Alasan Wanita Menolak Poligami

Alasan Wanita Menolak Poligami

Salah satu alasan wanita menolak poligami adalah keinginannya memiliki suami sepenuhnya seorang diri, tidak berbagi cinta dan kasih sayang. Keinginan seperti itu merupakan perkara yang sangat wajar terjadi pada setiap wanita. 

Artinya boleh-boleh saja seorang wanita memiliki keinginan seperti itu dan berupaya mengambil hati sang suami agar seluruh cinta, kasih sayang dan perhatiannya hanya tercurah pada dirinya dan anak-anaknya saja.

Namun jika keinginan tersebut membuahkan penolakan terhadap syariat poligami, apalagi cenderung membencinya, menolak kebenaran ayat yang menjelaskannya, atau ada perasaan berat dan tidak setuju dengan ayat tersebut, serta berharap jika ayat seperti itu tidak ada di dalam Al-Quran, maka sikap demikian itulah yang tidak diperbolehkan. 

Karena seorang muslim tidak layak menyelisihi ketetapan yang telah digariskan oleh Allah Ta'ala.

"Dan tidaklah patut bagi l^aki-laki yang beriman dan tidak (pula) bagi wanita yang beriman, apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang utusan mereka." (QS. Al-Ahzab: 36)

Selain alasan di atas, ada pula beberapa alasan lain yang menyebabkan wanita menolak atau membenci poligami, yaitu:

1. Pengalaman Buruk

Seperti kata pepatah, "Pengalaman adalah guru yang paling baik". Pengalaman yang menyenangkan membuat orang bahagia, ketagihan, selalu ingin mengulang dan suka berbagi cerita agar orang lain pun mengikuti jejaknya. 

Sebaliknya jika pengalaman buruk yang didapatnya, mungkin saja dia akan lebih berhati-hati dan semakin banyak perhitungan bila terpaksa harus mengulangnya. 

Bahkan tidak jarang yang merasa jera dan trauma hingga tak pernah terlintas lagi pikiran untuk melakukan hal yang sama.

Wanita yang mempunyai pengalaman bahagia dengan poligami tidak mungkin berpandangan buruk tentang poligami, apalagi melakukan penolakan dan penentangan terhadapnya. Berbeda dengan para wanita yang ditakdirkan mendapatkan ketidakadilan dari suaminya yang melakukan poligami. 

Mungkin karena sang suami melakukan praktik poligami yang menyalahi syariat dan melanggar batasan serta rambu-rambu yang dibenarkan.

Tidak bisa kita pungkiri adanya beberapa kasus kekerasan, perceraian dan kehancuran sebuah rumahtangga, gara-gara sang suami menikah lagi. Lantas dia sia-siakan istri pertamanya dan dia biarkan anak-anaknya hidup terlantar. 

Dia lebih mementingkan istri mudanya dan bertindak sangat tidak adil terhadap istri pertamanya.

Realitas seperti itu banyak memberi pengalaman yang menyakitkan dan menciptakan luka yang mendalam pada diri seorang wanita. Kepedihan dan sakit hati yang sulit terobati dan tidak mudah untuk dilupakan. Oleh karena pengalaman seperti itulah sebagian wanita menjadi penentang keras poligami. 

Tidak heran jika mereka pun senantiasa berpesan kepada anak-anaknya, saudara-saudaranya dan orang-orang yang dikenalnya, agar tidak mengalami hal serupa sebagaimana yang dialaminya.

2. Persepsi Keliru

Lemahnya pemahaman umat terhadap syariat dan gencarnya propaganda-propaganda sesat yang menyudutkan nilai-nilai Islam, berdampak sangat kuat bagi terbentuknya persepsi yang keliru tentang keagungan dan kemuliaan ajaran Islam. Tak terkecuali pemahaman mereka terhadap poligami.

Orang-orang yang menentang bolehnya poligami merupakan sebagian kecil dari korban-korban propaganda sesat tersebut, yang selalu dihembuskan oleh musuh-musuh Islam dan orang-orang yang tidak menghendaki tegaknya syariat Allah Ta'ala di muka bumi.

Tidak diragukan lagi, bahwa jumlah kaum muslimin yang dangkal pemahaman keislamannya menunjukkan angka yang tak terhingga, baik pemahaman dalam bidang akidah, ibadah maupun akhlak. Terbukti masih banyaknya kaum muslimin yang memiliki keyakinan yang menyimpang dari tauhid, gemar melakukan bid'ah dan jauh dari tuntunan akhlak islami.

3. Krisis Keteladanan

Sebagian besar wanita yang menolak poligami, ternyata bukan orang yang pernah mengalami pahitnya dipoligami. Para remaja belasan tahun, wanita dewasa yang belum bersuami, hingga nenek-nenek yang telah kehilangan suami pun ikut menyuarakan penolakannya.

Selain besarnya pengaruh provokasi dari pihak-pihak yang telah merasa dirugikan dengan poligami, serta upaya keras orang-orang yang menamakan diri sebagai para

pembela wanita dan aktifis perempuan dalam mensosialisasikan pandangan-pandangan miringnya tentang poligami, hal itu dipengaruhi pula oleh buruknya keteladanan dari para pelaku poligami itu sendiri.

Banyaknya para pelaku poligami yang tidak mematuhi tuntunan syariat, telah banyak menimbulkan problem sosial yang lebih buruk dan mengarah pada kegagalan rumahtangga poligami itu sendiri.

Ketidakharmonisan rumahtangga, pertengkaran antar para istri, hingga perceraian yang diakibatkan pengkhianatan, kezaliman, ketidakadilan dan kebohongan yang dilakukan sang suami, sama sekali bukan teladan yang mulia bagi orang lain.

4. Kesalahan Suami

Sering terjadi adanya wanita yang menolak tawaran poligami suaminya dikarenakan kesalahan suami itu sendiri. Seperti suami yang kurang bertanggung jawab terhadap istri dan anak-anaknya, mengabaikan hak-hak keluarganya, melupakan kewajibannya sebagai kepala keluarga dan suka bertindak zalim kepada mereka.

Mana mungkin suami seperti itu akan mampu berbuat adil kepada istri-istrinya ketika ia berpoligami, sedangkan satu istri saja ia sia-siakan. Sungguh, penolakan istri terhadap niat poligami suami seperti itu bukanlah sebuah kedurhakaan, karena Islam hanya memperkenankan poligami bagi mereka yang benar-benar yakin akan mampu berbuat adil.

5. Lemahnya Iman

Penulis mengakui adanya anggapan bahwa wanita yang menolak poligami bukanlah wanita yang durhaka, karena penolakan terhadap poligami tidak ada kaitannya dengan masalah keimanan. Menolak poligami juga tidak akan menjauhkan seseorang dengan surga atau mendekatkannya ke neraka.

Memang sah-sah saja jika ada orang yang memiliki pandangan seperti itu. Tetapi sejauh mana pandangan itu dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, karena pada kenyataannya hampir setiap wanita yang menolak poligami, selalu mendahulukan perasaan, ego dan hawa nafsunya daripada ketetapan syariat yang diikuti akal sehat. Bukankah sikap seperti itu menunjukkan kelemahan iman?

Kasus ini tak berbeda dengan masalah mengenakan jilbab bagi para muslimah. Bukankah banyak muslimah yang enggan mengenakannya dengan alasan ribet, panas, tidak pede, belum dapat hidayah dan alasan-alasan lain yang dibuat-buat? Padahal alasan tersebut tak akan pernah dikemukakan oleh para wanita shalihah yang kokoh imannya.

Oleh karenanya, faktor keimanan sangat besar peranannya bagi para wanita dalam menentukan kesediaan atau penolakan mereka terhadap syariat poligami.

0 Response to "Alasan Wanita Menolak Poligami"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak