Ma'rifatullah (Mengenal Allah)

 
بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Segala puji hanya milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wassallam, keluarga, dan para sahabatnya, serta pengikutnya yang selalu setia dan Istiqomah hingga hari akhir.

Membahas persoalan bagaimana mengenal Allah subhanahu wa ta’ala bukanlah sesuatu yang asing. Bahkan, mungkin ada yang mengatakan untuk apa hal yang demikian itu dibahas? 

Bukankah kita semua telah mengetahui dan mengenal Pencipta kita? Bukankah kita telah mengakui itu semua?

Kalau mengenal Allah subhanahu wa ta’ala sebatas di masjid, di majelis ilmu, atau mengenal-Nya ketika tersandung batu, ketika mendengar kematian, atau ketika mendapatkan musibah dan mendapatkan kesenangan, barangkali akan terlontar pertanyaan demikian.

Yang dimaksud dalam bahasan ini ialah mengenal Allah subhanahu wa ta’ala yang akan membuahkan rasa takut kepada-Nya, tawakal, berharap, menggantungkan diri, dan ketundukan hanya kepada-Nya. 

Dengan demikian, kita bisa mewujudkan segala bentuk ketaatan dan menjauhi segala apa yang dilarang oleh-Nya. 

Orang yang menegenal Allah ini akan tenteram hatinya saat orang-orang mengalami gundah-gulana dalam hidup. 

Dia mendapatkan rasa aman ketika orang-orang dirundung rasa takut. Selain itu, dia akan berani menghadapi segala macam problem hidup.

Faktanya, banyak yang mengaku mengenal Allah subhanahu wa ta’ala, tetapi mereka selalu bermaksiat kepada-Nya siang dan malam. 

Lantas, apa manfaat kita mengenal Allah subhanahu wa ta’ala kalau keadaannya demikian? Apa pula artinya kita mengenal Allah subhanahu wa ta’ala, sementara kita melanggar perintah dan larangan-Nya?

Maka dari itu, mari kita menyimak bahasan tentang masalah ini agar kita mengerti hakikat mengenal Allah dan bisa memetik buahnya dalam wujud amal.

Mengenal Allah subhanahu wa ta’ala meliputi empat hal, yaitu
  1. Mengenal wujud Allah,
  2. Mengenal rububiyah Allah
  3. Mengenal uluhiyah Allah, dan
  4. Mengenal nama-nama dan sifat-sifat Allah.
Keempat hal ini telah disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala di dalam Al-Qur’an. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga menyebutkannya di dalam As-Sunnah, baik secara global maupun terperinci.

Ibnul Qayyim dalam kitab al-Fawaid (hlm. 29) mengatakan:

“Allah subhanahu wa ta’ala mengajak hamba-Nya untuk mengenal diri-Nya di dalam Al-Qur’an dengan dua cara:

Yang pertama, dengan melihat segala perbuatan Allah. Yang kedua, dengan melihat dan merenungi serta menggali tanda-tanda kebesaran Allah.

Setiap umat muslim harus mengenal Rabbnya dan mengimaninya dengan baik, yaitu: Hanya Allah; satu-satunya Dzat yang berhak untuk disembah dan ditaati. 

Mengenal Allah atau ma’rifatullah merupakan suatu keharusan setiap orang yang beriman, karena hal tersebut adalah syarat dari kekuatan iman seseorang. 

Maka dari itu, perintah mengenal Allah merupakan perkara yang diharuskan kepada hamba-hamba-Nya.

Mengenal Allah sebagai Rabb Pencipta dan Pengatur alam semesta dan seluruh makhluk merupakan suatu kewajiban bagi setiap umat Islam yang beriman. 

Allah Subanahu wa ta'ala telah mengisyaratkan dan mengajak hambahamba-Nya untuk mengenal diri-Nya sebagaimana firman-Nya dalam Alquran :

اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيٰتٍ لِّاُولِى الْاَلْبَابِۙ 

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian siang dan malam terdapat (tanda-tanda kebesaran Allah) bagi orang-orang yang memiliki akal." (QS. Ali ‘Imran: 190).

Demikian pula firman-Nya yang lain:

إِنَّ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ وَٱلۡفُلۡكِ ٱلَّتِي تَجۡرِي فِي ٱلۡبَحۡرِ بِمَا يَنفَعُ ٱلنَّاسَ وَمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مِن مَّآءٍ فَأَحۡيَا بِهِ ٱلۡأَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِن كُلِّ دَآبَّةٍ وَتَصۡرِيفِ ٱلرِّيَٰحِ وَٱلسَّحَابِ ٱلۡمُسَخَّرِ بَيۡنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ لَأٓيَٰتٍ لِّقَوۡمٍ يَعۡقِلُونَ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, serta bahtera yang berjalan di lautan yang bermanfaat bagi manusia, dan apa yang telah Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin serta awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (al-Baqarah: 164)

Ma'rifatullah merupakan puncak aqidah dan tauhid seorang muslim. Ma'rifatullah merupakan tolak ukur kualitas keislaman dan keimanan seseorang, karena untuk mencapai ketinggian iman seorang muslim harus tahu dan mengenal dengan baik siapa tuhannya.

Mengenal Wujud Allah

Yang Artinya, Kita beriman bahwa Allah subhanahu wa ta’ala itu ada. Adanya Allah subhanahu wa ta’ala telah diakui oleh fitrah, akal, dan pancaindra manusia, serta ditetapkan pula oleh syariat.

Ketika seseorang melihat makhluk ciptaan Allah subhanahu wa ta’ala yang berbeda-beda bentuk, warna, jenis dan sebagainya, akal akan menyimpulkan bahwa keberadaan semua itu tentu ada yang mengadakannya. Tidak mungkin mereka ada dengan sendirinya.

Pancaindra kita pun mengakui adanya Allah subhanahu wa ta’ala. Kita melihat ada orang yang berdoa, menyeru Allah subhanahu wa ta’ala dan meminta sesuatu, lalu Allah subhanahu wa ta’ala mengabulkannya.

Adapun pengakuan fitrah, telah disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala di dalam Al-Qur’an:

وَإِذۡ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِيٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمۡ ذُرِّيَّتَهُمۡ وَأَشۡهَدَهُمۡ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمۡ أَلَسۡتُ بِرَبِّكُمۡۖ قَالُواْ بَلَىٰ شَهِدۡنَآۚ أَن تَقُولُواْ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنۡ هَٰذَا غَٰفِلِينَ ١٧٢ أَوۡ تَقُولُوٓاْ إِنَّمَآ أَشۡرَكَ ءَابَآؤُنَا مِن قَبۡلُ وَكُنَّا ذُرِّيَّةً مِّنۢ بَعۡدِهِمۡۖ أَفَتُهۡلِكُنَا بِمَا فَعَلَ ٱلۡمُبۡطِلُونَ ١٧٣

Ingatlah ketika Rabbmu menurunkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Rabbmu?” Mereka menjawab, “(Betul, Engkau Rabb kami). Kami mempersaksikannya.”(Kami lakukan yang demikian itu) agar kalian pada hari kiamat tidak mengatakan, “Sesungguhnya kami bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan-Mu),” atau agar kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedangkan kami ini adalah anak-anak keturunan yang datang setelah mereka.” (al-A’raf: 172-173)

Ayat ini merupakan dalil yang sangat jelas bahwa fitrah manusia mengakui adanya Allah subhanahu wa ta’ala. Sekaligus ayat ini juga menunjukkan bahwa dengan fitrahnya, manusia mengenal Rabbnya.

Adapun bukti syariat, kita menyakini bahwa syariat Allah subhanahu wa ta’ala yang dibawa oleh para rasul yang mengandung maslahat bagi seluruh makhluk. Hal ini menunjukkan bahwa syariat itu datang dari sisi Dzat yang Mahabijaksana. 

Makna Ma'rifatullah

Ma'rifatullah bukanlah mengenali dzat Allah, karena hal itu tidak mungkin terjangkau oleh akal manusia yang terbatas. 

Ma'rifatullah menurut Ibnul Qoyyim, sebagaimana di definisikan oleh ahli ma'rifah adalah : "ilmu yang membuat seseorang melakukan apa yang menjadi kewajiban bagi dirinya dan konsekuensi pengenalannya”.

Ma'rifatullah tidak  dimaknai dengan arti harfiah semata, namun dimaknai dengan pengenalan terhadap jalan yang mengantarkan manusia semakin dekat dengan Allah, mengenalkan rintangan dan tantangan yang ada dalam perjalanan mendekatkan diri pada Allah.

Figur teladan dalam ma'rifatullah adalah Rasulullah, Dialah sosok yang paling mengenal Allah, paling dekat denganNya, dan paling taat kepada perintah-perintahNya.

Hadits Sahih Riwayat al-Bukhari:

 عَنْ عَائِشَة رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: صَنَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا تَرَخَّصَ فِيهِ وَتَنَزَّهَ عَنْهُ قَوْمٌ، فَبَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ

مَا بَالُ أَقْوَامٍ يَتَنَزَّهُونَ عَنْ الشَّيْءِ أَصْنَعُهُ، فَوَاللَّهِ إِنِّي أَعْلَمُهُمْ بِاللَّهِ وَأَشَدُّهُمْ لَهُ خَشْيَةً

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha: Nabi shallallahu 'alaihi wassallam melakukan sesuatu yang merupakan rukhshah, namun sebagian kaum menjauh dari hal itu (enggan melakukannya). Berita itu kemudian sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wassallam, maka beliau memuji Allah dan memuji-Nya, lantas bersabda:

"Apa alasan kaum itu menjauhi sesuatu yang aku lakukan, demi Allah, aku adalah manusia yang paling mengenal Allah dan paling takut kepada-Nya.".(HR. Bukhari dan Muslim). 

Pesan hadits yang disampaikan:

1. Rasulullah adalah orang yang paling mulia dan diampuni dosanya, namun demikian beliau adalah orang yang paling takut kepada Allah. Hendaklah kita sebagai umat Rasulullah  mencontoh baginda dalam hal tersebut.

2. Larangan berlebihan dalam agama, karena Allah memberikan rukhsah atau keringanan dalam syariat Islam demi kebaikan dan maslahat manusia.

Tingkatan berikutnya yang paling mengenal Allah adalah : ( اَلْعُلَمَاءُ العَامِلُونَ ). Ulama' yang mengamalkan ilmunya. 

وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَاۤبِّ وَالْاَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ اَلْوَانُهٗ كَذٰلِكَۗ اِنَّمَا يَخْشَى اللّٰهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمٰۤؤُاۗ اِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ غَفُوْرٌ  . 

Dan demikian (pula) di antara manusia, makhluk bergerak yang bernyawa dan hewan-hewan ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Maha Pengampun. (QS. Fatir 35: 28)

Orang yang mengenali Allah, dengan benar adalah orang yang mampu mewarnai dirinya dengan segala macam bentuk ibadah. 

Kita akan mendapatinya sebagai orang yang rajin sholat, pada saat yang lain kita dapati ia senantiasa berzikir, tilawah, pengajar, mujahid, pelayan masyarakat, dermawan, dan sebagainya. 

Tidak ada ruang dan waktu ibadah kepada Allah, kecuali dia ada di sana. Dan tidak ada ruang dan waktu yang di benci Allah, melainkan ia menjauhinya.

Mengenal Rububiyah Allah

Rububiyah Allah subhanahu wa ta’ala yakni mengesakan Allah subhanahu wa ta’ala dalam tiga perkara: Penciptaan, Kekuasaan, dan Pengaturan-Nya. 

Maknanya, menyakini bahwa Allah subhanahu wa ta’ala adalah Dzat yang menciptakan, menghidupkan, mematikan, memberi rezeki, mendatangkan segala manfaat, dan menolak segala mudarat. 

Dialah Dzat yang mengawasi dan mengatur alam semesta. Allah adalah penguasa, pemilik hukum, dan segala hal, yang menunjukkan kekuasaan-Nya yang tunggal.

Berdasarkan hal ini, seorang mukmin harus meyakini bahwa tidak ada seorang pun yang menandingi Allah subhanahu wa ta’ala dalam urusan tersebut. Allah subhanahu wa ta’ala mengatakan:

قُلۡ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ ١ ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ ٢ لَمۡ يَلِدۡ وَلَمۡ يُولَدۡ ٣ وَلَمۡ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدُۢ ٤

Katakanlah, “Dialah Allah yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya.” (QS. Al-Ikhlash: 1-4)

Apabila seseorang meyakini bahwa ada pihak selain Allah subhanahu wa ta’ala yang memiliki kemampuan untuk melakukan hal-hal yang disebutkan di atas, berarti orang tersebut telah menzalimi Allah subhanahu wa ta’ala. Orang itu berarti menyekutukan-Nya dengan selain-Nya.

Dalam masalah rububiyah Allah subhanahu wa ta’ala, sebagian orang kafir jahiliah tidak mengingkarinya sedikit pun. 

Mereka meyakini bahwa yang mampu melakukan demikian hanyalah Allah subhanahu wa ta’ala semata. 

Mereka tidak menyakini bahwa apa yang selama ini mereka sembah dan agungkan mampu melakukan hal-hal itu.

Lantas, apa tujuan mereka menyembah ’Rabb’ yang banyak itu? Apakah mereka tidak mengetahui jikalau ‘rabb-rabb’ mereka itu tidak bisa berbuat apa-apa? Apa yang mereka inginkan dari sembahan itu?

Allah subhanahu wa ta’ala telah menceritakan di dalam Al Qur’an bahwa mereka memiliki dua tujuan Yaitu :

1. Mendekatkan diri mereka kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan sedekat-dekatnya.

Hal ini sebagaimana firman Allah:

وَٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُواْ مِن دُونِهِۦٓ أَوۡلِيَآءَ مَا نَعۡبُدُهُمۡ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَآ إِلَى ٱللَّهِ زُلۡفَىٰٓ

Orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai penolong (mereka mengatakan), “Kami tidak menyembah mereka melainkan agar mereka mendekatkan kami di sisi Allah dengan sedekat-dekatnya.” (QS. Az-Zumar: 3)

2. Agar mereka memberikan syafaat (pembelaan) di sisi Allah subhanahu wa ta’ala.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَيَعۡبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمۡ وَلَا يَنفَعُهُمۡ وَيَقُولُونَ هَٰٓؤُلَآءِ شُفَعَٰٓؤُنَا عِندَ ٱللَّهِۚ

“Mereka menyembah selain Allah, sembahan-sembahan yang tidak bisa memberikan mudarat dan manfaat bagi mereka. Mereka berkata, ‘Mereka (sembahan-sembahan itu) adalah yang memberi syafaat untuk kami di sisi Allah’.” (Yunus: 18) 

Keyakinan sebagian orang kafir terhadap rububiyah Allah subhanahu wa ta’ala telah dijelaskan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam beberapa firman-Nya. Di antaranya:

وَلَئِن سَأَلۡتَهُم مَّنۡ خَلَقَهُمۡ لَيَقُولُنَّ ٱللَّهُۖ فَأَنَّىٰ يُؤۡفَكُونَ

Kalau kamu bertanya kepada mereka, “Siapakah yang menciptakan mereka?” Mereka akan menjawab, “Allah.” Maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)? (az-Zukhruf: 87)

وَلَئِن سَأَلۡتَهُم مَّنۡ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ وَسَخَّرَ ٱلشَّمۡسَ وَٱلۡقَمَرَ لَيَقُولُنَّ ٱللَّهُۖ فَأَنَّىٰ يُؤۡفَكُونَ

Dan kalau kamu bertanya kepada mereka, “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan yang menundukkan matahari dan bulan?” Mereka akan mengatakan, “Allah.” Maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?” (QS. Al-Ankabut: 61)

وَلَئِن سَأَلۡتَهُم مَّن نَّزَّلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءً فَأَحۡيَا بِهِ ٱلۡأَرۡضَ مِنۢ بَعۡدِ مَوۡتِهَا لَيَقُولُنَّ ٱللَّهُۚ

Dan kalau kamu bertanya kepada mereka, “Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan bumi setelah matinya?” Mereka akan menjawab, “Allah.” (al-Ankabut: 63)

Demikianlah Allah subhanahu wa ta’ala menjelaskan tentang keyakinan mereka terhadap tauhid rububiyah-Nya. Sebatas keyakinan mereka tersebut tidak menyebabkan mereka masuk ke dalam Islam. 

Sekadar keyakinan tersebut masih menyebabkan halalnya darah dan harta mereka. Karena itu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengumumkan peperangan melawan mereka.

Maka dari itu, jika kita melihat kenyataan yang terjadi di tengah-tengah kaum muslimin, kita sadari betapa besar kerusakan akidah yang melanda. 

Banyak yang masih menyakini bahwa selain Allah, ada yang mampu menolak mudarat dan mendatangkan manfaat, meluluskan mereka dalam ujian, memberikan keberhasilan dalam usaha, dan menyembuhkan penyakit.

Mereka pun berbondong-bondong meminta-minta di kuburan orang-orang saleh, kuburan para wali, atau di tempat-tempat keramat.

Mereka juga mendatangi para dukun, tukang ramal, dan tukang tenung atau dengan istilah sekarang, paranormal. 

Semua perbuatan dan keyakinan ini merupakan keyakinan yang rusak dan bentuk kesyirikan kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Tidak ada yang bisa memberi rezeki, menyembuhkan segala penyakit, menolak segala marabahaya, memberikan segala manfaat, membahagiakan, menyengsarakan, menjadikan seseorang miskin dan kaya, yang menghidupkan, yang mematikan, yang meluluskan seseorang dari segala ujian, yang menaikkan dan menurunkan pangkat dan jabatan, selain Allah subhanahu wa ta’ala.

Semuanya ini menuntut kita agar hanya meminta kepada Allah subhanahu wa ta’ala semata, tidak kepada selain-Nya.

Mengenal Uluhiyah Allah

Uluhiyah Allah subhanahu wa ta’ala adalah mengesakan segala bentuk peribadatan bagi-Nya, seperti berdoa, meminta, tawakal, takut, berharap, menyembelih, bernazar, dan cinta. 

Demikian pula ibadah-ibadah lainnya yang diajarkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Memperuntukkan satu jenis ibadah kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala termasuk perbuatan zalim yang besar di sisi-Nya. Perbuatan ini sering diistilahkan dengan syirik.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ

“Hanya kepada-Mu, ya Allah, kami menyembah dan hanya kepada-Mu, ya Allah, kami meminta.” (QS. Al-Fatihah: 5)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah membimbing Ibnu Abbas radhiallahu anhuma:

إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللَّهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ

“Apabila kamu meminta, mintalah kepada Allah. Apabila kamu meminta tolong, minta tolonglah kepada Allah.” (HR. at-Tirmidzi, beliau mengatakan hadits ini hasan sahih)

Allah berfirman:

وَٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَلَا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡ‍ٔٗاۖ

“Sembahlah Allah dan jangan kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” (an-Nisa: 36)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱعۡبُدُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِي خَلَقَكُمۡ وَٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ

“Hai sekalian manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian menjadi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 21)

Ayat-ayat dan hadits di atas, Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya telah jelas mengingatkan tentang tidak bolehnya seseorang memberikan peribadatan sedikit pun kepada selain Allah. Sebab, semuanya itu adalah milik Allah subhanahu wa ta’ala semata.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

يَقُولُ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لِأَهْوَنِ أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا: لَوْ كَانَتْ لَكَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا، أَكُنْتَ مُفْتَدِيًا بِهَا؟ فَيَقُولُ: نَعَمْ. فَيَقُولُ: قَدْ أَرَدْتُ مِنْكَ أَهْوَنَ مِنْ هَذَا وَأَنْتَ فِي صُلْبِ آدَمَ: أَنْ لَا تُشْرِكَ – أَحْسِبُهُ قَالَ: وَلَا أُدْخِلَكَ النَّارَ – فَأَبَيْتَ إِلَّا الشِّرْكَ

Allah berfirman kepada penduduk neraka yang paling ringan azabnya, “Seandainya kamu memiliki dunia dan apa yang ada di dalamnya dan sepertinya lagi, apakah kamu akan menebus dirimu?”
Dia menjawab, “Ya.” Allah berfirman, “Sungguh, Aku telah menginginkan darimu lebih rendah dari ini ketika kamu berada di tulang rusuk Adam, yaitu agar kamu tidak menyekutukan Aku rawi berkata: Aku mengira beliau berkata: … dan Aku tidak akan memasukkanmu ke dalam neraka. Akan tetapi, kamu enggan kecuali terus menyekutukan-Ku.” (Sahih, HR. Muslim dari Anas bin Malik radhiallahu anhu)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ، مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي، تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ

Allah berfirman dalam hadits qudsi, “Aku tidak butuh kepada sekutu-sekutu. Barang siapa melakukan satu amalan dan dia menyekutukan Aku dengan selain-Ku, Aku akan membiarkannya dan sekutunya.” (Sahih, HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu anhu)

Contoh konkret penyimpangan uluhiyah Allah subhanahu wa ta’ala ialah ketika seseorang mengalami musibah dan berharap bisa terlepas dari musibah tersebut. 

Lalu orang tersebut datang ke makam seorang wali, atau kepada seorang dukun, atau ke tempat keramat, atau ke tempat lainnya. 

Di tempat itu, dia meminta agar penghuninya atau sang dukun melepaskannya dari musibah yang menimpanya. Ia begitu berharap dan takut keinginannya tidak terpenuhi. 

Ia pun mempersembahkan sembelihan, bahkan bernazar dan berjanji akan beriktikaf di tempat tersebut jika terlepas dari musibah.

Ibnul Qayyim mengatakan, “Kesyirikan adalah penghancur tauhid rububiyah dan pelecehan terhadap tauhid uluhiyah. Ia merupakan bentuk berburuk sangka terhadap Allah.”

Mengenal Nama-nama & Sifat-sifat Allah

Maksudnya, kita beriman bahwa Allah subhanahu wa ta’ala memiliki nama-nama yang Dia telah menamai Diri-Nya dan nama-nama yang telah dinamakan oleh Rasul-Nya. 

Kita juga beriman bahwa Allah subhanahu wa ta’ala memiliki sifat-sifat yang tinggi yang Dia sifati Diri-Nya dan disifati oleh Rasul-Nya.

Allah subhanahu wa ta’ala memiliki nama-nama yang mulia dan sifat yang tinggi. Dalilnya adalah firman Allah,

وَلِلَّهِ ٱلۡأَسۡمَآءُ ٱلۡحُسۡنَىٰ

“Dan Allah memiliki nama-nama yang baik.” (QS. Al-A’raf: 180)

وَلِلَّهِ ٱلۡمَثَلُ ٱلۡأَعۡلَىٰۚ

“Dan Allah memiliki permisalan yang tinggi.” (QS. An-Nahl: 60)

Dalam hal ini, kita harus beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah subhanahu wa ta’ala sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Allah dan Rasul-Nya. Kita tidak menyelewengkannya sedikit pun.

Imam asy-Syafii telah meletakkan kaidah dasar ketika berbicara tentang nama dan sifat-sifat Allah sebagai berikut:

“Aku beriman kepada Allah dan apa (nama dan sifat Allah) yang datang dari Allah, sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Allah. 

Aku beriman kepada Rasulullah dan (nama dan sifat Allah) yang datang dari Rasulullah, sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Rasulullah.” 

Ketika berbicara tentang sifat dan nama-nama Allah yang menyimpang dari yang dimaukan  oleh Allah dan Rasul-Nya, berarti kita telah berbicara tentang Allah tanpa dasar ilmu. Tentu saja, hal itu diharamkan dan dibenci dalam agama. 

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

قُلۡ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ ٱلۡفَوَٰحِشَ مَا ظَهَرَ مِنۡهَا وَمَا بَطَنَ وَٱلۡإِثۡمَ وَٱلۡبَغۡيَ بِغَيۡرِ ٱلۡحَقِّ وَأَن تُشۡرِكُواْ بِٱللَّهِ مَا لَمۡ يُنَزِّلۡ بِهِۦ سُلۡطَٰنًا وَأَن تَقُولُواْ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعۡلَمُونَ

Katakanlah, “Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah (keterangan) untuk itu, dan (mengharamkan) kalian berbicara tentang Allah tanpa dasar ilmu.” (QS. Al-A’raf: 33)

وَلَا تَقۡفُ مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌۚ إِنَّ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡبَصَرَ وَٱلۡفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَٰٓئِكَ كَانَ عَنۡهُ مَسۡ‍ُٔولاً

“Dan janganlah kamu mengatakan apa yang kamu tidak memiliki ilmu padanya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya akan diminta pertanggungjawaban.” (QS. Al-Isra: 36)

Pentingnya Ma'rifatullah

Ma'rifatullah adalah puncak kesadaran yang akan menentukan perjalanan hidup selanjutnya. Dengan ma'rifatullah manusia bisa mengetahui tujuan hidup yang sesungguhnya. 

Ketiadaan ma'rifatullah membuat orang hidup tanpa arah dan tujuan yang jelas, bahkan orang yang tidak mengenal Allah dengan benar akan menjalani hidupnya seperti binatang. Allah berfirman :

اِنَّ اللّٰهَ يُدْخِلُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ ۗوَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا يَتَمَتَّعُوْنَ وَيَأْكُلُوْنَ كَمَا تَأْكُلُ الْاَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَّهُمْ  

Sungguh, Allah akan memasukkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Dan orang-orang yang kafir menikmati kesenangan (dunia) dan mereka makan seperti hewan makan; dan (kelak) nerakalah tempat tinggal bagi mereka.(QS. Muhammad 47: 12)

Ma'rifatullah adalah asas perjalanan ruhiyah manusia secara keseluruhan. Orang yang mengenal Allah akan merasakan hidupnya tenang, lapang, dan dia hidup dalam rentangan panjang antara sabar dan syukur.

Dari ma'rifatullah ini manusia akan mengenali kehidupan di luar  alam materi, seperti malaikat, jin dan ruh.

Dengan ma'rifatullah seorang muslim akan senantiasa menjaga dirinya dari melanggar aturan-aturan Allah Subahahanahu Wa Ta'ala sehingga hidupnya di penuhi dengan rahmat dan ridho Allah.

Buah Ma'rifatullah

Puncak ilmu adalah mengenal Allah. seseorang dikatakan sukses dalam belajar atau menuntut ilmu apabila dia semakin mengenal Allah dan semakin dekat pada Allah. 

Jadi, percuma sekolah tinggi, gelar prestisius segudang, harta melimpah dan jabatan melangit bila itu semua tidak menjadikannya semakin dekat, semakin kenal dan semakin taat pada Allah. Ma'rifatullah adalah ni'mat yang sangat besar. 

Mengenal Allah akan membuahkan ahklaq mulia. Betapa tidak, dengan mengenal Allah kita akan merasa di tatap, di dengar dan di perhatikan oleh Allah. 

Sehingga seluruh langkah dan gerak kita terarah pada jalan yang dikehendaki Allah. Inilah keni'matan hidup yang sebenarnya.

Dengan ma'rifatullah hidup menjadi tenang, terarah, ringan dan bahagia. Sebaliknya jika kita jauh dari Allah, hidup akan terasa berat, sempit, sengsara, tenggelam dalam lumpur dosa, dan terus menerus hidup dalam rentang waktu dan ruang kehinaan. 

قال تعالى :وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَإِنَّ لَهُ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَا مَةِ أَعْمَى

"Barang siapa yang berpaling dari peringatanku maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit dan akan kami bangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan buta". (QS. Thaahaa,124 ).

Ciri-ciri Orang yang Mengenal Allah (Al-arif billah)

Berikut adalah ciri-ciri Orang yang ma'rifah :

Tidak takut dan tidak bersedih hati (لاَخَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَاهُمْ يَحْزَنُونَ) dengan urusan duniawi. Karena itulah kualitas ma'rifah kita bisa diukur, bila kita selalu cemas dan takut kehilangan dunia, berarti kita belum mengenal Allah dengan baik. 

Sebab orang yang ma'rifah, susah senangnya tidak diukur oleh ada tidaknya dunia, tetapi diukur oleh dekat tidaknya dirinya dengan Allah.

Orang yang ma'rifah akan senantiasa menjaga kualitas ibadahnya. Karena dengan terjaganya ibadah akan mendatangkan banyak manfaat dan  keuntungan dalam hidup, diantaranya :

1. Hidup selalu berada di jalan yang benar.
2. Memiliki kekuatan dalam menghadapi cobaan hidup.
3. Allah akan selalu mengaruniakan dalam hidupnya.
4. Akan selalu optimis dalam menghadapi kehidupan.
5. Memiliki kendali dan kontrol dalam hidup, sehingga tidak selalu terjerumus kedalam jurang kema'siatan.
6. Selalu berada dalam bimbingan dan pertolongan Allah.
7. Memiliki Ruhiyah imaniah yang kuat.

Sarana Ma'rifatullah

Diantara sarana yang dapat mengantarkan kita pada ma'rifatullah adalah :

Akal sehat ( العَقْلُ السَّلِيمُ )

Akal sehat manusia jika digunakan untuk memikirkan dan merenungkan apa yamg ada di sekelilingnya dari ciptaan Allah dapat menjadikan pemiliknya sampai pada ma'rifatullah yang sempurna. 

Alqur-an menjelaskan dalam berbagai ayatnya pengaruh perenungan makhluk terhadap pengenalan kepada sang khaliq. 

Allah berfirman: 

اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيٰتٍ لِّاُولِى الْاَلْبَابِۙ 

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal.(QS. Ali 'Imran: 190)

الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَاطِلًاۚ سُبْحٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.(QS. Ali 'Imran: 191)

رَبَّنَآ اِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ اَخْزَيْتَهٗ ۗ وَمَا لِلظّٰلِمِيْنَ مِنْ اَنْصَارٍ 

Ya Tuhan kami, sesungguhnya orang yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh, Engkau telah menghinakannya, dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang yang zalim.(QS. Ali 'Imran: 192)

Rasulullah Sha. Bersabda :

تَفَكَّرُوا فِيْ خَلْقِ اللَّهِ وَلَا تَفَكَّرُوا فِي ذَاتِ اللَّهِ

"Berfikirlah kalian tentang ciptaan Allah dan janganlah berfikir tentang dzat Allah" (HR. Abu Nu'aim).

Para Nabi dan Rasul ( الأَنْبِيَاءُ وَ الرُّسُلُ )

Kita dapat mengenal Allah dengan baik melalui dakwah dan penjelasan dari para rasul. Karena mereka memang di utus untuk mengenalkan dan mengajak manusia kepada Allah. Allah berfirman:

لَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنٰتِ وَاَنْزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتٰبَ وَالْمِيْزَانَ لِيَقُوْمَ النَّاسُ بِالْقِسْطِۚ وَاَنْزَلْنَا الْحَدِيْدَ فِيْهِ بَأْسٌ شَدِيْدٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللّٰهُ مَنْ يَّنْصُرُهٗ وَرُسُلَهٗ بِالْغَيْبِۗ اِنَّ اللّٰهَ قَوِيٌّ عَزِيْزٌ ࣖ  25. 

Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) agar manusia dapat berlaku adil. Dan Kami menciptakan besi yang mempunyai kekuatan, hebat dan banyak manfaat bagi manusia, dan agar Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya walaupun (Allah) tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat, Mahaperkasa.(QS. Al-Hadid: 25)

Nama dan sifat Allah ( الأَسْمَاءُ وَ الصِّفَاتُ )

Mengenali nama dan sifat Allah disertai dengan perenungan makna dan pengaruhnya bagi kehidupan ini menjadi sarana untuk mengenali Allah. cara inilah yang Allah gunakan untuk memperkenalkan dirinya kepada makhluk-Nya. 

Dengan asma dan sifat ini terbukalah jendela bagi manusia untuk mengenali Allah lebih dekat lagi. Asma dan sifat Allah akan menggerakkan dan membuka hati manusia untuk menyajikan pancaran cahaya Allah. Allah berfirman:

 قُلِ ادْعُوا اللّٰهَ اَوِ ادْعُوا الرَّحْمٰنَۗ اَيًّا مَّا تَدْعُوْا فَلَهُ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰىۚ وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذٰلِكَ سَبِيْلًا 

Katakanlah (Muhammad), “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu dapat menyeru, karena Dia mempunyai nama-nama yang terbaik (Asma‘ul husna) dan janganlah engkau mengeraskan suaramu dalam salat dan janganlah (pula) merendahkannya dan usahakan jalan tengah di antara kedua itu.” (QS. Al-Isra': 110)

Di tengah kondisi yang semakin sulit dan zaman yang semakin hancur tidak ada yang bisa menolong kita selai Allah. 

Maka salah satu ikhtiar untuk menggapai pertolongan-Nya dengan meningkatkan pengenalan kita kepada  Allah. 

Cara menggapainya adalah dengan memperbaik kualitas ibadah kita serta dengan terus menerus berusaha untuk istiqomah di jalan-Nya.

Sehingga kita mati dalam keadaan beriman sehingga kelak terhindar dari siksa neraka dan bisa masuk ke dalam syurga, kekal selama-lamanya. Aamiin.

0 Response to "Ma'rifatullah (Mengenal Allah)"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak