HUKUM DAN ISU-ISU KONTEMPORER

surat
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji hanya milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan sallam atas Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam, keluarga, dan para sahabatnya, serta pengikutnya yang selalu istiqomah.

Perkembangan hukum Islam di Indonesia memiliki mata rantai yang cukup berliku dan kompleksitas persoalan. Oleh karenanya, dari sini hukum Islam hadir dengan membawa wajah tatanan baru dalam masyarakat yang tidak terbentur dengan realitas sosial, budaya, tatanan politik dan tradisi keagamaan. 

Dalam perkembangannya upaya reaktualisasi hukum Islam diharapkan dapat menjawab problematika kemasyarakatan dan sebagai manifestasi agama yang rahmatan lil ‘alamin. 

Islam dinamis yanng diharapkan mampu mengatasi masalahmasalah kontemporer yang terjadi diberbagai wilayah Indonesia.

Pada bagian pembahasan seputar isu-isu kontemporer yang akan kita bahas kali ini adalah delik aduan (pencemaran nama baik), LGBT, dan korupsi. Melalui kajian isu-isu tersebut di harapkan kita dapat memahami penerapan hukum Islam terhadap tiga persoalan tersebut dengan melakukan penajaman terhadap studi komparatif antara hukum pidana di Indonesia (KUHP) dan hukum Islam.

Delik Aduan: Pencemaran Nama Baik

Delik aduan dalam hukum pidana adalah suatu tindak pidana baru bisa diproses secara hukum apabila ada pengaduan dari pihak yang dirugikan, seperti pada kasus perzinahan, perkara tersebut baru akan diproses apabila ada pengaduan dari suami (dalam hal istri yang berzina) ataupun dari istri (dalam kasus suami yang melakukan zina).

Ada dua jenis delik aduan dalam hukum pidana, yaitu delik aduan absolut dan relatif.

Delik aduan absolut, yaitu delik (peristiwa pidana) yang selalu hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan. Dalam delik ini yang dituntut adalah peristiwanya, sehingga dalam aduan tercantum: saya meminta agar peristiwa ini dituntut”. 

Delik aduan relatif, yaitu peristiwa pidana yang biasanya bukan delik aduan, namun karena yang menuntut adalah keluarganya. Dalam delik aduan relatif yang dituntut adalah kesalahan seseorang, bukan peristiwa seperti pada delik aduan absolut (KHUP).

Diskursus delik aduan tidak dikenal dalam aturan pidana Islam secara absolut. Tindak pidana yang dikategorikan oleh hukum pidana Barat sebagai delik aduan absolut, seperti pencemaran nama baik, KDRT, trafficking, dan lainnya, dalam hukum pidana Islam merupakan delik biasa yang dapat diproses langsung oleh hakim atau penegak hukum ketika kasusnya masuk ke pengadilan, meskipun bukan atas dasar pengaduan korban.

Selanjutnya bahwa sifat hukum pidana Islam tersebut di atas, membuktikan kepedulian terhadap kemaslahatan manusia dengan menangani semua jenis tindak pidana yang akan merusaknya, dan memprioritaskan kemaslahatan umum daripada kepentingan pribadi. 

Oleh karenanya, ketika kasus delik aduan masuk ke pengadilan, hakim dapat memerintahkan untuk mengadakan penyelidikan, dan dengan bukti yang ada akan memutuskan perkara tersebut sesuai dengan jenis tindak pidananya. 

Dengan demikian, melalui aturan hudud, qishash dan ta’zir, hukum pidana Islam dapat menjaring semua bentuk tindak pidana, dan pengadilan dapat menangani secara langsung.

KUHP menguraikan secara jelas tentang pencemaran nama baik yang merupakan delik aduan, yaitu seperti tercantum dalam pasal 310 ayat 1 sampai dengan 3, Peristiwa pidana yang merupakan penghinaan adalah perbuatan fitnah yang menjatuhkan kedudukan, martabat dan nama baik seseorang dengan menuduh sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal tersebut diketahui umum. 

Perbuatan penghinaan ini diancam pidana penjara paling lama sembilan bulan dan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.

Dalam hukum Islam, aturan tentang larangan pencemaran nama baik ini dapat kita temukan dalam berbagai jenis perbuatan yang dilarang oleh Allah antara lain tentang kehormatan, baik itu yang sifatnya hudud seperti jarimah qadzaf, maupun yang bersifat ta’zir, seperti dilarang menghina orang lain, dan membuka aib orang lain. 

Hukum pidana Islam memberikan dasar hukum pada pihak terpidana mengacu pada al-Qur’an yang menetapkan bahwa balasan untuk suatu perbuatan jahat harus sebanding dengan perbuatan itu.

Islam memasukkan pencemaran nama baik ini kepada kejahatan yang ada hubungannya dengan pergaulan dan kepentingan umum yang mengakibatkan pengaruh buruk terhadap hak-hak perorangan dan masyarakat yang begitu meluas dan mendalam dampaknya karena hukum Islam sangat menjaga kehormatan setiap manusia. 

Oleh karenanya, hukum Islam selain menetapkan hukuman hudud bagi pelaku qadzaf, juga menetapkan hukuman duniawi untuk jenis perbuatan lain yang merendahkan kehormatan manusia yaitu berupa hukuman Ta’zir yang pelaksanaan hukumannya diserahkan kepada penguasa atau hakim atau mereka yang mempunyai kekuasaan yudikatif. 

Selain menetapkan hukuman seperti tersebut di atas, Islam juga mengancam para pelaku pencemaran nama baik orang lain dengan ancaman Neraka diakhirat kelak, karena Islam sangat menjaga kehormatan dan nama baik seseorang hambanya.

Oleh karenanya tindak pidana pencemaran nama baik, Allah Subhanahu wata'ala telah melarang kepada setiap muslim (laki-laki dan perempuan), melecehkan, merusak dan mencemarkan nama baik, atau menyakiti perasaan sesama muslim, dengan nash yang sangat tegas di dalam al-Qur’an, dan termasuk kebohongan besar, serta dosa yang sangat nyata. Hal ini sebagaimana firman Allah Subhanahu wata'ala berikut:

وَالَّذِيْنَ يُؤْذُوْنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوْا فَقَدِ احْتَمَلُوْا بُهْتَانًا وَّاِثْمًا مُّبِيْنًا ࣖ

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (Q.S. Al-Ahzab [33]: 58).

Bahkan Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wassallam memasukkan perbuatan keji pencemaran nama baik dengan contoh menuduh wanita baik-baik berbuat zina ini ke dalam 7 dosa besar, sebagaimana dalam riwayat hadits berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ

“Abu Hurairah dari Nabi Shalallahu 'alaihi wassallam bersabda; "Jauhilah tujuh dosa besar yang membinasakan." Para sahabat bertanya; 'Ya Rasulullah, apa saja tujuh dosa besar yang membinasakan itu? ' Nabi menjawab; "menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang Allah haramkan tanpa alasan yang benar, makan riba, makan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh wanita mukmin baik-baik melakukan perzinahan." (HR. Bukhari: 6351).

Sedangkan pidana tuduhan (pencemaran nama baik) tanpa saksi dalam Al-Qur’an Allah berfirman:

وَالَّذِيْنَ يَرْمُوْنَ الْمُحْصَنٰتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوْا بِاَرْبَعَةِ شُهَدَاۤءَ فَاجْلِدُوْهُمْ ثَمٰنِيْنَ جَلْدَةً وَّلَا تَقْبَلُوْا لَهُمْ شَهَادَةً اَبَدًاۚ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ ۙ

“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selamalamanya. dan mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Q.S. An-Nuur [24]: 4)

Berdasarkan ayat di atas, Islam memberikan hukuman pidana sangat keras bagi orang-orang muslim yang melontarkan tuduhan berbuat keji (pencemaran nama baik) kepada wanita-wanita yang baik-baik, dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi atas tuduhannya itu, yaitu sesuai dengan kreteria persaksian yang telah ditentukan oleh syariat: (Muslim, balig, merdeka, suci, dan tidak di bawah paksaan). 

Apabila seorang muslim telah menuduh seorang wanita baik-baik melakukan perzinaan, lalu tidak mendatangkan empat orang saksi seperti kreteria telah disebutkan, maka bagi orang yang menuduh tersebut dikenakan hukuman pidana yang berlapis, yaitu: 

1. Pidana cambuk 80 kali pukulan; 
2. Tidak diterima kesaksiaannya selama-lamanya; dan 
3. Dimasukkan ke dalam golongan orang-orang fasik.

LGBT

LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender) merupakan peristiwa ini sedang ramai-ramainya diperbincangkan di semua kalangan. 

Bahkan di sebagian negara Barat, LGBT merupakan hal yang dilegalkan atau diperbolehkan. Oleh karenanya, isu LGBT menjadi bagian kajian dalam tulisan ini.

Menurut pandangan barat LGBT merupakan bagian dari HAM yang harus dilindungi. Dukungan kaum liberal terhadap pelaku LGBT tidak hanya berupa wacana namun direalisasikan dengan mendirikan organisasi persatuan, forum-forum seminar dan pembentukan yayasan dana internasional. Bahkan beberapa negara telah melegalkan dan memfasilitasi perkawinan sesama jenis.

Salah satu lembaga penggalangan dana pendukung perlindungan hak asasi pelaku LGBT, yaitu Global Equality Fund yang diluncurkan pada Desember 2011 oleh menteri luar negeri AS Hillary Rodham Clinton. Lembaga ini mencakup upaya keadilan, advokasi, perlindungan dan dialog untuk menjamin pelaku LGBT hidup bebas tanpa diskriminasi.

Melihat kenyataan di atas, pemikiran Barat dan Islam sepertinya diciptakan menjadi dua kutub berbeda yang tidak mungkin pernah bertemu. Ini karena landasan nilai-nilai keduanya sangat bertolak belakang. Apabila Barat lebih menonjolkan logika, ilmu pengetahuan ilmiah dan kebebasan. 

Sementara pemikiran Islam berlandasarkan pada nilai-nilai Islam bersumber pada keimanan dan ketaatan pada wahyu Ilahi dan sunah Nabi.

LGBT dalam pandangan Islam, sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasulullah dalam Al-Qur’an dan Sunah, homosek merupakan perbuatan hina dan pelanggaran berat yang merusak harkat manusia sebagai makhluk ciptaan Allah paling mulia. 

Homoseksual dengan liwath, dan lesbian dengan sihaq atau musaahaqah.  Imam Al-Mawardi berkata, “Penetapan hukum haramnya praktik homoseksual menjadi ijma’, dan itu diperkuat oleh nash-nash Al-Quran dan Al-Hadits”.

Tinjauan historis, homoseksual pada masa Nabi Luth kaum homoseks langsung mendapat siksa dibalik buminya dan dihujani batu panas dari langit (lihat Q.S. Huud [11]: 82-83). 

Selain zina dan pemerkosaan, pelanggaran seksual menurut Islam termasuk LGBT, incest (persetubuhan sesama mahramnya) dan menjimak binatang. Sanksi bagi pelaku semua pelanggaran seksual tersebut adalah hukuman mati. Hal ini sebagaimana riwayat hadits berikut:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ

“Dari Ibnu Abbas ia berkata, "Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassallam bersabda: "Siapa yang kalian dapati sedang melakukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah; pelaku dan objeknya”. (HR. Abu Daud: 3869)

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ فِي الْبِكْرِ يُؤْخَذُ عَلَى اللُّوطِيَّةِ قَالَ يُرْجَمُ

“Dari Ibnu Abbas tentang seorang gadis yang melakukan perbuatan kaum Luth, ia berkata, "Hukumannya adalah rajam." (HR. Abu Daud: 3870)

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ وَقَعَ عَلَى ذَاتِ مَحْرَمٍ فَاقْتُلُوهُ وَمَنْ وَقَعَ عَلَى بَهِيمَةٍ فَاقْتُلُوهُ وَاقْتُلُوا الْبَهِيمَةَ

“Dari Ibnu Abbas, ia berkata; "Shalallahu 'alaihi wassallam. bersabda: 'Barang siapa yang berzina dengan mahramnya maka bunuhlah ia. Dan barangsiapa berzina dengan seekor binatang, bunuhlah ia dan bunuhlah binatang tersebut." (HR. Ibnu Majah: 2554)

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَعَنَ اللَّهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللَّهِ لَعَنَ اللَّهُ مَنْ غَيَّرَ تُخُومَ الْأَرْضِ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ كَمَهَ الْأَعْمَى عَنْ السَّبِيلِ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ سَبَّ وَالِدَهُ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ تَوَلَّى غَيْرَ مَوَالِيهِ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ

“Dari Ibnu Abbas; bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah melaknat orang yang menyembelih bukan karena Allah, Allah melaknat orang yang mengubah batas-batas tanah, Allah melaknat orang yang menyesatkan orang buta dari jalanan, Allah melaknat orang yang mencela orang tuanya, Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth, Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth, Dan Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth.” (HR. Ahmad: 2677)

Di dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala mengabadikan bagaimana dahsyatnya laknat dan azab langsung dari Allah Subhanahu wata'ala kepada pelaku homoseksual ini di zaman nabiyullah Luth a.s. (lihat Q.S. Huud [11]: 77-82). 

Pelarangan LBGT bukan terletak pada “karena mereka tidak menikah”, melainkan karena mereka telah menyalahi fitrah kemanusiaannya, yaitu dengan menyetubuhi sesama jenis. 

Pelanggaran seksual berupa homoseks umat Nabi Luth a.s. terbentang dalam beberapa ayat antara lain sebagai berikut:

وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِۦٓ أَتَأْتُونَ ٱلْفَٰحِشَةَ وَأَنتُمْ تُبْصِرُونَ (٥٤) أَئِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ ٱلرِّجَالَ شَهْوَةً مِّن دُونِ ٱلنِّسَآءِ ۚ بَلْ أَنتُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ (٥٥)

“Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika Dia berkata kepada kaumnya: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah (Perbuatan keji) itu sedang kamu memperlihatkan(nya)?" “Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu (mu), bukan (mendatangi) wanita? sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatanmu)". (Q.S. An-Naml [27]: 54-55)

أَتَأْتُونَ ٱلذُّكْرَانَ مِنَ ٱلْعَٰلَمِينَ(١٦٥) وَتَذَرُونَ مَا خَلَقَ لَكُمْ رَبُّكُم مِّنْ أَزْوَٰجِكُم ۚ بَلْ أَنتُمْ قَوْمٌ عَادُونَ (١٦٦)

“Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan istri-istri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas". (Q.S. Asy-Syu’araa’ [26]: 165-166)

Dari penjelasan di atas, sudah sangat jelas bahwa Islam sangat keras dalam menyikapi problem LGBT. Dalam Al-Qur’an kita telah diberi rambu-rambu atau telah

diberitahu akan bahaya LGBT. Sebelum LGBT ada di zaman sekarang dahulu di masa nabi Luth juga telah terjadi seperti ini. 

Sedangkan hukuman Allah Subhanahu wata'ala sangatlah pedih dan menakutkan (Allah Subhanahu wata'ala melaknat bagi orang-orang yang melakukan perbuatan seperti kaum Nabi Luth).

Dengan demikian beberapa ayat dan hadits tersebut di atas, menunjukkan bahwa LGBT menurut pandangan agama Islam pada umumnya menyamakan perbuatan homoseksual dengan perbuatan zina. Karena itu, segala implikasi hukum yang berlaku pada zina juga berlaku pada kasus homoseksual. Bahkan pembuktian hukum pun mengacu pada kasus-kasus yang terjadi pada zina. 

Sementara operasi kelamin yang dilakukan pada seorang yang mengalami kelainan kelamin (misalnya berkelamin ganda) dengan tujuan tashih atau takmil (perbaikan atau penyempurnaan) dan sesuai dengan hukum akan membuat identitas kelamin tersebut menjadi jelas.

Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)

KKN dalam syariat Islam diatur dalam fiqh Jinayah. Beberapa jenis tindak pidana (jarimah) dalam fiqh jinayah dari unsur-unsur dan definisi yang mendekati pengertian korupsi di masa sekarang adalah: 

1. Ghulul (Penggelapan); 
2. Risywah (Penyuapan); 
3. Ghasab (Mengambil Paksa Hak/Harta Orang Lain); 
4. Khianat; 
5. Sariqah (Pencurian); 
6. Hirabah (Perampokan); 
7. Al-Maks (Pungutan Liar); 
8. Al-Ikhtilas (Pencopetan); dan 
9. Al-Ihtihab (Perampasan). 

Penjelaskan unsur-unsur korupsi tersebut di antaranya adalah:

1. Al-Ghulul (Penggelapan)

Al-Ghulul, yakni mencuri ghanimah (harta rampasan perang) atau menyembunyikan sebagiannya (untuk dimiliki) sebelum menyampaikannya ke tempat pembagian, meskipun yang diambilnya sesuatu yang nilainya relatif kecil bahkan hanya seutas benang dan jarum. 

Mencuri atau menggelapkan uang dari baitul maal (kas Negara) dan zakat dari kaum muslimin juga disebut dengan Al-Ghulul.

Adapun dasar hukum dari Al-Ghulul, adalah dalil-dalil baik yang terdapat dalam AlQur’an maupun Hadits sebagai berikut:

وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ اَنْ يَّغُلَّ ۗوَمَنْ يَّغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۚ ثُمَّ تُوَفّٰى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ

“Tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang). Barang siapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang) maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu; kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya”. (QS. Ali-‘Imran[3]: 161)

Hadits-Hadits yang mengatur Al-Ghulul di antaranya sebagai berikut:

1. Larangan Mengambil yang bukan haknya

عَنْ عَدِيِّ ابْنِ عَمِيرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ مَنْ اسْتَعْمَلْنَاهُ مِنْكُمْ عَلَى عَمَلٍ فَكَتَمَنَا مَخِيطًا فَهُوَ غُلٌّ يَأْتِي بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Dari Adi bin Ibnu Amirah dari Nabi Shalallahu 'alaihi wassallam, beliau bersabda: "Siapa pun dari kalian yang kami pekerjakan untuk melakukan sesuatu kemudian ia menyembunyikan sesuatu meskipun seutas benang, maka itu merupakan pengkhianatan yang akan dibawanya kelak pada hari kiamat." (HR. Ahmad: 17059)

2. Haramnya petugas menerima hadiah

عَنْ عَدِيِّ بْنِ عَمِيرَةَ الْكِنْدِيِّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ اسْتَعْمَلْنَاهُ مِنْكُمْ عَلَى عَمَلٍ فَكَتَمْنَا مِخْيَطًا فَمَا فَوْقَهُ كَانَ غُلُولًا يَأْتِي بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Dari 'Adi bin Amirah Al-Kindi dia berkata, "Saya mendengar Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassallam, bersabda: "Barangsiapa dari kalian yang aku angkat atas suatu amal, kemudian dia menyembunyikan dari kami (meskipun) sebuah jarum, atau sesuatu yang lebih kecil dari itu, maka itu adalah ghulul (pencurian) yang pada hari kiamat akan ia bawa." (HR. Muslim: 3415)

3. Risywah (Penyuapan)

Risywah adalah sesuatu yang dapat menghantarkan tujuan dengan segala cara agar tujuan dapat tercapai. Definisi tersebut diambil dari asal kata rosya yang berarti tali timba yang dipergunakan untuk tali timba dari sumur. 

Sedangkan ar-raasyi adalah orang yang memberikan sesuatu kepada pihak kedua yang siap mendukung perbuatan batil. Adapun roisyi adalah penghubung antara penyuap dan penerima suap, sedangkan al-murtasyi adalah penerima suap.

Adapun dasar hukum dari Risywah, adalah dalil-dalil baik yang terdapat dal Al-Qur’an maupun Hadits sebagai berikut:

سَمّٰعُوْنَ لِلْكَذِبِ اَكّٰلُوْنَ لِلسُّحْتِۗ فَاِنْ جَاۤءُوْكَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ اَوْ اَعْرِضْ عَنْهُمْ ۚوَاِنْ تُعْرِضْ عَنْهُمْ فَلَنْ يَّضُرُّوْكَ شَيْـًٔا ۗ وَاِنْ حَكَمْتَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ

“Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram (seperti uang sogokan dan sebagainya). jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.” (Q.S. Al-Maidah [5]: 42)

عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ وَالرَّائِشَ يَعْنِي الَّذِي يَمْشِي بَيْنَهُمَا

“Dari Tsauban berkata; Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassallam melaknat orang yang menyuap, yang disuap dan perantaranya (broker, makelar)." (HR. Ahmad: 21365)

Delik aduan dalam hal ini pencemaran nama baik ini dapat kita temukan dalam berbagai jenis perbuatan yang dilarang oleh Allah antara lain tentang kehormatan, baik itu yang sifatnya hudud seperti jarimah qadzaf, maupun yang bersifat ta’zir, seperti dilarang menghina orang lain, dan membuka aib orang lain. 

Hukum pidana Islam memberikan dasar hukum pada pihak terpidana mengacu pada al-Qur’an yang menetapkan bahwa balasan untuk suatu perbuatan jahat harus sebanding dengan perbuatan itu.

LGBT merupakan suatu perbuatan menyimpang dari fitrah manusia yang sesungguhnya. Dengan kata lain, hukum LGBT dalam Islam adalah haram.

Unsur-unsur dan definisi yang mendekati pengertian korupsi di masa sekarang adalah:

1. Ghulul (Penggelapan); 
2. Risywah (Penyuapan); 
3. Ghasab (Mengambil Paksa Hak/Harta Orang Lain); 
4. Khianat; 
5. Sariqah (Pencurian); 
6. Hirabah (Perampokan); 
7. Al-Maks (Pungutan Liar); 
8. Al-Ikhtilas (Pencopetan); dan 
9. Al-Ihtihab (Perampasan). 
 
Demikian pembahasan mengenai hukum dan isu-isu kontemporer, Dalam perkembangannya upaya reaktualisasi hukum Islam diharapkan dapat menjawab problematika kemasyarakatan dan sebagai manifestasi agama yang rahmatan lil ‘alamin. 

Terima kasih atas kunjunganya semoga dapat menambah pengetahuan  dan wawasan kita.

0 Response to " HUKUM DAN ISU-ISU KONTEMPORER"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak