GAMBARAN ORANG YANG KUFUR NIKMAT

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Segala puji hanya milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wassallam, keluarga, dan para sahabatnya, serta pengikutnya yang selalu setia dan Istiqomah hingga hari akhir.

Pengertian Kufur Nikmat

Kufur secara bahasa berarti menutupi. Sedangkan menurut syara’ kufur adalah tidak beriman kepada Allah dan Rasulnya, baik dengan mendustakannya atau tidak mendustakannya. Manakala maksud kufur nikmat ialah tidak menggunakan nikmat Allah pada jalan yang betul. Dengan kata lain, menggunakan nikmat yang diberikan pada jalan yang dibencinya. 

Sebagaimana Firman Allah:

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

Artinya : Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni'mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.(Q.Surat Ibrahim : 7)

Menurut Iman Al-Ghazali kufur nikmat merupakan kenikmatan yang Allah berikan pada jalan-jalan yang tidak diridhai oleh Allah dan enggan mengucapkan alhamdulillah. 

Sikap tidak pandai bersyukur dan tidak sadar bahwa sudah terlalu banyak kenikmatan yang Allah berikan kepada dirinya. 

Seorang muslim wajib bersyukur kepada Allah dan tidak boleh menyandarkan apapun nikmat yang diterimanya kepada selain Allah.

Contoh kufur nikmat yaitu Seseorang sudah diberikan kenikmatan berupa jiwa dan raga yang sehat, waktu yang lapang, rejeki yang banyak, akan tetapi kenikmatan yang diberikan digunakan untuk bermaksiat kepada Allah seperti minum miras, judi dan lain sebagainya. 

Itulah contoh sesorang yang kufur nikmat karena ia telah menggunkan pemberian Allah di jalan yang tidak diridhainya.

Salah satu contoh orang yang kufur nikmat dalam sejarah dan disebutkan kisahnya di dalam al-qur’an adalah Qorun. Seorang yang kaya raya akan tetapi tidak bersyukur kepada Allah. 

Sehingga Qorun dihukum oleh Allah yaitu dengan menenggelamkannya ke dalam bumi beserta harta-hartanya. 

Kisah dari Qorun ini sangat terkenal sehingga jika ada emas atau harta benda temuan yang tidak diketahui pemiliknya sering disebut dengan istilah harta karun.

Macam- Macam Kufur.

Jenis Kufur terbagi menjadi  dua macam:

1. Kufur besar adalah kekufuran yang bisa mengeluarkan seseorang dari agama Islam. Penyebabnya kekufuran ini: karena mendustakan (menganggap bohong) agama Allah, karena kesombongan dan rasa enggan membenarkan, karena keraguan, karena berpaling, dan kemunafikan.

2. Kufur kecil yaitu kufur yang tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam, dan ia adalah kufur amali. Kufur amali ialah dosa-dosa yang disebutkan di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai dosa-dosa kufur, tetapi tidak mencapai derajat kufur besar. Seperti kufur nikmat (dan sebagainya).

Sehingga perbedaan keduanya antara lain:

1. Kufur besar mengeluarkan pelakunya dari agama Islam dan menghapuskan (pahala) amalnya, sedangkan kufur kecil tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam, juga tidak menghapuskan (pahala)nya sesuai dengan kadar kekufurannya, dan pelakunya tetap dihadapkan dengan ancaman.

2. Kufur besar menjadikan pelakunya kekal dalam neraka, sedangkan kufur kecil, jika pelakunya masuk neraka maka ia tidak kekal di dalamnya, dan bisa saja Allah memberikan ampunan kepada pelakunya, sehingga ia tiada masuk neraka sama sekali.

3. Kufur besar menjadikan halal darah dan harta pelakunya, sedangkan kufur kecil tidak demikian.

4. Kufur besar mengharuskan adanya permusuhan yang sesungguhnya, antara pelakunya dengan orang-orang mukmin. Orang-orang mukmin tidak boleh mencintai dan setia kepadanya, betapun ia adalah keluarga terdekat. 

Adapun kufur kecil, maka ia tidak melarang secara mutlak adanya kesetiaan, tetapi pelakunya dicintai dan diberi kesetiaan sesuai dengan kadar keimananny, dan dibenci serta dimusuhi sesuai dengan kemaksiatannya.

Hal yang sama juga dikatakan dalam perbedaan antara pelaku syirik besar dan syirik kecil

Tanda-Tanda Kufur Nikmat

1. Mengingkari rezeki dari Allah.

Memang benar jika dikatakan bahwa sebagian besar manusia itu adalah orang yang tidak mau bersyukur atau tidak pandai berterima kasih. 

Bagaimana tidak, ketika Alloh Ta’ala telah begitu banyak memberinya nikmat, baik yang sifatnya dzohir maupun batin, hal itu tidak membuat mereka sadar dan tergerak untuk semakin menambah ibadah mereka kepada Alloh. 

Meskipun bukan berarti Alloh butuh terhadap ibadah tersebut sebagai balasan atas nikmat yang telah Alloh berikan. Bahkan sebaliknya, kenikmatan itu justru membuat mereka semakin jauh dari ibadah kepada Alloh 

2. Suka sekali mengeluh atas nikmat Allah Subhanahu wa ta 'ala.

Mereka yang kufur dalam nikmat biasanya akan selalu merasa tidak nyaman, merasa tidak pernah cukup dan tidak pernah puas dalam keadaan apapun, bahkan dengan hal yang sebenarnya tidak perlu dikeluhkan.

Banyak manusia jika diuji Allah, mereka mengeluh. Mengeluh dengan banyaknya masalah kehidupan, pendapatan kurang, sikap keluarga dan sebagainya.

“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat suka mengeluh. Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah dan apabila mendapat kebaikan dia menjadi kikir.” (QS. Al-ma’arij: 19-21)

3. Menggunakan nikmatnya untuk melakukan perbuatan yang dapat menjauh dari Allah. 

Saat sedang sehat, mereka yang kufur nikmat akan lebih menyempatkan melakukan hal yang membuatnya senang di dunia, melakukan hal-hal yang maksiat yang sama sekali tidak mendatangkan pahala. Bahkan ada yang lebih rela merusak kesehatannya dengan minum minuman beralkohol.

Akibat Kufur Nikmat

1. Lalai dari nikmat Allah 

Betapa sangat sedikit jumlah manusia yang mensyukuri nikmat yang berserakan di bumi ini. Padahal nikmat ini akan menjadi abadi bahkan terus bertambah, saat manusia pandai mensyukuri.  

Syukur itulah pengikat nikmat agar langgeng dan lestari. Sebaliknya saat kita kufur, maka nikmat itu akan menjadi hilang, berkurang, tidak terasa, bahkan menjadi lenyap.

Kenikmatan akan terasa nikmat, saat direnungkan dan diresapi keberadaannya. Memanfaatkan nikmat untuk kebaikan sebagai manifestasi keimanan terhadap Arrahman. 

Melipatgandakan nikmat dengan berbagi terhadap sesama dan mahluk lainnya.  Betapa nikmat dalam kebersamaan dan menikmati kebersamaan adalah anugerah nikmat yang penuh kenangan dan tak mudah dilupakan

Padahal manusia menghendaki agar kenikmatan tersebut terus membersamainya, tak ada yang secara sadar ingin melepaskan nikmat itu dari dirinya. 

Justru kejahilan dan kelalaiannya mengakibatkan nikmat itu berkurang dan menjauh darinya. Tak menyadari dan tak mengenali siapa Dzat Pemberi nikmat sesungguhnya. 

Sehingga menyebabkannya tidak tahu bagaimana menyikapi nikmat itu sesuai kehendak Dzat Yang Maha Pemberi dan tidak mampu mensyukuri.

2. Kebodohan terhadap hakikat nikmat

Sebagian orang tidak mengetahui nikmat, tidak mengenal dan tidak memahami hakikat nikmat. Dia tidak tahu bahwa dirinya berada dalam kenikmatan, karena dia tidak mengetahui hakikat nikmat. 

Bahkan mungkin dia memandang pemberian nikmat Alloh kepadanya sangat sedikit sehingga tidak pantas untuk dikatakan sebagai kenikmatan. Maka orang yang tidak mengetahui nikmat, bahkan bodoh terhadapnya, tidak akan bisa mensyukurinya.

Sesungguhnya ada sebagian manusia yang jika melihat suatu kenikmatan diberikan kepadanya dan juga kepada orang lain, bukan kekhususan untuknya, maka dia tidak bersyukur kepada Alloh. 

Karena dia memandang dirinya tidak berada dalam suatu kenikmatan selama orang lain juga berada pada kenikmatan tersebut. 

Sehingga banyak orang yang berpaling dari mensyukuri nikmat Alloh yang sangat besar pada dirinya yang berupa anggota badan dan indera, dan juga nikmat Alloh yang sangat besar pada alam semesta ini.

Ambilah sebagai contoh, nikmatnya penglihatan. Ini merupakan nikmat Alloh yang sangat agung yang banyak dilalaikan oleh manusia. 

Siapakah yang mengetahui kenikmatan ini, memperhatikan haknya dan menyukurinya? Alangkah sedikitnya mereka itu.

Seandainya seseorang mengalami kebutaan, lalu Alloh mengembalikan penglihatannya dengan suatu sebab yang Alloh takdirkan, apakah dia akan memandang penglihatannya pada keadaan yang kedua ini sebagaimana kelalaiannya terhadap yang pertama? 

Tentu tidak, karena dia telah mengetahui nilai kenikmatan ini setelah dia kehilangan nikmat tersebut. Maka orang ini mungkin akan bersyukur kepada Alloh atas nikmat penglihatan ini, akan tetapi dengan cepat dia akan melupakannya. 

Dan ini adalah puncak kebodohan, karena rasa syukurnya bergantung kepada hilang dan kembalinya nikmat tersebut. Padahal sesuatu (kenikmatan) yang langgeng lebih berhak disyukuri daripada (kenikmatan) yang kadang-kadang terputus. 

Kebodohan dari hakikat nikmat Sebagian orang tidak mengetahui nikmat, tidak mengenal dan tidak memahami hakikat nikmat. Dia tidak tahu bahwa dirinya berada dalam kenikmatan , karena dia tidak mengetahui hakikat nikmat.

3. Selalu memandang urusan dunia kepada orang yang berada diatasnya

Orang yang selalu memandang dunia kepada orang yang berada diatasnya, hatinya sibuk dan badanya letih dalam berusaha untuk menyusul orang-orang yang telah diberi kelebihan atasnya berupa harta dunia.

Sehingga keinginan hanyalah untuk mengumpulkan dunia.Dia lalai dari bersyukur dan melaksanakan kewajiban ibadah.

4. Melupakan masa lalu

Diantara manusia ada yang pernah melewati kehidupan yang menyusahkan dan sempit, hidup pada masa-masa yang menegangkan dan penuh rasa takut, baik dalam masalah harta, penghidupan atau tempat tinggal.

Dan tatkala Allah memberikan kenikmatan dan karunia Kepadanya, dia enggan untuk membandingkan antara masa lalunya dengan kehidupannya sekarang agar menjadi jelas baginya karunia Allah atasnya.

Islam mengajarkan bagaimana manusia seharusnya bertindak sebagai makhluk dan bagaimana manusia memposisikan Allah sebagai Sang Khalik.

Allah menciptakan segala yang ada dilangit dan dibumi dan seluruhnya bisa diambil manfaatnya oleh manusia.Tentu saja nikmat ini merupakan nikmat yang tidak bisa dihitung dan diukur nilainya dengan apapun juga. 

Allah tidak pernah membutuhkan imbalan atas apa yang telah diberikan kepada manusia namun manusialah yang mempunyai kewajiban untuk bersyukur atas apa yang telah dikaruniakan-Nya.

Bukan hanya menciptkan dunia, langit seisinya, bahkan Allah menciptakan akhirat yang merupakan kelanjutan hidup setelah berakhirnya kehidupan duniawi.

Akhirat adalah tempat yang diciptakan Allah balasan dan imbalan manusia atas segala perbuatannya ketika hidup didunia. Jika manusia berbuat baik dengan melaksanakan semua printah dan menjahui larangan-Nya, maka surgalah imbalannya, dan jika sebaliknya maka neraka tempatnya

Keadaan orang-orang kafur nikmat pada hari kiamat. 

Pada hari kiamat orang-orang kafir akan diseret menghadap RabbNya dengan tidak membawa barang-barang dunia dan meninggalkan jabatannya saat di dunia. 

Ia akan diberi kitab (amalnya) dengan tangan kirinya atau dari arah belakang. Ketika ia melihat kitab amalnya itu, ia tidak menjumpai satu pun amal shalih yang menyelamatkannya di hadapan Allah. 

Ketika itulah ia berangan-angan kiranya di dunia dahulu ia menjadi binatang sehingga ia berubah menjadi abu seperti halnya binatang yang lain.

 Allah berfirman: 

اِنَّآ اَنْذَرْنٰكُمْ عَذَابًا قَرِيْبًا ەۙ يَّوْمَ يَنْظُرُ الْمَرْءُ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ وَيَقُوْلُ الْكٰفِرُ يٰلَيْتَنِيْ كُنْتُ تُرَابًا ࣖ

Artinya: Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata:"Alangkah baiknya Sekiranya dahulu adalah tanah".(QS. An-Naba Ayat 40). 

Tetapi itu tidak mungkin sungguh buruk keadaannya.Ia membenci dirinya sendiri karena dirinya telah membawanya kepada keadaan seperti itu. 

Lalu ia dan yang lainnya yang seperti dia diseru bahwa murka Allah  kepadamu ketika kamu menolak ajakan kepada iman jauh lebih besar dari murkamu terhadap dirimu sendiri.

Maka wahai saudaraku seiman, apakah engkau ingin menjadi seperti orang yang mendzalimi dirinya yang menentang perintah Allah dan Rasulnya? 

Jika engkau tidak menginginkan seperti itu, maka apa yang sudah kamu persiapkan untuk menghadapi hari yang sangat dahsyat dan mengerikan itu kita harus senantiasa ingat dan selalu mengingat yang lain tentang hari yang dahsyat ini sehingga kita selamat dari akibat buruk yang didapat oleh orang kafir tersebut. 

Dimana mereka disiksa lantaran amal jahatnya, sementara pada hari yang dahsyat tersebut mereka tidak mendapatkan penolong atau pembela, juga tidak ada bagi mereka tebusan bahkan tebusan itu tidak diterima sekalipun berupa emas sepenuh bumi ini, dan tidak ada bagi mereka selain minuman berupa timah yang mendidih dan azab yang pedih.

Sungguh sialnya mereka orang-orang kafir itu pada hari kiamat. Mereka datang membawa dosa yang sangat banyak, sementara penyesalan memenuhi perasaannya dan rugi menyertainya.

Sungguh buruk keadaan mereka tatkala warna hitam menutupi wajahnya lantaran sia-sianya harapan dan jeleknya penghisaban.

Sungguh besar rasa takut mereka ketika mereka disuruh berdiri dihadapan Rabb mereka, sementara dahulu di dunia mereka melalaikannya.

Dan seandainya kamu melihat ketika mereka dihadapkan kepada Rabb mereka (tentulah kamu melihat peristiwa yang mengharukan). 

Sungguh, ia adalah azab yang sangat berat yang mengepung orang-orang kafir dari setiap sisi sehingga mereka tidak dapat menghindar. 

Dan setiap orang dimana pun dan kapan pun jika berpaling dari ketaatan kepada Allah dan menempuh jalan orang-orang kafir, mereka akan mendapat siksa sama dengan orang-orang kafir, karena amal yang mereka perbuat adalah sama. 

Oleh karena itu, setiap manusia harus berfikir dan harus memperbaiki amalnya karena kehidupan di dunia merupakan kesempatan satu-satunya baginya jika ia ingin selamat dari dahsyatnya hari kiamat.

 Azab bagi orang kufur nikmat.

Selesai dihisab pada hari yang mengerikan ini, orang-orang kafir itu diseret ke neraka Jahannam serombongan demi serombongan dengan penuh kehinaan. 

Allah berfirman:

وَسِيْقَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اِلٰى جَهَنَّمَ زُمَرًا ۗحَتّٰىٓ اِذَا جَاۤءُوْهَا فُتِحَتْ اَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَآ اَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِّنْكُمْ يَتْلُوْنَ عَلَيْكُمْ اٰيٰتِ رَبِّكُمْ وَيُنْذِرُوْنَكُمْ لِقَاۤءَ يَوْمِكُمْ هٰذَا ۗقَالُوْا بَلٰى وَلٰكِنْ حَقَّتْ كَلِمَةُ الْعَذَابِ عَلَى الْكٰفِرِيْنَ

“Dan digiringlah orang-orang kafir ke neraka Jahannam dengan berkelompok-kelompok. Ketika pintu Jahannam dibuka dan mereka akan dimasukkan ke dalamnya, maka para penjaganya bertanya, mengejek, dan mencela, ‘Apakah belum pernah datang kepada kamu rasul-rasul diantara kamu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Rabb Mu?.” (Az-Zumar: 71)

Tidak ada jawaban lain selain mengakui, “Mereka menjawab, Benar (telah datang). Tetapi telah pasti berlaku ketetapan azab terhadap orang-orang yang kafir.”

Kemudian mereka masuk neraka dengan azabnya yang tiada tandingannya. Dan kedahsyatannya tidak pernah berhenti.

Mereka memakai pakaian neraka yang terdiri dari pelangkin , sedangkan api menutupi muka mereka. Air yang mendidih dituangkan ke kepalanya hingga air itu menghancurluluhkan isi perut mereka

Tulang belulang mereka remuk redam karena dipukuli dengan gada. Siksa seperti ini terus menerus diterima oleh mereka tanpa henti. 

Dan setiap kali kulit mereka terbakar, Allah menggantinya dengan kulit yang lain, sehingga mereka terus menerus merasakan siksa tersebut. 

Mereka berangan-angan ingin keluar dari dosa yang sangat pedih, tetapi Allah menetapkan bahwa mereka kekal di dalamnya, yang menambah mereka semakin berat siksa dan kehinaannya.

Mereka melihat orang-orang yang dahulu diejek oleh mereka yang terdiri dari pelaku ketaatan malah bersenang-senang di negri kemuliaan, mereka menertawakannya sambil menikmati berbagai kesenangan surgawi di surga na’im. Jadi yang didapatkan oleh orang-orang kufur hanyalah azab yang pedih. 

Contoh Prilaku Kufur Nikmat

1. Qarun dan Hartanya

 Jika mendengar istilah harta Karun, ingatan kita akan tertuju pada kisah Qarun dan hartanya yang dibenamkan Allah Subhanahu wa ta 'ala  ke dalam bumi. 

Kisah ini terjadi pada zaman Nabi Musa alaihi sallam. Namanya adalah Qarun, ia berasal dari Bani Israil. 

Allah telah mengaruniakan kepadanya harta yang sangat banyak, sehingga harta tersebut memenuhi rumahnya yang disimpan dalam peti-peti.

Setiap peti berisi harta yang sangat banyak. Saking banyaknya, harta itu sangat berat dan susah diangkat sekalipun oleh orang-orang yang kuat. Firman Allah :

اِنَّ قَارُوْنَ كَانَ مِنْ قَوْمِ مُوْسٰى فَبَغٰى عَلَيْهِمْ ۖوَاٰتَيْنٰهُ مِنَ الْكُنُوْزِ مَآ اِنَّ مَفَاتِحَهٗ لَتَنُوْۤاُ بِالْعُصْبَةِ اُولِى الْقُوَّةِ اِذْ قَالَ لَهٗ قَوْمُهٗ لَا تَفْرَحْ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْفَرِحِيْنَ

Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, tetapi ia berlaku dzalim terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat.(Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, “Janganlah terlalu bangga. Sungguh Allah tidak suka kepada orang yang membanggakan diri.” (QS. Al-Qashash [28]: 76)

Harta yang dimiliki Qarun menjadikannya sombong dan berbangga diri, sehingga ia lupa siapa yang memberikan semua kenikmatan itu, ia lupa bahwa Allah yang menganugerahkan kepadanya harta yang banyak. 

Harta itu tidak digunakan Qarun untuk berbuat baik, apalagi untuk membantu sesama yang membutuhkan. Ia gunakan harta itu untuk kedzaliman dan permusuhan.

Banyak dari kaum Bani Israil yang menginginkan harta seperti apa yang dimiliki Qarun dan mulai berkhayal andaikan mereka yang menjadi Qarun. 

Mereka beranggapan Allah menyayangi Qarun sehingga diberikan kepadanya harta yang berlimpah. Bagi orang yang beriman kepada Allah, mereka tidak silau terhadap harta yang dimiliki Qarun dan merasa cukup atas apa yang dimiliki. 

Bahkan, mereka mengingatkan Qarun agar tidak sombong dan membanggakan diri atas harta yang dimiliki. Mereka juga menasehatinya agar memanfaatkan harta itu dijalan Allah dengan cara memberi kepada yang membutuhkan dan berbagi dengan mereka yang kesusahan agar harta yang dimilikinya itu mendatangkan manfaat untuknya di dunia dan di akhirat.

Qarun yang terlena oleh harta kekayaannya yang berlimpah, tidak memperdulikan nasihat orang-orang yang beriman. 

Bahkan, ia beranggapan harta yang dimilikinya itu didapatkan karena usaha dari dirinya sendiri. Firman Allah :

قَالَ اِنَّمَآ اُوْتِيْتُهٗ عَلٰى عِلْمٍ عِنْدِيْۗ اَوَلَمْ يَعْلَمْ اَنَّ اللّٰهَ قَدْ اَهْلَكَ مِنْ قَبْلِهٖ مِنَ الْقُرُوْنِ مَنْ هُوَ اَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَّاَكْثَرُ جَمْعًا ۗوَلَا يُسْـَٔلُ عَنْ ذُنُوْبِهِمُ الْمُجْرِمُوْنَ

“Dia (Qarun) berkata, ‘Sesungguhnya aku diberi harta itu, semata-mata karena ilmu yang ada padaku. ’Tidakkah dia tahu, bahwa Allah telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat dari padanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan orang-orang yang berdosa itu tidak perlu ditanya tentang dosa-dosa mereka.” (QS. Al-Qashash [28]: 78)

Hingga pada suatu hari, Qarun keluar hendak memamerkan harta yang dimilikinya.Ia berjalan denan sombongnya bersama seluruh hatanya. 

Orang yang menginginkan harta seperti Qarun berkata, “Sungguh beruntungnya Qarun memiliki harta yang berlimpah, mudah-mudahan kita diberikan harta seperti yang Qarun miliki.”

Akan tetapi orang-orang beriman yang dianugerahi ilmu berkata, “Celaka yang besar bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal shaleh.”

 فَخَرَجَ عَلٰى قَوْمِهٖ فِيْ زِيْنَتِهٖ ۗقَالَ الَّذِيْنَ يُرِيْدُوْنَ الْحَيٰوةَ الدُّنْيَا يٰلَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَآ اُوْتِيَ قَارُوْنُۙ اِنَّهٗ لَذُوْ حَظٍّ عَظِيْمٍ

“Maka keluarlah dia (Qarun) kepada kaumnya dengan kemegahannya.Orang-orang yang menginginkan kehidupan dunia berkata, ‘Mudah-mudahan kita mempunyai harta kekayaan seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun. Sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar. (QS. Al-Qashash [28]: 79)

وَقَالَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللّٰهِ خَيْرٌ لِّمَنْ اٰمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ۚوَلَا يُلَقّٰىهَآ اِلَّا الصّٰبِرُوْنَ

Tetapi orang-orang yang dianugerahi ilmu berkata, Celakalah kamu! Ketahuilah, pahala Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, dan (pahala yang besar itu) hanya diperoleh bagi mereka yang sabar.” (QS. Al-Qashash [28]: 80)

 Lalu apa yang terjadi pada Qarun?.Karena kesombongan dan keangkuhannya, Allah membenamkan hartanya dan rumah yang dimilikinya ke dalam bumi.

Qarun pun tenggelam bersama harta yang dibanggakannya itu.Kaum Bani Israil hanya dapat melihat kejadian tersebut tanpa dapat menolong

Qarun dari bencana yang diakibatkan oleh kesombongan dan keangkuhannya.Maka lihatlah harta yang Qarun miliki tidak ada manfaatnya dan tidak dapat menolongnya dari azab Allah karena keengganannya memanfaatkan harta di jalan Allah.

Melihat apa yang menimpa pada Qarun, bertambahlah keimanan orang-orang yang beriman kepada Allah. Sedangkan mereka, yang awalnya menginginkan harta Qarun menyadari bahwa harta yang diberikan kepada Qarun bukan berarti Allah sayang kepadanya. 

فَخَسَفْنَا بِهٖ وَبِدَارِهِ الْاَرْضَ ۗفَمَا كَانَ لَهٗ مِنْ فِئَةٍ يَّنْصُرُوْنَهٗ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۖوَمَا كَانَ مِنَ الْمُنْتَصِرِيْنَ. وَاَصْبَحَ الَّذِيْنَ تَمَنَّوْا مَكَانَهٗ بِالْاَمْسِ يَقُوْلُوْنَ وَيْكَاَنَّ اللّٰهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ مِنْ عِبَادِهٖ وَيَقْدِرُۚ لَوْلَآ اَنْ مَّنَّ اللّٰهُ عَلَيْنَا لَخَسَفَ بِنَا ۗوَيْكَاَنَّهٗ لَا يُفْلِحُ الْكٰفِرُوْنَ ࣖ

“Maka Kami benamkanlah dia (Qarun) bersama rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginy a suat golongan pun yang akan menolongnya selain Allah dan dia tidak termasuk orangorang (yang dapat) membela (diri). Dan orang-orang yang kemarin mengangan-angankan kedudukannya (Qarun) itu berkata, ‘Aduhai benarlah kiranya Allah yang melapangkan rezeki (bagi siapa yang Dia kehendaki diantara hambahambaNya).Sekiranya Allah tidak melimpahkan karuniaNya kepada kita, tentu Dia telah membenamkan kita (pula).Aduhai benarlah, tidaklah beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Al-Qashash [28]: 81-82)  

Mensyukuri apa yang dimiliki adalah suatu keharusan bagi orang yang beriman. Adapun nikmat yang diberikan berupa harta yang berlimpah hendaknya tidak digunakan untuk pamer dan sombong. 

Namun sebaiknya digunakan untuk beramal shaleh di jalan Allah, sehingga harta yang dimiliki dapat mendatangkan manfaat kelak di akhirat.

Apa yang dimiliki hendaknya disyukuri dan digunakan sebaik-baiknya dengan mengharap ridhaNya.

2. Hatim Al-Asham

Pada masa Hatim Al-Asham, ada seorang laki-laki yang tertimpa musibah. Laki-laki ini bersedih hati meratapi apa yang telah menimpanya. 

Bahkan, ia dilanda keputus-asaan. Hatim yang mendengar kabar tentang orang itu lalu pergi bersama muridnya untuk menyampaikan rasa duka cita.

Hatim berkata kepada muridnya, “ Jika engkau duduk, tanyalah aku tentang ayat Al-Qur’an yang berbunyi, 

اِنَّ الْاِنْسَانَ لِرَبِّهٖ لَكَنُوْدٌ ۚ

“Sesungguhnya manuisa itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya.” (QS. Al-‘Adiyat [100]: 6)

Kemudian sang murid pun bertanya kepadanya. Namun Hatim menjawab, “Topik pertanyaannya bukanlah itu.”Sang murid bertanya hingga dua dan tiga kali. 

Kemudian Hatim berkata, “Makna dari ayat itu adalah bahwa sesungguhnya manusia selalu cenderung berbuat kufur. Ketika ditimpa banyak musibah, dia lupa pada limpahan nikmat yang pernah ia rasakan.

Contohnya adalah seperti orang itu. Padahal sesungguhnya Allah Subhanahu wa ta'ala telah memberi begitu banyak nikmat selama kurun waktu lima puluh tahun kehidupannya. 

Namun, orang-orang belum pernah sekalipun mendatanginya untuk mengingatkannya supaya berterima kasih kepada Allah atas segala nikmat itu. Sedangkan ketika dia ditimpa musibah, orang-orang datang dan meragukan kebaikan Allah Subhanahu wa ta'ala.

Sesungguhnya manusia itu cenderung untuk ingkar dan tidak berterima kasih kepada Allah. Ketika musibah menimpa dirinya, ia justru lupa dengan segala nikmat yang pernah ia rasakan. Oleh karena itu, Allah memerintahkan manusia untuk keluar dari keputus-asaan, dan kemudian bertobat kepadaNya.

3. Yunus Ibn Ubaid

Pernahkah kita menghitung nikmat yang telah Allah berikan kepada kita? Begitu banyaknya hingga kita pun tak sanggup menghitungnya. Tapi hiruk pikuk dunia telah membutakan mata hati manusia. 

Jika ada saja satu nikmat yang hilang, manusia sibuk menyesalinya. Padahal, jika mau menggunakan akalnya, ia akan segera menyadari bahwa apa yang luput darinya, sesungguhnya hanyalah secuil dari samudra nikmat Allah yang tak terhingga banyaknya.

Orang yang merasa kehilangan nikmat seperti orang yang telah dianugerahi kerajaan dengan segala kemewaahan dan kemegahannya, lalu hilang darinya satu dinar saja sebagai ujian baginya. 

Jika ia sedih dan kecewa karenanya, itu tak ubahnya bayi yang ketika mainannya diambil, ia akan terus- menerus merengek sampai ia mendapatkan kembali mainannya tersebut.

Dalam kisah disebutkan ada seorang lai-laki datang kepada Yunus Ibn Ubaid mengeluhkan masalah ekonomi dan penghidupannya. Yunus pun menyimaknya dan kemudian berkata, “Maukah engkau menukar penglihatanmu dengan uang seribu dirham?” Laki-laki itu langsung menjawab, “Tentu saja tidak!”.

 Yunus bertanya lagi, “Bagaimana jika engkau menukar pendengaranmu atau lisanmu dengan uang seribu dirham?” Laki-laki itu menjawab, “Tidak!”.Yunus kembali bertanya, “Kalau begitu, bagaimana jika ditukar dengan akalmu?” Lakilaki itu lagi-lagi menjawab, “Tidak!”.

Yunus kemudian mengingatkan laki-laki itu tentang segala nikmat yang telah Allah berikan kepadanya dengan berkata, “Mengapa engkau masih berkeluh kesah tentang kehidupanmu, padahal aku tahu engkau masih memiliki uang ratusan ribu dirham?!”

4. Fir’aun

Fir’aun adalah gelar untuk raja-raja Mesir purbakala. Menurut Al-Qur’an, terdapat dua gelar bagi raja Mesir kala itu: Fir’aun dan Malik. 

Fir’aun adalah gelar untuk raja Mesir zaman Nabi Musa (1527-1407 SM), sementara Malik adalah gelar raja Mesir zaman Nabi Yusuf (1745-1635 SM).

Penelitian sejarah membuktikan, Fir’aun yang sangat memusuhi Nabi Musa adalah Minephtah (1232-1224 SM), putra Ramses II.Adapun Ramses II yang memerintah selama 68 tahun pada 1304-1237 SM itu adalah raja yang baik.

Fir’aun dianugerahi kekuatan dan kekuasaan luar biasa. Tidak hanya kaya, dia bahkan tidak pernah sakit seumur hidup.

Tetapi, jangankan bersyukur, Fir’aun malah sangat sombong dan arogan, bahkan mengaku sebagai Tuhan. Tragis, dan kronikroninya akhirnya dibenamkan Allah di dasar Laut Merah. Setelah ribuan tahun terkubur di laut, muminya ditemukan pada 1898 M oleh Loret di Thebes, di daerah Wadi Al-Muluk (lembah raja-raja).

Kini, mumi Fir’aun Minephtah diawetkan di museum Mesir. Jika mengacu isyarat Al-Qur’an, Allah memang sengaja menyelamatkan jasad Fir’aun agar dapat menjadi pelajaran bagi manusia. Firman Allah QS Yunus, 92:

فَالْيَوْمَ نُنَجِّيْكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُوْنَ لِمَنْ خَلْفَكَ اٰيَةً ۗوَاِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ النَّاسِ عَنْ اٰيٰتِنَا لَغٰفِلُوْنَ

Artinya: Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sungguh kebanyakan manusia lengah dari tandatanda kekuasaan Kami. (QS, Yunus: 92).

Itulah medan sejarah yang harus diterapkan pada masa sekarang ini, terlepas dari Fir’aun yang hidup pada masa Nabi Musa, atau orang-orang yang durhaka kepada Allah pada zaman setelahnya, baik itu setelah Nabi Isa atau setelah Rasul terakhir yaitu Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa sallam. 

Ibrah dari kehancuran Fir’aun adalah ketika manusia sudah melampaui batas zhalim, menindas dan melupakan prinsip-prinsip risalah tuhan yang disampaikan melalui utusanya, maka azab Allah pasti terjadi dalam segala bentuk.

Ada beberapa hal yang menyebabkan orang menjadi kufur, antara lain adalah sebagai berikut.

1. Kepercayaan terhadap Allah yang sudah ada, tetapi tidak dikembangkan. 

Menurut ahli ilmu jiwa, pada jiwa seseorang terdapat enam rasa yaitu: rasa intelek, rasa susila, rasa seni rasa hargadiri, rasa agama dan rasa social. Rasa-rasa tersebut akan berkembang jika sering dibina. 

Misalnya: rasa intelek, jika tidak dilatih dengan belajar maka orang tidak akan pandai.  Begitu juga dengan rasa agama, jika dikembangkan dengan baik maka orang akan mengamati dan mengamalkan ajaran-ajaran agamanya. Sebaliknya apabila tidak pernah dikembangkan maka lambat laun orang akan melupakan agamanya.

2. Tidak mau mengakui kebenaran karena suatu hal.

Pada masa-masa awal rasulullah menyiarkan agama islam banyak sekali orang yang tidak mau percaya akan adanya Allah dan Rasul-Nya. mereka tidak mau percaya karena menganggap kewibawaan mereka sebagai pemuka masyarakat dan bangsawan

Akan jatuh jiika menjadi pengikut Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa sallam. Mereka itu diantaranya adalalh Abu Jahal yang sangat menentang dan memusuhi Nabi. 

Juga paman Nabi, yaitu Abu Thalib yang banyak membantu Nabi dalam menyiarkan agama Allah sampai akhir kenyataan tetap dalam keadaan kufur.

3. Adanya keraguan dalam berfikir.

Keraguan seorang terhadap adanya Allah dapat menyebabkan ia menjadi kufur. Misalnya dalam pikirannya terlintas bahwa Allah itu ada karena sesuatu yang sudah ada.

4. Pengaruh lingkungan.

Lingkungan sekitar yang kurang baik dapat memberikan pengaruh terhadap pembentukan perilaku manusia menjadi kufur nikmat.

Demikian Gambaran Orang Yang kufur nikmat. Semoga dapat menambah pengetahuan kita. Terima Kasih atas kunjungannya.

0 Response to "GAMBARAN ORANG YANG KUFUR NIKMAT "

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak