Fisiologi Sistem Pernafasan

Fisiologi ventilasi paru

Masuk dan keluarnya udara antara atmosfer dan alveoli paru. Pergerakan udara ke dalam dan keluar paru disebabkan oleh:

1. Tekanan pleura : tekanan cairan dalam ruang sempit antara pleura paru dan pleura dinding dada. 

Tekanan pleura normal sekitar -5 cm H2O, yang merupakan nilai isap yang dibutuhkan untuk mempertahankan paru agar tetap terbuka sampai nilai istirahatnya. 

Kemudian selama inspirasi normal, pengembangan rangka dada akan menarik paru ke arah luar dengan kekuatan yang lebih besar dan menyebabkan tekanan menjadi lebih negatif (sekitar -7,5 cm H2O). 

2. Tekanan alveolus : tekanan udara di bagian dalam alveoli paru. Ketika glotis terbuka dan tidak ada udara yang mengalir ke dalam atau keluar paru, maka tekanan pada semua jalan nafas sampai alveoli, semuanya sama dengan tekanan atmosfer (tekanan acuan 0 dalam jalan nafas) yaitu tekanan 0 cm H2O. 

Agar udara masuk, tekanan alveoli harus sedikit di bawah tekanan atmosfer. Tekanan sedikit ini (-1 cm H2O) dapat menarik sekitar 0,5 liter udara ke dalam paru selama 2 detik. Selama ekspirasi, terjadi tekanan yang berlawanan. 

3. Tekanan transpulmonal : perbedaan antara tekanan alveoli dan tekanan pada permukaan luar paru, dan ini adalah nilai daya elastis dalam paru yang cenderung mengempiskan paru pada setiap pernafasan, yang disebut tekanan daya lenting paru.

Fisiologi kendali persarafan pada pernafasan

Terdapat dua mekanisme neural terpisah bagi pengaturan pernafasan. 

1. Mekanisme yang berperan pada kendali pernafasan volunter. Pusat volunter terletak di cortex cerebri dan impuls dikirimkan ke neuron motorik otot pernafasan melalui jaras kortikospinal. 

2. Mekanisme yang mengendalikan pernafasan otomatis. Pusat pernafasan otomatis terletak di pons dan medulla oblongata, dan keluaran eferen dari sistem ini terletak di rami alba medulla spinalis di antara bagian lateral dan ventral jaras kortikospinal. 

Serat saraf yang meneruskan impuls inspirasi, berkumpul pada neuron motorik N.Phrenicus pada kornu ventral C3-C5 serta neuron motorik intercostales externa pada kornu ventral sepanjang segmen toracal medulla. 

Serat saraf yang membawa impuls ekspirasi, bersatu terutama pada neuron motorik intercostales interna sepanjang segmen toracal medulla.

Neuron motorik untuk otot ekspirasi akan dihambat apabila neuron motorik untuk otot inspirasi diaktifkan, dan sebaliknya. 

Meskipun refleks spinal ikut berperan pada persarafan timbal-balik (reciprocal innervation), aktivitas pada jaras descendens-lah yang berperan utama. Impuls melalui jaras descendens akan merangsang otot agonis dan menghambat yang antagonis. 

Satu pengecualian kecil pada inhibisi timbal balik ini adalah terdapatnya sejumlah kecil aktifitas pada akson N.Phrenicus untuk jangka waktu singkat, setelah proses inspirasi. 

Fungsi keluaran pasca inspirasi ini nampaknya adalah untuk meredam daya rekoil elastik jaringan paru dan menghasilkan pernafasan yang halus (smooth).

Pengaturan aktivitas pernafasan

Baik peningkatan PCO2 atau konsentrasi H+ darah arteri maupun penurunan PO2 akan memperbesar derajat aktivitas neuron pernafasan di medulla oblongata, sedangkan perubahan ke arah yang berlawanan mengakibatkan efek inhibisi ringan. 

Pengaruh perubahan kimia darah terhadap pernafasan berlangsung melalui kemoreseptor pernafasan di glomus karotikum dan aortikum serta sekumpulan sel di medulla oblongata maupun di lokasi lain yang peka terhadap perubahan kimiawi dalam darah. 

Reseptor tersebut membangkitkan impuls yang merangsang pusat pernafasan. Bersamaan dengan dasar pengendalian pernafasan kimiawi, berbagai aferen lain menimbulkan pengaturan non-kimiawi yang memengaruhi pernafasan pada keadaan tertentu. 

Untuk berbagai rangsang yang memengaruhi pusat pernafasan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Pengendalian kimiawi pernafasan

Mekanisme pengaturan kimiawi akan menyesuaikan ventilasi sedemikian rupa sehingga PCO2 alveoli pada keadaan normal dipertahankan tetap. 

Dampak kelebihan H+ di dalam darah akan dilawan, dan PO2 akan ditingkatkan apabila terjadi penurunan mencapai tingkat yang membayakan. 

Volume pernafasan semenit berbanding lurus dengan laju metabolisme, tetapi penghubung antara metabolisme dan ventilasi adalah CO2, bukan O2. 

Reseptor di glomus karotikum dan aortikum terangsang oleh peningkatan PCO2 ataupun konsentrasi H+ darah arteri atau oleh penurunan PO2. 

Setelah denervasi kemoreseptor karotikum, respons terhadap penurunan PO2 akan hilang, efek utama hipoksia setelah denervasi glomus karotikum adalah penekanan langsung pada pusat pernafasan. 

Respon terhadap perubahan konsentrasi H+ darah arteri pada pH 7,3-7,5 juga dihilangkan, meskipun perubahan yang lebih besar masih dapat menimbulkan efek. 

Sebaliknya, respons terhadap perubahan PCO2 darah arteri hanya sedikit dipengaruhi,; dengan penurunan tidak lebih dari 30-35%.

Kemoreseptor dalam batang otak

Kemoreseptor yang menjadi pperantara terjadinya hiperventilasi pada peningkatan PCO2 darah arteri setelah glomus karotikum dan aortikum didenervasi terletak di medulla oblongata dan disebut kemoreseptor medulla oblongata. 

Reseptor ini terpisah dari neuron respirasi baik dorsal maupun ventral, dan terletak pada permukaan ventral medulla oblongata. 

Reseptor kimia tersebut memantau konsentrasi H+ dalam LCS, dan juga cairan interstisiel otak. CO2 dengan mudah dapat menembus membran, termasuk sawar darah otak, sedangkan H+ dan HCO3 - lebih lambat menembusnya. 

CO2 yang memasuki otak dan LCS segera dihidrasi. H2CO3 berdisosiasi, sehingga konsentrasi H+ lokal meningkat. Konsentrasi H+ pada cairan interstitiel otak setara dengan PCO2 darah arteri.

Respons pernafasan terhadap kekurangan oksigen

Penurunan kandungan O2 udara inspirasi akan meningkatkan volume pernafasan semenit. Selama PO2 masih diatas 60 mmHg, perangsangan pada pernafasan hanya ringan saja,dan perangsangan ventilasi yang kuat hanya terjadi bila PO2 turun lebih rendah. 

Nsmun setiap penurunan PO2 arteri dibawah 100 mmHg menghasilkan peningkatan lepas muatan dari kemoreseptor karotikum dan aortikum. 

Pada individu normal, peningkatan pelepasan impuls tersebut tidak menimbulkan kenaikan ventilasi sebelum PO2 turun lebih rendah dari 60 mmHg karena Hb adalah asam yang lebih lemah bila dibandingkan dengan HbO2, sehingga PO2 darah arteri berkurang dan hemoglobin kurang tersaturasi dengan O2, terjadi sedikit penurunan konsentrasi H+ dalam darah arteri. 

Penurunan konsentrasi H+ cenderung menghambat pernafasan. Di samping itu, setiap peningkatan ventilasi yang terjadi, akan menurunkan PCO2 alveoli, dan hal inipun cenderung menghambat pernafasan. 

Dengan demikian, manifestasi efek perangsangan hipoksia pada pernafasan tidaklah nyata sebelum rangsang hipoksia cukup kuat untuk melawan efek inhibisi yang disebabkan penurunan konsentrasi H+ dan PCO2 darah arteri.

Pengaruh H+ pada respons CO2

Pengaruh perangsangan H+ dan CO2 pada pernafasan tampaknya bersifat aditif dan saling berkaitan dengan kompleks, serta berceda halnya dari CO2 dan O2. Sekitar 40% respons ventilasi terhadap CO2 dihilangkan apabila peningkatan H+ darah arteri yang dihasilkan oleh CO2 dicegah. 60% sisa respons kemungkinan terjadi oleh pengaruh CO2 pada konsentrasi H+ cairan spinal atau cairan interstitial otak.

Pengangkutan oksigen ke jaringan

Sistem pengangkut oksigen di dalam tubuh terdiri atas paru dan sistem kardiovaskuler. Pengangkutan oksigen menuju jaringan tertentu bergantung pada: jumlah oksigen yang masuk ke dalam paru, adanya pertukaran gas dalam paru yang adekuat, aliran darah menuju jaringan dan kapasitas darah untuk mengangkut oksigen. 

Aliran darah bergantung pada derajat konstriksi jalinan vaskular di dalam jaringan serta curah jantung. Jumlah oksigen di dalam darah ditentukan oleh jumlah oksigen yang larut, jumlah hemoglobin dalam darah dan afinitas hemoglobin terhadap oksigen.

0 Response to "Fisiologi Sistem Pernafasan"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak