SAHABAT-SAHABAT NABI YANG HIJRAH KE HABASYAH

Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji hanya milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wassallam, keluarga, dan para sahabatnya, serta pengikutnya yang selalu setia dan Istiqomah.

Berikut ini adalah nama-nama sahabat Rasulullah yang hijrah ke Habasyah. 

Nama-nama mereka ini diambil dari kitab Jawami’ As Sirah An Nabawiyyah karya Ibnu Hazm Ali bin Ahmad Al Andalusi. 

Mereka adalah:

1. Utsman bin ‘Affan
2. Ruqayyah bintu Rasulullah
3. Abu Hudzaifah bin Utbah bin Rabi’ah
4. Sahlah bintu Suhail bin ‘Amr (istri Abu Hudzaifah)
5. Az Zubair bin Al Awwam
6. Mush’ab bin Umair
7. Abdurrahman bin ‘Auf
8. Abu Salamah Abdullah bin Abdil Asad
9. Ummu Salamah Hindun bintu Abi Umayyah (istri Abu Salamah)
10. Ustman bin Mash’un
11. Amir bin Rabi’ah
12. Laila bintu Abi Hatsmah, istri Amir
13. Abu Sabrah bin Abi Ruhm
14. Ummu Kultsum bintu Suhail bin ‘Amr (istri Abu Sabrah)
15. Suhail bin Baidha’

Setelah mereka, berhijrahlah puluhan orang ke negeri Habasyah yang terdiri dari:

1. Ja’far bin Abi Thalib
2. Asma’ bintu Umais (istri Ja’far)
3. ‘Amr bin Sa’id bin Al Ash
4. Fathimah bintu Shafwan bin Umayyah (istri ‘Amr)
5. Khalid bin Sa’id bin Al Ash
6. Aminah bintu Khalaf (istri Khalid)
7. Abdullah bin Jahsyin
8. Ubaidullah bin Jahsyin
9. Ummu Habibah bintu Abi Sufyan
10. Qais bin Abdillah
11. Barakah bintu Yasar (istri Qais)
12. Mu’aiqib bin Abi Fathimah
13. Utbah bin Ghazwan
14. Al Aswad bin Naufal
15. Yazid bin Zam’ah
16. Amr bin Umayyah
17. Thulaib bin Umair
18. Suwaibith bin Sa’ad
19. Jahm (ada yang mengatakan: Juhaim) bin Qais
20. Ummu Harmalah bintu Abdil Aswad (istri Jahm)
21. ‘Amr bin Jahm
22. Khuzaimah bin Jahm
23. Abur Rum bin Umair
24. Faras bin An Nadhr
25. Amir bin Abi Waqqash (saudara laki-laki Sa’ad bin Abi Waqqash)
26. Al Muththalib bin Azhar
27. Ramlah bintu Abi ‘Auf (istri Al Muththalib)
28. Abdullah bin Mas’ud
29. ‘Utbah bin Mas’ud
30. Al Miqdad bin Al Aswad
31. Al Harits bin Khalid
32. Raithah bintu Al Harits (istri Al Harits)
33. ‘Amr bin Utsman (paman Thalhah bin Ubaidillah)
34. Syammas bin Utsman
35. Hibar bin Sufyan
36. Abdullah bin Sufyan
37. Hisyam bin Abi Hudzaifah
38. ‘Ayyasy bin Abi Rabi’ah
39. Mu’tab bin ‘Auf atau Mu’tab bin Al Hamra’
40. As Sa-ib bin Utsman bin Mazh’un
41. Hathib bin Al Harits
42. Hithab bin Al Harits
43. Bintu Al Mujallal bin Abdillah (istri Hathib)
44. Fukaihah bintu Yasar (istri Hithab)
45. Muhammad bin Hathib
46. Al Harits bin Hathib
47. Sufyan bin Ma’mar
48. Jabir bin Sufyan
49. Junadah bin Sufyan
50. Hasanah (istri Sufyan)
51. Syarahbil bin Hasanah
52. Utsman bin Rabi’ah
53. Khunais bin Hudzaifah
54. Qais bin Hudzafah
55. Abdullah bin Hudzafah
56. Sa’id bin ‘Amr
57. Hisyam bin Al ‘Ash (saudara laki-laki ‘Amr bin Al Ash)
58. Umair bin Ri-ab
59. Abu Qais bin Al Harits
60. Al Harits bin Al Harits
61. Ma’mar bin Al Harits
62. Bisyr bin Al Harits
63. Mahmiyyah bin Juz-i Az Zubaidi
64. Ma’mar bin Abdillah
65. ‘Adi bin Nadhlah
66. An Nu’man bin ‘Adi
67. Malik bin Zam’ah
68. ‘Amrah bintu As Sa’di (istri Malik)
69. Abdullah bin Makhramah
70. Sa’ad bin Khaulah
71. Abdullah bin Suhail
72. Sulaith bin ‘Amr
73. As Sakran bin Amir
74. Saudah bintu Zam’ah (istri As Sakran)
75. Abu Ubaidah bin Al Jarrah
76. ‘Iyadh bin Ghanm
77. ‘Amr bin Al Harits
78. Utsman bin ‘Abdi Ghanm
79. Sa’ad bin Abdil Qais

Boikot terhadap Kerabat-Kerabat Rasulullah

Setelah sebagian kaum muslimin menetap di Habasyah, masuk ke dalam Islam paman Rasulullah, Hamzah bin Abdil Muththalib radhiyallahu ‘anhu. Peristiwa ini terjadi pada tahun keenam dari tahun kenabian.

Keislaman Hamzah itu diikuti oleh banyak orang. Orang-orang yang memeluk Islam makin bertambah sejak tahun keenam itu. 

Salah satu diantara mereka adalah Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu  yang masuk Islam di akhir tahun keenam dari tahun kenabian. Waktu itu, beliaubaru berusia 27 tahun. 

Bersama Hamzah, Umar merupakan bentuk pertolongan Allah subhanahu wa ta’ala kepada Islam di hari-hari penuh cobaan yang menimpa para sahabat Rasulullah. 

“Kami,” kata Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu “terus menjadi mulia sejak Umar masuk Islam.” 

Dalam riwayat lain, Ibnu Mas’ud mengatakan, “Masuk Islamnya Umar adalah kemuliaan, hijrahnya adalah kemenangan, dan kepemimpinannya adalah rahmat. 

Demi Allah, kami tidak sanggup mengerjakan shalat di sekeliling Ka’bah secara terang-terangan hingga Umar masuk Islam.

”Setelah masuk Islamnya Hamzah dan Umar, kaum muslimin itu ternyata kembali diuji Allah subhanahu wa ta’ala dengan ujian yang berat.

Pada tahun ketujuh dari tahun kenabian, pemuka-pemuka Quraisy menawarkan kepada Rasulullah harta dan uang yang sangat banyak agar beliau menghentikan dakwah. Rasulullah tentu saja menolaknya. 

Beliau lebih memilih terus berdakwah mengajak orang untuk bertauhid dan menjauhi kesyirikan. Penolakan tersebut membuat mereka sepakat untuk meminta kepada Bani Hasyim dan Bani Muththalib agar menyerahkan Rasulullah kepada mereka. 

Mereka ingin membungkam Rasulullah dengan kekerasan. Akantetapi, Bani Hasyim dan Bani Muththalib yang tidak lain dari kerabat-kerabat Rasulullah menolak permintaan itu.

Akibat penolakan seperti itu, kaum musyrikin Quraisy berkumpul dan bersepakat untuk membuat sebuah perjanjian bersama. 

Perjanjian itu berisi kesepatakan untuk memboikot Bani Hasyim dan Bani Muththalib yang akan terus berlaku selama tidak mau menyerahkan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. 

Isi pemboikotan itu ditulis di lembaran yang ditempel di dinding Ka’bah. 

Poin-poin pemboikotan terdiri dari kesepakatan-kesepatakan untuk:

1. Tidak berjual-beli dengan Bani Hasyim dan Bani Muththalib

2. Tidak menikahi seorang pun dari Bani Hasyim dan Bani Muththalib

3. Tidak berbicara dengan Bani Hasyim dan Bani Muththalib

4. Tidak duduk-duduk dengan Bani Hasyim dan Bani Muththalib 

Yang menuliskan poin-poin di atas adalah Manshur bin Ikrimah bin Amir. Rasulullah melaknat laki-laki itu, sehingga Allah takdirkan tangannya menjadi lumpuh.

Mendapati usaha seperti itu, tidak membuat Bani Hasyim dan Bani Muththalib gentar. Mereka, baik yang musyriknya ataupun yang mukminnya, bersatu dan bersepakat untuk melindungi dan menjaga keselamatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Satu-satunya anggota Bani Hasyim yang tidak ikut bergabung bersama mereka adalah Abu Lahab. Ia memisahkan diri dari kerabat-kerabatnya dan balik mendukung penuh usaha pemboikotan tersebut. 

Semoga Allah subhanahu wa ta’ala melaknatnya. Pemboikotan itu berlangsung selama tiga tahun. Dimulai sejak tahun ketujuh dari tahun kenabian dan baru berakhir di tahun kesepuluh.

Selama pemboikotan itu berlangsung, Bani Hasyim dan Bani Muththalibmenyingkir ke lembah milik Abu Thalib. Mereka bahu-membahumenguatkan satu sama lain. 

Pada awalnya, keadaan masih bisa diatasi. Akan tetapi, semakin bertambah tahun, keadaan Bani Hasyim dan Bani Muththalib semakin bertambah buruk. Pasokan makanan mereka makin berkurang, karena keterbatasan akses ekonomi. 

Puncaknya adalah ketika sebagian mereka terpaksa memakan dedaunan karena kelangkaan bahan makanan. Mereka juga diboikot dari semua pasar yang ada di Mekkah. 

Tidakada barang dagangan yang masuk ke Mekkah, kecuali segera dibeli olehorang-orang yang memboikot mereka. 

Lalu, orang-orang yang memboikot itu juga mencegah agar tidak ada sedikit pun makanan dan dagangan yang lolos ke Bani Hasyim dan Bani Al Muththalib,

Sampai-sampai terdengar suara tangis kelaparan perempuan-perempuan Bani Hasyim dan Bani Al Muththalib dari lembah itu.

Para sahabat Rasulullah yang tinggal di luar lembah itu mendapatkan gangguan dan cobaan yang hebat dan bahkan lebih berat daripada yang sudah-sudah. 

Mereka dihalangi untuk memberikan bantuan kepada Bani Hasyim dan Bani Al Muththalib. Abu Thalib yang menjadi pemimpin mereka sampai menggubah syairuntuk melukiskan keadaan miris itu. 

Di antara bait-baitnya, ada yang berisi doa, “Semoga Allah memberikan balasan atas keburukan AbduSyams dan Naufal terhadap kita.”

Setelah tiga tahun pemboikotan berlangsung, Allah ta’ala menurunkan pertolonganNya kepada Rasulullah dan orang-orang yang melindungi beliau. 

Allah ta’ala takdirkan kesepakatan pemboikotan itu dibatalkan sendiri oleh sebagian kaum musyrikin. 

Mereka yang sudah berniat membatalkannya adalah Hisyam bin Amr dari Bani Lu-ay, Zuhairbin Abi Umayyah Al Makhzumi, Abul Bukhturi bin Hisyam, Zam’ah bin Al Aswad bin Abdil Muththalib, dan Muth’im bin Adi.

Di saat bersamaan dengan rencana pembatalan itu, Allah juga utus rayap-rayap untuk menggerogoti lembaran kesepakatan tersebut, sehingga tidak tersisa satu pun dari lembaran itu kecuali hanya tulisan nama Allah.

Allah ta’ala kabarkan kejadian ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk disampaikan kepada kerabat-kerabat beliau dan ini termasuk dari mukjizat Rasulullah.

Habisnya lembaran kesepakatan itu dan keinginan sebagian kaum musyrikin untuk mengakhirinya meskipun Abu Jahal Amr bin Hisyamtetap bersikukuh ingin terus mengadakan pemboikotan menjadi sebab berakhirnya pemboikotan. 

Bani Hasyim dan Bani Al Muththalib pun dapat keluar dari lembah Abu Thalib ke tempat-tempat mereka di kota Mekkah dan hidup bermasyarakat seperti semula.

Wafatnya Abu Thalib dan Khadijah bintu Khuwailid

Enam bulan setelah berakhirnya pemboikotan, Abu Thalib meninggal dunia. Kejadian ini menjadi cobaan berikutnya bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. 

Meskipun enggan masuk Islam, Abu Thalib memiliki peran besar dalam menjaga dan melindungi Rasulullah dari gangguan orang-orang musyrik. 

Bahkan, Abu Thalib-lah yang menjadi salah satu alasan kuat orang-orang musyrik tidak melukai dan membunuh Rasulullah. Mereka segan dengan kedudukan Abu Thalib di tengah-tengah Quraisy. 

Mereka menghormati Abu Thalib, sehingga Rasulullah dapat leluasa mendakwahkan risalah dari Rabbnya kepada orang-orang yang ada di Mekkah.

Belum selesai duka atas wafatnya Abu Thalib, Rasulullah diuji kembali dengan wafatnya istri beliau, Khadijah. 

Khadijah meninggal dunia selang beberapa hari dari wafatnya Abu Thalib, di tahun kesepuluh dari tahun kenabian.

Sebagaimana Abu Thalib, Khadijah memiliki peran yang tidak sedikit dalam membantu dakwah Rasulullah. 

Bedanya, jika Abu Thalib tetap bersikukuh di atas agama kesyirikan, Khadijah Allah ta’ala takdirkan menjadi orang pertama yang beriman terhadap risalah yang dibawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari yang semula hanya berperan sebagai istri, Khadijah tampil sebagai penyokong penuh dakwah suaminya. 

Khadijah mendukung suaminya berdakwah dengan bantuan moril dan materil. Bahkan, tidak terhitung harta-benda yang beliau korbankan di jalan Allah untuk membantu dakwah suaminya. 

Karena itu, pantaslah, jika sepeninggalnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda tentang Khadijah, Allah belum pernah menggantikan yang lebih baik dari Khadijah. 

Dirinya mengimani ku ketika manusia mengingkari ku. Ia membenarkanku ketika orang lain mendustakan ku. 

Ia mengorbankan seluruh hartanya ketika orang lain menahan hartanya dariku. Dan melaluinyalah Allah menganugerahiku anak ketika hal itu tidak diberikan kepada istri-istriku yang lain.”(HR. Ahmad, hadits shahih)

Ditinggal wafat oleh dua orang tercinta itu, meninggalkan kesedihan mendalam di hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. 

Sebagian kaummuslimin menyebut tahun kesepuluh dari tahun kenabian ini sebagai‘amulhuzni, tahun kesedihan. 

Meski demikian, tidak lama dari kejadian itu, Allah subhanahu wa ta’ala menakdirkan terjadi peristiwa Isra’ Mi’raj pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. 

Isra’ adalah peristiwa diperjalankannya Rasulullah pada malam haridari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsha di Palestina denganditemani Jibril‘alaihis salam. 

Malaikat Jibril menemui Rasulullah di Mekkah. Sebelum berangkat, dada Rasulullah dibelah dan jantung beliau disucikan kembali oleh Jibril seperti yang pernah terjadi pada usia 4 tahun.

Setelah itu, Rasulullah pergi menuju Masjidil Aqsha dengan mengendarai Buraq. Hewan ini memiliki tubuh lebih besar dari keledai dan lebih kecil dari kuda. 

Satu langkah kaki Buraq bisa mencapai jarak sejauh mata memandang, sehingga jarak tempuh Mekkah Palestina yang biasa dicapai sekian pekan itu dapat disingkat hanya dalam hitungan jam.

Dari Masjidil Aqsha, Rasulullah melakukan Mi’raj. Mi’raj adalahperistiwa naiknya Rasulullah dari Masjidil Aqsha ke Sidratul Muntaha. 

Dinamakan dengan Sidratul Muntaha, karena ilmu para malaikat berakhir di sana dan tidak ada yang bisa mencapainya seorang pun kecuali Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika peristiwa Mi’raj ini.

Dengan ditemani Jibril ‘alaihis salam, Rasulullah naik ke SidratulMuntaha melalui tujuh lapis langit. Di setiap lapis langit, beliau shallallahu‘alaihi wa sallam bertemu dengan beberapa orang nabi. 

Di langit pertama, beliau bertemu dengan Nabi Adam ‘alaihis salam. Di langit kedua, Nabi Isa dan Nabi Yahya ‘alaihimas salam. Di langit ketiga, Nabi Yusuf ‘alaihissalam. Di langit keempat, Nabi Idris ‘alaihis salam. 

Di langit kelima, Nabi Harun ‘alaihis salam. Di langit keenam, Nabi Musa ‘alaihis salam. Di langit ketujuh, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam.

Ketika di langit ketujuh, Rasulullah menjumpai Nabi Ibrahim sedang bersandar ke Baitul Ma’mur. Ini adalah tempat yang setiap hari dimasuki oleh 70.000 malaikat untuk beribadah kepada Allah dan mereka tidak pernah keluar darinya.

Dari langit ketujuh, Rasulullah kembali naik menuju SidratulMuntaha. Di tempat itulah, beliau menerima perintah shalat lima waktu yang wajib dikerjakan seorang muslim dalam sehari-semalam, tiga ayat terakhir Surat Al Baqarah, dan Surat Al Fatihah.

Selama Mi’raj, Rasulullah mendapati banyak hal. Di antaranya,beliau melihat wujud asli Jibril ‘alaihis salam. 

Beliau juga diperlihatkan keadaan Surga dan Neraka. Yang terpenting dari itu semua, dalam perjalan Mi’raj ini, Rasulullah diajak bicara langsung oleh Allah subhanahu wata’ala dari balik hijab (penghalang) dan hijab  Allah ini adalah cahaya, sehingga Rasulullah tidak melihat wajah Allah secara langsung.

Peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi dalam satu malam. Keesokan harinya, Rasulullah didatangi Jibril kembali. Kali ini, Jibril datang menemui beliauuntuk menjelaskan tentang waktu-waktu shalat lima waktu. 

Sementara itu,orang-orang Quraisy mendustakan apa yang baru saja dialami olehRasulullah. Mereka tidak percaya dan semakin bertambah pendustaanmereka terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Rasulullah Pergi ke Tha-if

Setelah Abu Thalib meninggal dunia, Rasulullah tidak memiliki orang yangdapat menjaga dan melindungi beliau dan kaum musyrikin Quraisy menyadari keadaan Rasulullah itu. 

Mereka pun semakin bersemangat untuk mengganggu Rasulullah. Sekarang, mereka lebih berani dari sebelumnya untuk menggunakan kekerasan.

Melihat keadaan seperti itu, Rasulullah berusaha mencari pihak yang dapat menggantikan peran Abu Thalib terhadap dakwah. 

Beliau kemudian mencoba menawarkan peran seperti itu kepada orang-orang Tsaqif yang ada di Tha-if. Beliau pun pergi ke Tsaqif, mendakwahi mereka kepada Allah, mengajak mereka untuk menjaga dan membela beliau sampai risalah dari Rabb beliau sempurna disampaikan. 

Ternyata, tidak ada seorang pun yang lebih buruk penolakannya dan lebih keras gangguannya dari orang-orang Tsaqif. 

Sampai-sampai, mereka giring anak-anak mereka untuk melempari beliau dengan batu-batu, sehingga kedua tumit beliau yang mulia punberdarah. Rasulullah diusir oleh orang-orang Tsaqif. 

Mendapat perlakuan seperti itu, Rasulullah hanya membalas mereka dengan doa yang berisi kebaikan untuk mereka. 

Beliau meminta kepada Allah agar memunculkan dari tengah-tengah orang-orang Tsaqif generasi yang beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukanNya dengan apapun juga.

Dalam perjalanan pulang menuju Mekkah, Rasulullah sempatsinggah di Nakhlah. Di sana, sekelompok jin menyimak bacaan Al Qur-an Rasulullah. 

Di antara yang mereka dengar waktu itu adalah lantunan ayat-ayatdari Surat Ar Rahman. Ketika bacaan Rasulullah sampai pada 

“Karena itu, nikmat mana lagi yang akan kalian berdua (bangsa jin dan manusia) dustakan?”(QS. Ar Rahman: 13), mereka menjawab, 

“Tidak ada satu pun dari nikmat-nikmatMu yang akan kami dustakan, wahai Rabb kami, dan untukMu-lah segala pujian” yang ini akan menjadi sebabmasuknya sekelompok jin tersebut ke dalam Islam. 

“Dan ingatlah, ketika Kami hadapkan kepadamu (wahai Muhammad)sekelompok jin yang mendengarkan Al Qur-an…”(QS. Al Ahqaf: 29) dan juga surat,

Tentang ini, Allah ta’ala menurunkan, “Katakan (wahai Muhammad), ‘Telah diwahyukan kepadaku bahwasekelompok jin telah menyimak (bacaan Al Qur-an)’…”(QS. Al Jin: 1)

Setelah peristiwa itu, Rasulullah melanjutkan kembali perjalananbeliau ke Mekkah. Beliau baru dapat masuk ke kota Mekkah setelah mendapat jaminan keamanan dari Muth’im bin Adi yang waktu itu masih dalam keadaan musyrik.

0 Response to " SAHABAT-SAHABAT NABI YANG HIJRAH KE HABASYAH"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak