Menjadi Wali Nikah Online?

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Segala puji hanya milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wassallam, keluarga, dan para sahabatnya, serta pengikutnya yang selalu setia dan Istiqomah hingga hari akhir.

Nikah secara bahasa diungkapkan untuk makna “mengumpulkan, wathi’ dan akad”. Dan secara syara’ diungkapkan untuk menunjukkan akad yang memuat beberapa rukun dan syarat.

Hukum nikah disunnahkan bagi orang yang membutuhkannya sebab keinginan kuat di dalam dirinya untuk melakukan wathi’ (berhubungan badan) dan ia memiliki biaya seperti mas kawin dan nafkah. Jika ia tidak memiliki biaya, maka tidak disunnahkan baginya untuk menikah.

Akad nikah tidak sah tanpa adanya wali yang adil dan wali nikah haruslah orang laki-laki. Selain wali akad nikah juga tidak sah apabila tidak ada dua orang saksi yang adil. 

Imam Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Qosim As-Syafi’ dalam kitabnya Fathul Qorib menjelaskan bahwa syarat wali dan saksi nikah ada 6, yaitu: Islam, baligh, berakal, merdeka, laki-laki, dan adil.

Adapun orang yang berhak menjadi wali secara berurutan adalah ayah, kakek dari ayah, saudara laki-laki seayah seibu, saudara laki-laki seayah, anak laki-lakinya saudara laki-laki seayah seibu, anak laki-lakinya saudara laki-laki seayah, paman, dan anak laki-lakinya paman. 

Hal Ini sebagaimana disebutkan oleh Abu Bakar Al-Hishni di dalam kitabnya Kifayatul Akhyar,

 وَأولى الْوُلَاة الْأَب ثمَّ الْجد أَبُو الْأَب ثمَّ الْأَخ للْأَب وَالأُم ثمَّ الْأَخ للْأَب ثمَّ ابْن الْأَخ للْأَب وَالأُم ثمَّ ابْن الْأَخ للْأَب ثمَّ الْعم ثمَّ ابْنه على هَذَا التَّرْتِيب 

Artinya: “Wali yang utama adalah ayah, kemudian kakek dari ayah, saudara laki-laki sekandung, saudara laki-laki seayah, anak laki-lakinya saudara laki-laki seayah seibu, anak laki-lakinya saudara laki-laki seayah, paman, dan anak laki-lakinya paman, berdasarkan tertib urutan ini.”

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwasanya para wali bisa berperan sesuai urutannya masing-masing. Apabila wali yang utama ayah masih hidup, maka kakek tidak boleh menggantikan posisinya sebagai wali. Apabila Ayah sudah meninggal maka kakek baru boleh menjadi wali nikah, begitu juga seterusnya.

Beriring dengan berkembangnya zaman, teknologipun ikut berkembang pesat. Di zaman yang sudah modern seperti sekarang ini, informasi didapatkan dengan mudah, dan komunikasi dengan orang jauhpun bisa dilakukan dengan mudah. 

Ditambah sudah banyaknya aplikasi yang tidak hanya bisa mendengarkan suara akan tetapi juga bisa melihat wajah seperti: Zoom, Video Call, dan sebagainya.

Permasalahannya, apabila seorang Ayah berada di tempat yang jauh dan ketika anaknya menikah ia tidak bisa hadir di tempat akad nikah, apakah ayah tersebut bisa menjadi wali nikah virtual tanpa harus digantikan?

Syarat sah akad nikah adalah hadirnya 4 orang dalam satu majelis (tempat akad), yaitu: wali calon istri atau wakilnya yang melakukan ijab, calon suami atau wakilnya yang melakukan qobul, dan dua orang saksi yang adil yang mendengar dan melihat ijab qobulnya. 

Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Kifayatul Akhyar,

 يشْتَرط فِي صِحَة عقد النِّكَاح حُضُور أَرْبَعَة ولي وَزوج وشاهدي عدل
[تقي الدين الحصني، كفاية الأخيار في حل غاية الاختصار، صفحة ٣٥٨]

“Syarat di dalam sahnya akad nikah adalah hadirnya 4 orang saksi, yaitu: Wali, calon istri, dan dua orang saksi yang adil.”

Ittihadul Majlis (kumpul satu tempat) dalam akad nikah menurut perspektif madzhab Syafi’i bukan saja menyangkut masalah kesinambungan antara pengucapan ijab dan qabul belaka.

Tetapi ada lain yang layak bahkan harus dipenuhi guna realisasi dari ittihadul majlis tersebut, yaitu kehadiran pihak-pihak yang bersangkutan satu sama lain di dalam satu ruangan yang sama pada saat perkawinan sedang berlangsung. 

Jelasnya, Ittihadul Majlis itu mencakup dua unsur penting di mana antara satu dengan lainnya harus saling menunjang yaitu unsur kesinambungan antara pengucapan ijab dan pengucapan qobul dan unsur bersatunya tempat duduk atau ruangan ketika akad perkawinan sedang dilangsungkan.

Jadi seorang ayah tidak boleh menjadi wali nikah melalui sosial media seperti, Zoom, video call, dan sebagainya karena dikhawatirkan timbulnya madharat atau hal yang menjadikan akad nikah tidak sah. 

Karena tempat antara wali nikah dan berlangsungnya akad nikah juga tidak satu majlis. Akan tetapi agar tetap bisa berlangsung akad nikah, sang ayah bisa menunjuk seseorang lain untuk menggantikannya (tawkil wali) menjadi wali nikah anaknya.

Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, KH Aminudin Yakub, menjelaskan mengenai hukum menikah online. Hingga saat ini MUI belum mengeluarkan fatwa mengenai menikah online.


"Terdapat dua perbedaan pendapat ulama mengenai sah dan tidaknya pernikahan yang dilakukan secara daring ini," jelas dia dalam dakwah online MUI melalui Zoom, Kamis (9/4).

Dalam fiqih kontemporer ada yang telah membahas mengenai pernikahan online, meski terdapat ikhtilaf (perbedaan pandangan). 

Kiai Aminudin menjelaskan dalam pernikahan terdapat rukun akad nikah.  Salah satunya adalah ijab kabul yang diucapkan wali dari mempelai wanita dan dijawab oleh mempelai laki-laki. Para ulama dalam ijab kabul mensyaratkan harus menggunakan lafal nikah.

"Tidak boleh menggunakan lafal lain karena di dalam lafaz nikah terdapat ketentuan hukum dan ketika mengucapkan ijab harus dilakukan secara bersambung tanpa jeda dengan kabul," jelas dia.

Syarat lain adalah ijab kabul harus dilakukan dalam satu majelis. Pada syarat tersebut ada pertanyaan, apakah satu majelis ini harus benar-benar dalam satu ruangan yang sama atau bisa berbeda tempat tapi dalam satu kondisi yang sama misal sedang melakukan panggilan video, atau taklim yang dilakukan secara online?

Kiai Aminudin menjelaskan lebih mendalam, bahwa ada ulama yang tegas melarang pernikahan dengan alat komunikasi ini karena pernikahan adalah akad yang sakral bukan sekadar muamalah biasa. “Sehingga perlu dihadiri secara langsung kedua belah pihak di ruangan yang sama,” ujar dia.

Namun ulama yang lain membolehkan dengan syarat dalam kondisi darurat. Seperti pasangan yang salah satunya harus diisolasi tetapi telah melakukan persiapan pernikahan. 

Atau salah satu pasangan yang terjebak di negara seperti Italia yang melakukan karantina (lockdown) sehingga tidak bisa pulang ke Indonesia, maka bisa melakukan pernikahan dengan panggilan video.  

Berbeda jika pernikahan dilakukan dengan hanya menggunakan telepon. Sebagian ulama tidak membolehkannya kasus itu terjadi ketika pernikahan Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid.

Ulama saat itu mengkhawatirkan bahwa orang yang melakukan ijab kabul bukanlah orang yang sama yang dimaksud. 

Namun ada sebagian ulama yang menyetujuinya jika kedua mempelai yakin dan tidak merasa ditipu dengan keduanya. 

Rasulullah sebenarnya memberikan solusi mengenai hal ini. Untuk menikahkan pasangan, jika wali nikah tidak dapat hadir maka bisa diwakilkan dengan orang lain atas seizin wali nikah yang sah.

Demikian penjelasan Menjadi Wali Nikah Online, semoga bermanfaat. Terima kasih atas kunjungannya.

0 Response to " Menjadi Wali Nikah Online?"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak