Hukum Berjimak Dengan Istri di Bulan Ramadan

Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji hanya milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas junjungan kita Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassallam, keluarga, dan sahabatnya, serta pengikutnya yang selalu setia dan Istiqomah.

Menyetubuhi istri di bulan Ramadan ada dua kondisi, kemungkinan (dilakukan) waktu malam atau waktu siang.

Bersetubuh di malam hari itu mubah, dan malam dimulai dengan terbenam matahari sampai terbit fajar. Dahulu hukum di awal islam Dibolehkan bersetubuh di malam Ramadan selagi belum tidur. 

Kalau tidur, maka diharamkan bersetubuh. Meskipun bangun sebelum fajar. Kemudian Allah memberi keringanan dalam hukum ini dan Dibolehkan bersetubuh di malam Ramadan secara umum. Hal itu ada dalam firman Allah ta’ala:

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ (سورة البقرة: ١٨٧)

“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al-Baqarah: 187)

Dahulu diawal kewajiban berpuasa, diharamkan bagi umat Islam makan, minum dan bersetubuh di waktu malam setelah tidur, dan sebagian (umat Islam) terasa berat. 

Kemudian Allah memberi keringanan dari hal itu. Dan Allah memperbolehkan makan, minum dan bersetubuh pada semua malam. 

Baik telah tidur maupun belum tidur. Karena mereka tidak mampu menahan nafsu mereka dengan meninggalkan sebagian dari apa yang diperintahkan kepadanya.

 Maka Allah menerima taubat mereka. Allah melapangkan bagi kalian suatu urusan dimana dahulu, jika tidak diberi keluasan mereka akan terkena dosa (Dan Allah mengampuni dari kamu semua) apa yang telah lalu. 

(Maka sekarang) setelah mendapatkan keringanan dan keluasan dari Allah ‏‏cumbulah mereka, dengan  mencium dan menyentuh atau semisal itu.

Saat kalian menggauli istri kalian, niatkan karena ingin mendekatkan kepada Allah Ta’ala dan meraih maksud yang paling agung dari bersetubuh, yaitu mendapatkan keturunan, juga menjaga kemaluannya dan kemaluan istrinya serta mendapatkan maksud dari pernikahan.

Al-Jassas dalam Ahkamul Al-Qur’an’, 1/265 mengatakan, “Maka Dibolehkan bersetubuh, makan dan minum di malam-malam Ramadan, dari permulaan (malam) sampai terbit fajar.”

Diriwayatkan oleh Bukhari, 4508 dari Barra’ radhiallahu’anhu

 لَمَّا نَزَلَ صَوْمُ رَمَضَانَ كَانُوا لا يَقْرَبُونَ النِّسَاءَ رَمَضَانَ كُلَّهُ وَكَانَ رِجَالٌ يَخُونُونَ أَنْفُسَهُمْ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ

"Ketika diturunkan (kewajiban) puasa Ramadan. Dahulu mereka tidak mendekati istri-istrinya sebulan penuh. Sementara para suami tidak dapat menahan nafsunya. Maka Allah turunkan ayat (عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ) “Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu.”

Al-Hafidz rahimahullah mengatakan, “Perkataan ‘Ketika diturunkan (kewajiban) puasa Ramadan, dahulu mereka tidak mendekati istri-istri mereka’. Yang tampak dari redaksinya (maksudnya adalah bahwa) dahulu bersetubuh dilarang seluruh waktu malam dan siang. 

Berbeda dengan makan dan minum, dahulu diizinkan makan waktu malam selagi belum tidur. Akan tetapi hadits-hadits lain yang semakna dengan ini, menunjukkan tidak ada perbedaan. 

Sehingga ‘Dahulu mereka tidak mendekati istri-istrinya’ mungkin maksudnya adalah sering. Untuk menggabungkan di antara hadits-hadits yang ada.”

Maksud dari  تَخْتَانُونَ أَنْفُسكُمْ adalah menggauli istri, makan dan minum di waktu dimana dahulu haram bagi mereka. Disebutkan oleh Ath-Thabari dari Mujahid تَخْتَانُونَ أَنْفُسكُمْ adalah menzalimi dirinya.

Sementara terkait dengan bersetubuh di siang Ramadan, bagi orang yang wajib berpuasa. Para ulama bersepakat (ijmak) akan keharaman dan hal itu dapat merusak puasanya.

Dalam Al-Mughni, 4/372 dikatakan, “Kami tidak mengetahui adanya perbedaan di kalangan ulama, bahwa orang yang bersetubuh sampai masuk ke kemaluan, keluar (mani) ataupun tidak. Atau diluar kemaluan kemudian keluar (mani). Hal itu membatalkan puasanya kalau dilakukan secara sengaja. Hadits-hadits yang shahih menunjukkan hal tersebut.”

Bahkan bersetubuh termasuk pembatal yang terbesar, dan diharuskan (membayar) kafarat.

Diriwayatkan oleh Bukhari, 2600 dan Muslim, 1111. Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, dia berkata,

قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ هَلَكْتُ فَقَالَ وَمَا ذَاكَ قَالَ وَقَعْتُ بِأَهْلِي فِي رَمَضَانَ قَالَ تَجِدُ رَقَبَةً قَالَ لا قَالَ فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ قَالَ لا قَالَ فَتَسْتَطِيعُ أَنْ تُطْعِمَ سِتِّينَ مِسْكِينًا قَالَ لا قَالَ فَجَاءَ رَجُلٌ مِنْ الأَنْصَارِ بِعَرَقٍ وَالْعَرَقُ الْمِكْتَلُ فِيهِ تَمْرٌ فَقَالَ اذْهَبْ بِهَذَا فَتَصَدَّقْ بِهِ قَالَ عَلَى أَحْوَجَ مِنَّا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا بَيْنَ لابَتَيْهَا أَهْلُ بَيْتٍ أَحْوَجُ مِنَّا قَالَ اذْهَبْ فَأَطْعِمْهُ أَهْلَكَ

"Seseorang datang kepada Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, celakalah saya!" 

Beliau bertanya, “Ada apa dengan anda?" Dia menjawab, “Saya telah berhubungan intim dengan istri sementara saya dalam kondisi berpuasa (Di bulan Ramadan),

"Maka Rasulullah sallallahu alaihi wa sallalm bertanya, “Apakah anda dapatkan budak (untuk dimerdekakan)?

"Dia menjawab, “Tidak." Beliau bertanya, “Apakah anda mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?" Dia menjawab, “Tidak."Beliau bertanya, “Apakah anda dapatkan makanan unttuk memberi makan kepada enampuluh orang miskin?" 

Dia menjawab, “Tidak." Kemudian ada orang Anshar datang dengan membawa tempat besar di dalamnya ada kurmanya. Beliau bersabda, “Pergilah dan bershadaqahlah dengannya." 

Orang tadi berkata, “Apakah ada yang lebih miskin dari diriku wahai Rasulullah? Demi Allah yang mengutus anda dengan kebenaran, tidak ada yang lebih membutuhkan diantara dua desa dibandingkan dengan keluargaku." Kemudian beliau mengatakan, “Pergilah dan beri makanan keluarga anda.”

Berjimak atau melakukan hubungan biologis bagi pasangan suami istri memang dihalalkan. Namun hal itu terlarang jika dilakukan pada siang Ramadhan.  Tindakan ini membatalkan puasa yang sedang dijalankan.

Selain membatalkan, ternyata ada konsekuensi lain yang harus ditanggung oleh pasangan. Ini menjadi bentuk besarnya dosa orang berpuasa yang melakukan hubungan suami istri di siang Ramadhan.

Akibatnya mereka harus membayar denda jika ingin terhindar dari dosa. Mulai dari membebaskan budak, puasa dua bulan tanpa putus, dan memberi makan 60 orang miskin.

Denda atau kafarat di atas memang dirasa cukup berat. Namun hal ini tentu sebanding dengan pahala yang Allah Subhanahu wata'ala berikan atas kemampuan hamba-Nya menahan nafsu duniawi disaat sedang berpuasa.

Seperti diketahui jika ibadah puasa adalah ibadah yang dilakukan untuk Allah Subhanahu wata'ala, sehingga Dia akan membalasnya dengan balasan yang istimewa. 

Diriwayatkan oleh Bukhari, 1761 dan Muslim, 1946 dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu berkata,

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ إِنَّ الصَّوْمَ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ إِنَّ لِلصَّائِمِ فَرْحَتَيْنِ إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ وَإِذَا لَقِيَ اللَّهَ فَرِحَ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

“Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya Allah 'azza wajalla telah berfirman; 'Puasa itu adalah bagi-Ku, dan Akulah yang akan memberinya pahala.' Bagi seorang yang berpuasa, maka baginya ada dua kebahagiaan, yaitu; kebahagiaan saat ia berbuka dan ketika ia berjumpa dengan Allah. Demi Dzat yang jiwa Muhmmad berada di tangan-Nya, bau mulut orang yang berpuasa adalah lebih wangi di sisi Allah daripada wanginya misk.".”

Salah satu godaan ketika berpuasa saat berumah tangga adalah melakukan hubungan biologis. Tidak hanya membatalkan puasa, tindakan ini juga mendatangkan denda bagi mereka yang melanggarnya.

Beratnya denda yang harus dibayar ini seharusnya menjadi bahan renungan bagi setiap pasangan. Bagi sebagian orang kondisi ini memang berat. 

Orang yang berpuasa wajib tidak boleh melakukan dengan istrinya perbuatan-perbuatan yang bisa menyebabkan maninya keluar. 

Para ulama berbeda pendapat mengenai ukuran waktu “tidak keluarnya mani”. Di antara mereka, ada yang berpendapat ukuran waktunya: lama. 

Sebab, ada orang mampu mengendalikan dirinya dengan sempurna. Sebagaimana yang dikatakan Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “beliau orang yang sangat mampu mengendalikan hasratnya.” 

Di antara mereka, ada yang tidak mampu menguasai dirinya dan cepat keluar mani. Maka orang seperti ini terlarang untuk bercumbu dengan istrinya ketika berpuasa wajib. 

Jika seseorang mengetahui bahwa ia mampu mengendalikan dirinya cukup lama maka dibolehkan baginya untuk mencium dan mencumbui istrinya meskipun ia sedang melaksanakan puasa wajib. 

Tapi tetap ia harus menghindari jimak. Karena jimak di bulan Ramadhan bagi orang yang diwajibkan berpuasa Ramadhan menyebabkan baginya lima hal:

1 Dosa
2. Rusaknya puasa
3. Harus melanjutkan puasa. Setiap orang yang merusak puasanya di bulan Ramadhan tanpa alasan syari’ maka wajib atasnya melanjutkan puasa hari itu.
4 wajib atasnya qadha. Karena ia merusak ibadah wajib, maka wajib atasnya qadha.
5. Kafarat. 

Kafaratnya adalah kafarat terberat, yaitu membebaskan hamba sahaya. Jika ia tidak bisa melaksanakannya maka ia diwajibkan berpuasa selama dua bulan berturut-turut. 

Jika ia tidak mampu melaksanakannya juga, maka ia diwajibkan memberi makan enam puluh orang miskin. 

Jika jimak itu dilakukan ketika puasa wajib di luar Ramadhan, seperti puasa qadha Ramadhan dan puasa kafarat, maka konsekuensi yang harus diterimanya ada dua: dosa dan qadha.

Jika puasa yang sedang dilaksanakannya adalah puasa sunah maka tidak ada sanksi yang harus dilakukann

Demikian kiranya pembahasan mengenai Hukum Berjimak Dengan Istri di Bulan Ramadan. Semoga beranfaat dan dapat menambah pengetahuan kita. Terima kasih atas kunjungannya.

0 Response to "Hukum Berjimak Dengan Istri di Bulan Ramadan "

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak