Saham Defensif
Selain TLKM (Telkom Indonesia) yang sudah dibahas sebagai saham defensif di sektor telekomunikasi, berikut adalah beberapa saham defensif lainnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang layak dipertimbangkan berdasarkan karakteristik sektor dan kinerja hingga 26 Maret 2025.
Analisis ini mencakup sektor barang konsumsi, kesehatan, dan utilitas, yang biasanya termasuk dalam kategori defensif.
Saham Defensif Lainnya di BEI
1. UNVR (Unilever Indonesia)
- Sektor: Barang Konsumsi (FMCG - Fast-Moving Consumer Goods)
- Mengapa Defensif?:
- Menyediakan produk kebutuhan sehari-hari seperti sabun, sampo, dan makanan kemasan (misalnya, Rinso, Lifebuoy, Royco) yang permintaannya stabil.
- Pangsa pasar dominan di Indonesia untuk produk konsumen.
- Kinerja Historis:
- Pendapatan 2023: Rp40-43 triliun, dengan laba bersih Rp5-6 triliun.
- 2024 (estimasi): Pertumbuhan pendapatan 3-5% YoY, didukung oleh basis konsumen loyal.
- Dividen:
- Yield: Sekitar 3-4% (asumsi harga saham Rp3.500-4.000 di Maret 2025).
- Payout ratio: ~80%, tinggi tapi konsisten karena arus kas kuat.
- Valuasi:
- P/E ratio: 20-25x (premium karena stabilitas).
- P/B ratio: 5-6x.
- Faktor Positif:
- Ketahanan terhadap inflasi atau pelemahan ekonomi karena produknya esensial.
- Brand equity kuat dan distribusi luas.
- Risiko:
- Margin laba bisa tertekan jika biaya bahan baku (minyak sawit, kimia) naik.
- Yield dividen relatif rendah dibandingkan blue-chip lain.
2. KLBF (Kalbe Farma)
- Sektor: Kesehatan/Farmasi
- Mengapa Defensif?:
- Produk obat-obatan, suplemen, dan nutrisi (misalnya, Promag, Extra Joss) selalu dibutuhkan, terutama di tengah kesadaran kesehatan yang meningkat.
- Permintaan stabil di semua kondisi ekonomi.
- Kinerja Historis:
- Pendapatan 2023: Rp30-32 triliun, laba bersih Rp3-3,5 triliun.
- 2024 (estimasi): Pertumbuhan 5-7% YoY, didorong oleh segmen nutrisi dan obat resep.
- Dividen:
- Yield: Sekitar 2,5-3,5% (asumsi harga saham Rp1.600-1.800).
- Payout ratio: 40-50%, moderat untuk mendukung ekspansi.
- Valuasi:
- P/E ratio: 20-22x.
- P/B ratio: 3-4x.
- Faktor Positif:
- Tren kesehatan pasca-pandemi meningkatkan penjualan suplemen dan obat OTC (over-the-counter).
- Diversifikasi ke nutrisi (susu, minuman kesehatan) memperkuat pendapatan.
- Risiko:
- Regulasi ketat di sektor farmasi bisa memengaruhi margin.
- Kompetisi dengan pemain lokal dan impor.
3. HMSP (Hanjaya Mandala Sampoerna)
- Sektor: Barang Konsumsi (Rokok)
- Mengapa Defensif?:
- Industri rokok memiliki basis konsumen loyal di Indonesia, dengan permintaan yang inelastic terhadap perubahan ekonomi.
- Market leader dengan merek seperti Dji Sam Soe dan Marlboro.
- Kinerja Historis:
- Pendapatan 2023: Rp110-115 triliun, laba bersih Rp8-9 triliun.
- 2024 (estimasi): Pertumbuhan laba stagnan atau sedikit turun (0-2%) akibat kenaikan cukai.
- Dividen:
- Yield: Sekitar 5-6% (asumsi harga saham Rp800-900).
- Payout ratio: 70-80%, tinggi karena fokus pada distribusi ke pemegang saham.
- Valuasi:
- P/E ratio: 10-12x (terbilang murah untuk sektor konsumsi).
- P/B ratio: 3-3,5x.
- Faktor Positif:
- Arus kas kuat mendukung dividen besar.
- Dominasi pasar rokok kretek di Indonesia.
- Risiko:
- Kenaikan cukai tahunan (misalnya, 10% di 2025) menekan volume penjualan.
- Tekanan regulasi anti-rokok dan perubahan perilaku konsumen muda.
4. PGAS (Perusahaan Gas Negara)
- Sektor: Utilitas/Energi
- Mengapa Defensif?:
- Menyediakan gas bumi untuk industri dan rumah tangga, kebutuhan dasar yang stabil.
- Infrastruktur pipa gas memberikan keunggulan kompetitif.
- Kinerja Historis:
- Pendapatan 2023: Rp55-60 triliun, laba bersih Rp4-5 triliun.
- 2024 (estimasi): Pertumbuhan moderat 3-5% YoY, tergantung harga gas global.
- Dividen:
- Yield: Sekitar 4-5% (asumsi harga saham Rp1.400-1.600).
- Payout ratio: 50-60%, seimbang untuk mendukung investasi infrastruktur.
- Valuasi:
- P/E ratio: 8-10x (murah dibandingkan sektor lain).
- P/B ratio: 1-1,5x.
- Faktor Positif:
- Dukungan pemerintah sebagai BUMN di sektor energi.
- Ketahanan terhadap siklus ekonomi karena utilitas esensial.
- Risiko:
- Fluktuasi harga gas dunia bisa memengaruhi margin.
- Ketergantungan pada kebijakan subsidi energi.
Perbandingan Saham Defensif
Saham | Sektor | Yield (Est. 2025) | P/E Ratio | Stabilitas Pendapatan | Risiko Eksternal |
---|---|---|---|---|---|
UNVR | Konsumsi | 3-4% | 20-25x | Sangat Tinggi | Rendah-Sedang |
KLBF | Kesehatan | 2,5-3,5% | 20-22x | Tinggi | Rendah |
HMSP | Konsumsi (Rokok) | 5-6% | 10-12x | Tinggi | Sedang-Tinggi |
PGAS | Utilitas | 4-5% | 8-10x | Tinggi | Sedang |
Analisis dan Rekomendasi
- UNVR:
- Cocok untuk investor yang mengutamakan stabilitas pendapatan dan ketahanan terhadap resesi.
- Yield rendah, tapi valuasi premium sebanding dengan keandalan.
- KLBF:
- Pilihan defensif dengan potensi pertumbuhan di sektor kesehatan.
- Yield moderat, tapi cocok untuk investor yang percaya pada tren kesehatan jangka panjang.
- HMSP:
- Yield tinggi dan valuasi murah, ideal untuk investor income-focused.
- Risiko regulasi cukai perlu diperhatikan, tapi permintaan tetap kuat dalam jangka pendek-menengah.
- PGAS:
- Opsi defensif di sektor utilitas dengan yield kompetitif dan valuasi murah.
- Cocok untuk diversifikasi di luar konsumsi atau kesehatan.
Strategi:
- Jika fokus pada stabilitas maksimal: Pilih UNVR atau KLBF.
- Jika mencari yield lebih tinggi: HMSP atau PGAS lebih menarik, meski dengan risiko eksternal lebih besar.
- Kombinasikan dengan TLKM untuk portofolio defensif yang seimbang (telekomunikasi + konsumsi + utilitas).
Konteks 2025:
- Dengan tekanan ekonomi seperti PPN 12% dan volatilitas pasar (misalnya, penurunan IHSG pada 18 Maret 2025), saham defensif ini cenderung lebih aman dibandingkan saham siklikal (tambang, properti).
0 Response to "Saham Defensif "
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar Dengan Bijak