Jalan Indah Menuju Keberhasilan

Bismillâhirrahmânirrahîm. Puji dan syukur kepada Allah subhânahu wata’âla, Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Menganugerahkan pengetahuan kepada makhlukNya.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam yang tidak akan pernah habis teladan terpancar dari diri Beliau sampai akhir masa.

Keberhasilan hidup yang sesungguhnya ialah ketika kita bisa menemukan hakikat. Dan ]alan paling indah untuk menemukan hakikat ialah mengikuti cara ahli thareqat. 

Tiga Dalam Satu Kesatuan

Siapapun Anda, Anda pasti ingin dekat kepada Allah. Dengan segala daya, Anda akan melakukan ritual pendekatan diri kepada Allah. 

Sebab sejak kecil kita sudah diberitahu bahwa tidak ada situasi yang bisa membuat diri kita merasa tenang dan aman kecuali dekat dengan Allah.

Saat kita merasa tidak mampu, kita menyeru kepada Allah. Saat kita terjepit oleh keadaan, kita pasrah kepada Allah.

Para nabi dan rasul hanya mewariskan ajaran "Kedekatan" kepada Allah. Semua ajaran, nasihat, pesan dan wejangan hanya diarahkan untuk membuat orang dekat kepada Allah. 

Dan untuk bisa mencapai kedekatan kepada Allah, maka kita harus:

1. Memperoleh Ilmu Syariat, 

Ilmu ini mengajarkan kita bagaimana menunaikan kewajiban atas diri kita dalam hubungannya dengan penghambaan, lbadah dan penyembahan kepada Allah dan juga dalam hubungannya dengan sesama manusia dan makhluk Allah.

2. Memperoleh pengetahuan tentang jalan Allah atau "Ilmu Thareqat."

Ilmu ini mengajarkan kepada kita untuk memelihara keadaan mental yang merupakan hasil capaian sifat-sifat malakuti, penyucian jiwa dari berbagai sifat yang tercela serta membersihkannya dari segenap kotoran.

3. Memperoleh pengetahuan tentang kenyataan atau "Ilmu Haqiqat."

Ilmu ini memberikan panduan untuk mengetahui tentang hakikat dari nama-nama Allah dan segala sesuatu  yang ada di balik ciptaan-Nya, atau rahasia di balik yang nampak, rahasia di balik rahasia. 

Dengan ilmu ini, kita tahu arti hidup, makna hidup, dan kenikmatan hidup yang sesungguhnya.

Ilmu Syariat bisa dikatakan ilmu lahiriah yang berbicara pada tataran kulit semata, tetapi memang wajib hukumnya. 

Memperoleh Ilmu Syariat saja tidaklah cukup membuat seseorang menjadi bijak dan adil dalam menjalani hidup. 

Ilmu Syariat hanya untuk menentukan hukum secara lahiriah. Yang tidak tertulis dalam teks atau nash tidak bisa diberikan hukum kecuali dengan qiyas atau ijam'ulama. Karena itu pintu ijtihad selalu terbuka.

Al-Qur'an telah memberikan contoh dengan gamblang tentang adanya hakikat di balik Syariat. Siapa yang tidak yakin kalau Nabi Musa itu menguasai ilmu Syariat? 

Nabi Musa benar-benar menguasai hukum Allah secara lahiriah, sehingga beliau merasa tidak ada orang yang lebih alim daripadanya. 

Suatu ketika seseorang bertanya kepadanya: "Musa, siapa orang yang paling pandai di muka bumi ini?" Musa menjawab dengan sangat Percaya diri: "Aku."

Allah menegur Musa atas jawabannya itu: "Musa jangan menganggap dirimu sebagai orang paling pandai. Karena ada hamba-Ku yang lebih pandai darimu. Ia tinggal di
antara dua lautan."

Allah tunjukkan kepadanya bahwa ada ilmu yang lebih tinggi daripada ilmunya. Nabi Musa Penasaran siapa yang punya ilmu lebih dalam itu, dan beliau minta dipertemukan dengan orang itu. Allah memerintah kepada Nabi Musa:

"Bawalah seekor ikan, di mana ikan itu meluncur ke laut, di situlah engkau dapat menemuinya." Dia itu adalah orang biasa, Khidir namanya, yang menurut keterangan masih hidup sampai sekarang. 

Kisah selanjutnya bisa Anda baca dalam Surah Al-Kahfi ayat 60 - 82. Intinya adalah bahwa Nabi Musa harus belajar ilmu hakikat, yaitu rahasia yang tersembunyi di balik syariat. 

Hikmahnya adalah bahwa kita tidak boleh menyalahkan seseorang hanya karena lahirnya kita anggap tidak benar.

Nabi Musa ternyata tidak tahu banyak tentang sebuah kejadian atau hakikat. Nabi Musa tidak tahu hal-hal yang ada di balik pengetahuan yang dia dapat. 

Padahal, bahwa hidup ini lebih banyak yang gaib (tidak tertulis/tidak nyata) daripada yang nyata.

Orang yang berilmu Syariah semata, tentu tidak akan bisa menerima atau tidak akan menganggap benar apa yang ditempuh oleh ahli Sufi. 

Karena teks atau nash Al-Qur'an dan hadis tidak ada yang menyebutkan kata "Tasawwuf ."

Cara-cara yang ditempuh oleh ahli tasawwuf juga tidak disebutkan dalam nash secara jelas. Ahli Syariah, mereka hanya melihat dari luar, belum pernah masuk sama sekali. 

Mereka hanya menafsirkan apa yang dilihat oleh matanya dan dipersepsikan oleh pikirannya. Karena itu, tidak jarang mereka menganggap apa yang dilakukan oleh ahli tharekat atau ahli tasawwuf tidak berdasar, sehingga menghukumkan sebagai perbuatan yang bid'ah. 

Padahal sumber ilmu tasawwuf adalah Rasulullah Shalallahu A'laihi Wa Sallam yang diajarkan oleh Allah melalui wahyu dan ilham. 

Malaikat Jibril pertama kali turun membawa Syariat. Setelah ilmu Syariat itu mantap, Malaikat Jibril turun atau datang lagi yang kedua kali membawa ilmu hakikat, yang kemudian disampaikan oleh Rasulullah Shalallahu A'laihi Wa Sallam kepada sahabat-sahabat beliau tertentu saja, tidak kepada selainnya. 

Menurut riwayat, orang pertama yang menampakkan tasawwuf adalah Ali Bin Abi Thalib. Kemudian Syeikh Hasan Al-Basri mengambil dari Ali dan mengembangkannya.

Haqiqat Adalah Jalan Untuk Sampai Pada Tujuan

Hanya orang-orang yang menempuh tiga jalan tersebut, merekalah yang sesungguhnya akan mendekati kesempurnaan, walaupun tidak ada manusia yang sempurna. 

Merekalah sesungguhnya orang-orang yang punya ilmu pengetahuan paling dalam. Pengetahuan mereka tidak hanya sebatas informasi yang didengar oleh telinga, dilihat oleh mata, atau diindra oleh lima panca indra, tetapi mereka sanggup melihat dan menemukan banyak hal tanpa menggunakan pancaindra. 

Jalan mereka adaläh jalan yang paling indah untuk kita ikuti. Jalan itu tidak sulit dan juga tidak berat.

Ian G. Barbour, penulis buku "Juru Bicara Tuhan Antara Sains dan Agama" mengatakan: "Bagi saintis yang beriman pada kekuatan nalar (teks, Pen), ceritanya akan berakhir secara menyedihkan. 

Ia telah mendaki Gunung kebodohan dan hampir menaklukkan puncak tertinggi.

Namun, begitu melewati batu kerikil, ia melihat lambaian tangan dari kaum teolog (sufi) yang telah duduk di sana selama berabad-abad."

Syekh Jalaluddin Al-Dawwani mengatakan dalam karyanya Syarh Ar-Rubaiyyat:

"Ilmu-ilmu formal tidak membimbing kita pada hakikat. Akan tetapi, yang menuntun kita kepada hakikat - selain rahmat Allah - adalah persahabatan atau pergaulan akrab dengan orang-orang yang menempuh jalan serta pengabdian pada orang-orang yang mengalami peristiwa mistik karena cinta kepada Allah." Mereka adalah ahli tasawwuf.

Seorang Sufi besar Al-Hallaj mengatakan:

"Barangsiapa mencari Allah dan logika sebagai pemandunya, Allah akan mengusir dan menghalaunya, dan membiarkannya berada dalam kebingungan serta tak bisa diam. 

Dengan kebingungan itu, Allah mengacaukan dan mengombang-ambingkan relung kalbunya, sehingga karena sangat kebingungan, ia pun berseru, aku tidak tahu kalau itu Engkau."

Imam Al-Ghozali dalam kitab Al-Munqid Min Al-Dhalal mengatakan:

"Banyak sekali rahasia dan misteri telah diungkapkan kepadaku dalam pengasingan dan penyendirianku bersama Allah yang tidak bisa dituturkan di sini. Saya hanya akan menuturkan rahasia dan misteri yang - menurut saya - bermanfaat bagi sidang pembaca risalahini. 

Dengan sebuah keyakinan yang tulus, saya percaya dan yakin bahwa tokoh-tokoh Sufi terkemuka adalalah para penempuh jalan sejati dan hakiki di jalan Allah. Segenap kecenderungan, perilaku dan kebiasaan mereka melebihi apa yang ada pada orang lain. 

Hanya jalan mereka sajalah yang lurus dan lempang. Kecenderungan alami dan akhlak mereka sajalah yang terbaik.."

Orang-orang yang menempuh jalan tasawwuf, tidak dipungkiri, mereka memiliki kelebihan yang yang mengagumkan. 

Umat dan ulama salaf maupun khalaf mendudukkan mereka sebagai para "Wali Allah" yang dari sisinya muncul karamah atau hal-hal menakjubkan'Mereka dihormati manusia dan dimuliakan Allah.

Mengapa mereka bisa sampai pada maqam yang Paling tinggi, sebagai Wali Allah? Kita rasa sekarang ini tidak ada orang yang lebih mulia selain Wali Allah. Banyak ulama dan ustadz yang hebat, tetapi belum bisa sampai di sana'

Banyak orang pintar agama dan bahkan hafal Al-Qur'an, hadis shahih dan hadis dhaif, tetapi belum sampai di sana.

Apalagi kita yang cuma tahu sedikit dan beramal tidak banyak, mana bisa. Padahal shalatnya sama, kajinya sama dan ilmunya juga sama. Yang membedakan kita dengan mereka adalah karena mereka istiqomah menempuh jalan yang tidak ditempuh oleh ulama atau ilmuwan saat ini'

Mereka punya thareqat yang diciptakan sendiri' Mereka punya teknik yang ditekuni dan diamalkan secara terus-menerus. 

Sekilas apa yang mereka lakukan tidak pernah disebutkan dalam hadis Rasulullah, apalagi disebutkan dalam Al-Qur'an. Itu sebabnya kalangan "Wahabi" atau kaum salaf menyebutnya "Bid'ah'" 

Padahal kalau ditelusuri, teknik yang mereka buat merupakan cara untuk bisa sampai kepada yang dituju, dan sama sekali tidak bertentangan dengan agama dan bahkan merupakan sebuah cara untuk mengamalkan agama. 

Ibarat seorang ingin mendirikan shalat, dia membuat cara-cara tertentu sebelum shalat, agar shalatnya nanti benar-benar bisa khusyuk dan terasa indah. 

Cara bukanlah tujuan, semisal mau ke masjid naik mobil. Apakah naik mobil disebut bid'ah? Mereka tidak mengubah ibadah, tidak menambahi ibadah, juga tidak melakukan kesyirikan. 

Mereka menciptakan sebuah metode berzikir yang benar-benar sangat efektif sehingga membuat orang benar-benar meleburkan diri dan menyatu hingga pada tingkat ekstase. 

Bukankah Rasulullah Shalallahu A'laihi Wa Sallam bersabda: "Berzikirlah sampai orang mengatakan bahwa Anda telah glla."

Kalau kita pelajari apa yang dilakukan oleh beberapa thareqat, mislanya: Thareqat Qadiriyah, Naqsabandiyah, dan Chisthiyah, kita mendapatkan cara zikir yang benar-benar bisa membawa orang pada relaksasi yang sangat tinggi hingga masuk ke dalam alam bawah sadar. 

Pada saat seseorang masuk ke dalam alam bawah sadar, di situlah kontak batin dengan Allah dan alam semesta terbuka, sehingga seseorang bisa sampai kepada dunia mistik. 

Imam Fakhruddin Ar-Razi bertanya kepada Syekh Najmuddin Al-Kubra: "Bagaimana Anda bisa sampai pada ma'rifatullah (mengenal Allah)?" Ia menjawab: "Melalui pengalaman mistis dengan zikir yang tidak bisa diingkari oleh kalbu."

Ingatlah bahwa manusia, seperti kata prof. Dr. Ahmad Syauqi Ibrahim, adalah roh, jiwa dan akal. Fisik ini adalah raga yang hanya menjadi wadah atau kendaraan. 

Karena itu, maka rohlah yang bisa sampai kepada Allah ketika beribadah. Jiwalah yang bisa menikmati kedamaian sesudah ibadah. Pikiranlah yang bisa memvisualisasikan penyatuan kepada Allah dan menyelaraskan dengan alam semesta.

Roh, jiwa dan akal harus dikondisikan sedemikian rupa sehingga bisa memberdayakan bashirah pada kesedaran yang paling tinggi. Rasulullah Shalallahu A'laihi Wa Sallam menyatakan bashirah semacam inilah yang menjadi jalan menuju Allah. 

Allah perintahkan kepada Nabi Muhammad untuk mengatakan:

lnilah jalanku dan orang-orang yang mengikuti aku, yaitu mengajak  kembali kepada Allah atas dasar bashirah (QS. Yusuf: 108)

Mengikuti Cara Zikir Ahli Thareqat

Secara umum, thareqah-thareqah yang ada di dunia dan diakui kebenarannya, semuanya mendasarkan metodologi zikirnya dengan:

1. Relaksasi.

Relaksasi yaitu menciptakan ketenangan diri dengan mengendorkan seluruh otot dan saraf tubuh secara sempurna sambil memejamkan mata dengan ringan.

Relaksasi sangat diperlukan dalam menghadapi hidup yang penuh ketegangan. Sebelum ibadah, seseorang perlu melakukan relaksasi, supaya dia bisa masuk pada kesadaran tinggi. 

Ibadah itu sendiri mempunyai fungsi tebih tinggi dari relakasi. Bagaimana Anda bisa mencapai khusyuk kalau Anda dalam keadaan tegang.

Bagaimana Anda bisa memasuki sebuah situasi untuk bisa berdialog dengan Allah, kalau Anda tergopoh-gopoh. Maka jika ibadah seseorang tidak membawa ketenangan dan tidak melahirkan kegembiraan, berarti ibadahnya belum dilakukan secara benar, belum sampai pada tingkat khusyuk. 

Inilah yang disampaikan Rasulullah kepada Bilal ketika waktu shalat tiba:

"Gembirakan aku hai Bilal!" Dengan shalat badan menjadi sangat rileks, hilang letah dan pikiran tenang.

2. Pernafasan.

Yaitu pengaturan ritme nafas masuk dan nafas keluar dengan teknik-teknik tertentu. 

Ialah dengan menarik nafas panjang dan menahannya beberapa saat di perut, atau di dada, dan atau di diafragma, kemudian dihembuskan. Dalam pernafasan ini lidah ditekan ke langit-langit.

Pernafasan bisa menjadi media yang sangat indah untuk memaknai hidup, menemukan makna dan menarik kebaikan. Anda tinggal memasang niat, Anda bisa menarik kebaikan tanpa mengeluarkan biaya.

- Tarikan nafas. Niatkan membersihkan diri atau memasukkan energi positif! Hembusan nafas. Niatkan membuang kotoran atau membuang energi negatif,

- Tarikan nafas. Niatkan menarik kebaikan yang sedang Anda pikirkan! Hembusan nafas. Niatkan untuk membuang keburukan yang sedang Anda alami!.

- Tarikan nafas. Tujukan untuk memantapkan zikir di dalam hati! Hembusan nafas. Maksudkan untuk meminta apa yang dikandung dalam zikir!

Menurut ahli thareqat, pernafasan semacam ini tidak saja membuat fisik menjadi lebih kuat dan prima, tetapi sekaligus membersihkan diri dari penyakit hati dan kemunafikan. 

Pernafasan semacam ini menjadi sebuah cara untuk membersihkan diri dari berbagai kotoran rohani, racun sisa-sisa metabolisme, energi negatif, radikal bebas dan penyakit. 

Pernafasan juga menjadi cara untuk memperbaiki saraf-saraf yang terganggu, menyerap energi alam semesta dan menguatkannya di dalam diri.

4. MunaJat atau Kontemplasi.

Yaitu mengarahkan pikiran pada sebuah fokus sambil duduk sila atau duduk seperti shalat dengan tangan di atas paha dan jari-jari terbuka.

Pada saat munajat, pikiran dan Perasaan dibawa melebur, menyerap dan menyatu dengan Asmaul Husna (nama-nama Allah Yang Indah)' Sedapat mungkin duduknya menghadap ke arah kiblat atau Ka'bah yang menjadi pusat energi alam semesta'

4. Visualisasi.

Yaitu berimajinasi menciptakan gambaran apa yang sedang diingankan. Pikiran membuat khayal seakan berhadapan dengan Tuhan, seperti yang disabdakan Rasulullah, "Ihsan yaitu Anda beribadah kepada Allah seakan Anda melihat-Nya; jika Anda tidak bisa bervisualisai, maka Anda harus yakin bahwa Allah melihat Anda."

Pikiran harus bisa mengkhayalkan dengan jelas bentuk apa yang ingin dicapai. Kalau ingin mencapai kesehatan, maka pikiran harus mengimajinasikan bahwa dirinya sehat secara sempurna, pikiran harus mengimajinasikan bahwa penyakitnya telah dirontokkan dari dirnya.

Begitu juga yang lain-lainnya. Kalau kita mempunyai kesulitan untuk memvisualisasikan, kita cukup yakin saja dan menyebutkannya secara berulang-ulang.

Kaum Sufi dalam Thareqat Naqsabandiyyah sangatbmenitikberatkan pentingnya kontemplasi. Mereka berpandangan bahwa roh manusia sesungguhnya tidak mempunyai bentuk. Namun jika Anda mengisinya dengan sebuah bentuk, maka tidak bakal ada lagi bagi bentuk lainnya. 

Bila seseorang ingin meraih apa yang dikehendaki, maka untuk sampai pada yang dikehendaki, orang itu harus memusatkan pikirannya pada realitas itu tanpa terpengaruh oleh aspek-aspek yang lain. 

Dia harus mempersepsikan, berimajinasi dan memvisualisasikan apa yang diingankan.

Syah Kalimullah Jahanabadi mengatakan:

"Dalam beberapa thareqat, menahan nafas dipandang sebagai prinsip paling manjur untuk menghilangkan kemunafikan atau kekotoran dalam jiwa. 

Para Syeikh dalam Thareqat Chisythiyyah, Kubruwiyyah, Syathariyyah, dan Qadiriyyah menjadikannya sebagai syarat untuk menghilangkan kemunafikan dalam hati serta cara untuk mengantarkan diri pada yang dituju.

Ada dua hal yang harus dicamkan dalam pernafasan:

Pertama:

Menahan nafas (habsun nafs), yaitu menarik nafas lalu menahannya dengan menggelembungkan perut.

Kedua:

Menghentikan nafas (hashrun nafs), yaitu menarik nafas dan berhenti tidak mengeluarkannya.

Menahan nafas ada 2 macam:

1,. Mengosongkan.

Disebut Takhalliyyah, yaitu menarik nafas lambung dan menarik pusar menuju punggung, dan menahan nafas dalam dada.

2. Mengisi.

Disebut Tamli'ah, yaitu menarik nafas dan menahannya sambil menggelembungkan perut. Pusar menjauh dari punggung. Dengan menghembuskannya sampai perut menjadi kosong, suhu panas meningkat, sehingga pencernaan berfungsi dengan baik. 

Panas yang dihasilkan dari kedua pernafasan, habsun nafs (menahan nafas) jauh lebih besar daripada menghentikan nafas (hashrun nafs).

Teknologi Thareqat Qadiiriyah.

Thareqat ini menerapkan teknik-teknik relaksasi, kontemplasi, pernafasan dan visualisai. Dalam mengatur pernafasan saat menzikirkan kalimat "Laa ilaaha illallah",

Thareqat Qadiriyyah menerapkan cara sebagai berikut:

- Membuang nafas terlebih dahulu atau menghembuskan nafas dengan menzikirkan kalimat: "Laa ilaaha,"

- Menarik nafas dan menahannya di dada sambil mengucapkan: " Illallah. "

- Setiap kali seorang murid menghembuskan nafas, maka dia menzikirkan "Laa Illaha", dan setiap kali menarik nafas dia mengucapkan "Illallah" dan menahannya di dalam dada.

Teknologi Thareqat Naqsyabandiyyah.

Cara-cara tersebut jugu diterapkan oleh Thareqat Naqsyabandiyah. Thareqat ini menambahkan teknik, yaitu setelah menarik nafas dengan kalimat "Illallah" dan menahannya di pusar, maka selanjutnya kalimat "Illallah" ditarik ke hati dan diteruskan ke otak. Saat menarik dan menghembuskan nafas, lidah selalu ditekankan ke langit-langit.

Teknologi Thareqat Chisytiyyah.

Cara-cara yang ditempuh thareqat ini sama dengan cara yang diterapkan oleh thareqat Qadiriyyah. Tetapi dalam thareqat ini ada tambahan teknik posisi duduk.

Sang murid mesti duduk dengan lutut terlipat, atau duduk bersila dan menghadap kiblat. Telapak kedua kaki dipertemukan, jari-jari kaki kanan menempel dengan jari-jari kaki kiri. Ia harus duduk dengan tegak dan meletakkan tangannya di atas lutut.

Posisi duduk semacam ini bisa membuat hati merasa hangat, mampu menghilangkan bisikan-bisakan jahat dan bisa melarutkan lemak di sekitar hati yang menjadi khannas, yang membisikkan was-was.

Teknologi zikir yang digunakan oleh ahli thareqat adalah sebuah ilmu yang dirancang berdasarkan kajian, ilham atau inspirasi dan sudah terbukti keajaibannya.

Untuk diketahui bahwa sifat ilmu adalah netral, aslinya tidak ada hubungan dengan agama. Namun karena yang menggunakan adalah orang yang beragama, maka ilmu itu masuk ke dalam lingkungan agama untuk meraih tujuan agama, tetapi bukan berarti ajaran agama. Sebab ajaran agama mutlak dari Allah.

Kalau kita telisik, sebenarnya teknik zikir semacam itu sesungguhnya adalah cara menyimbolkan bahasa universal, yakni simbolisasi dari bahasa "Mengagungkan Tuhan." 

Agama apapun dan kepercayaan apapun akan menyimbolkan keagungan Tuhan dengan kodenya masing-masing, bahasa masing-masing, dan gerakan masing-masing. 

Kalau orang Islam, "Mengagungkan Tuhan" dengan simbol mengangkat tangan dan "Allahu Akbar" sebagai zikirnya. 

Orang Hindu atau Budha mengagungkan tuhannya dengan simbol tangan di dada dan dibarengi dengan mantra.

Yang jelas, kita tidak ingin  mempertentangkan apakah yang dilakukan oleh ahli thareqat itu berasal dari agama Hindu atau ajaran agama lain. 

Kita ikuti saja apa yang dikatakan Imam Al-Ghozali, bahwa mereka adalah manusia terbaik sesudah para tabiin. Merekalah yang menempuh teknik ini untuk sampai kepada tujuan. 

Ingatlah selalu bahwa cara bukanlah tujuan, tetapi cara itu sangat menentukan sebuah keberhasilan. Teknik-teknik mereka benar-benar terbukti, dan keberadaan mereka dikenang sepanjang masa dan diakui sebagai Wali Allah. 

Siapa yang tidak mengakui kemuliaan Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani Pendiri Thareqat Qadiriyyah, Syeikh Ahmad Rifai (pendiri Thareqat Rifaiyah), Syeikh Ahmad Badawi (pendiri Thareqat Badawiyah) dan Syeikh Ibrahim Dasuqi (pendiri Thareqat Dasuqiyah). 

Dari 4 thareqat inilah berkembang banyak thareqat, termasuk Thareqat Naqsaban diyyah, Chisythiyah, dll.

Semua yang saya sebutkan di atas, menunjukkan kepada Anda bahwa apa yang akan saya ungkapkan dan akan saya persembahkan kepada Anda sesungguhnya adalah merupakan cara-cara yang selama ini sudah dijalankan oleh para Wali Allah. 

Yaitu jalan yang secara musalsal (runut) sampai kepada Rasulullah, dimana seluruh aktivitas diberdayakan oleh "Bashirah." Hanya dengan Bashirah, keberhasilan bisa dilipatgandakan. 

Allahberfirman: Katakanlah: "Inilah jalanku! Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kepada Allah dengan memberdayakan bashirah, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik" (aS. Yusuf/12:108)

Demikian itulah pernafasan, meditasi, visualisasi dan zikir yang dilakukan oleh Wali-wali Allah sebagai sebuah metode untuk memberdayakan bashirah. 

Uraian di atas saya maksudkan untuk meyakinkan kepada Anda tantang apa yang akan saya sampaikan kepada Anda. 

Kepada Anda, saya akan uraikan teknik yang lebih praktis dan mudah sekali untuk diamalkan.

0 Response to "Jalan Indah Menuju Keberhasilan"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak