak kalian dan menguatkan kalian dengan harta dan anak-anak, maksudnya Allah akan memberikan kalian kekayaan dan anak-anak, menumbuhkan berbagai macam buah-buahan bagi kalian, dengan air sungai yang mengalir di sela-selanya."

Ibnu Qoyyim menasihati:

Jika engkau dalam kenikmatan, peliharalah kenikmatan itu, sesungguhnya kemaksiatan bisa menghilangkan kenikmatan, dan ikatlah kenikmatan dengan taat kepada Tuhanmu, karena Tuhanmu Maha Cepat pembalasanNya.

Kenikmatan yang hilang dan berubah menjadi kegagalan merupakan ’buah karya’ kita sendiri.

وَمَآ اَصَابَكُمْ مِّنْ مُّصِيْبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ اَيْدِيْكُمْ وَيَعْفُوْا عَنْ كَثِيْرٍۗ

”Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri.” (QS Asy-syuro:30).

Boleh jadi, takdir yang menimpa diri kita adalah cara terbaik untuk meringankan dosa di hari kiamat. Ketika Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam sakit menjelang wafatnya, beliau bersabda :

مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ شَوْكَةٍ فَمَا فَوْقَهَا إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً أَوْ حَطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةً

“Tidak ada satupun musibah (cobaan) yg menimpa seorang muslim berupa duri atau yg semisalnya, melainkan dengannya Allah akan mengangkat derajatnya atau menghapus kesalahannya.”(HR.Muslim)

 مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيبُهُ أَذًى مِنْ مَرَضٍ فَمَا سِوَاهُ إِلَّا حَطَّ اللَّهُ بِهِ سَيِّئَاتِهِ كَمَا تَحُطُّ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا

”Tidaklah seorang muslim ditimpa suatu rasa sakit dengan duri atau apa saja, kecuali Allah menggugurkan dosa-dosanya seperti pohon yang menggugurkan daun-daunnya.”(HR Bukhari). 

Di antara rahmat dan kasih sayang Allah Subhanahu Wa Ta'ala kepada mukmin adalah dikuranginya dosa mereka di dunia. 

Musibah, bencana, dan kegagalan yang menimpa, bagaikan air yang menyiram dan mematikan api dosa. 

Hingga bisa jadi orang yang dosanya banyak, setelah diuji dengan musibah dia tetap beriman, ia akan menghadap Allah kelak dengan beban dosa yang ringan atau tanpa dosa. 

Sehingga selipkanlah rasa syukur dan tumbuhkan kesabaran atas setiap takdir yang menimpa diri kita, terutama yang berupa musibah. 

Semoga musibah itu adalah cara Allah untuk meringankan dosa kita yang sudah menumpuk dalam catatan amal hidup kita selama hidup.

Bisa jadi, takdir yang menimpa diri kita adalah harga wajib untuk mencapai kesuksesan lain. Ketika di awal usaha kita, kita tidak mendapatkan hasil yang kita inginkan, bahkan gagal mendapatkannya.

Bisa jadi Allah punya rencana bagi kita untuk memilih usaha lain yang akan mendatangkan hasil yang lebih baik. Kegagalan merupakan langkah untuk mencapai kesuksesan, jika kita terus berusaha dan berdoa. 

Ketika seorang wanita belum mendapatkan jodohnya karena berbagai hambatan, boleh jadi Allah telah menetapkan jodoh yang lebih baik untuk mendampinginya. 

Ketika seseorang terus ditolak ketika mencari lowongan pekerjaan, boleh jadi Allah telah memilihkan pekerjaan yang lebih baik untuk dia.

Boleh jadi, takdir yang menimpa diri kita merupakan lampu kuning pengingat, agar kita lebih banyak berkaca diri. 

Mungkin sebelum musibah menimpa kita, kita sedang lupa dengan cermin tempat hati mengoreksi diri. Apakah ada goresan-goresan atau titik-titik yang mengotori hati kita. 

Musibah, kegagalan, kesulitan hidup bisa menjadi pengingat bahwa kita harus banyak berkaca diri, mengoreksi diri bahwa dosa kita sudah cukup mengkhawatirkan sehingga Allah memberi peringatan dan teguran kepada kita. 

Sebelum Allah melanjutkan dengan siksa dan azabNya, segeralah bertaubat. Sebelum kita melangkah, sebelum kita menentukan pilihan, mohonlah petunjuk kepadaNya:

اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْتَخِيْرُكَ بِعِلْمِكَ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ، وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ، وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوْبِ. اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ ءوَيُسَمَّى حَاجَتَهُء خَيْرٌ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ فَاقْدُرْهُ لِيْ وَيَسِّرْهُ لِيْ ثُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْهِ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ شَرٌّ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ فَاصْرِفْهُ عَنِّيْ وَاصْرِفْنِيْ عَنْهُ وَاقْدُرْ لِيَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِيْ بِهِ

"Allahumma inni astakhiruka bi ilmika, wa astaqdiruka bi qudratika, wa as-aluka min fadhlika, fa innaka taqdiru wa laa aqdiru, wa talamu wa laa alamu, wa anta allaamul ghuyub".

"Allahumma fa-in kunta talamu hadzal amro (menyebutkan persoalannya) khoiron lii fii aajili amrii wa aajilih (aw fii diinii wa maaasyi wa aqibati amrii) faqdur lii, wa yassirhu lii, tsumma baarik lii fiihi".

"Allahumma in kunta talamu annahu syarrun lii fii diini wa maaasyi wa aqibati amrii (fii aajili amri wa aajilih) fash-rifnii anhu, waqdur liil khoiro haitsu kaana tsumma rodh-dhinii bih". Dari Jabir radhiyallahu anhu.

Artinya: "Ya Allah, sesungguhnya aku meminta pilihan yang tepat kepada-Mu dengan ilmu pengetahuan-Mu dan aku mohon kekuasaan-Mu (untuk mengatasi persoalanku) dengan kemahakuasaan-Mu. Aku mohon kepada-Mu sesuatu dari anugerah-Mu Yang Maha Agung, sesungguhnya Engkau Mahakuasa, sedang aku tidak kuasa, Engkau mengetahui, sedang aku tidak mengetahuinya dan Engkau adalah Maha Mengetahui hal yang ghaib.

Ya Allah, apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini ...(bisa menyebut persoalannya).. lebih baik dalam agamaku, dan akibatnya terhadap diriku sukseskanlah untuk ku, mudahkan jalannya, kemudian berilah berkah.

Akan tetapi apabila Engkau mengetahui bahwa persoalan ini lebih berbahaya bagiku dalam agama, perekonomian dan akibatnya kepada diriku, maka singkirkan persoalan tersebut, dan jauhkan aku daripadanya, takdirkan kebaikan untuk ku di mana saja kebaikan itu berada, kemudian berilah kerelaan-Mu kepadaku.

Wallahu ’alam bishshowab al haqqu mirrobbikum falaa takunnana minal mumtarin. Kebenaran itu datangnya dari Rabbmu, maka janganlah kita ragu untuk menerimanya.

Bila kita merasa ragu maka disarankan untuk shalat Istikarah. Semoga dengan mengerjakan shalat Istikarah Allah memberikan kita yang terbaik dan menjauhkan kita dari hal-hal yang buruk baik itu di masa sekarang dan dimasa yang akan datang.

0 Response to "Belajarlah Menerima Taqdir Yang Menimpa Diri Kita"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak