KRITERIA BERMAIN DALAM ISLAM

Bismillâhirrahmânirrahîm. Puji dan syukur kepada Allah subhânahu wata’âla, Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Menganugerahkan pengetahuan kepada makhlukNya.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam yang tidak akan pernah habis teladan terpancar dari diri Beliau sampai akhir masa.

KRITERIA BERMAIN DALAM ISLAM

Berikut ini sejumlah aturan dan kriteria dalam bermain yang saya sadur dari sejumlah sumber, terutama dari Markaz al-Azhar al-‘Alami lil Fatâwâ al- Iliktruniyah dan selainnya, sebagai berikut :

1. Bermain itu haruslah bermanfaat dan faidahnya kembali kepada jiwa, akal dan fisik (An yakuuna al-la’iba naafi’an wa ta’uudu faa’idatuhu ‘alan nafsi wadz dzahni wal badani.)

2. Tidak menyibukkan dan memalingkan dari kewajiban agama (Alla yasyghulu ‘an waajibisy syar’i), semisal :

a) dari melaksanakan sholat dan berbakti kepada kedua orang tua (ka-adaa’is sholah aw birril walidayni)

b) dari menuntut ilmu yang bermanfaat (ka-tholabil ‘ilmin naafi’)

c) dari berusaha untuk memperoleh rezeki (kas-sa’yi fi tahshiilir rizqi)

d) dari memenuhi hak-hak kedua orang tua, isteri dan anak-anak baik kebutuhan batin dan harta (katalbiyati huquqil walidayni waz zawjah wal awlad al-athifiyah wal maliyah)

3. Tidak menyebabkan terbuangnya waktu dan usia secara sia-sia (Alla yu’addi ila ihdaaril awqoot wal ‘umuri)

4. Tidak menyebabkan tercetusnya perselisihan, percekcokan dan pertengkaran (Alla yu’addil la’ib ila khilafaat wa syiqooqot wa munaaza’aat)

5. Terbebas dari ikhtilat (percampuran laki dan wanita) yang haram [untuk dewasa] dan membuka aurat yang sepatutnya ditutup (Anya khluwa minal ikhtilath al-muharrom wa kasyfil awrat allati haqqoha as-sitr)

6. Terbebas dari menyakiti orang lain seperti memukul wajah (An yakhluwa min iidza’il insani ka dhorbil wajhi).

7. Terbebas dari menyakiti hewan, karena Islam mengharamkan menyakiti dan menyiksa hewan dengan alasan permainan atau hiburan (Anya khuluwa min iidza’il hayawaan li anna al-islama yuharrimu ta’dzibal hayawan wa i’dza’ahu bida’awal la’ib wat tarwih)

8. Tidak mengandung unsur judi (Alla yasyamalu ‘ala muqomaroh)

9. Tidak mengandung perkara yang menyelisihi aqidah seperti mengandung pemikiran atheis, syiarnya agama lain atau syiar-syiar dan ke-yakinan yang menyelisihi aqidah islam (Allaya symalu ‘ala mukholafati aqodiyah kahtiwa’iha ‘ala afkaari ilhaadiyah wa syi’arot adyani ukhro aw sya’airo wa mu’taqodat tukholifu aqidah Islamiyah).

10. Tidak mengandung perkara yang dapat menghinakan syiar-syiar Islam, seperti merendahkan kedudukan Ka’bah atau bahkan ajakan untuk menghancurkannya. (alla yasymalu ‘ala ihânati sya ’airal Islâm kal Ka’bah wad da’wah ila taqlîlihâ wa ila tadmîrihâ)

11. Tidak mengandung unsur pornografi seperti gambar telanjang atau praktek yang nyeleneh (Alla yasytamilu ‘ala ibahiyah min shurati ariyah wa mumarosat syaadzah)

12. Tidak mengandung perkataan keji, caci maki dan suara-suara yang haram seperti musik (Alla yasytamilu ‘ala fuhsyi qowlun wa sibaabin wa ashwaati muharromah kal aghani)

13. Tidak menumbuhkan kecenderungan kepada kekerasan bagi pemainnya dan mendorongnya kepada perbuatan yang dibenci (Alla yunammi al-mail ilal unufi ladal laa`ibi wa yahutstsuhu ‘alal karoohah) 

14. Tidak mendorong kepada perbuatan kriminal semisal minum khamr atau melalukan perbuatan keji (Alla yusawwilu ilal jaro’im wal muharoomat kasyaril khamri wa fi’lil fawahisy)

15. Tidak membahayakan fisik dan anggota tubuh semisal berkonsentrasi ekstra yang dapat melemahkan mata (Alla yu ’dzi badaniyah wa yadhurru ‘alal a’dho`il jasadi ka tarkizi kabir yu’addi ila dha’fil bashor)

Demikianlah Islam di dalam kesempurnaannya, mengatur segala sesuatunya dengan jelas terutama di dalam hal kaidah, prinsip, aturan dan koridornya.

Sehingga dengan memperhatikan ini semua, kehidupan manusia akan berada di dalam kebaikan, karena semua kaidah dan aturan ini tentunya adalah dalam rangka menjaga kemaslahatan.

Sebagai bentuk andil dalam menghadirkan konten edukatif yang berbicara tentang pengasuhan anak atau “Islamic Parenting” tertutama aspek urgensi dan pentingnya bermain bagi anak, maka sengaja saya

menerjemahkan risalah ringkas yang ditulis oleh Syaikh Muhammad Sâlim ‘Ali Jâbir hafizhahullâhu yang berjudul at-Tarbiyah ‘an Tharîqil La ’ibil Mubâhi (Mendidik dengan Cara Bermain yang Mubah).

Pembaca akan dapati bahwa beliau di awal risalah menukilkan perkataan para ahli Pendidikan Barat, semisal Piaget ataupun Froebel, dan juga dari para Pakar Pendidikan Islam.

Sejatinya beliau nukilkan ini bukanlah sebagai bentuk pujian mutlak dan membenarkan semua konsep mereka, tidak! Namun yang beliau lakukan ini -menurut pengetahuan saya- memiliki faidah sbb:

1. Tidak semua yang berasal dari orang kafir apalagi yang berkaitan dengan perkara non-ibadah (duniawi) termasuk konsepsi mereka yang berasal dari hasil penelitian, observasi, pengalaman dan semisalnya harus ditolak dan bersikap apriori serta antipati.

Artinya, boleh menerima perkataan mereka apabila memang selaras dengan Islam (tidak me-nyelisihi Islam), berangkat dari hasil penelitian yang obyektif, ilmiah dan tidak berkaitan dengan perkara aqidah, ibadah atau prinsip agama.

Inilah bentuk keadilan dan keobyektivitasan Islam.

2. Wajibnya untuk tetap menyandarkan suatu nukilan atau ucapan kepada pemiliknya, meski-pun itu dari orang kafir. Sebab ulama kita mengajarkan, min barokatil ‘ilmi azawhu ilâ qô`ilihi (termasuk keberkahan ilmu adalah menyandar-kan kepada pengucapnya). Ini sifatnya umum, meskipun itu orang kafir atau ahli bid’ah sekalipun.

3. Menukilkan ucapan seseorang dalam suatu halbyang sesuai dengan konteks, maksud dan tujuannya tidak otomatis men-tazkiyah (memuji dan merekomendasikan) orang tersebut.

Ini salah satu metode ilmiah yang pernah disampaikan oleh Samâhatusy Syaikh Shâlih Alu Syaikh hafizhahullâhu :

“tidaklah otomatis melazimkan orang yang menukil dari sebuah buku, bahwa ini otomatis artinya ia memujinya secara mutlak.

Seseorang terkadang menukil sesuatu yang selaras dengan kebenaran dalam rangka menyokong kebenaran tersebut, walaupun (di dalam buku itu) ada yang menyelisihi kebenaran.

Namun tidaklah tercela bagi orang yang menukil dari buku yang mengandung kebenaran dan kebatilan apabila ia menukilkan bagian yang benar darinya. Selain itu, dengan memperbanyak nukilan-nukilan dari manusia tentang perbedaan madzhab-madzhab mereka, hal ini membuahkan faidah bahwa kebenaran itu tidaklah samar, namun ia banyak tersebar luas dan terang.” [Masaa`il fil Hajri wa maa yata’allaqu bihi]

4. Bolehnya berpegang dengan pendapat pakar atau ahli di dalam bidang tertentu dalam hal duniawi meskipun dia orang kafir, asalkan pendapatnya berangkat dari hasil riset, penelitian, observasi atau pengalaman yang ilmiah dan obyektif, tidak menyelisihi prinsip agama, tidak mengandung ideologi kekafiran dan tidak sampai jatuh kepada loyalitas terhadap sosok tersebut, apalagi sampai fanatik (ta’ashshub) kepadanya.

5. Hanya menukilkan atau membawakan pendapat yang selaras dengan kebenaran atau realita saja, yang tidak menyelisihi Islam. 

Apabila dalam nukilan atau pendapat tersebut mengandung hal yang menyelisihi Islam, maka wajib dijelaskan dan diterangkan agar tidak menjadi kerancuan dan syubuhat bagi orang lain.

Demikianlah sikap ilmiah, obyektif dan adilnya seorang muslim. Yang sepatutnya kita sebagai muslim berpegang dengan sifat dan atribut seperti ini di dalam segala hal.

Akhirul Kalâm, semoga usaha yang sederhana ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua.

Sebagaimana tak ada gading yang tak retak, maka dalam penerjemahan dan penyajian buku ini juga tak lepas dari kekurangan dan kesalahan, karena itu tegur sapa, kritikan konstruktif dan masukan sangat kita butuhkan.

Semoga upaya yang sederhana ini dapat menjadi amal shalih bagi kami dan aliran pahala yang tak terhenti, terutama di hari yang tidaklah bermanfaat dan berguna harta dan anak-anak kecuali orang yang datang dengan qolbun salîm (hati yang selamat).

Kami memohon kepada Allâh agar mengaruniakan kepada kita semua ilmu yang bermanfaat, amal yang diterima, keturunan yang shalih dan rezeki yang halal dan baik.

Washallallâhu ‘ala Nabiyinâ wa habîbinâ Muhammad wa ‘ala Âlihi wa Ashhâbihi ajma’în wal hamdu lillâhi Rabbil ‘Âlamîn

0 Response to "KRITERIA BERMAIN DALAM ISLAM"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak