Kurban Pertama dalam Sejarah Manusia Dilakukan oleh Qabil dan Habil Putra Nabi Adam

Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji hanya milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wassallam, keluarga, dan para sahabatnya, serta pengikutnya yang selalu setia dan Istiqomah.

Pengertian Ibadah Kurban

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata kurban berarti mempersembahkan kepada Tuhan (seperti biri-biri, sapi, unta yang disembelih pada hari raya lebaran haji). 

Kata kurban dalam bahasa Indonesia adalah terjemahan dari bahasa Arab. Dalam sebuah penelusuran ditemukan tiga kata yang mempunyai pengertian kurban, yaitu: 

  1. al-nahr, 
  2. qurban, dan 
  3. udhiyah. 

Kata al-nahr yang berarti kurban hanya sekali terdapat dalam Alquran yakni dalam surat al-Kautsar dengan menggunakan bentuk amr yaitu inhar. Terambil dari kata nahr yang dari segi bahasa berarti dada; sekitar tempat untuk meletakkan kalung. 

Jika dikatakan nahrtuhu maka maknanya saya mengenai dada dalam arti menyembelihnya. Firman Allah dalam Q.s al-Kautsar: 1-2, sebagai berikut:

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ.١ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ.٢

"Sesungguhnya kami Telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka Dirikanlah salat Karena Tuhanmu; dan berkorbanlah"

Lanjut yang kedua adalah kata kurban, berasal dari kata qaraba yang berarti dekat, sesuai dengan tujuan ibadah kurban yaitu untuk mendekatkan diri kepada Allah. 

Kata qurban yang digunakan untuk pengertian pelaksanaan ibadah kurban dapat ditemukan dalam dua firman Allah dalam Q.s. al-Maidah : 27, sebagai berikut:

 وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَاَ ابْنَيْ اٰدَمَ بِالْحَقِّۘ اِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ اَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْاٰخَرِۗ قَالَ لَاَقْتُلَنَّكَ ۗ قَالَ اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّٰهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ

"Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang Sebenarnya, ketika keduanya mem persembahkan kurban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia Berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!”. Berkata Habil “Sesungguhnya Allah Hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa”.

Dijelaskan juga dalam Q.s. Ali Imran : 183, sebagai berikut:

اَلَّذِيْنَ قَالُوْٓا اِنَّ اللّٰهَ عَهِدَ اِلَيْنَآ اَلَّا نُؤْمِنَ لِرَسُوْلٍ حَتّٰى يَأْتِيَنَا بِقُرْبَانٍ تَأْكُلُهُ النَّارُ ۗ قُلْ قَدْ جَاۤءَكُمْ رُسُلٌ مِّنْ قَبْلِيْ بِالْبَيِّنٰتِ وَبِالَّذِيْ قُلْتُمْ فَلِمَ قَتَلْتُمُوْهُمْ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ

(yaitu) orang-orang (Yahudi) yang mengatakan: “Sesungguhnya Allah Telah memerintahkan kepada kami, supaya kami jangan beriman kepada seseorang rasul, sebelum dia mendatangkan kepada kami kurban yang dimakan api”. Katakanlah: “Sesungguhnya Telah datang kepada kamu beberapa orang Rasul sebelumku membawa keterangan-keterangan yang nyata dan membawa apa yang kamu sebutkan, Maka Mengapa kamu membunuh mereka jika kamu adalah orang-orang yang benar.

Selanjutnya bentuk yang ketiga adalah kata udhhiyah. Udhhiyah untuk pengertian ibadah kurban dapat ditemukan dalam beberapa bentuk yaitu udhiyah, idhiyah (dengan bentuk jamak nya udhhahi, dhahiyah), Adhah (dengan bentuk jamaknya dhahaya), dan adhha.

Kurban secara etimologi yaitu hewan yang dikurbankan atau hewan yang disembelih pada hari raya Idul Adha. 

Dalam hal ini penamaan sesuatu (Idul Adha) dengan nama waktunya yaitu Dhuha (matahari naik sepenggalahan). Karena pada waktu itulah biasanya ibadah kurban dilaksanakan. 

Berikut ini beberapa definisi kurban secara Terminologi yang diajukan beberapa ahli fikih:

1. Wahbah al-Zuhaili menyatakan kurban adalah menyembelih hewan tertentu dengan niat mendekatkan diri kepada  Allah pada waktu yang telah ditentukan. Atau binatang ternak yang disembelih guna mendekatkan diri kepada Allah pada hari-hari Idul Adha.

2. ‘Abd Rahmân al-Jazîrî menyatakan kurban adalah binatang ternak yang disembelih atau dikurbankan untuk mendekatkan diri kepada Allah pada hari-hari idul kurban; apakah orang yang melaksanakan ibadah haji ataupun tidak. 

Kalangan Malikiyah menyatakan ibadah kurban tidak diperintahkan bagi mereka yang melaksanakan ibadah haji. Menurut kalangan Malikiyah karena mereka yang sedang melaksanakan ibadah haji telah 
ada pensyari’atan dam.

3. Hasan Ayyûb menyatakan kurban adalah unta, sapi, kambing yang disembelih pada Idul Adha dan hari-hari tasyrik dengan tujuan unuk mendekatkan diri kepada Allah.

Dari definisi-definisi di atas, dapat diambil pokok-pokok pikiran tentang ibadah kurban sebagai berikut:

1. Binatang yang dikurbankan adalah binatang tertentu yaitu unta, sapi, kerbau, biri-biri, domba, dan kambing serta yang sejenis dengannya.

2. Waktu pelaksanaannya pada hari raya Idul Adha dan hari Tasyrik.

3. Tujuannya adalah untuk mendekatkan  diri kepada Allah. Dari definisi yang kedua di atas, kalangan Malikiah menambahkan bahwa ibadah kurban itu tidak diwajibkan bagi mereka yang sedang melaksanakan ibadah haji. 

Adapun alasan mereka adalah karena mereka yang sedang melaksanakan ibadah haji telah ada pensyari’atan al-hadyu.

Hukum Pelaksanaan Ibadah Kurban Pelaksanaan ibadah kurban disyari’atkan pada tahun kedua hijriyah, bersamaan dengan pensyari’atan zakat fitrah, zakat mal, dan salat Id. 

Landasan pensyari’atan ibadah kurban berdasarkan Al-quran, hadis dan ijma’. Firman Allah yang melandasi syari’at ibadah kurban antara lain disebutkan dalam Q.s al-Kautsar : 2, sebagai berikut:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ.٢
Maka Dirikanlah shalat Karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.

Serta firman Allah yang menyatakan bahwa menyembelih binatang-binatang tersebut adalah bahagian dari syiar agama Allah dalam Q.s. Al-Hajj : 36, sebagai berikut:

وَالْبُدْنَ جَعَلْنٰهَا لَكُمْ مِّنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِ لَكُمْ فِيْهَا خَيْرٌۖ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلَيْهَا صَوَاۤفَّۚ فَاِذَا وَجَبَتْ جُنُوْبُهَا فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّۗ كَذٰلِكَ سَخَّرْنٰهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

Dan Telah kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi’ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, Maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam ke adaan berdiri (dan Telah terikat). Kemudian apabila Telah roboh (mati), Maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah kami Telah menundukkan untua-unta itu kepada kamu, Mudah-mudahan kamu bersyukur.

Hadis nabi yang melandasinya antara lain hadis sahih yang berasal dari Anas yang menerangkan bahwa rasulullah berkurban dengan dua ekor domba yang penyembelihannya beliau lakukan sendiri. 

Hadis Anas ra, ia berkata: “Telah ber kurban Nabi shallallahu 'alaihi wassallam Gibas putih dengan sedikit hitam lagi bertanduk, beliau menyembelihnya sendiri dengan membaca bismillah dengan bertakbir dengan meletakkan kaki-kaki beliau pada tulang-tulang rusuknya.” (Bukhari dan Muslim).

Hadis lain; hadis Aisyah yang menyatakan bahwa ibadah kurban adalah suatu ibadah yang sangat disukai Allah yang dilaksanakan pada hari raya Idul Adha:

“Amalan manusia pada saat hari raya Idul Adha yang paling dicintai Allah adalah menyembelih hewan kurban. Sesungguhnya hewan itu akan dating pada hari kiamat (sebagai saksi) dengan tanduk, bulu, dan kukunya. Dan sesungguhnya darah hewan kurban itu telah terletak di suatu tempat di sisi Allah sebelum mengalir ke tanah. Karena itu bahagiakanlah dirimu dengannya.” (Hakim, Ibn Majah, dan Tirmizi; ia menyatakan hadis ini hasan lagi gharib).

Kaum muslimin berijma’ atas pen syari’atan ibadah kurban. Hadis-hadis telah me nunjukan bahwasan nya kurban adalah amalan yang sangat dicintai oleh Allah, yang dilaksanakan pada hari raya Idul Kurban bahwa ia akan menjadi saksi bagi mereka yang melaksanakan ibadah kurban di hari kiamat kelak.

Syar’u Man Qablana; Dalam ilmu ushul fiqh pembahasan yang berkaitan dengan syari’at para nabi terdahulu. Dalam pem bahasannya dijelaskan bahwa hukum-hukum yang berlaku bagi umat-umat sebelum kita dan kemudian ditetapkan oleh syari’at islam (menjadi bahagian dari syari’at islam itu sendiri) berdasarkan dalil syara’. 

Tidak ada pertentangan dikalangan fuqaha bahwa hukum tersebut berlaku bagi kita umat Islam. Contohnya adalah pelaksanaan ibadah kurban yang merupakan sunah nabi Ibrahim. Firman Allah yang menjelaskan tersebut terdapat dalam Q.s. al-Shaffat : 107, sebagai berikut:
وَفَدَيْنٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ

Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.

Dan hadis nabi yang menegaskan hal itu adalah Zaid bin Arqam berikut: 

“Aku ataupun mereka berkata;” Ya Rasulullah apakah yang dimaksud dengan kurban itu?”. Jawab Rasullah,”Sunah bapakmu nabi Ibrahim. Mereka bertanya apakah manfaatnya bagi kami? Jawab Rasul dari tiap helai bulunya adalah kebaikan merka bertanya lagi bulu hewan itu ya rasulullah? Jawab rasul tiap helai bulunya adalah kebaikan” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Para ahli fikh berbeda pendapat tentang hukum pelaksanaan ibadah kurban. Abû Hanîfah dan para pengikutnya menyatakan ibadah kurban hukumnya wajib dilaksanakan setiap tahun bagi mereka yang mampu dan mukim (tidak dalam perjalanan). 

At-Tahawi dan yang lainnya menyatakan pernyataan wajib yang dikatakan Abû Hanîfah, menurut 
pengikutnya Abû Yûsuf dan Muhammad adalah sunat muakkad. Dalil yang mereka kemukakan adalah: 

1. Perintah Allah yang terdapat dalam Q.s. al-Kautsar : 2. Amr (perintah) Allah yang terdapat dalam ayat tersebut berarti wajib.
 
2. Hadis Abu Hurairah yang berisikan ancaman bagi orang yang mampu tapi tidak melaksanakan ibadah kurban untuk tidak mendekati rumah Allah. Bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wassallam,”Siapa yang mempunyai kelapangan tapi ia tidak berkurban, maka janganlah mendekati tempat salatku.” (Ahmad dan Ibn Majah).

 Ancaman seperti yang terdapat di atas hanyalah unttuk mereka yang meninggalkan suatu perintah Allah yang hukumnya wajib.

Seandainya perintah Rasulullah itu hukumnya sunat, maka nabi tidak akan menyebutkan ancaman yang sedemikian berat bagi orang yang tidak melaksanakannya. Maka sesungguhnya tidak berfaedah mendekatkan diri kepada Allah dengan meninggalkan kewajiban ibadah kurban ini.

3. Hadis yang menyatakan bahwa nabi tetap melaksanakan ibadah kurban walaupun beliau sedang dalam perjalanan, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis Sauban berikut:

“Rasulullah saw telah memotong hewan kurbannya kemudian ia bersabda,”Ya Sauban, simpanlah dengan baik daging ini. Akan senantiasa menyantapnya sehingga (kita) sampai ke Madinah” (Muslim).

4. Terdapat hadis Nabi memerintahkan untuk mengulang pelaksanaan ibadah kurban bukan pada waktu yang ditetapkan (ia menyembelih hewan kurbannya sebelum pelaksanaan shalat Id). 

Perintah pengulangan ini hanya di tujukan bagi sesuatu yang wajib, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis Jundab berikut: 

“Nabi salat (salat Id) pada hari raya Idul Adha, berkhutbah, lalu menyembelih hewan kurban. Maka belau bersabda, “Siapa yang menyembelih hewan kurbannya sebelum salat Id maka hendaklah ia (mengulangi) dengan me nyebelih hewan yang lainnya.” (Bukhari dan Muslim).

Di pihak lain Abu Bakar, Umar, Bilal, Abu Mas’ud al-Badri, Suwaid bin Ghoflah, Said bin Musayyab, Alqamah, ‘Ata’, asySyafi’I, Ishaq, Abu Saur, dan Ibnu Munzir (dalam hal ini mereka semua disebut Jumhur) berpendapat bahwa ibadah kurban itu hukumnya sunat muakkad, tidak wajib tetapi makruh meninggalkannya bagi mereka yang mampu.

Syafi’iyah dalam hal ini menyatakan bagi tiap pribadi hukumnya sunah ‘ain dan sunah kifayah bagi tiap keluarga. Adapun Malikiyah menambahkan bahwa hal teersebut tidak disunatkan bagi mereka yang sedang melaksanakan ibadah haji.

Dalil-dalil yang dikemukakan jumhur antara lain:

1. Hadis Umu Salamah berikut: “Bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wassallam bersabda,”Apabila kamu telah melihat hilal awal bulan zulhijjah dan salah seorang di antara kamu hendak berkurban maka janganlah ia memotong bulu dan kukunya”. (HR Muslim).

Hadis ini menunjukkan bahwa kurban itu tidak wajib dengan menggunakan redaksi (arada) yang berarti ingin secara implicit mengandung pengertian adanya pilihan antara melaksanakan ataupun tidak.
 
Larangan untuk memotong bulu dan kuku hewan tersebut sebagaimana yang 
dimaksud dalam hadis di atas hanyalah bersifat makruh dan disunatkan untuk meninggalkan larangan tersebut.
 
Salah satu hikmah untuk tidak memotong bulu dan kuku adalah sebagaimana yang dinyatakan oleh 
Nawawi adalah untuk membebaskan kita dari api neraka. Karena ia akan menjadi saksi di akhir atas ibadah kurban yang kita laksanakan.

2. Praktik yang berlaku pada masa sahabat, di masa hidupnya Abu Bakar dan Umar tidak melaksanakan kurban karena dikhawatirkan para sahabat menilai bahwa kurban itu hukumnya wajib. Dan Ibnu 
Abbas yang membeli daging senilai dua dirham, kemudian ia berkata, “Inilah 
kurbannya Ibnu Abbas”.

Ada dua hal yang menjadi sebab perbedaan pendapat para ahli yaitu:

1 Apakah ibadah kurban yang di laksanakan nabi memfaedahkan wajib atau sunat.
2. Pemahaman teerhadap hadis-hadis yang membahas tentang hukum pelaksanaan ibadah kurban seperti hadis Umu Salamah di atas.

Bagi kelompok pertama perintah pengulangan kurban di atas menunjukkan hukum wajibnya, sedangkan bagi kelompok kedua menyatakan kata arada yang terdapat dalam hadis itu menunjukkan bahwa hadis kurban itu tidak wajib. 

Ibnu Hazm menyatakan tidak sahih pernyataan salah seorag sahabat yang menyatakan ibadah kurban itu wajib yang sahih adalah bahwa kurban itu tidak wajib. 

Dalam hal ini tidak terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama bahwa ibadah kurban itu syari’at Islam.

Sejarah Pelaksanaan Ibadah Kurban

Hari raya Idul Adha erat kaitannya dengan pelaksanaan ibadah kurban dan ibadahhaji. Dalam rangkaian ibadah tersebut erat kaitannya dengan nabi Ibrahim as. Nabi Ibrahim adalah seorang nabi yang memiliki posisi mulia dalam agama samawi. 

Nabi Ibrahim hadir pada suatu masa persimpangan yang menyangkut pandangan tentang manusia dan kemanusiaan. 

Ia hadir ketika di peselisihkannya kebolehan menjadikan manusia sebagai sesajen pada Tuhan. Melalui Ibrahim larangan pengorbanan itu ditegaskan. 

Hal ini bukan karena manusia terlalu tinggi nilainya sehingga tidak wajar untuk dikurbankan, tetapi Tuhan Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Dalam literatur keagamaan dijelaskan tentang pengorbanan nabi Ibrahim atas putranya Ismail. Ismail bukan hanya sekedar putra bagi ayahnya. Ia adalah buah hati yang didambakan Ibrahim seumur hidupnya dan hadiah yang diterimanya sebagai imbalan karena ia telah memenuhi hidupnya dengan 
perjuangan. 

Sebagai seorang putra tunggal dari seorang lelaki tua, Ismail adalah yang paling dicintai oleh ayahnya.
Setelah perintah tersebut dilaksanakan dengan sepenuh hati oleh keduanya, Allah dengan kekuasaan-Nya menghalangi pengorbanan; penyembelihan tersebut dan meng gantikannnya dengan seekor domba 
sebagai pertanda hanya karena kasih sayang-Nya kepada manusia maka praktik pengorbanan seperti itu tidak diper kenankan.

Ketokohan Ismail adalah simbol kesetiaan, keikhlasan dan keberanian manusia untuk berkurban, selain juga sebagai lambing cinta. Kelahirannya membuktikan betapa pada usia lanjut Ibrahim mendapatkan 
Isamil. Ismail adalah muara cintanya di dunia. Tetapi yang dicintainya itu harus siap disembelih sebagai kurban sebagaimanayang dikehendaki oleh Allah.

Ungkapanketeguhan Ismail ini di abadikan dalam Q.s. al-Shaffat : 102, sebagai berikut:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguh nya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk. Suatu jawaban yang memancarkan keimanan, ketakwaan, tawadu’ dan tawakal kepada Allah, bukan untuk menonjolkan kepahlawanan, keberanian tetapi menggantungkan semua itu hanya kepada Allah, “Akan engkau dapati aku insya Allah termasuk orang-orang yang sabar.”

Pensyari’atan ibadah kurban adalah suatu sunah yang telah amat lama. Ibadah ini pertama kali 
dilakukan oleh putra nabi Adam as, yaitu Habil dan Qabil. 

Tatkala nabi Adam hendak mengawinkan Qabil dengan saudara kembarnya Habil dan demikian juga dengan Habil akan di kawinkan dengan saudara kembarnya Qabil, hal itu ditolak oleh Qabil yang ingin menikah dengan saudara kembarnya sendiri. 

Hal ini karena saudara kembarnya memiliki paras yang lebih cantik. Untuk menengahi perselisihan tersebut, Allah memerintahkan keduanya untuk melaksanakan ibadah kurban guna menentukan siapa yang lebih berhak me ngawini saudara perempuan kembaran Qabil tersebut. 

Allah menerima ibadah kurban yang dilaksanakan oleh Qabil karena ia melaksanakannya dengan 
keikhlasan. Kisah ini diceritakan dalam Q.s. al-Maidah : 27, sebagai berikut:

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَاَ ابْنَيْ اٰدَمَ بِالْحَقِّۘ اِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ اَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْاٰخَرِۗ قَالَ لَاَقْتُلَنَّكَ ۗ قَالَ اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّٰهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ

Dan ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka (kurban) salah seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan dari yang lain (Qabil) tidak diterima. Dia (Qabil) berkata, “Sungguh, aku pasti membunuhmu!” Dia (Habil) berkata, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa.”

Qabil dan Habil adalah dua putra Nabi Adam dan Siti Hawa. Qabil lahir kembar dengan Iqlima, sementara Habil lahir kembar dengan Labuda. 

Sesuai perintah Allah, maka anak-anak Nabi Adam harus menikah dengan saudara yang bukan pasangan kembarnya (persilangan), Qabil dengan Lubuda dan Habil dengan Iqlima.

Pada saat mereka sudah tumbuh dewasa, maka muncullah nafsu antara laki-laki dan perempuan. Demi memelihara nafsu putra-putranya dan meneruskan keturunan, Nabi Adam dan Siti Hawa pun berencana menikahkan Qabil dengan Labuda dan Habil dengan Iqlima.

Namun Qabil menolak rencana dari kedua orangtuanya yang akan menikahkannya dengan Lubuda. Qabil tidak ingin menikahi Labuda karena menurutnya Labuda tak secantik Iqlima. Sebaliknya, Qabil ingin menikah dengan Iqlima yang merupakan saudara kembarnya sendiri.

Untuk menengahi perselisihan yang terjadi antara Qabil dan Habil, Nabi Adam pun menanyakan solusi kepada Allah. Kemudian Allah memerintahkan agar Qabil dan Habil mempersembahkan kurban. 

Nabi Adam pun meminta kedua putranya untuk menyiapkan kurban kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Kurban siapa yang diterima Allah, maka dialah yang berhak menentukan dengan siapa akan menikah.

Keduanya pun menyanggupi hal tersebut dan menyiapkan kurban dari hasil pertanian dan peternakannya masing-masing. 

Habil yang hidup sebagai penggembala, mempersiapkan kurban dengan membawa kambing-kambing kibas terbaik miliknya ke atas bukit. 

Sementara Qabil yang hidup di bidang pertanian membawa hasil pertaniannya yang paling jelek untuk digunakan sebagai kurban

Mereka pun menunggu kurban siapa kiranya yang akan diterima oleh Allah. Beberapa saat kemudian, sebuah api muncul di atas bukit dan melahap kurban kambing yang dipersembahkan oleh Habil. Sementara kurban dari Qabil masih utuh di atas bukit, artinya kurbannya tidak diterima oleh Allah.

Karena dipenuhi amarah melihat kenyataan tersebut, Qabil pun ingin membunuh Habil. Habil pun mengatakan dirinya tidak akan membalas apabila Qabil berencana membunuhnya.

لَىِٕنْۢ بَسَطْتَّ اِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِيْ مَآ اَنَا۠ بِبَاسِطٍ يَّدِيَ اِلَيْكَ لِاَقْتُلَكَۚ اِنِّيْٓ اَخَافُ اللّٰهَ رَبَّ الْعٰلَمِيْنَ

"Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam". (Al Maidah: 28).

اِنِّيْٓ اُرِيْدُ اَنْ تَبُوْۤاَ بِاِثْمِيْ وَاِثْمِكَ فَتَكُوْنَ مِنْ اَصْحٰبِ النَّارِۚ وَذٰلِكَ جَزَاۤؤُا الظّٰلِمِيْنَۚ

"Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim". (Al Maidah: 29).

Selanjutnya Alquran juga menceritakan tentang pensyari’atan ibadah kurban terhadap nabi Ibrahim as sebagaimana yang telah diulas sebelumnya. Hal ini bukan berarti ibadah kurban tersebut tidak disyari’atkan kepada para nabi lainnya. 

Dinyatakan juga bahwa nabi Nuh as setelah terjadi peristiwa topan membuat tempat kurban; yang nantinya sebagai tempat kurban itu dibakar.

Berikut kita lihat sekilas tentang pengorbanan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa terdahulu. Bangsa Yunani membagi-bagikan daging kurban kepada mereka yang hadir untuk dijadikan berkat dan menyisihkan sebahagiannya untuk keluarga mereka. 

Para ahli nujum menuangkan madu dan air dingin ketika menyuguhkan daging kurban tadi yang diikuti oleh hadirin dengan memercikkan air mawar dalam lingkungan majelis itu.

Kurban yang dilakukan oleh bangsa-bangsa terdahulu tidak hanya berbentuk hewan, tetapi juga berbentuk pengorbanan manusia seperti kebiasaan bangsa Funicia, Syuria, Parsi, Romawi dan Mesir kuno. Tradisi ini terus berlanjut di masa Romawi hingga dikeluarkannya larangan pada tahun 587 masehi. 

Demikianlah pelaksanaan kurban berbagai bangsa menurut kepercayaan dan keyakinan masing-masing

0 Response to " Kurban Pertama dalam Sejarah Manusia Dilakukan oleh Qabil dan Habil Putra Nabi Adam"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak