Hal-hal yang Mendorong Suami Berpoligami

Hal-hal yang Mendorong Suami Berpoligami

Banyak faktor yang sering memotivasi seorang pria untuk melakukan poligami. Selama dorongan tersebut tidak menyimpang dari ketentuan syariat, tentu tidak ada cela dan larangan untuk melakukannya. 

Berikut ini beberapa faktor utama yang menjadi pertimbangan kaum pria dalam melakukan poligami.

1. Faktor Biologis

a. Istri yang sakit

Adanya seorang istri yang menderita suatu penyakit yang tidak memungkinkan baginya untuk melayani hasrat seksual suaminya, atau tidak mampu melakukan pelayanan yang semestinya.

Bagi para suami yang durhaka, hal itu tidak menjadi masalah, karena ia bisa menyalurkan keinginannya di tempat-tempat mesum dengan sejumlah wanita pelacur yang selalu siap setiap saat.

Perbuatan sehina itu tidak mungkin dilakukan oleh orang-orang beriman yang senantiasa menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang dimurkai Allah Ta'ala. Ia akan memilih jalan yang dihalalkan oleh Allah, syariat yang suci dan terhormat, berupa poligami.

b. Hasrat Seksual yang tinggi

Sebagian kaum pria memiliki gairah dan hasrat seksual yang tinggi dan menggebu, sehingga baginya satu istri dirasa tidak cukup untuk dapat menyalurkan hasratnya tersebut. Hal ini bisa saja menimbulkan dampak buruk bagi sang istri, atau suami akan menempuh cara yang tidak halal demi memenuhi tuntutan biologisnya yang tak terbendung.

Suami yang ingin senantiasa menjaga diri dan kehormatannya dari perbuatan-perbuatan yang diharamkan, serta berrnaksud mempertahankan kebahagiaan rumahtangganya dengan istri pertamanya, dapat menempuh poligami sebagai solusi yang halal, adil dan terhormat, dari pada menempuh jalan yang kotor, tak terpuji dan dimurkai Allah Ta'ala.

c. Rutinitas Alami Setiap Wanita

Suami dengan satu istri pada saat-saat tertentu dipaksa untuk menahan hasrat seksualnya dalam waktu yang cukup lama. Adanya masa-masa haidh, kehamilan dan melahirkan, menjadi alasan utama seorang wanita tidak dapat menjalankan salah satu kewajiban terhadap suaminya.

Jika suami dapat bersabar menghadapi kondisi seperti itu, tentu tidak akan menjadi masalah.

Tetapi jika suami termasuk orang yang hasrat seksualnya tinggi, beberapa hari saja istrinya mengalami haidh, dikhawatirkan sang suami tidak bisa menjaga diri, maka poligami bisa menjadi pilihannya.

d. Masa Subur Kaum Pria yang Lebih Lama

Kaum pria memiliki masa subur yang lebih lama dibandingkan wanita. Hasrat seksualnya seakan tak pernah redup dan produksi spermanya pun tetap stabil, sehingga akan mampu memberikan keturunan walaupun usianya sudah senja.

Sedangkan kaum wanita, pada batas usia tertentu hasrat seksualnya justru semakin menurun bahkan hilang sama sekali, kemungkinan hamil dan melahirkan pun sangat kecil.

Dokter Boyke, seorang seksolog, mengakui banyak menangani kasus perselingkuhan pria usia 40-50 tahun, karena pada usia tersebut pria mendapat puber kedua, sementara para istri umumnya malah menjadi frigid.

2. Faktor Internal Rumahtangga

a. Kemandulan

Banyak kasus perceraian yang dilatarbelakangi oleh masalah kemandulan, baik kemandulan yang terjadi pada suami maupun yang dialami sang istri.

Hal ini terjadi karena keinginan seseorang untuk mendapatkan keturunan merupakan salah satu tujuan utama pernikahan yang dilakukannya.

Oleh karenanya seorang istri mempunyai hak untuk menggugat cerai kepada suaminya, jika ternyata sang suami tidak bisa memberinya keturunan yang disebabkan oleh berbagai hal, seperti menderita suatu penyakit yang mengakibatkan dirinya tidak mampu memberikan keturunan yang didambakan sang istri, atau bahkan ia tidak mampu memberikan nafkah batin sebagaimana mestinya.

Demikian juga bila kemandulan ini menimpa sang istri, tidak sedikit para suami yang serta merta menceraikan istrinya tersebut. Padahal perceraian bukanlah satu-satunya jalan keluar yang mesti ditempuh, apalagi jika pasangan suami istri tersebut masih tetap saling menaruh rasa cinta dan kasih sayang yang sangat besar, yang mendorong keduanya untuk tetap mempertahankan kehidupan rumahtangganya.

Dalam kondisi seperti itu, seorang istri yang bijak dan shalihah tentu akan berbesar hati dan ridha bila sang suami menikahi wanita lain yang dapat memberikan keturunan yang didambakannya. 

Di sisi lain, sang suami tetap memposisikan istri pertamanya sebagai orang yang mempunyai tempat di hatinya, tetap dicintainya dan hidup bahagia bersamanya. Dalam hal ini sama sekali tak ada yang dizalimi, baik suami maupun istri.

b.Istri yang Lemah

Adakalanya seorang suami merasa kecewa terhadap kondisi istrinya yang terlalu banyak kelemahan dan kekurangan. Sebagian suami sangat mendambakan seorang istri yang memiliki banyak kelebihan dan kecakapan, pandai menata rumah, pandai memasak serta menguasai berbagai masalah dan perkerjaan dalam rumahtangga. Atau bahkan memiliki kemampuan membantu pekerjaan-pekerjaan suami jika sang suami memerlukan bantuannya.

Ketika sang suami mendapati istrinya dalam keadaan yang serba terbatas, tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas rumahtangganya dengan baik, tidak bisa mengarahkan dan mendidik anak-anaknya, lemah wawasan ilmu dan agamanya, serta bentuk-bentuk kekurangan lainnya.

Maka pada saat itu, kemungkinan suami melirik wanita lain yang dianggapnya lebih baik, bisa saja terjadi. Dan sang istri hendaknya berlapang dada bahkan berbahagia, karena akan ada wanita lain yang membantunya memecahkan persoalan rumahtangganya, tanpa akan kehilangan cinta dan kasih sayang suaminya.

c. Kepribadian yang Buruk

Bisa jadi seorang istri tidak memiliki kekurangan dari sisi fisik, kecerdasan, kecakapan dan kepandaiannya dalam mengatur urusan rumahtangga, namun sang suami tidak akan pernah merasa nyaman dan bahagia apabila ia senantiasa menyaksikan prilaku buruk yang sering diperbuat oleh istrinya, baik berupa ucapan maupun perbuatan yang selalu menjengkelkan dan menyakitkan hati.

Istri yang tidak pandai bersyukur, banyak menuntut, boros, suka berkata kasar, gampang marah, tidak mau menerima nasihat suami dan selalu ingin menang sendiri, biasanya tidak disukai sang suami. Oleh karenanya, tidak jarang suami yang mulai berpikir untuk menikahi wanita lain yang dianggap lebih baik dan lebih shalihah, apalagi jika watak dan karakter buruk sang istri tidak bisa diperbaiki lagi.

3. Faktor Sosial

a. Banyaknya Jumlah Wanita

Beberapa penelitian dan sensus kependudukan menemukan adanya ketidakseimbangan antara populasi kaum wanita dan kaum pria.

Pertumbuhan penduduk dengan jenis kelamin wanita disinyalir lebih banyak dibandingkan pria.

Realitas seperti ini tidak hanya terjadi di suatu wilayah saja, tetapi nyaris melanda sebagian besar bangsa-bangsa di dunia. Bahkan salah seorang dokter bersalin di Helsinky, Finlandia, pernah menyatakan bahwa setiap terjadi kelahiran empat bayi, tiga dari padanya adalah bayi perempuan.

Di Indonesia, pada pemilu tahun 1999, jumlah pemilih pria hanya ada 48Vo, sedangkan pemilih wanita sebanyak 52Vo. Berarti dari jumlah 110 juta jiwa pemilih tersebut, jumlah wanita adalah 57,2

juta orang dan jumlah pria 52,8 juta orang. Padahal usia para pemilih itu merupakan usia siap menikah.

Di Malaysia, sampai dengan tahun 2000, perbandingan jumlah pria dan wanita adalah 1:16.

Jika masing-masing pria menikahi satu wanita, maka masih ada 15 wanita lagi yang "terlantar".

Padahal jumlah tersebut belum ditambah janda-janda yang ada di seluruh Malaysia yang mencapai 600.000 orang.

b. Kesiapan Menikah dan Harapan Hidup Pada Wanita

Jika kita mencoba melakukan survei pada masalah kesiapan menikah, pasti para wanita akan lebih banyak jumlahnya daripada kaum pria. Bahkan di daerah-daerah tertentu, wanita usia 14-16 tahun sudah banyak yang bersuami, dan wanita yang usianya 20 tahun merasa sudah terlambat menikah.

Sedangkan pada pria, baru siap menikah rata-rata pada usia 25-30 tahun. Usia 20 tahun pada kaum pria, lebih banyak yang belum siap menikah.

Hal itu terkait erat dengan urusan tanggung jawab yang dibebankan pada pria, terutama dalam hal menafkahi keluarga setelah menikah nanti.

Sebagian pendapat juga mengatakan bahwa harapan hidup (lift expectation) kaum wanita lebih panjang daripada harapan hidup kaum pria, perbedaannya berkisar antara 5-6 tahun. Sehingga tidak heran jika lebih banyak suami yang lebih dahulu meninggal dunia, sedangkan sang istri harus hidup menjanda dalam waktu yang sangat lama, tanpa ada yang mengayomi, melindungi dan tiada yang memberi nafkah secara layak.

c. Berkurangnya Jumlah Kaum Pria

Sedikitnya jumlah kaum pria ternyata tidak hanya dikarenakan populasi pertumbuhannya yang lebih lambat dan sedikit dibanding wanita. Tetapi juga sering dipengaruhi oleh beberapa faktor lainnya, seperti banyaknya peperangan yang mengakibatkan jatuhnya korban nyawa manusia yang mayoritas kaum pria. 

Jumlahnya dapat mencapai ratusan ribu hingga jutaan jiwa, seperti yang terjadi pada perang dunia I dan II yang menimpa sebagian besar bangsa Eropa.

Di samping itu, kaum pria juga banyak yang terancam jiwanya oleh berbagai peristiwa kecelakaan, terutama ketika mereka bepergian dan melakukan aktifitas pekerjaan sehari-hari dalam rangka menghidupi keluarga.

Dampak paling nyata yang ditimbulkan akibat banyaknya jumlah kematian pada kaum pria adalah semakin bertambahnya jumlah perempuan yang kehilangan suami dan terpaksa harus hidup menjanda. Lalu siapakah yang akan bertanggung jawab mengayomi, memberi perlindungan dan memenuhi nafkah lahir dan batinnya, jika mereka terus menjanda? Solusinya tiada lain, kecuali menikah lagi dengan seorang jejaka, atau duda, atau memasuki kehidupan poligami dengan pria yang telah beristri. Itulah solusi yang lebih mulia, halal dan beradab.

d. Lingkungan dan Tradisi

Lingkungan tempat kita hidup dan beraktifitas sangat besar pengaruhnya dalam membentuk karakter dan sikap hidup seseorang. Seorang suami akan tergerak hatinya untuk melakukan poligami, jika ia hidup di lingkungan atau komunitas yang memelihara tradisi poligami.

Sebaliknya ia akan bersikap antipati, sungkan dan berpikir seribu kali untuk melakukannya, jika lingkungan dan tradisi yang ada di sekitarnya menganggap poligami sebagai hal yang tabu dan buruk, sehingga mereka melecehkan dan merendahkan para pelakunya.

e. Kemapanan Ekonomi

Inilah salah satu motivator poligami yang paling sering kita dapati pada kehidupan modern sekarang ini. Kesuksesan dalam bisnis dan mapannya perekonomian seseorang, sering menumbuhkan sikap percaya diri dan keyakinan akan kemampuannya menghidupi istri lebih dari satu.

Motif poligami seperti ini pun tidak bisa disalahkan, apalagi jika dimaksudkan untuk memberikan kesejahteraan kepada kaum wanita dan keluarganya dari sisi kehidupannya. Hal ini lebih baik dan lebih terhormat daripada perbuatan orang-orang berduit pada zaman sekarang ini, memesan wanita, mengencaninya, dan membayarnya dengan sejumlah uang, lalu pergi meninggalkannya tanpa adanya ikatan dan pertanggungjawaban.

Ini bukan mengada-ada, tetapi benar-benar terjadi. Bahkan menurut sebuah survei, sebagian besar eksekutif pria di Jakarta terbiasa berselingkuh (berzina) dengan sejumlah wanita. Mereka lebih memilih jalan yang haram dan terhina dengan mengesampingkan solusi yang lebih beradab dan dihalalkan agama.

0 Response to "Hal-hal yang Mendorong Suami Berpoligami"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak