Siapakah yang Lebih Benar Perkataan(nya) daripada Allah?

Siapakah yang Lebih Benar Perkataan(nya) daripada Allah?

Orang mukmin meyakini bahwa Allah menunaikan janji-Nya dan tidak memungkiri janji-Nya karena ia mempercayai bahwa tidak ada seorang pun yang lebih benar perkataannya dan ucapannya daripada Allah.

Allah adalah yang lebih benar perkataan-Nya. Ini merupakan hakikat iman yang pasti, yang telah ditetapkan oleh berbagai ayat Al-Ouran. 

Berikut kita renungkan ayat-ayat tersebut dengan cepat:

1. Dari Surat An-Nisaa'

Allah Subhanahu wata'ala berfirman,

ู„َุง ุฅِู„َٰู‡َ ุฅِู„َّุง ู‡ُูˆَ ۚ ู„َูŠَุฌْู…َุนَู†َّูƒُู…ْ ุฅِู„َู‰ٰ ูŠَูˆْู…ِ ุงู„ْู‚ِูŠَุงู… َุฉِ ู„َุง ุฑَูŠْุจَ ูِูŠู‡ِ ۗ ูˆَู…َู†ْ ุฃَุตْุฏَู‚ُ ู…ِู†َ ุงู„ู„َّู‡ِ ุญَุฏِูŠุซًุง

“Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Dia pasti akan mengumpulkan kamu pada Hari Kiamat yang tidak diragukan terjadinya. Siapakah yang lebih benar perkataan(nya) daripada Allah.” (An-Nisaz': 87).

Ayat di atas dimulai dengan penetapan keesaan ketuhanan. Tidak ada tuhan selain Dia. Selanjutnya memutuskan bahwa Allah akan menghimpun manusia seluruhnya pada Hari Kiamat dan sesungguhnya hari itu tanpa ada keraguan akan datang.

Mengingat Allah memberitahukan tentang kedatangan hari tersebut maka tanpa ada keraguan dan kebimbangan bahwa hari itu akan datang.

Sebab, Allah Subhanahu wata'ala benar dalam perkataan-Nya dan tidak ada seorang pun yang lebih benar perkataannya daripada Allah.

Hakikat ini dalam ayat tersebut dibentuk dengan gaya bahasa pertanyaan, “Siapakah yang lebih benar perkataan(nya) daripada Allah?”

Kalimat tanya di sini bersifat penetapan. Sedangkan hakikat yang ditetapkan yaitu bahwa tidak ada seorang pun yang lebih benar perkataannya daripada Allah.

Ketika seorang muslim membaca ayat di atas dan mengucapkan kalimat pertanyaan, maka disunnahkan baginya mengucapkan, “Tidak ada seorang pun yang lebih benar perkataannya daripada Allah!”

Allah Subhanahu wata'ala berfirman, “Dan orang yang beriman dan mengerjakan amal kebajikan, kelak akan Kami masukkan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Dan janji Allah itu benar. Siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah? (An-Nisaa: 122).

Allah menjanjikan orang-orang mukmin yang bertakwa, yang melakukan amal saleh bahwa Dia akan memasukkan mereka ke dalam surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, dan menjadikan mereka mendapatkan kenikmatan dalam keadaan abadi selama-lamanya di dalamnya.

Janji Allah ini benar. Yakni, terwujud dan nyata tanpa ada kemustahilan sebagaimana janji-janji Allah lainnya yang benar.

Janji yang terwujud ini ada dalam firman Allah, pembicaraan-Nya, dan ucapan-Nya. Firman Allah benar dan tidak ada seorang pun yang lebih benar perkataannya daripada Allah.

Kalimat tanya dalam ayat tersebut bersifat penetapan. Ketika orang mukmin membaca atau mendengarnya dari orang lain maka ia menjawab,

“Tidak ada seorang pun yang lebih benar perkataannya daripada Allah!”

Kita menyeru untuk melirik kepada dua kalimat pertanyaan penetapan dalam Surat An-Nisaa: “Siapakah yang lebih benar perkataan(nya) daripada Allah,” dan “Siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah?”

2. Dari Surat Az-Zumar

Allah Subhanahu wata'ala berfirman,

“Dan mereka berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami dan telah memberikan tempat ini kepada kami sedang kami (diperkenankan) menempati surga di mana saja yang kami kehendaki” Maka (surga itulah) sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal” (Az-Zumar: 74).

Ayat di atas memberitahukan apa yang akan diucapkan oleh orang-orang mukmin ketika mereka dimasukkan ke surga dan bersenang-senang dengan kenikmatannya. Mereka akan memuji Allah dan bersyukur kepada-Nya atas pemenuhan janji bagi mereka. 

Allah telah menjanjikan surga dan kenikmatan kepada mereka di dunia jika mereka konsisten dalam ketaatan kepada-Nya dan menerapkan hukum-hukum-Nya di dunia dalam keadaan mencari keridhaan-Nya dan menanti pencapaian janji-Nya.

Inilah Allah membenarkan janji-Nya kepada mereka dan memasukkan mereka ke dalam surga-Nya dengan rahmat dan karunia-Nya. Itulah mereka mewarisi surga dan menempati surga sesuka mereka.

Membenarkan janji artinya mewujudkannya di alam nyata dan mewujudkannya bagi orang-orang yang diberi janji. Dengan demikian, janji memiliki gambaran teoritis yaitu penyebutannya dalam berbagai ayat Al-Quran dan pemberian kabar gembira kepada orang-orang mukmin. 

Juga memiliki gambaran praktis realistis yaitu penerapannya dan pelaksanaannya pada Hari Kiamat. Pada saat itu kaum mukminin mendapatkan kenikmatan di surga. Allah membenarkan janji-Nya karena Dia tidak memungkiri janji.

3. Dari Surat Al-Anbiyaz

Allah Subhanahu wata'ala berfirman,

“Dan Kami tidak mengutus (rasul-rasul) sebelum engkau (Muhammad), melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah kepada orang yang berilmu, jika kamu tidak mengetahui. Dan Kami tidak menjadikan mereka (rasul-rasul) suatu tubuh yang tidak memakan makanan dan mereka tidak (pula) hidup kekal. Kemudian, Kami tepati janji (yang telah Kami janjikan) kepada mereka. Maka, Kami selamatkan mereka dan orang-orang yang Kami kehendaki, dan Kami binasakan orang-orang yang melampaui batas.”(Al-Anbiyaa': 7-9).

Allah memberitahukan bahwa Dia mengutus para rasul dari kalangan laki-laki sebelum Rasulullah &, dan mereka bersabar terhadap apa yang mereka dapatkan dari kaumnya berupa pengingkaran, pendustaan, dan peperangan. Allah telah menjanjikan kepada mereka kemenangan terhadap musuh-musuhnya. 

Ketika dakwah mereka telah selesai bersama kaumnya, Allah pun menepati janji-Nya. Dia menyelamatkan mereka bersama pengikutnya yang beriman dan membinasakan musuh-musuhnya yang kafir.

Makna “Kemudian, Kami tepati janji (yang telah Kami janjikan) kepada mereka.” Kami menunaikan kepada mereka apa yang telah Kami janjikan. Menepati janji artinya mewujudkannya dan mengubahnya kepada realita serta memindahkannya dari wilayah ucapan teoritis kepada kondisi eksistensi praktis.

4. Dari Surat Ali Imran

Allah Subhanahu wata'ala berfirman,

“Dan sungguh, Allah telah memenuhi janji-Nya kepadamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya.” (Ali Imran: 152).

Ayat ini dalam konteks pembicaraan tentang Perang Uhud. Dalam perang tersebut telah terjadi sesuatu pada kaum muslimin. Pada babak pertama kaum muslimin mengalami kemenangan. 

Selanjutnya ketika mereka melakukan pelanggaran dengan niat baik, Allah pun memberi pelajaran kepada mereka dan kaum musyrikin menyerang balik mereka hingga berhasil membuat mereka terbunuh dan terluka. Dari peristiwa itulah mereka belajar berbagai pelajaran dan cermin.

Dalam ayat di atas Allah menginformasikan kepada kaum muslimin bahwa Dia (memenuhi janji-Nya). Penafsiran kalimat tersebut ada dalam kalimat berikutnya secara langsung, “ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya.” Maknanya: ketika kalian membunuh orang-orang musyrikin dengan izin-Nya.

Ini merupakan signal kepada babak pertama dari Perang Uhud yang hanya berlangsung dalam waktu sebentar sekali. Mereka berhasil membunuh orang-orang yang terbunuh dari kalangan musyrikin dan kaum musyrikin pun mengalami kekalahan di hadapan mereka.

Allah membuktikan janji-Nya di babak ini dengan menjadikan mereka berkuasa terhadap orang-orang musyrikin dan membuat mereka berhasil mengungguli dan mengalahkan serta meraih kemenangan melawan mereka.

Allah telah menjanjikan kemenangan bagi mereka dalam berbagai ayat sebelum Perang Uhud. Secara praktis janji ini terwujud dalam Perang Uhud pada fase pertama pertempuran.

Perwujudan praktis dari janji ini dinamakan kebenaran dan pembenaran terhadap janji.

5. Dari Surat Al-Ahzab

Allah Subhanahu wata'ala berfirman,

“Dan ketika orang-orang mukmin melihat golongan-golongan (yang bersekutu) itu, mereka berkata, “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita.” Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu menambah keimanan dan keislaman mereka.” (Al-Ahzab: 22).

Ayat di atas memberitahukan tentang sikap kaum mukminin terhadap gempuran orang-orang kafir kepada mereka dalam Perang Ahzab dari kalangan Arab musyrik, orang-orang Yahudi yang menipu daya, dan orang-orang munafik. 

Ketika mereka melihat Madinah sudah diblokade oleh golongan-golongan kafir, mereka tidak putus asa atau gentar, justru mereka mengatakan, “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya. Mahabenar Allah dan Rasul-Nya. Mereka bertambah mengimani Allah, membenarkan firman-Nya, berserah diri kepada ketetapan-Nya, dan tegar dalam memerangi musuh-musuh-Nya.

Saat mereka melihat golongan-golongan kafir, mereka teringat kepada janji Allah kepadanya. Dia menjanjikan mereka bahwa orang-orang kafir akan memerangi mereka dan mengempurnya lalu Allah menjanjikan bagi mereka kemenangan melawannya jika mereka menolong Allah dan tegar dalam pertempuran. 

Gempuran golongan-golongan tersebut kepada mereka merupakan pembenaran Allah untuk mereka. Janji tersebut berubah dari bentuk teoritis ke dalam bentuk praktis realistis. Untuk itu mereka mengatakan, “Inilah apa yang telah dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita. Mahabenar Allah dan Rasul-Nya.”

Ayat-ayat tersebut -dan banyak lagi ayat lainnya dalam Al-Ouran-menunjukkan bahwa Allah memenuhi janji-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang telah dijanjikan-Nya. Pembenaran ini berupa pengubahan janji-janji itu dari bentuk teoritis ke dalam bentuk praktis, implementatif, dan realistis.

Allah melakukan hal itu karena Dia lebih benar perkataan-Nya, lebih benar ucapan dan janji-Nya, dan Dia tidak memungkiri janji.

0 Response to "Siapakah yang Lebih Benar Perkataan(nya) daripada Allah?"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak