Nilai Keikhlasan

 بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Segala puji hanya milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wassallam, keluarga, dan para sahabatnya, serta pengikutnya yang selalu setia dan Istiqomah hingga hari akhir.

Gambaran ikhlas antara lain dinyatakan dalam bentuk pernyataan, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah Ta'la. 

Seseuatu perbuatan itu baru diterima Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan dinilai sebagai ibadah amal shaleh, jika perbuatan itu diizinkan oleh Allah dan dilakukan dengan ikhlas. 

Ikhlas adalah buah manis dan intisari dari keimanan seseorang. Tidak heran jika Ibnu Qayyim al-Jauziyah memberi perumpamaan bahwa :

“Amal tanpa keikhlasan seperti musafir yang mengisi kantong dengan kerikil pasir, memberatkannya tapi tidak bermanfaat.” 

Oleh karenanya suatu ketaatan apapun bentuknya jika dilakukan dengan tidak ikhlas dan jujur terhadap Allah, maka amalan itu tidak ada nilainya dan tidak berpahala, bahkan pelakunya akan menghadapi ancaman Allah yang sangat besar.

Jika keikhlasan itu sudah tertanam di dalam jiwa, selayaknya kita harus menjaganya dan memperbaruinya. 

Agar nilai keikhlasan tersebut tidak rusak, mungkin kita bisa belajar dari keterangan Abu Bakar Ad Daqqaq di bawah ini:

نقصان كل مخلص في إخلاصه رؤية اخلاصه فإذا اراد الله تعالى أن يخلص إخلاصه أسقط عن إخلاصه رؤيته لإخلاصه فيكون مخلصا لا مخلصا

“Rusaknya nilai-nilai keikhlasan adalah ketika seseorang memandang dirinya sebagai orang yang ikhlas dan memandang dirinya yang sanggup untuk ikhlas (sombong). Apabila Allah berkehendak untuk memelihara keikhlasan seseorang, maka dipalingkannya mata hati orang tersebut dari memandang keikhlasannya sendiri.”

Pesan tersebut tertulis dalam kitab Ar-Risalah al Qusyairiyah. Orang yang ikhlas tidak akan mendeklarasikan bahwa dirinya itu ikhlas. 

Karena itulah diantara penyebab rusaknya nilai-nilai keikhlasan adalah memandang dirinya ikhlas dan dirinya sanggup untuk ikhlas. 

Padahal, jika Allah berkehendak untuk terus memelihara keikhlasan seseorang, maka tak mungkin untuknya untuk mengakui keikhlasan yang ada pada dirinya.

Karena itulah, salah satu karakteristik orang ikhlas adalah ia melupakan amalan dan pahala yang telah di perbuatnya. 

Dengan begitu ia tidak akan mengingat banyaknya amal yang diperbuat, atau bahkan tidak sama sekali menyebut dirinya sebagai orang yang ikhlas dalam beramal. 

Dengan pandangan yang demikian, maka tidak kemungkinan untuk meninggikan dirinya sendiri (sombong) dan merendahkan orang lain.

Senada dengan hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud dari Nabi, beliau bersabda:

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“ (HR. Muslim)

Keikhlasan dapat hilang oleh beberapa perkara, seperti: mencintai dunia, kemasyhuran, kemuliaan, riya’, sum’ah dan ujub.

1. Riya ialah melakukan `ibadah dengan tujuan dilihat oleh manusia, sehingga orang yang riya’ itu mencari pengagungan, pujian, harapan atau rasa takut terhadap orang yang dia berbuat riya’ karenanya. 

2. Sum’ah adalah amalan yang dilakukan dalam rangka agar didengar orang lain, misalnya memperdengarkan bacaan Al-Qur’an atau yang lainnya. 

3. Ujub adalah teman riya, yaitu perasaan bangga terhadap diri sendiri atas kemampuan yang dimiliki secara berlebihan. 

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah membedakan antara keduanya (antara riya dan ujub ). 

1. Riya adalah salah satu bentuk dari syirik kepada makhluk. 

2. Adapun ujub adalah bentuk dari pada syirik kepada diri sendiri.

Rasul bersabda ada tujug golongan manusia yang akan mendapatkan perlindungan di yaumil qiyamah nanti, saat tidak ada perlindungan Allah Subanahu Wa Ta'ala. 

Ketujuh golongan itu adalah:

1. Pemimpin yang berlaku adil terhadap rakyatnya

2. Pemuda yang selalu ikhlas beribadah kepada Allah

3. Seorang yang hatinya ikhlas , selalu terkait dengan masjid

4. Dua orang yang bersahabat dengan ikhlas karena Allah dan berpisah dengan ikhlas karena Allah

5. Laki-laki yang dibujuk berzina oleh wanita cantik yang mempunyai kedudukan tetapi laki-laki itu menolak karena takut kepada Allah

6. Seorang yang mngeluarkan hartanya sebagai shidqoh dengan ikhlas, sembunyi-sembunyi sehingga seolaholah tangan kirinya pun tidak tahu apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya

7. Seorang yang berdzikir karena Allah sehingga ia meneteskan air matanya.

Sangat banyak ayat Al-Qur‘an terutama yang turun di Makkah yang memerintahkan manusia bersikap ikhlas. Sebab, ikhlas itu sangat erat hubungannya dengan tauhid yang murni, akidah yang benar, dan tujuan yang jelas. 

Allah berfirman kepada Rasul-Nya :

اِنَّآ اَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللّٰهَ مُخْلِصًا لَّهُ الدِّيْنَۗ 

Artinya: “Sesungguhnya Kami menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya.“ (Az-Zumar: 2).

Allah berfirman pula kepada Rasul-Nya :

قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَ مَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ

"Katakanlah (Muhammad), Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam,"(QS. Al-An'am 6: Ayat 162)

لَا شَرِيْكَ لَهٗ ۚ وَبِذٰلِكَ اُمِرْتُ وَاَنَاۡ اَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ

"Tidak ada sekutu bagi-Nya; dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama berserah diri (muslim)."(QS. Al-An'am 6: Ayat 163)

Nilai keikhlasan diantaranya yaitu :Ingin selamat dari azab,  ingin mendapat pahala, menginginkan keduanya, beribadah karena malu kepada Allah Subhanahu wa ta'ala dengan tidak mengharap pahala dan tidak takut akan siksa, beribadah karena cinta kepada Allah Subhanahu wa ta'ala tanpa peduli dengan pahala dan siksaan, serta beribadah karena menghormati dan memuliakan Allah Subhanahu wa ta'al

0 Response to "Nilai Keikhlasan"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak