Hikmah Hari Raya Idul Fitri

 بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Segala puji hanya milik Allah Subhanahu wa ta’ala, kita memuji-Nya, memohon pertolongan dari-Nya, dan meminta ampunan-Nya. Kita berlindung kepada-Nya dari keburukan-keburukan jiwa kita, dan kejelekan-kejelekan perbuatan kita. 

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah atas diri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, keluarganya, para sahabatnya, dan orang orang yang setia meniti jalan petunjuknya hingga hari kiamat.

Setelah umat muslim melaksanakan ibadah puasa ramadhan selama sebulan, saatnya umat Muslim masuk ke bulan syawal yang menjadi hari raya seluruh alam, yaitu Hari raya Idul Fitri.  

Hari raya Idul Fitri adalah hari yang paling ditunggu oleh umat muslim di seluruh dunia. Tak hanya melaksanakan ibadah salat Idul Fitri di pagi hari.

Hari Lebaran juga dijadikan momen penting untuk berkumpul bersama keluarga tercinta, sahabat, dan orang-orang terdekat.

Saat hari raya Idul Fitri, masyarakat Indonesia memiliki tradisi saling meminta maaf dan memberi ucapan selamat hari raya Idul Fitri.

Sesungguhnya Nabi sallallahu alaihi wa sallam memerintahkan keluar (untuk shalat), bahkan beliau memerintahkan juga para wanita untuk keluar (untuk shalat).

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ummu Atiyyah radhiallahu anha, dia berkata:

أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِي الْفِطْرِ وَالأَضْحَى الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ ، فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلاةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ . قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِحْدَانَا لا يَكُونُ لَهَا جِلْبَابٌ . قَالَ : لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا

"Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk keluar di hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Baik wanita yang baru balig, wanita sedang haid dan wanita perawan. Sementara orang yang haid dipisahkan dari (tempat) shalat. Agar mereka dapat menyaksikan kebaikan dan doa umat Islam." Saya berkata, ‘Wahai Rasulullah, ada di antara kami yang tidak mempunyai jilbab." Beliau mengatakan, "Sebaiknya saudara perempuannya memberinya jilbab."

Hari Raya Idul Fitri, merupakan Hari Raya Pengganti di Masa Jahiliah sesuai dengan hadits Riwayat Abu Dawud.

عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ قَالُوا كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ. رواه أبو داود

Dari Anas dia berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tiba di Madinah, sedangkan penduduknya memiliki dua hari khusus yang mereka rayakan dengan permainan, maka beliau bersabda: “Apakah maksud dari dua hari ini?” mereka menjawab; “Kami biasa merayakan keduanya dengan permainan semasa masih Jahiliyah.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; “Sesungguhnya Allah telah menggantikan untuk kalian yang lebih baik dari kedua hari tersebut, yaitu hari (raya) kurban (Iedul Adha) dan hari raya Iedul fithri.” (HR. Abu Dawud, An-Nasaa-i, Ahmad dan Ibnu Hibban ).

Dan kedua hari raya Islam tersebut dikaitkan dan disandingkan dengan dua rukun utama ajaran Islam yakni: puasa Ramadhan dan  haji ke Baitullah di Tanah Suci Mekkah. 

Maka Idul Fitri dengan demikian sebagaimana Idul Adha adalah merupakan salah satu di antara hari-hari dan syi’ar-syi’ar Allah yang harus kita sambut dan rayakan dengan sikap penuh rasa ibadah, pemuliaan dan pengagungan.

Pengertian Idul Fitri

Id dari kata ‘aada ya’uudu yang artinya kembali atau terulang. Sedangkan fitri dari kata fathara yafthuru fathran yang artinya makan pagi, fatharashsha imu artinya berbuka puasa. 

Jadi Idul Fitri artinya kembali berbuka. Setelah berpuasa sebulan lamanya menahan lapar dan dahaga di siang hari baru kemudiam ber-Idul Fitri.

Dalam definisi lain Idul Fitri adalah al-awwalu min syawwal, wa huwalyaumul awwalu alladzi yubda u bihil ifthar lishsha imi walidza sumiya bi’idil fitri wa yuharrimushshaumu fih. 

Yakni hari pertama atau tangggal satu di bulan Syawwal, dan itu merupakan hari pertama dimulai makan pagi bagi orang yang berpuasa dan oleh karena itu dinamakan Idul fitri, serta pada hari itu diharamkan berpuasa.

Pengganti Hari Raya Jahiliah

Sebagaimana dalam hadits di atas, pada masa jahiliah sudah ada yang namanya hari raya di Madinah, sebelum datangnya Rasulullah. Yaitu hari raya an-Nairuuzi dan al- Mihrajaan. 

Dan selalu Rasulullah memerintahkan untuk kaum Muslimin menyelisihi apa yang menjadi adat atau kebiasaan jahiliah sebelum Islam. 

Kemudian memberikan alternatif dengan syariat yang diajarkannya dan tentu akan lebih baik dari sebelumnya.

Sikap demikian adalah dalam rangka membedakan Islam terhadap agama lainnya. Maka syariat Islam memberikan pengganti dengan dua perayaan hari raya yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. 

Keduanya dirayakan sekaligus sebagai syiar Islam. Selanjutnya supaya kaum Muslimin meninggalkan selain itu dengan ungkapan sebagaimana hadits di atas:

إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ

“Sesungguhnya Allah telah menggantikan untuk kalian yang lebih baik dari kedua hari tersebut. Yaitu hari (raya) kurban (Idul Adha) dan Idul fitri.”

Dalam rangka merayakan hari raya sebagai hari kegembiraan bagi kaum muslimin, hendaklah tetap memperhatikan ketentuan Allah dan Rasul-Nya. 

Karena bagaimanapun sebagai syiar Islam perayaan hari raya tidak boleh menyebabkan persepsi yang salah dari non-Muslim.

Tingkat kepedulian kepada kaum papa (miskin) haruslah tetap menjadi perhatian, sehingga jangan sampai kita berbahagia sendiri di tengah penderitaan atau kesedihan keluarga atau tetangga kita. Inilah sesungguhnya esensi dari buah hasil puasa sebulan lamanya.

Takbir Idul Fitri

Hari raya Idul Fitri hanya sehari saja yaitu pada tanggal 1 Syawal. Hari ini merupakan perayaan untuk kebahagiaan bagi setiap Muslim dan sekaligus sebagai wujud rasa syukur kepada Allah atas diperintahkannya puasa Ramadhan, yaitu adanya rakmat Allah yang begitu besar di dalamnya, juga terdapat kemudahan (rukhshah) yang diberikan.

يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلۡيُسۡرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلۡعُسۡرَ وَلِتُكۡمِلُواْ ٱلۡعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمۡ وَلَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ

Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (al-Baqarah 185)

Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa untuk kita menjadi hamba Allah yang bersyukur adalah pada hari itu kita wajib mengagungkan Allah dengan se-agung-agungnya, dengan membaca takbir, tahlil, dan tahmid. Sungguh petunjuk Allah adalah karunia terbesar yang harus disyukuri dengan jalan dipahami dan ditaatinya.

عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ كُنَّا نُؤْمَرُ أَنْ نَخْرُجَ يَوْمَ الْعِيدِ حَتَّى نُخْرِجَ الْبِكْرَ مِنْ خِدْرِهَا حَتَّى نُخْرِجَ الْحُيَّضَ فَيَكُنَّ خَلْفَ النَّاسِ فَيُكَبِّرْنَ بِتَكْبِيرِهِمْ وَيَدْعُونَ بِدُعَائِهِمْ يَرْجُونَ بَرَكَةَ ذَلِكَ الْيَوْمِ وَطُهْرَتَهُ. رواه البخاري

Dari Ummu Athiyyah berkata, “Pada hari Raya Ied kami diperintahkan untuk keluar sampai-sampai kami mengajak para anak gadis dari kamarnya dan juga para wanita yang sedang haid. Mereka duduk di belakang barisan kaum laki-laki dan mengucapkan takbir mengikuti takbirnya kaum laki-laki, dan berdoa mengikuti doanya kaum laki-laki dengan mengharap barakah dan kesucian hari raya tersebut.” (HR Bukhari)

Adapun untuk lafal takbir ada beberapa atsar yang dapat menjadi acuan bagi kita di antaranya, berdasar riwayat Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu sebagai berikut:

الله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله، والله أكبر الله أكبر ولله الحمد

Juga diperkenankan dengan takbirnya tiga kali

الله أكبر الله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله، والله أكبر الله أكبر ولله الحمد

Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm membolehkan dengan tambahan sebagaimana yang sering kita dengar yaitu:


اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا اللَّهُ أَكْبَرُ وَلَا نَعْبُدُ إلَّا اللَّهَ مُخْلِصِينَ له الدَّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ

Dalam hal ini para ulama sepakat bahwa kalimat takbir yang dikumandangkan tidak mempermasalahkan redaksinya, tetapi yang lebih penting kekhusyuannya dalam bertakbir, yakni dengan sungguh-sungguh mengaggungkan Allah Subhanahu wa Taala. 

Khususnya dalam perayaan Idul Fitri ini, sejatinya ada hikmah yang bisa kita ambil bersama dari hanya sekadar untuk bergembira yang berlebihan seperti menyambut THR, baju baru, atau mudik Lebaran yang sepertinya sudah menjadi tradisi umat muslim di Indonesia.

Berikut Hikmah Perayaan Idul Fitri :

Hikmah Kefitrahan

Sebagaimana namanya, kehadiran idul berarti kita kaum muslimin kembali kepada fitrah, kembali kepada kesucian. Karena jika benar-benar dioptimalkan, maka Ramadhan dengan segala amaliah istimewanya adalah salah satu momentum terbaik bagi peleburan dosa dan penghapusan noda yang mengotori hati dan jiwa kita serta membebani diri kita selama ini.

Dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: 

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan mengharap pahala (dan ridha Allah), maka niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (HR. Bukhori dan Muslim).

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

 إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَ

“Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyamsatumalam penuh.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

عن ابن عباس عن النبي عليه الصلاة والسلام انه قال من صلي في ليلة القدر ركعتين يقرأ في كل ركعة بفاتحة الكتاب مرة والاخلاص سبع مرات فإذا سلم يقول استغفر اللـه واتوب إليه فلا يقوم من مقامه حتى يغفر الله له ولأبويه ويبعث الله تعالي ملائكة إلى الجنان يغرسون له الاشجار و يبنون القصورو يجرون الانهار ولايخرجون من الدنيا حتى يرى ذلك كله

Dari Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasannya beliau bersabda: “Barangsiapa yang menjalankan shalat pada malam lailatul qadar sebanyak 2 (dua) rakaat, di dalam setiap rakaatnya setelah membaca Al Fatihah (1) satu kali, kemudian membaca surat Al-Ikhlas 7 (tujuh) kali dan setelah salam membaca Astaghfirullahal azhiim wa atubu ilaih 70 (tujuh puluh) kali, maka selama dia mendirikannya Allah akan mengampuni dirinya dan kedua orang tuanya dan Allah Ta’ala akan mengutus Malaikat untuk menanam (untuknya) pepohonan di Surga, membangun gedung-gedung dan mengalirkan sungai-sungai didalamnya, dan dia ( orang yang menjalankan shalat lailatul qadar ) tidak akan keluar dari dunia sehingga dia pernah melihat seluruhnya. (HR. Ibnu Abbas)

Setelah kebersihan diri, kesucian jiwa dan kefitran hati itu kita dapatkan kembali, sehingga kita menjadi seperti bayi yang suci yang baru dilahirkan ibunya, atau ibarat lembar kertas putih yang bersih. 

Marilah pada hari raya fitri ini kita tuluskan niat, bulatkan tekad dan kuatkan semangat untuk menjaga kebersihan, kesucian dan kefitrahan itu seterusnya dalam hidup kita. 

Sehingga sebisa mungkin jangan lagi kembali kepada dosa-dosa yang akan membuat noda-noda baru. Semoga Allah selalu memberikan kekuatan, taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua. Aamiin.

Hikmah Ketauhidan, Keimanan dan Ketaqwaan

الله أكبر الله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله، والله أكبر الله أكبر ولله الحمد

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar Lailaha illallahu wallahu Akbar Allahu Akbar Walillahilham

Dalam menyambut ‘Iedul Fithri, disunnahkan bagi umat muslim untuk banyak mengumandangkan takbir, tahlil, tasbih dan tahmid sebagai bentuk penegasan dan pembaharuan deklarasi iman dan tauhid. 

Itu berarti bahwa identitas iman dan tauhid harus selalu kita perbaharui dan kita tunjukkan, termasuk dalam momen-momen kegembiraan dan perayaan, dimana biasanya justru kebanyakan orang lalai dari berdzikir dan mengingat Allah.

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ‎

“Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah: 185).

Karena itulah bukti bahwa, kita telah berhasil dan sakses dalam menjalani ibadah puasa beserta seluruh rangkaian amal ibadah yang menyertainya selama bulan Ramadhan. Bukankah tujuan dan goal utama dari ibadah Ramadhan adalah untuk mendapatkan ijazah taqwa ?

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu (lebih) bertakwa” (QS. Al-Baqarah: 183).

Oleh karena itu, selepas Ramadhan ini, dan pada momen iedul fitri ini, kita harus terlahir kembali menjadi pribadi-pribadi muslim dan muslimah baru yang lebih murni tauhidnya, lebih indah imannya, dan lebih istimewa taqwanya, bagi kehidupan yang lebih islami dan lebih baik, dalam diri pribadi, dalam keluarga, dalam masyarakat, bangsa dan negara.

Hikmah Kegembiraan dan Kesyukuran

Kita semua bergembira dan bersuka ria saat menyambut Idul Fitri seperti sekarang ini. Dan memang dibenarkan bahkan disunnahkan kita bergembira, berbahagia dan bersuka cita pada hari ini. 

Karena makna dari kata ‘ied itu sendiri adalah hari raya, hari perayaan, hari yang dirayakan. Dan perayaan tentu identik dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri telah menegaskan itu dalam hadits shahihnya.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَف الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

“Setiap amalan anak Adam akan dilipatgandakan, satu kebaikan dibalas sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Allah ta’ala berfirman, ‘Kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya, sebab orang yang berpuasa itu telah meninggalkan syahwatnya dan makanannya karena Aku’. Dan bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan, yaitu kebahagiaan ketika ia berbuka dan kebahagiaan ketika ia bertemu Rabb-Nya. Dan sungguh, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum dari aroma kasturi.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu).

“مَنْ سَرَّتْهُ حَسَنَتُهُ، وَ سَاءَتْهُ سَيِّئَتُهُ، فَهُوَ مُؤْمِنٌ” (رواه الطّبراني).

”Barangsiapa bersenang hati dengan amal kebaikannya, dan bersedih hati dengan keburukan yang diperbuatnya, maka berarti dia orang beriman” (HSR Ath-Thabrani).

Hikmah Kebersamaan dan Persatuan

Ramadhan menjadi bulan yang Istimewa ditambah dengan suasana kebersaman dan kekeluargaan yang menyertainya dalam berbagai kegiatan, seperti buka puasa, sahur, tarawih, sampai beri’tikaf bersama, berzakat fitrah bersama, dan terakhir adalah merayakan Idul fitri bersama.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالْأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ” قَالَ أَبُو عِيسَى وَفَسَّرَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ هَذَا الْحَدِيثَ فَقَالَ: إِنَّمَا مَعْنَى هَذَا أَنَّ الصَّوْمَ وَالْفِطْرَ مَعَ الْجَمَاعَةِ وَعُظْمِ النَّاسِ (رواه التّرمذيّ وأبو داود وابن ماجة، وصحّحه أحمد شاكر والألبانيّ).

Dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: ” Berpuasa itu adalah pada hari dimana kalian semua berpuasa (secara bersama-sama), dan beriedul fitri itu adalah pada hari dimana kalian semua beeiedul fitri (secara bersama-sama), demikian juga dengan Iedul Adlha, yaitu pada hari dimana kalian semuanya beriedul adha (secara bersama-sama).” (HR Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah; dishahihkan oleh Ahmad Syakir dan Al-Albani. Imam Abu ‘Isa At-Tirmidzi berkata: sebagian ulama menafsirkan hadits ini bahwa maksudnya, sesungguhnya shaum dan iedul fitri (dan juga iedul adha) itu (harus) bersama jama’ah dan mayoritas ummat manusia (ummat Islam).

Hikmah Kepedulian

Islam adalah agama peduli. Karena itu, sejatinya umatnya pun menunjukkan sikap kepedulian. Sifat dan karakter kepedulian itu begitu tampak nyata dan terbukti secara mencolok selama bulan mulia yang baru saja berlalu. Di mana semangat berbagi dan spirit memberi melaui sunnah berinfak dan bersedekah serta kewajiban berzakat, begitu indah menghiasi hari-hari penuh peduli sepanjang bulan Ramadhan. Dan itu semua tidak lain dalam rangka meniru dan mencontoh keteladanan terbaik dari Baginda Rasul tercinta shallallahu ‘alaihi wasallam.

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ (متَّفق علَيْه).

Dari Ibnu ‘Abbas berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah manusia yang paling dermawan, lebih-lebih pada bulan Ramadlan ketika malaikat Jibril ‘alaihis salam menemuinya, dan adalah Jibril ‘alaihis salam mendatanginya setiap malam di bulan Ramadlan, untuk bertadarus Al Qur’an dengan beliau. Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jauh lebih dermawan dengan kebajikan daripada angin yang bertiup (HR. Muttafaq ‘alaih).

Maka mari kita jaga dan pertahankan hikmah kepedulian ini, sebagai bukti taqwa dan sekaligus wujud syukur yang telah kita raih melalui seluruh amaliah Ramadhan yang baru saja berlalu.

Semoga kita dipertemukan kembali dengan Ramadhan Tahun depan. Semoga Idul Fitri ini menjadi momen kita untuk saling memaafkan dan menjadi pribadi baru yang lebih baik dari sebelumnya. aamiin ya Rabbal Alamiin.

0 Response to "Hikmah Hari Raya Idul Fitri"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak