Uang Digital (E-money) Pembayaran Non Tunai

Uang adalah sebagai alat pembayaran yang disepakati dan memiliki nilai. Nilai ini dapat ditunjukkan melalui beberapa bentuk, seperti nominal yang tertera ataupun bahan dan ukuran uang tersebut dibuat.

Uang tidak hanya berbentuk fisik yang dibuat dari kertas dan logam mulia, namun kini tersedia pula dalam bentuk digital (E-money) yang dapat digunakan diberbagai gerai, outlet maupun penarikan langsung menjadi uang tunai melalui rekening di bank.

Dengan adanya uang digital, perlahan penggunaan uang cetak atau yang disebut uang kartal perlahan mulaih tergeser.

Setiap Negara secara resmi memiliki mata uangnya masing-masing, seperti Rupiah Indonesia (IR), Dollar Amerika (USD), dan Renminbi Cina (CNY).

Pada beberapa tahun belakang, penggunaan uang kartal mulai mengalami penurunan seiring makin populernya menu pembayaran menggunakan uang elektronik yang mengikuti kebutuhan teknologi, telekomunikasi dan transportasi yang semakin cepat.

Seperti pemesanan makanan dan transportasi melalui fitur dalam aplikasi. Selain untuk melakukan pembayaran, uang elektronik dapat juga ditransfer ke sesama pengguna dengan leluasa seperti uang yang berbentuk fisik.

Bahkan uang digital lebih mudah untuk digunakan ketimbang uang kartal, sebab uang digital tidak memerlukan bentuk fisik yang dapat mengalami kerusakan.

Di kemudian hari, tentu saja uang elektonik memiliki kesempatan untuk mengambil alih sebagian besar transaksi pembayaran pengguna ke penjual, sesama pengguna, bahkan pengguna ke bank.

Uang elektronik perlahan berhasil menggantikan sebagian transaksi yang kerap dilakukan menggunakan uang kartal, seperti pemesanan makanan, belanja, hingga transportasi. 

Hal ini disebabkan oleh kemampuan uang elektronik dalam memenuhi tuntutan pengguna dalam mengisi celah kelemahan dari uang kartal, seperti resiko keamanan dan keaslian uang.

Keamanan transaksi pembayaran menggunakan uang kertas juga semakin cacat setiap waktunya dan menyebabkan kesangsian, ‘apakah uang kartal benar-benar aman?’.

Sebab maraknya kriminalisasi khususnya pencurian, pemalakan, pungli, hingga perampokan selalu menyasar pada pengguna uang kartal yang diketahui oleh pihak lain sedang mengantongi uang dalam jumlah yang tidak sedikit. 

Hal ini meningkatkan kemungkinan tindak kejahatan yang dapat terjadi, dan tindak kejahatan akan segera terjadi ketika muncul kesempatan. 

Sedangkan dalam menggunakan uang elektronik, pengguna sama sekali tidak memerlukan uang dalam bentuk fisik sehingga tidak memicu tindak kejahatan seperti yang terjadi pada pengguna uang kartal.

Adapun jika uang elektronik yang tersimpan dalam gawai diketahui orang dan menimbulkan kejahatan, seperti merampas gawai pengguna dengan maksud merampas uang yang tersimpan dalam gawai. 

Maka orang tersebut tidak akan bisa menggunakan uang yang ada, sebab setiap penggunaan uang elektronik memerlukan kunci, password ataupun verifikasi sidik jari yang dimiliki oleh pemilik asli gawai tersebut.

Saat itu pula, pemilik uang elektronik yang tersimpan dalam gawai tersebut dapat memindahkan uangnya dalam gawai yang lain dengan mengikuti instruksi provider aplikasi dompet digital yang dipakainya. Dengan begitu, uang yang terbawa saat gawai tersebut dicuri dapat kembali.

Pengaruh teknologi yang semakin maju membuat transaksi secara elektronik dapat dilakukan secara cepat dan aman karena efektifitas dan efisiensi uang elektronik dapat terpenuhi.

Penggunaan uang elektronik yang semakin merebak tak hanya di iringi oleh majunya teknologi dan telekomunikasi, namun juga kelebihan-kelebihan yang ditawarkan dari menggunakan uang elektronik dengan metodepembayarannya.

Beberapa aspek kelebihan yang dimiliki uang elektronik dibandingkan uang kartal yaitu aspek efisiensi, efektivitas, dan validitas. 

Ketiga aspek ini berpengaruh penting pada rasa kepercayaan pengguna yang dapat terus meningkatkan jumlah transaksi menggunakan uang elektronik.

Dengan begitu, semakin banyak orang yang percaya pada uang elektronik untuk melakukan transaksi, maka akan semakin banyak pula pengguna baru yang berasal dari pemakai uang kartal berpindah ke transaksi menggunakan uang elektronik sebab tergoda oleh kinerja dan pembuktian orang- orang yang sudah terlebih dahulu menggunakan uang elektronik sebagai alat pembayaran.

Tak kalah penting dari aspek teknologi, aspek pola hidup dan pola pikir pelaku ekonomi juga dengan kuat mempengaruhi keputusan untuk beralih ke uang elektronik atau tetap bertahan menggunakan uang kartal. Pola hidup orang-orang sangatlah bervariasi, namun dilihat dari daerah tempatnya tinggal dapat dibagi menjadi dua; daerah maju dan daerah kurang maju.

Pada daerah yang maju dapat ditemukan orang-orang menggunakan uang elektronik sebagai hal yang biasa karena didukung fasilitas berupa outlet maupun toko yang telah menyediakan menu pembayaran menggunakan uang digital.

Pada daerah yang maju, pola pikir yang dimiliki pelaku ekonomi cukup kompleks dan mencari jalan termudah ataupun usaha sesedikit mungkin untuk mencapai hasil yang diinginkan. 

Berkebalikan dengan pelaku ekonomi yang menempati daerah kurang maju, penggunaan uang elektronik dan dompet digital masihlah sangat minim karena fasilitas yang belum menjamah daerah tersebut.

Belum banyak tersedia gerai maupun toko yang menyediakan menu pembayaran menggunakan uang elektronik, kebanyakan tempat niaga masih menggunakan sistem pembayaran konvensional menggunakan uang kartal. Pola pikir pelaku ekonomi di daerah kurang maju cukup sederhana dan jelas.

Oleh karena hal tersebut, penerapan sistem pembayaran menggunakan uang elektronik masihlah terbatas untuk daerah yang maju serta memerlukan pengkajian lebih dalam mengenai ‘apakah pelaku ekonomi di daerah terkait memiliki urgensi untuk menggunakan uang elektronik?’.

Penerapan pembayaran menggunakan uang elektronik di daerah kurang maju dapat diartiken sebagai usaha untuk memberi alternatif pembayaran secara non-tunai, dengan begitu perlu dilakukan sosialisasi dan pengadaan fasilitas yang menunjang aktifitas pembayaran non-tunai agar alternatif yang diusung dapat terlaksana.

Dengan adanya alternatif yang muncul untuk merubah perilaku penggunaan uang kartal menjadi uang elektronik yang memudahkan pelaku ekonomi dalam bertransaksi dengan efisiensi tinggi tanpa harus mengeluarkan banyak tenaga sebab transaksi dapat dilakukan dari mana saja, bahkan dari rumah dan kapan saja, bahkan ketika sedang dalam perjalanan jauh.

Efektivitas uang elektronik pun dapat dengan mudah ditunjukkan dengan meningkatnya minat pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi berbasis uang elektronik, hal ini dipengaruhi oleh ketepatan nominal pembayaran yang menjadi lebih ringkas dan sederhana. 

Sehingga tidak memerlukan persiapan untuk bertransaksi seperti kasir yang perlu menyiapkan uang kembalian dan kini kasir tak perlu menyusun lembaran uang berdasarkan nominalnya.

Sedangkan validitas uang elektronik dapat dibuktikan dengan adanya provider aplikasi yang telah di-akui oleh pemerintah melalui Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (L-OJK), dimana peran provider tersebut yaitu menampung uang elektronik tersebut dan membayarkan keperluan pengguna sesuai permintaan penggunanya.

Terdapat banyak sekali provider sekaligus developer aplikasi bertema dompet digital yang menyimpan uang elektronik para penggunanya. 

Seluruh dari aplikasi tersebut dibawah pengawasan langsung Kementrian Informasi melalui Direktorat Tata Kelola Aplikasi Informatika yang diharuskan menyelidiki jika ada kecurangan ataupun hal yang tidak sesuai dengan peraturan pemerintah.

Kementrian melalui hal ini juga mmapu mengawasi perilaku dan performa aplikasi tersebut guna memastikan keamanan data pengguna dan kenyamanan pengguna.

Jenis-jenis alat pembayaran non tunai:

  1. Uang elektronik (e-money)
  2. Kartu prabayar (prepaid)
  3. Kartu ATM/Debit
  4. Kartu kredit
  5. Nota Kredit
  6. Nota Debet
  7. Bilyet Giro
  8. Cek

Dimulai sejak pertama kali bangsa Lydia pada masa 6 Sebelum Masehi membuat alat pembayaran berupa logam campuran emas dan perak.

Kemudian beralih ke alat pembayaran berupa uang kertas yang dimulai oleh bangsa Cina pada 6-9 Masehi, hingga kini alat pembayaran non-tunai yang makin marak dipakai. 

Pada akhirnya, perubahan alat pembayaran dan kebutuhan pelaku ekonomi tak terelakkan dan terus berkembang.

Proses pembayaran menggunakan tunai biasanya akan memakan waktu lebih banyak dibandingkan metode alat pembayaran non tunai. 

Pelanggan harus mencari-cari sejumlah uang tunai, kasir akan melakukan input, lalu mencarikan uang kembalian juga.

Sementara itu, contohnya dengan pembayaran menggunakan dompet digital pada ponsel pelanggan, pelanggan tinggal memindai atau melakukan scan barcode makanan yang kemudian akan langsung terinput dan terpotong sesuai dengan sejumlah transaksi tersebut. Kasir pun tidak perlu membuka kas untuk mencarikan uang kembalian, dan sebagainya.

Secara umum, pembayaran tanpa tunai ini berarti, lebih sedikit penghitungan dan perubahan serta lebih banyak produktivitas. Mungkin memang pergerakan menuju budaya tanpa tunai ini merupakan langkah alami untuk mencapai efisiensi waktu, proses, serta produktivitas.

0 Response to "Uang Digital (E-money) Pembayaran Non Tunai"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak