Menemukan Kebahagiaan Bersama Al-Quran

 Ψ¨ِΨ³ْΩ…ِ Ψ§Ω„Ω„ّΩ‡ِ Ψ§Ω„Ψ±َّΨ­ْΩ…َΩ†ِ Ψ§Ω„Ψ±َّΨ­ِيْΩ…ِ
Segala puji hanya milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wassallam, keluarga, dan para sahabatnya, serta pengikutnya yang selalu setia dan Istiqomah hingga hari akhir.

Pada zaman ini menghafal Al-Quran menjadi suatu tradisi yang sudah banyak diminati oleh sebagian kelompok tertentu. Mereka memfokuskan dirinya untuk menghafal Al-Quran. 

Tradisi ini merupakan salah satu dari sekian banyak fenomena umat Islam dalam menghidupkan atau menghadirkan Al-Quran. Banyak kita jumpai pesantren yang mengkhususkan untuk menghafal Al-Quran.

Program pendidikan menghafal Al-Qur’an adalah program menghafal Al-Quran dengan hafalan yang kuat terhadap lafaz Al-Quran dan menghafal makna-maknanya dengan kuat. 

Hakikat Al-Qur’an

Hakikatnya, Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta 'ala untuk Umat Islam. 

Al-Qur’an sendiri berisikan pedoman-pedoman, tata cara, anjuran, dan larangan dalam menjalankan kehidupan beragama sehari-hari. 

Selain itu, Al-Qur’an juga berisikan kisah-kisah dan sejarah orang-orang terdahulu, agar masyarakat kini bisa belajar dan mengambil hikmah dari semua kejadian. 

Jadi Al-Qur’an tidak sekadar menjadi aturan yang bersifat hitam-putih, tetapi Al-Qur’an selalu banyak membicarakan kisah-kisah nabi, tokoh, umat-umat terdahulu agar bisa menjadi teladan dan pelajaran bagi umat Islam. 

Oleh karenanya Al-Qur’an sendiri mengandung nilai pendidikan baik secara tersurat mapun tersirat. Dan kemurniannya itu tidak hanya berlaku untuk orang Islam di abad ke-6 saja, suri tauladan di dalam Al-Qur’an juga masih relevan di generasi kini hingga selanjutnya.

Pada awalnya, Al-Qur’an dihafalkan oleh para Sahabat Nabi. Motivasi mereka menghafal adalah untuk menjaga kemurnian Al-Qur’an, karena jika tidak dihafalkan, ditakutkan Al-Qur’an akan punah dengan sendirinya. 

Ingatkah kalian akan perang Yamamah? Umat Muslim mengalami kehilangan besar pada perang ini karena menggugurkan 70 orang Hafiz. 

Maka dari itu, di era kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shidiq, ada sebuah proyek untuk mengumpulkan kembali sisa-sisa siapa saja yang masih memiliki ingatan ayat-ayat Al-Qur’an, baik keseluruhan maupun sepotong.

Sekarang ini, semakin banyak umat Muslim yang mencoba untuk menghafal Al-Qur’an. Tentu tujuan utama mereka bukanlah untuk menjaga kemurnian Al-Quran seperti para Sahabat Nabi lakukan, karena sudah banyak media untuk menyimpan susunan ayat-ayat suci ini, mulai dari bentuk cetak hingga digital. 

Motivasi mereka kini mulai beragam, mari kita belah menjadi dua jenis, yakni motivasi intrinsik (motivasi dari dalam individu) dan motivasi ekstrinsik (motivasi dari luar individu).

Motivasi intrinsik contohnya adalah memiliki keyakinan diri bahwa jika menjadi seorang Hafiz, maka dia akan mendapatkan beberapa keutamaan dan syafaat, mereka yakin jika menghafalkan Al-Qur’an adalah jalan untuk meraih Ridho Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan bisa digunakan untuk menyelamatkan keluarganya di akhirat kelak. 

Ada juga yang berpendapat bahwa menghafal Al-Qur’an hukumnya adalah Fardhu Kifayah, dan ada kenikmatan tersendiri ketika berhasil menghafalkannya. Sedangkan contoh motivasi ekstrinsik misalnya ada dorongan kuat dari orangtuanya, gurunya, atau ingin menjadi para Hafiz dan Hafizah yang pernah menghiasi layar kaca dalam ajang pencarian bakat yang diadakan oleh stasiun televisi swasta.

Salah satu manfaat yang didapatkan adalah memudahkan menyelesaikan masalah dalam kehidupan, karena Al-Quran senantiasa memberikan penerangan hidup di dalam hati manusia sepanjang waktu.

Namun dalam proses menghafal di sini tidaklah mudah, kita juga harus tahu bagaimana caranya agar kita bisa khusuk dan fokus ketika menghafal Al-Qur’an 

Tentu saja hal yang pertama dan tentunya sangat ditekankan sekali yaitu janganlah membaca Al-Qur’an hanya sekedar disempatkan saja, maksudnya membaca Al-Quran ala kadarnya, tetapi fokuskan waktu untuk selalu bersama Al Qur’an dalam keadaan apapun itu.

Seperti kisah Syekh Dr. Said bin Musfir bercerita bahwa sewaktu berada di tanah suci Mekkah dan membaca akhir surah An-nisa’, ternyata di sampingnya ada seorang kakek yang berusia lebih delapan puluh tahun. 

Apabila beliau salah baca, kakek itu membetulkannya secara halus, hingga sempat terjadi sampai beberapa kali ketika Syekh Said bin Musfir menoleh padanya, tampaklah betapa perihatinnya penampilan orang tua itu. 

Tampak jelas dia sangat sederhana dan ahli zuhud. Syekh bertanya pada orang itu, “Bapak hafal Al-Qur’an?”

“Alhamdulillah. Saya hafal Al-Qur’an seperti hafal Al-fatihah. Tidak salah sedikit pun.”

“Bagaimana caranya?”

Kakek itu menjelaskan, “Dulu saya bekerja pada seorang emir di daerah Nejd. Kemudian saya berhenti dan memilih beternak unta. 

Saya berkomitmen untuk menghafal Al-Qur’an dan itu menjadi rutinitas saya siang dan malam. Saya selalu memegang mushaf sembari menjaga unta-unta milik saya. 

Mushaf juga di tangan saat saya bertemu kawan-kawan, saat berada di pesawat, di mobil. Akhirnya saya pun berhasil menghafal Al-Qur’an dengan mantap, seperti halnya saya hafal Al-Fatihah. 

Saya tidak perlu lagi melihat mushaf karena selalu membacanya siang malam, saat menetap maupun bepergian, duduk, berdiri, maupun berbaring (dalam kondisi apa pun).”

Dia melanjutkan, “Demi Allah, rasa gundah dan sedih saya hilang sudah. Saya minta maaf kepada anak-anak dan keluarga karena tidak bisa sering-sering menghadiri acara dan kunjungan keluarga. 

Sebab al-Qur’an sudah menjadi pelipur lara dan penghibur diri saya. Saya merasa tidak punya waktu kosong, merasa gelisah ataupun sedih. 

Saya menikmati saat-saat saya bersama Al-Qur’an baik saat bersantai maupun bepergian. Begitu tamat, saya langsung mengulangnya dari awal. Inilah yang membuat saya senang dan bahagia, sekaligus menguatkan hafalan dan menghibur diri saya. 

Saya menjadi tidak terpikir lagi tentang harta, rumah, kebun atau apa pun, kecuali bagaimana saya bisa bersama kitab yang agung ini. Al-Qur an pun menjadi sebaik-baik teman, pendamping, rekan, dan sahabat.

Oleh karena itu ketika menghafal Al-Quran yang menjadi faktor utama penentu adalah kefokusan. Di mana ketika menghafalkan sebuah ayat Al-Quran sangat membutuhkan kefokusan yang penuh. 

Sekalipun dalam murajaah harus dalam kondisi fokus yang penuh. Meskipun suasana yang tenang tetapi kadang ada suara bising dari lingkungan sehingga kadang merasa terganggu ketika menghafal.

Untuk mendapatkan kebahagiaan yang sempurna dan hakiki, manusia dapat menempuh beberapa cara seperti membangun mentalitas dan jiwa beragama, mengendalikan hawa nafsu (zuhud), bersikap ikhlas, memelihara kesehatan jiwa-badan, bersikap qana’ah, dan tawakkal. 

Manusia hanya mampu berkeinginan, berencana dan berusaha, sedangkan apa yang akan terjadi, tercapai atau tidak, berhasil atau gagal, yang berkuasa menentukan manusia, tetapi Allah Subhanahu Wa Ta'ala. 

Kebahagiaan yang sejati, dengan demikian, berasal dari ketertundukan manusia pada takdir Allah. Caranya dengan menyesuaikan usaha dan keinginan tersebut dengan kehendak Allah. 

Ketika seseorang merasakan adanya kemauan dalam dirinya untuk mendapatkan yang diinginkannya, kemauan keras itu hendaknya bersesuaian dengan gerakan iman yang memenuhi seluruh kalbunya.

Demikian kiranya dalam Menemukan Kebahagiaan Bersama Al-Quran. Semoga bermanfaat Terima Kasih atas kunjungannya.

0 Response to "Menemukan Kebahagiaan Bersama Al-Quran"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak