Menolak Poligami Dengan Meraih Simpati Suami

Meraih Simpati Suami Tanpa Menentang Syar'i

Sudah menjadi suatu kepastian bahwa setiap wanita memiliki hati, perasaan, dan ambisi untuk memiliki suami sepenuhnya seorang diri. Namun tidak semua wanita larut dalam perasaannya, lalu berusaha mengejar ambisinya secara membabi buta.

Wanita-wanita yang shalihah, yang selalu tunduk dan patuh kepada ketetapan Allah Ta'ala, senantiasa mendahulukan syariat daripada perasaannya. Walaupun mereka memiliki keinginan, perasaan dan ambisi untuk menjadi satu-satunya wanita yang mendampingi suaminya. Tetapi hal itu tidak membuat mereka lupa diri, hingga melakukan berbagai tindakan yang menyalahi syariat.

Adanya harapan agar suami tidak berpoligami pun bukan didasarkan pada penolakan terhadap syariat atau menuruti egoisme semata. Tetapi lebih disebabkan kekhawatiran-kekhawatiran yang bersifat syar'i, takut jika suami tidak mampu berbuat adil, atau khawatir dirinya tidak bisa bersikap secara proporsional, menyimpang dari tuntunan syariat, hingga berbuat sesuatu yang dapat mengundang murka Allah Ta'ala.

Oleh karenanya, ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk menjadi seorang istri yang berbakti, demi meraih cinta dan kasih sayang suami sepenuhnya. Serta senantiasa berlapang dada menerima apapun yang ditakdirkan Allah Ta'ala bagi dirinya, karena ia yakin bahwa pilihan Allah merupakan jalan terbaik yang diberikan-Nya.

Di sini akan saya kemukakan beberapa ciri istri yang berbakti kepada suaminya dan taat kepada Allah Ta'ala.

Perbuatan mereka layak dijadikan teladan oleh segenap wanita yang menginginkan dirinya selalu dicintai dan disayang suami, dalam bingkai ridha ilahi.

1. Mentaati Suami

Taat kepada suami merupakan ciri utama wanita penghuni surga. Rasulullah bersabda,

"Apabila seorang istri menunaikan shalat, puasa, memelihara kemaluannya dan mentaati suaminya, makan ia akan memasuki surga Rabbnya". (HR. Al-Bazzar)

Seorang istri yang shalihah akan senantiasa menempatkan ketaatan kepada suaminya di atas segala-galanya, selama bukan dalam kedurhakaan kepada Allah Ta'ala. 

Wujud ketaatannya tersebut tidak akan pernah terpengaruh oleh situasi apapun. Ia akan selalu taat, baik ketika senang maupun susah, di saat lapang maupun sempit dan di kala suka maupun duka.

Ketaatan istri seperti itu sangat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan cinta dan memelihara kesetiaan suami, apalagi di saat-saat suami sangat membutuhkannya. 

Seperti ketika ia jatuh sakit, ditimpa suatu musibah dan ketika menghadapi kesulitan-kesulitan yang menghimpitnya. Suami tak akan pernah berpikir mencari tempat pelarian yang lain, jika istri selalu setia menemaninya dalam setiap keadaan.

2. Mensyukuri Segala Sesuatu yang Diberikan

Suami Ada kalanya seorang suami memberikan sesuatu yang benar-benar sesuai dengan harapan dan keinginan istri. Tetapi tidak jarang pula apa yang diberikannya kurang disukai, tidak menarik dan jauh dari kata memuaskan.

Mungkin disebabkan selera yang berbeda atau karena jumlahnya yang terlalu sedikit, atau karena sebab-sebab yang lainnya.

Istri yang shalihah adalah istri yang dapat menjaga perasaan suaminya, memahami keterbatasan kemampuan suaminya, dan tidak membebani suaminya dengan berbagai permintaan dan tuntutan. Ia akan secara tulus menerima dan bersyukur atas apa yang diberikan suaminya dan bersabar jika sang suami belum mampu memenuhi harapannya.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 

"Sebaik-baik istri adalah apabila diberi ia bersyukur, dan bila tidak diberi ia bersabar Engkau senang bila memandangnya dan ia taat bila engkau menyuruhnya." (Al-Hadits)

Dan sebagai renungan bagi para wanita, rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam juga pernah bersabda, 

" Neraka pernah diperlihatkan kepadaku, ternyata kebanyakan penghuninya adalah kaum perempuan, yaitu mereka yang tidak tahu berterimakasih kepada suami." (HR. Al-Bukhari)

3. Menjaga Amanah

Secara khusus Allah Ta'ala menyebutkan wanita yang shalihah dengan pemeliharaan amanah yang diberikan kepadanya. Allah berfirman, 

"Maka wanita-wanita yang shalihah adalah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri bila suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara ( mereka). " (QS.An-Nisa: 34)

Amanah yang dipikul seorang istri dalam sebuah rumahtangga, mencakup berbagai hal, mulai dari urusan menata rumah, menyiapkan hidangan, merapikan pakaian, hingga menjaga harta benda suami dan memelihara kehormatan dirinya sendiri di belakang suaminya.

Memelihara anak-anak dan memberikan pendidikan yang baik kepada mereka, juga merupakan amanah yang mesti ditunaikannya 

"Wanita itu pemimpin di rumah suaminya dan akan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya". (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Mempunyai istri yang amanah membuat hati suami selalu tenang dan tenteram. Ketika ia harus melakukan perjalanan yang jauh dan lama, ia tak akan terlalu cemas dengan keadaan rumah, harta dan anak-anaknya, karena di sana ada istri yang selalu menjaganya. Dan yang terpenting, ia tak akan pernah merasa takut dikhianati cinta dan kesetiaannya.

4. Selalu Menjaga Penampilan Agar Tetap Menarik

Jika seorang istri tidak mau dijauhi suaminya, hendaklah ia selalu menjaga kebersihan diri, pakaian dan tempat tinggalnya. Karena setiap suami menyukai istrinya yang selalu tampak bersih dan berpenampilan menarik di hadapannya.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam  bersabda, 

"Sebaik-baik wanita adalah yang bila engkau memandangnya menyenangkan, bila engkau perintah ia taat kepadamu, dan bila engkau tidak ada di sisinya ia bisa menjaga kehormatannya dan menjaga hartamu. "

Hari ini banyak istri yang sering melupakan penampilannya di hadapan sang suami. Ia hanya mandi, bersolek dan berdandan jika hendak bepergian saja, ketika mau menghadiri undangan, pergi ke tempat perbelanjaan, atau ketika ada acara lainnya di luar rumah.

Tetapi ketika ia berada di rumah bersama suaminya, ia sama sekali tak memperdulikan tubuhnya yang kotor dan mengeluarkan aroma tak sedap, wajah, rambut, hingga pakaian yang dikenakannya pun kusut masai.

Belum lagi keadaan rumah yang selalu berantakan, tidak bersih, tidak rapi, dan tidak membuat nyaman orang yang mendiaminya.

Tidak heran jika suami tak betah berlama-lama bersama istri seperti itu, dan lebih banyak menghabiskan waktunya di tempat kerja, di tempat-tempat hiburan dan tempat lain yang dianggap lebih nyaman dan lebih menyegarkan pikirannya.

5. Tidak Buruk Sangka dan Cemburu Buta

Dalam batas-batas tertentu, dapat dikatakan wajar bila seorang istri merasa cemburu dan memendam rasa curiga kepada suami yang jarang berada di rumah, karena kesibukannya di luar rumah.

Namun jika aktifitasnya sudah diketahui sebagai kegiatan yang positif dan membawa maslahat bagi umat, hendaknya para istri menghapus rasa curiganya dan berhenti mencari-cari kesalahan suaminya. Karena kecurigaan istri yang terlalu berlebihan dan sikap cemburu buta yang tak beralasan, justru akan memancing rasa kesal dan jengkel seorang suami. Ia akan merasa  gelisah dan tak pernah merasa nyaman di mana pun ia berada.

Oleh karenanya, bisa saja seorang suami justru berpikir negatif. Sudah bersikap baik, jujur, terbuka dan setia, tetapi malah dicurigai dan disangka yang bukan-bukan. Tidak mustahil ia akan melampiaskan kekesalannya dengan melakukan perkara yang disangkakan istri kepadanya.

6. Bersikap Lemah Lembut

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

"Sesungguhnya Allah menyukai sikap lemah lembut dalam setiap urusan." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Tidak disangsikan lagi bahwa istri yang lemah lembut akan mendapat tempat yang lebih luas dalam pergaulannya. Ia lebih disukai oleh sesama muslimah, disayangi oleh mertua dan dicintai oleh suami dan anak-anaknya.

Sikap lemah lembut merupakan bagian dari akhlak istri yang sangat mulia. Yang dengannya amarah dapat diredam, persoalan dapat diselesaikan dengan baik dan keharmonisan rumahtangga akan senantiasa terjaga.

7. Pandai Bergaul dengan Keluarga Suami

Ikatan pernikahan tidak hanya menyatukan dua insan dalam satu keluarga, tetapi juga dapat menyambung tali kekerabatan, nasab dan keturunan. Kedua orangtua suami adalah orangtua sang istri juga, keluarga suami adalah keluarganya juga, demikian pula sebaliknya.

Menjalin hubungan yang baik dan bersahabat dengan keluarga suami merupakan salah satu penopang keharmonisan sebuah rumahtangga. Suami akan merasa tenang dan bangga dengan peranan istrinya di tengah-tengah keluarganya, karena ia tidak direpotkan oleh konflik antara istri dan keluarganya, seperti yang dialami banyak orang di zaman modern sekarang ini.

Oleh karenanya, cinta dan kasih sayang suami pun akan selalu terbina dan terjaga, bahkan bertambah besar.

Sementara itu, mertua dan saudara-saudara suami pun akan menaruh perhatian yang sangat besar kepada istri yang yang telah mampu memposisikan dirinya sebagai seorang menantu yang berbakti.

8. Selalu Jujur dan Terbuka

Faktor utama munculnya sikap saling curiga di antara suami istri adalah karena kurangnya keterbukaan dan kejujuran. Menyembunyikan suatu perkara yang semestinya diungkapkan kepada suami, merupakan kesalahan besar yang akan mengakibatkan problem di kemudian hari.

Sekali saja suami mengetahui ketidakjujuran istri, maka sejak saat itu ia tidak akan sepenuhnya mempercayai setiap ucapan sang istri. Akan selalu ada keraguan dan tanda tanya di dalam hatinya. Jika sudah demikian, keharmonisan rumahtangga akan mulai terganggu dan tidak menutup kemungkinan akan mengalami keretakan.

Oleh karenanya, seorang istri dituntut untuk pandai menempatkan suatu permasalahan. Mana yang harus dikatakan secara terus terang dan mana yang layak dirahasiakan. 

Karena keharusan bersikap jujur dan terbuka pun tidak selamanya dibenarkan dan dapat membawa manfaat, tergantung pada masalah apa yang sedang dihadapinya. 

Sewaktu-waktu seorang istri diperbolehkan berbohong, apabila dengan jalan seperti itu keutuhan rumahtangga akan terjaga serta tidak menimbulkan efek yang merugikan.

Dalam hal ini, Ummu Kultsum binti Uqbah berkata,

"Aku tidak pernah mendengar rasulullah shalallahu alaihi wa salam membolehkan berkata bohong, kecuali pada tiga perkara'yaitu seseorang yang mengatakan sesuatu dengan maksud mendamaikan, seseorang yang mengatakan sesuatu dalam kondisi peperangan dan seorang suami yang mengatakan cinta kepada istrinya atau seorang istri yang mengatakan cinta kepada suaminya'" (HR'Muslim)

9. Menjaga Perasaan Suami

Kepekaan suami maupun istri terhadap perasaan pasangannya, sangat diperlukan demi menghindari terjadinya konflik, kesalahpahaman dan ketersinggungan seorang istri hendaknya selalu berhati-hati dalam setiap ucapan dan perbuatannya, agar tidak menyinggung dan menyakiti perasaan suaminya. Ia harus mampu menjaga rahasia suami, menghentikan kebiasaan mencaci dan mengurangi kritikan-kritikan yang cenderung memojokkannya.

Para suami banyak pula yang merasa tersiksa perasaannya disebabkan sang istri yang kurang memperdulikan kata-katanya, atau menampilkan raut wajah yang tidak ramah, cemberut dan bermuka masam di hadapannya.

Islam sangat mencela sikap istri seperti itu, karena ajaran Islam mengajarkan bersikap ramah dan lemah lembut kepada sesama muslim, terlebih kepada seorang suami yang menjadi pemimpin dalam rumahtangga

10. Membiasakan Budaya Musyawarah

Banyak persoalan yang bisa diselesaikan sendiri-sendiri oleh suami maupun istri. Tetapi tidak jarang pula adanya berbagai masalah yang perlu didiskusikan dan dimusyawarahkan, untuk menghasilkan keputusan dan pemecahan yang disepakati bersama.

Ketika seorang istri meminta saran suaminya tentang suatu masalah, berarti dia telah memberikan penghormatan kepada suaminya untuk mengemukakan pendapatnya, dan bersikap merendahkan diri di hadapan suaminya dengan mendengarkan kata-katanya.

Dalam hal ini suami akan merasa lebih dihargai dan dibutuhkan, dan ia pun akan melakukan hal yang sama jika menghadapi sebuah persoalan. 

Maka akan terjalin sebuah komunikasi yang harmonis di antara keduanya, yang berarti kekompakan dan kebersamaan suami istri akan terpelihara dengan baik.

0 Response to "Menolak Poligami Dengan Meraih Simpati Suami"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak