MENDIDIK ANAK DENGAN BERMAIN

Bismillâhirrahmânirrahîm. Puji dan syukur kepada Allah subhânahu wata’âla, Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Menganugerahkan pengetahuan kepada makhlukNya.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam yang tidak akan pernah habis teladan terpancar dari diri Beliau sampai akhir masa.

MENDIDIK ANAK DENGAN BERMAIN

Para pakar pendidikan kontemporer menegaskan pentingnya bermain bagi anak-anak.

Jean Piaget menganggap bahwa bermain itu termasuk manifestasi perkembangan kognisi (akal) pada anak, dimana peningkatan kemampuan bermainnya anak mencerminkan tingkat kematangan kognisi (aqlî) dan emosi (wijdânî).

Sebagiannya lagi berpendapat bahwa bermain itu adalah aktivitas positif bagi anak, “yang dapat memperbaharui kekuatan, yang berguna untuk mengendurkan saraf-saraf yang diperlukan.”

DR Suhair Kâmil Ahmad berkata :

“Sesungguhnya bermain pada fase anak usia dini, merupakan cara unik anak untuk membuka diri terhadap dunia di sekitarnya. Sesungguhnya anak saat bermain akan mengekspresikan dan mengungkapkan perasaan terpendamnya di hadapan orang-orang di sekitarnya, dan bermainnya anak akan mengungkapkan kehidupan emosional dan imajinasi mereka, serta sejauh mana mereka dipengaruhi oleh proses pembentukan kebiasaan sosial yang mereka akan terbiasa dengannya.”

DR Aminah Arsyad Banjar berkata :

“Sesungguhnya metode bermain itu merupakan cara pemanfaatan dan penuntasan energi gerak tubuh.

Selain itu juga merupakan sumber kesenangan bagi jiwa anak. Karenanya bermain itu memberikan ke-bahagiaan, kegembiraan dan kebebasan pada anak.

Froebel menganggap bermain itu sebagai aktivitas rohani yang murni pada manusia, karena bermain juga mengandung segala bentuk sumber kebaikan.

DR Wafâ Muhammad Kamâl ‘Abdul Khâliq berpendapat bahwa :

“Aktivitas bermain dapat menentukan perkembang-an kepribadian anak usia pra-sekolah (usia dini).

Tanpa aktivitas ini, kepribadian anak ini tidak dapat melangkah ke fase selanjutnya. Oleh karena itu, tidak mungkin kepribadian anak bisa memenuhi kriteria yang diperlukan agar bisa masuk ke jenjang fase anak usia sekolah dasar, kecuali dengan menfasilitasi aktivitas bermain anak sesuai dengan fungsinya sebagai aktivitas yang dominan pada fase sebelumnya (yaitu fase pra-sekolah).”

Urgensi bermain sebagai bagian dari pendidikan bukanlah hal yang asing bagi Ulama Pendidikan Islam dari zaman salaf dahulu. Bahkan para ulama salaf dahulu rahimahumullâhu sudah mengetahui urgensi bermain bagi anak dan mereka menasehat-kan kepada para orang tua dan pendidik untuk mem-berikan keleluasaan kepada anak-anak untuk ber-main.

Beginilah al-Ghozali berkata :

“Sepatutnya anak setelah pulang dari Kuttâb diizinkan untuk bermain dengan permainan yang baik agar ia bisa beristirahat setelah penatnya belajar karena di dalam bermain itu -bagi anak- tidak terasa melelahkan. Malah sesungguhnya melarang anak bermain dan men-drilling (memayahkan) anak terus-terusan belajar, maka ini bisa mematikan hatinya, menghilangkan kecerdasannya dan menyusahkan hidupnya. Sehingga mereka akan cenderung ber-bohong agar bisa terbebas dari belajar di Kuttâb.”

Apa yang disebut al-Ghozali dengan Kuttâb ini kurang lebihnya sama dengan sekolah di zaman ini.

Bahkan Sunnah Nabi sudah mendahului kesemua konsep-konsep ini yang menegaskan urgensi bermain bagi anak, karena tidak sedikit hadits yang menunjukkan secara jelas dan gamblang perhatian Nabi Shalallahu A'laihi Wa Sallam di dalam memberikan hak kepada anak-anak untuk bermain.

Seperti hadits yang diriwayatkan dari Abû Ayyûb al-Anshôrî radhiyallâhu ‘anhu bahwa beliau bercerita :

“Aku pernah menemui Rasulullah shalallahu alaihi wasallam sementara al-Hasan dan al-Husain sedang bermain di hadapan beliau atau di pangkuan beliau. Lalu akupun bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah Anda mencintai kedua cucu Anda ini?”. Sontak Nabi Shalallahu A'laihi Wa Sallam menjawab, 

“Bagaimana aku tidak mencintai kedua cucuku ini padahal mereka adalah bunga hati dan kecintaanku.”

Dari Jâbir radhiyallâhu ‘anhu berkata :

“Aku menemui Nabi Shalallahu A'laihi Wa Sallam dan beliau sedang merangkak sementara al-Hasan dan al-Husain radhiyallâhu ‘anhumâ naik di atas punggung beliau. Beliau lalu mengomentari : “sebaik-baik tunggangan adalah tunggangan kalian berdua, dan sebaik-baik penunggang adalah kalian berdua.”

Dari ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallâhu ‘anhu berkata :

“Aku melihat al-Hasan dan al-Husain radhiyallâhu ‘anhumâ berada di atas punggung Nabi Shalallahu A'laihi Wa Sallam sontak aku pun berkomentar, “sungguh alangkah bagusnya tunggangan kalian berdua”. Nabi Shalallahu A'laihi Wa Sallam pun langsung menukas, “dan sungguh alangkah bagusnya pula penunggangnya”.”

Dari al-Barra bin ‘Azib radhiyallâhu ‘anhu berkata :

“Pernah suatu ketika Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam sedang sholat datanglah al-Hasan dan al-Husain -atau salah satunya- radhiyallahu ‘anhumâ, lantas menaiki punggung beliau. 

Ketika Nabi Shalallahu alaihi wasallam bermaksud mengangkat kepalanya, beliau berisyarat dengan tangannya dan menahan kedua cucunya. Al-Barra` lalu berkomentar, “alangkah bagusnya tunggangan kalian berdua”.

Sejurus kemudian Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam menanggapi, “sebaik-baik penunggang adalah keduanya, dan ayahnya lebih baik lagi dari mereka”.”

Sejumlah hadits tersebut di atas, merupakan bukti yang jelas betapa Nabi Shalallahu A'laihi Wa Sallam begitu menghargai hak anak di dalam bermain, bahkan sampai pada level dimana beliau shalallahu alaihi wasallam sendiri turut serta bermain dengan mereka. 

Tidak cukup hanya ini saja, beliau juga mengombinasikan dengan pujian dan apresiasi kepada mereka, agar semakin bertambah semangat psikologis (kejiwaan)-nya ketika bermain, sehingga anak akan terus bermain tanpa lelah dan capek.

Beliau shalallahu a'laihi wasallam juga membersamai mereka (dalam bermain) dengan cinta kasih dan passion (gairah), sehingga bermain saat itu menjadi nutrisi bagi fisik dan psikis anak.

Rasulullah Shalallahu A'laihi Wa Sallam tidak hanya membersamai anak-anak bermain, namun beliau shalallahu a'laihi wasallam juga menyemangati anak-anak agar mau bermain bersama, sebagaimana

riwayat dari Ya’lâ bin Murroh radhiyallâhu ‘anhu yang meneceritakan :

“Pernah suatu ketika kami bersama Rasulullah shalallahu alaihi wasallam  diundang makan. Tiba-tiba ada al-Husain yang sedang bermain di jalan. Maka dengan segera Nabi Shallallahu a'laihi wasallam maju ke depan orang-orang lalu menjulurkan kedua tangannya sehingga membuat Husain berlari kesana kemari, sampai akhirnya beliau berhasil menangkap Husain.

Setelah itu tangan Nabi shalallahu a'laihi wasallam yang satu memegang dagu Husain dan tangan yang lainnya memegang kepalanya, lalu memeluknya dan mengecupnya. Lalu Rasulullah Shalallahu A'laihi Wa Sallam bersabda :

“Husain adalah dariku dan aku bagian darinya.

Semoga Allah mencintai orang yang mencintainya. al-Hasan dan Al-Husain adalah suatu kaum dari kaum terbaik.”

Kebolehan bermain pada anak tidak hanya terbatas untuk anak laki-laki saja, namun juga dibolehkan untuk anak-anak perempuan, asalkan sesuai dengan sifat kewanitaan mereka dan usianya, serta tidak memayahkan mereka seperti olah raga yang berat.

Hendaknya permainan bagi anak perempuan juga dilihat kesesuaiannya dengan akhlak dan kemampu-an fisik mereka.

Abu Dawud meriwayatkan dengan sanad shahih dari Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ yang menceritakan :

“Ketika Rasulullah shalallahu alaihi wasallam baru tiba dari perang Tabuk atau Hunain, ada semacam rak yang ditutupi kain.

Tiba-tiba ada angin bertiup dan menyingkap bagian kain sehingga kelihatan boneka-bonekanya Aisyah.

Lantas Rasulullah shalallahu a'laihi wasallam bertanya, “apa ini ya Aisyah?”

Aisyah menjawab, “itu adalah bonekaku.”

Nabi melihat di antara boneka itu ada kuda yang bersayap dari kain perca. Nabi pun bertanya, “apa ini yang aku lihat di tengah-tengah mainanmu?”.

Aisyah menjawab, “kuda”.

Nabi bertanya kembali, “apa yang ada di bagian atasnya itu?”

Aisyah menjawab, “dua pasang sayap”

Lalu Nabi menukas, “Kuda memiliki sayap??”

Aisyah merespon, “Tidakkah Anda dengar bahwa Sulaiman memiliki kuda yang bersayap??”

Lantas, kata Aisyah, Rasulullah Shalallahu A'laihi Wa Sallam pun tertawa lebar sampai aku melihat gigi gerahamnya.

Dari Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ juga beliau berkata :

“Nabi Shallallahu a'laihi wasallam menikahiku saat aku berusia enam tahun, lalu kami tiba di Madinah dan singgah di kampung Bani al-Harits bin Khazraj. 

Kemudian aku menderita demam hingga rambutku menjadi rontok. Setelah sembuh, rambutku tumbuh lebat sehingga melebihi bahu. Kemudian ibuku, Ummu Ruman datang menemuiku saat aku sedang berada dalam ayunan bersama teman-temanku.

Ibuku berteriak memanggilku lalu aku datangi sementara aku tidak mengerti apa yang beliau inginkan. Ibuku menggandeng tanganku lalu membawaku hingga sampai di depan pintu rumah.

Aku masih dalam keadaan terengah-engah hingga aku menenangkan diri sendiri. Kemudian ibuku mengambil air lalu membasuhkannya ke muka dan kepalaku lalu dia memasukkan aku ke dalam rumah itu yang ternyata di dalamnya ada para wanita Anshar.

Mereka berkata, "Mudah-mudahan memperoleh kebaikan dan keberkahan dan dan mudah-mudahan mendapat nasib yang terbaik". Lalu ibuku menyerah-kan aku kepada mereka.

Mereka merapikan penampilanku dan tidak adab yang membuatku terkejut melainkan keceriaan Rasulullah shalallahu a'laihi wasallam. Akhirnya mereka menyerahkanku kepada beliau dimana saat itu usiaku sembilan tahun".

Persetujuan Nabi shalallahu a'laihi wasallam terhadap bermainnya Aisyah dan mainannya yang biasa beliau mainkan, menunjukkan secara gamblang penetapan Islam terhadap urgensi bermain bagi anak-anak dan bolehnya membelikan mainan bagi mereka.

Hendaknya para orang tua dan pendidik memahami hal ini, dan memberikan kesempatan bermain dan bersenang-senang kepada anak-anak mereka.

Namun tentunya dengan tetap memberikan bimbingan kepada mereka sesuai dengan jenis permainan yang cocok bagi mereka, sehingga bisa memperoleh manfaat yang diharapkan dari permainan tersebut.

Diantara manfaat terpenting bermain adalah :

✓Menghilangkan ketegangan jiwa dan fisik pada anak.

✓Memasukkan kegembiraan dan kesenangan dalam kehidupan anak.

✓ Bentuk eksplorasi anak terhadap dirinya dan alam sekitarnya yang mana hal ini menjadikan anak selalu belajar hal-hal baru.

✓ Anak belajar menyelesaikan masalahnya sendiri.

✓ Anak mampu mengungkapkan kebutuhan dan keinginannya melalui bermain dengan cara yang memadai di dalam kehidupan nyata.

✓ Melatih kemampuan anak dan melatih otot mereka melalui permainan gerakan (motorik).

✓ Memotivasi anak untuk belajar, karena bermain-nya anak termasuk aktivitas menarik yang tidak ada paksaan di dalamnya.

✓ Anak belajar menggunakan keseluruhan inderanya dan hal ini akan meningkatkan kemampuan fokus anak serta tentunya menambah daya faham anak.

✓ Bermain sebagai upaya untuk mempersiapkan anak dalam bersosialisasi, yang berguna untuk memperbaiki karakter dan kepekaannya terhadap sahabatnya, terutama pada saat bermain bersama.

✓ Menghilangkan kebosanan, karena bermain memberikan kesempatan untuk menghilangkan penatnya rutinitas sehari-hari yang terjadi dalam hidup.

Karena itu hendaknya orang tua membelikan anak-anaknya mainan yang sesuai dengan usia dan kemampuannya, lalu meletakkan di antara kedua tangannya dan dalam jangakuannya. Yang demikian ini bermanfaat untuk memulai rangsangan bagi akal dan inderanya sedikit demi sedikit.

Meskipun mainan itu diklaim bermanfaat dan baik untuk anak-anak, namun orang tua tetaplah harus bertanya kepada diri sendiri sejumlah pertanyaan ini sebelum membelikan mainan untuk mereka :

✓ Apakah mainan ini termasuk jenis mainan yang dapat merangsang aktivitas fisik yang sehat dan bermanfaat bagi anak?

✓ Apakah mainan ini termasuk jenis mainan yang dapat memuaskan kebutuhan anak untuk meng-eksplorasi dan mengendalikan sesuatu?

✓ Apakah mainan ini termasuk jenis mainan yang memungkinkan untuk dibongkar pasang?

✓ Apakah mainan ini termasuk jenis mainan yang dapat mendorong anak untuk mengikuti perilaku orang dewasa dan metode berpikir mereka?

Apabila jawabannya adalah “iya”, maka mainan tersebut cocok dan bermanfaat secara pendidikan. Namun apabila “tidak”, maka tidak cocok. 

0 Response to "MENDIDIK ANAK DENGAN BERMAIN"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak