Cakupan Iman kepada Allah

Bismillรขhirrahmรขnirrahรฎm. Puji dan syukur kepada Allah subhรขnahu wata’รขla, Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Menganugerahkan pengetahuan kepada makhlukNya.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam yang tidak akan pernah habis teladan terpancar dari diri Beliau sampai akhir masa.

Cakupan Iman kepada Allah

Bismillah. Di dalam hadits Jibril yang sangat terkenal, dikisahkan bahwa malaikat Jibril datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam bentuk manusia dan bertanya kepada beliau tentang islam, iman, dan ihsan. 

Ketika ditanya tentang iman, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Yaitu kamu beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan kamu beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk.” (HR. Muslim)

Iman kepada Allah merupakan asas dan pondasi bagi seluruh rukun iman yang lain. Barangsiapa tidak beriman kepada Allah maka dia tidak akan beriman terhadap rukun-rukun iman yang lain. 

Iman kepada Allah meliputi keimanan terhadap wujud Allah, rububiyah-Nya, uluhiyah-Nya, dan asma’ wa shifat-Nya. Selain itu iman kepada Allah juga mengandung keyakinan bahwa Allah memiliki segala sifat kesempurnaan dan tersucikan dari segala cacat dan kekurangan. 

Oleh sebab itu wajib mengesakan/ mentauhidkan Allah dalam hal rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat-Nya.

Mentauhidkan Allah dalam hal rububiyah yaitu dengan mengakui bahwa Allah Maha esa dalam hal perbuatan-perbuatan-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam hal itu seperti misalnya dalam hal menciptakan, memberi rezeki, menghidupkan, mematikan, mengatur segala urusan, mengendalikan alam semesta dan hal-hal lain yang berkaitan dengan rububiyah-Nya. 

Mentauhidkan Allah dalam hal uluhiyah artinya mengesakan Allah dengan berbagai perbuatan hamba seperti dalam hal berdoa, merasa takut/khauf, berharap/ roja’, tawakal, isti’anah/ meminta pertolongan, isti’adzah/ meminta perlindungan, istighotsah/ meminta keselamatan saat tertimpa musibah, menyembelih, nadzar dan lain sebagainya dari berbagai jenis ibadah yang wajib untuk ditujukan kepada Allah semata. 

Oleh sebab itu tidak boleh dipalingkan suatu bentuk ibadah sedikit pun kepada selain-Nya meskipun yang dituju adalah malaikat, nabi, atau yang lainnya. 

Adapun mentauhidkan Allah dalam hal asma’ wa shifat maksudnya adalah menetapkan segala nama dan sifat yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yang layak dan sesuai dengan kesempurnaan dan keagungan-Nya, tanpa melakukan takyif/ menentukan tata-caranya, tanpa tamtsil/ menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluk, dan tanpa tahrif/ menyelewengkan makna atau lafalnya, serta tanpa ta’thil/ menolak atau ta’wil/ menyimpangkan makna dari yang semestinya. 

Dalil tauhid asma’ wa shifat ini adalah firman Allah (yang artinya), “Tidak ada yang serupa dengan-Nya sesuatu apapun dan Dia Maha mendengar lagi Maha melihat.” (asy-Syura : 11). 

Di dalam ayat ini tergabung antara penetapan nama dan sifat serta penyucian nama dan sifat Allah dari keserupaan dengan nama dan sifat makhluk. 

Allah mendengar tetapi tidak seperti pendengaran makhluk, Allah melihat tetapi tidak seperti penglihatan makhluk. Maka demikianlah metode dalam mengimani setiap nama dan sifat Allah. 

Demikian sedikit keterangan yang bisa kami sajikan dengan menyadur dari penjelasan Syaikh Abdul Muhsin al-’Abbad hafizhahullah dalam kitabnya Fat-hul Qabil Matin fi Syarh al-Arba’in wa Tatimmatil Khamsin yang berisi keterangan ringkas terhadap kumpulan hadits Arba’in karya Imam Nawawi rahimahullah beserta hadits tambahannya dari Imam Ibnu Rajab rahimahullah. 

Semoga Allah berikan kepada kita ilmu yang bermanfaat.

0 Response to "Cakupan Iman kepada Allah"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak