Ayat Al-Qur'an

Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji hanya milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wassallam, keluarga, dan para sahabatnya, serta pengikutnya yang selalu setia dan Istiqomah.

Membahas tentang Al-Qur'an seakan tidak ada ujungnya, dari dahulu sampai sekarang Al-Quran masih saja menjadi sesuatu yang hangat untuk dibicarakan. 

Baik dari kalangan santri maupun akademisi tak henti-hentinya berusaha untuk menyajikan sesuatu yang baru tentang Al-Qur'an.

Di sinilah salah satu letak kemukjizatan Al-Qur'an. sebagai wahyu Allah yang didalamnya mengandung seribu makna. 

Al-Qur'an merupakan mukjizat yang Allah berikan Kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wassallam untuk dijadikan sebagai petunjuk bagi semua umat manusia. 

Namun, sebagai manusia yang diciptakan oleh Allah dengan sebaik-baik ciptaannya pernahkah kita menanyakan atau bahkan mencari tahu terhadap Al-Qur'an yang sudah lama kita yakini kebenarannya? 

Selama ini al-qur'an yang kita ketahui adalah Al-Qur'an yang sudah tersusun dengan rapi yang dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas. 

Kita tidak pernah memikirkan tentang penyusunan surat di dalam al-Qur'an yang selama ini kita baca dan yakini. 

Apakah penyusunan surat di dalam Al-Qur'an adalah tauqifi atau ijtihadi?. 

Jauh sebelum itu, para ulama dan ilmuwan sudah terlebih dahulu mencoba untuk menggali dan memberikan argumentasi masing-masing. 

Dengan mengemukakan beberapa argumen yang didukung berbagai fakta historis untuk menguatkan tesisnya.

Dari upaya tersebut ternyata para ahli mendapatkan kesimpulan yang berbeda, ada yang beranggapan bahwa susunan surah dalam Al-Qur'an  bersifat ijtihadi, ada yang berpendapat tauqifi. 

Kemudian diambillah jalan tengah, susunan surah tersebut sebagian merupakan hasil ijtihad dan sebagian lainnya tauqifi. 

Sebelum diturunkan ke muka bumi, Al-Quran adalah kitab yang sudah jadi dan eksis sebelumnya. Para ulama menjelaskan bahwa paling tidak Al-Quran mengalami dua kali masa turun.

Pertama, turun dari Lauh Al-Mahfudz ke langit dunia. Ini terjadi pada Lailatul Qadar, sebagaimana firman Allah Subhanahu WaTa'ala :

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur”an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. 

Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. (QS Al-Qadar: 1-5)

Dalam proses turun yang pertama ini, Al-Quran turun sekaligus, tidak sepotong-sepotong.

Kedua, turun dari langit dunia kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassallam dengan berangsur-angsur. 

Selama masa 23 tahun lebih beliau Shallallahu 'Alaihi Wassallam secara rutin menerima turunnya ayat Al-Quran.

Berbeda dengan proses pertama yang turun sekaligus, pada kali yang kedua ini, Al-Quran diturunkan secara acak dan sepotong-sepotong. 

Tidak urut dari Al-Fatihah, Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisa” dan seterusnya hingga An-Naas, tetapi diturunkan berdasarkan kebutuhan.

Hanya yang perlu dicatat, pada setiap potongan ayat turun, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassallam selalu memberikan penjelasan bahwa posisi ayat itu di dalam Al-Quran adalah pada surat tertentu, bahkan sampai keterangan urutannya pada sebelum ayat apa dan sesudah ayat apa.

Sehingga kalau anda bertanya, atas dasar apakah ayat-ayat itu dikumpulkan dan dikelompokkan? Jawabnya, ayat-ayat itu disusun sesuai dengan Al-Quran yang asli di Lauhil Mahfuz dan di langit pertama. 

Jibril ”alaihissalam dahulu menurunkannya satu persatu sesuai dengan perintah Allah, namun sambil membawa juga ”kode-kode alamat” tiap ayat itu. 

Sehingga ketika dikumpulkan, otomatis dengan mudah bisa tersusun lagi seperti versi yang masih ada di langit.

Ada banyak hikmah mengapa Al-Quran tidak diturunkan sekaligus, di antaranya:

  1. Agar mudah dihafal
  2. Agar mudah dipelajari dengan mendalam
  3. Agar punya kesan tersendiri karena merupakan refleksi atas setiap kejadian di masa itu
  4. Sebagai jawaban hukum atas permasalahan yang timbul

Maka seluruh umat Islam telah berijma” ketika menyusun kembali tiap potong ayat sehingga menjadi mushaf yang ada sekarang ini. 

Dan dijamin bahwa urusan dan pengelompokannya sudah sama dengan apa yang ada di lauhil mahfudz.

Alquran adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad yang dapat menjadi sarana ibadah dengan membacanya yang dimulai dengan surah Al-Fatihah dan ditutup dengan surah An-Nas

Menurut sebagian ahli tafsir, terdapat banyak istilah dalam berbagai ayat Al-Qur'an yang dianggap merujuk sebagai nama lain Al-Qur'an.

Berikut merupakan nama-nama tersebut serta ayat yang mencantumkannya:

  1. Al-Kitab (Buku)
  2. Al-Furqan (Pembeda benar salah)
  3. Adz-Dzikr (Pemberi peringatan)
  4. Al-Mau'idhah (Pelajaran/nasihat)
  5. Al-Hukm (Peraturan/hukum)
  6. Al-Hikmah (Kebijaksanaan)
  7. Asy-Syifa (Obat/penyembuh)
  8. Al-Huda (Petunjuk)
  9. At-Tanzil (Yang diturunkan)
  10. Ar-Rahmat (Karunia)
  11. Ar-Ruh (Ruh)
  12. Al-Bayan (Penerang)
  13. Al-Kalam (Ucapan/firman)
  14. Al-Busyra (Kabar gembira)
  15. An-Nur (Cahaya)
  16. Al-Basha'ir (Pedoman)
  17. Al-Balagh (Penyampaian/kabar)
  18. Al-Qaul (Perkataan/ucapan)
Pengertian Al-Quran

Al-Quran merupakan istilah dari bahasa arab yang memiliki arti bacaan. Al-Quran diturunkan oleh Allah melalui malaikat Jibril. 

Al-Quran diturunkan secara berangsur-angsur di kota besar Mekah dan Madinah sejak tahun 610 M sampai kematian Nabi Muhammad tiba yaitu pada tahun 632 M.

Istilah Al-Quran berasal dari kata kerja qara’a yang artinya membaca. Istilah Al-Quran juga tertulis di dalam Al-Quran itu sendiri.

Bahkan istilah Al-Quran muncul sebanyak 70 kali, salah satunya tercantum dalam surat At-taubah ayat 111 yang berbunyi,

اِنَّ اللّٰهَ اشْتَرٰى مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ اَنْفُسَهُمْ وَاَمْوَالَهُمْ بِاَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَۗ يُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ فَيَقْتُلُوْنَ وَيُقْتَلُوْنَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِى التَّوْرٰىةِ وَالْاِنْجِيْلِ وَالْقُرْاٰنِۗ وَمَنْ اَوْفٰى بِعَهْدِهٖ مِنَ اللّٰهِ فَاسْتَبْشِرُوْا بِبَيْعِكُمُ الَّذِيْ بَايَعْتُمْ بِهٖۗ وَذٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ

“Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri mau-pun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh, (sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung.”

Isi atau tubuh dari Al-Quran disusun dalam bentuk bahasa Arab Klasik, hal ini juga diyakini merupakan transkrip literal dari Allah Subhanahu WaTa'ala yang kemurnian atau keasliannya sangat terjaga. 

Hal ini bahkan dijanjikan dalam Al-Quran itu sendiri pada surat Al-Buruj ayat 21-22 yang berbunyi:

بَلْ هُوَ قُرْاٰنٌ مَّجِيْدٌۙ
فِيْ لَوْحٍ مَّحْفُوْظٍ

“Bahkan (yang didustakan itu) ialah Al-Quran yang mulia.”
“Yang (tersimpan) dalam (tempat) yang terjaga (Lauh Mahfuzh).”

Tentunya, kata Al-Quran yang muncul ini dalam bentuk yang berbeda dengan berbagai arti. Banyak ahli yang mengatakan bahwa istilah Al-Quran merupakan padanan dalam bahasa Syiria yang artinya adalah ‘membaca kitab suci atau pelajaran’. Terlepas dari itu, kata Al-Quran menjadi istilah dalam bahasa Arab.

Dalam ayat lain. istilah Al-Quran merujuk pada satu hal yang dibacakan oleh Nabi Muhammad. Konteks ini terlihat dalam surat Al-Araf ayat 203-204 yang berbunyi,

وَاِذَا لَمْ تَأْتِهِمْ بِاٰيَةٍ قَالُوْا لَوْلَا اجْتَبَيْتَهَاۗ قُلْ اِنَّمَآ اَتَّبِعُ مَا يُوْحٰٓى اِلَيَّ مِنْ رَّبِّيْۗ هٰذَا بَصَاۤىِٕرُ مِنْ رَّبِّكُمْ وَهُدًى وَّرَحْمَةٌ لِّقَوْمٍ يُّؤْمِنُوْنَ
وَاِذَا قُرِئَ الْقُرْاٰنُ فَاسْتَمِعُوْا لَهٗ وَاَنْصِتُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ

“Dan apabila engkau (Muhammad) tidak membacakan suatu ayat kepada mereka, mereka berkata, “Mengapa tidak engkau buat sendiri ayat itu?” Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan Tuhanku kepadaku. (Al-Qur’an) ini adalah bukti-bukti yang nyata dari Tuhanmu, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.”

“Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah dan diamlah, agar kamu mendapat rahmat.”

Al-Quran menggambarkan dirinya sendiri sebagai pembeda atau Al-Furqan, kitab utama atau Ummul Kitab, Penuntun atau Huda, kebijaksanaan atau Hikmah, Pengingat atau Dzikir, dan sesuatu yang diturunkan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang rendah atau Tanzil.

Isi dari Al-Quran

Al-Quran memiliki isi yang lebih pendek dibandingkan dengan perjanjian baru atau juga kitab Ibrani. Al-Quran dibagi menjadi 114 surat, atau bisa disebut dengan bab. Dalam bab atau surat itu, memiliki ayat atau butir-butir yang berbeda-beda. 

Surat di dalam Al-Quran yang pertama adalah Al-Fatihah, namun bukan berarti Al-Fatihah adalah surat yang diturunkan pertama kali oleh Allah Subhanahu WaTa'ala. 

Surat yang paling panjang adalah surat kedua atau surat Al-Baqarah dan surat yang paling terpendek adalah surat Al-Kautsar.

Nama-nama surat di dalam Al-Quran diberikan dengan istilah yang paling banyak muncul di dalam surat tersebut, namun hal ini tidak berlaku dalam semua surat di Al-Quran. 

Surat dibagi lagi menjadi ayat-ayat yang secara literalnya memiliki arti ‘tanda’. Ayat di dalam Al-Quran terdiri dari 6.236 ayat. 

Ayat di dalam Al-Quran juga memiliki panjang yang berbeda-beda, ada yang sangat panjang seperti paragraf, ada juga yang hanya terdiri dari beberapa kalimat.

Di dalam ayat-ayat Al-Quran, umumnya menyebut dirinya sebagai ucapan ialhi yang menggunakan kata ganti orang pertama tunggal dan jamak yaitu saya dan kami, kata ganti ini secara jelas mengacu kepada Allah Subhanahu WaTa'ala yang Maha Esa. 

Banyak ayat-ayat Al-Quran yang menggambarkan penghakiman di mana Allah Subhanahu WaTa'ala akan menyerahkan setiap manusia ke surga atau neraka sesuai dengan amalannya di dunia.

Tidak hanya itu, ada juga beberapa narasi yang berpusat kepada manusia-manusia istimewa atau alkitabiah seperti Nabi Adam, Musa, Ibrahim, Maryam dan-lain-lain. 

Ada juga satu surat yang mencakup luas cerita tentang nabi Yusuf, Surat ke-12 di dalam Al-Quran. 

Al-Quran juga mengatakan bahwa dia adalah penyempurna dan membenarkan kitab-kitab terdahulu, hal ini tercantum dalam surat Al-Baqarah ayat 97 yang berbunyi,

قُلْ مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِّجِبْرِيْلَ فَاِنَّهٗ نَزَّلَهٗ عَلٰى قَلْبِكَ بِاِذْنِ اللّٰهِ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَهُدًى وَّبُشْرٰى لِلْمُؤْمِنِيْنَ

“Katakanlah (Muhammad), “Barangsiapa menjadi musuh Jibril, maka (ketahuilah) bahwa dialah yang telah menurunkan (Al-Qur’an) ke dalam hatimu dengan izin Allah, membenarkan apa (kitab-kitab) yang terdahulu, dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang beriman.”

Tema utama Al-Quran adalah membahas tentang tauhid, atau monoteisme. Di mana hanya ada satu Tuhan, sang pencipta dan maha kuasa. 

Kekuasaan Allah tertera dalam ayat-ayat Al-Quran misalnya pada surat AL-Baqarah ayat 29 yang berbunyi,

هُوَ الَّذِيْ خَلَقَ لَكُمْ مَّا فِى الْاَرْضِ جَمِيْعًا ثُمَّ اسْتَوٰٓى اِلَى السَّمَاۤءِ فَسَوّٰىهُنَّ سَبْعَ سَمٰوٰتٍ ۗ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ

“Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu kemudian Dia menuju ke langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Di dalam Al-Quran juga tercantum hukum-hukum untuk berkeluarga, pembagian hak waris, hukum ritual seperti sholat, berzakat atau kewajiban berpuasa. 

Ada juga larangan-larangan untuk mengkonsumsi hal-hal yang diharamkan seperti makan babi atau minum anggur. 

Al-Quran juga menjelaskan tentang hukuman untuk pencurian atau pembunuhan, hukuman orang yang riba atau curang dalam berdagang.

Al-Quran membentuk fondasi hukum untuk umat Islam, meskipun rincian dari hukum-hukum tersebut tidak dituliskan dari Al-Quran, namun bisa dilihat dari hal-hal yang dilakukan oleh Nabi Muhammad atau yang disebut dengan hadits.

Sejarah Al-Quran

Sumber-sumber sejarah Islam mengatakan bahwa kumpulan wahyu Al-Quran yang lengkap ditulis setelah kematian Nabi Muhammad. 

Ketika banyak sahabat-sahabat Nabi yang hafal Al-Quran terbunuh di medan perang, ketakutan akan kehilangan pengetahuan Al-Quran mulai muncul. 

Maka dari itu diputuskan untuk mengumpulkan wahyu Al-Quran. Tulisan-tulisan wahyu Al-Quran datang dari berbagai bahan seperti cabang pohon palem, batu dan ingatan para sahabat.

Sahabat Nabi, Zaid bin Tsabit, diketahui telah menyalin ayat-ayat Al-Quran pada lembaran perkamen apapun yang bisa ditemukan, dan kemudian menyerahkannya kepada Khalifah Umar bin Khattab yang pada saat itu menjabat dari 634 – 644 M. 

Setelah kematian Umar bin Khattab, koleksi dari catatan Al-Quran diwariskan kepada putrinya Hafsah.

Pada saat kepemimpinan Khalifah Ketiga, Utsman bin Affan, ia mulai menyadari adanya sedikit perbedaan dalam pengucapan Al-Quran saat Islam berkembang dari Jazirah Arab ke Persia dan Afrika Utara. 

Untuk mencegah adanya perbedaan dalam penulisan ayat-ayat Al-Quran, Khalifah Utsman bin Affan yang menjabat dari tahun 644-656 M memerintahkan salinan dari Zaid bin Tsabit dikirim ke pusat kota.

Dalam dua puluh tahun setelah kematian Nabi Muhammad, Al-Quran dibuat dalam bentuk tertulis. Teks tersebut menjadi model dari mana salinan dibuat dan disebar luaskan ke seluruh pusat kota negara-negara Muslim. 

Beberapa versi lain dari Al-Quran kini telah dimusnahkan. Para ilmuwan dan sejarawan Muslim meyakini dan menerima bahwa teks Al-Quran saat ini merupakan versi asli yang disusun oleh para Khalifah.

Pada tahun 1972, di masjid yang berada di kota Sanaa Yaman, sebuah manuskrip ditemukan. Manuskrip tersebut telah terbukti sebagai teks Al-Quran yang paling kuno yang diketahui ada pada saat itu. Studi menunjukan bahwa perkamen tersebut berasal dari periode sebelum 671 M.

Menurut sejarah Islam, Al-Quran diturunkan kepada nabi Muhammad secara terpisah dan berangsur-angsur. Seringkali ayat-ayat yang diturunkan merupakan kelompok ayat yang terpisah. 

Sumber-sumber Islam menyimpan sejumlah besar laporan tentang kejadian di mana suatu surat atau bagian dari sebuah surat diturunkan. 

Dengan demikian, para penafsir Al-Quran pra-modern membayangkan wahyu AL-Quran terkait erat dengan peristiwa-peristiwa tertentu dalam kehidupan Nabi Muhammad.

Jumlah Ayat Alquran

Beberapa ulama memiliki perbedaan cara dalam menghitung ayat Alquran. Paling tidak, terdapat 7 mazhab yang diikuti terkait hitungan jumlah ayat kitab suci umat Islam ini. 

Semuanya sepakat bahwa bilangan ayat Alquran lebih dari 6.200 ayat, namun berapa lebihnya, mereka berbeda pendapat. 

Ketujuh mazhab tersebut adalah 

1) Al-Madani Al-Awwal. Ayat Alquran berjumlah 6.217 atau 6.214. Dalam beberapa versi cetak, jumlah yang banyak diikuti adalah 6.214 ayat.

2) Al-Madani al-Akhir. Ayat Alquran berjumlah 6.214. Meski terdapat kesamaan hitungan jumlah ayat Alquran dengan pendapat kedua Al-Madani al-Awwal, namun tetap terdapat perbedaan antara keduanya dalam perincian penentuan ayat.

3) Al-Makki. Ayat Alquran berjumlah 6.220.

4) Asy-Syami. Ayat Alquran berjumlah 6.226.

5) Al-Kufi. Ayat Alquran berjumlah 6.236. Hitungan Al-Kufi inilah yang diikuti oleh cetakan Alquran di Indonesia, dan seluruh cetakan Alquran di dunia yang menggunakan riwayat Hafs dari Imam ‘Asim.
6) Al-Basri. Ayat Alquran berjumlah 6.205. 
7) Al-Himsi. Ayat Alquran berjumlah 6.232.

Dari tujuh pendapat di atas, dalam cetakan Alquran yang ada di seluruh dunia saat ini, penulis masih dapat menjumpai penggunaan hitungan ayat menurut lima mazhab, yaitu: Al-Madani Al-Awwal, Al-Madani Al-Akhir, Al-Makki, Asy-Syami, dan Al-Kufi. Sementara untuk al-Basri dan Al-Himsi, penulis belum menemukan.  

Beda Hitungan Ayat

Lantas, kenapa terjadi perbedaan dalam menghitung ayat Alquran? Adanya perbedaan bukan berarti hitungan yang lebih banyak telah menambah ayat, atau sebaliknya yang lebih sedikit telah menguranginya; bukan demikian. Perbedaan terjadi karena cara penghitungan yang berbeda dari masing-masing mazhab.

Penghitungan ayat Alquran didasarkan dari bacaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wassallam yang didengar oleh para Sahabat Nabi. Lalu, bacaan tersebut diajarkan secara berkesinambungan (estafet) oleh para sahabat kepada generasi berikutnya. 

Dalam hal mendengar bacaan, ketika Nabi berhenti pada beberapa kata tertentu, muncullah perbedaan pemahaman di antara yang mendengarkan; apakah Nabi sekedar waqaf, atau berhentinya tersebut disebabkan karena akhir ayat. Di sinilah letak perbedaannya.

Sebagai contoh sederhana, ketika Rasulullah membaca: alif lam mim, zalikal kitabu la raiba fih, hudal lilmuttaqin; maka apakah ketika berhenti pada alif lam mim itu, Nabi sekedar berhenti (waqaf sejenak), atau itu merupakan akhir ayat. Di sinilah ulama berbeda.

Al-Kufi menganggap, itu merupakan ayat tersendiri. Sementara yang lain menganggap itu sekedar berhenti untuk waqaf. 

Sehingga, Al-Kufi menghitung alif lam mim ayat 1, dan zalikal kitabu la raiba fih, hudal lilmuttaqin ayat 2. Sedang ulama lainnya, menghitung alif lam mim, zalikal kitabu la raiba fih, hudal lilmuttaqin menjadi ayat 1.

Perbedaan juga terjadi pada cara hitung ayat Surat Al Fatihah. Ulama sepakat bahwa surah Al-Fatihah terdiri dari 7 ayat. Namun, mereka berbeda pendapat dalam menentukan ayat-ayatnya. 

Perbedaan terletak pada basmalah, apakah merupakan bagian dari surah Al-Fatihah atau tidak?  Karenanya, kadang ada imam shalat yang membaca surah Al-Fatihah dimulai dengan basmalah, dan ada juga yang langsung memulai dengan hamdalah. 

Al-Kufi berpendapat bahwa basmalah adalah bagian dari Surah Al-Fatihah. Basmalah adalah ayat pertama dan ayat ketujuah dari Surah Al-Fatihah adalah "siratal lazina an’amta ‘alaihim gairil magdubi ‘alaihim walad dallin".

Sementara pendapat lain mengatakan, basmalah bukan termasuk bagian dari Surah Al-Fatihah. Basmalah yang termasuk ayat Alquran hanya terdapat pada QS. An-Naml  ayat ke 30. 

Sehingga, ayat pertama Surah Al-Fatihah ialah hamdalah (al-hamdu lillahi rabbil ‘alamin). Ayat keenamnya adalah siratal lazina an’amta ‘alaihim. Dan ayat ketujuh, gairil magdubi ‘alaihim walad dallin.

Bila dikaitkan dengan Ilmu Waqaf dan Ibtida’, bagi yang mengikuti pendapat Al-Kufi, maka berhenti pada siratal lazina an’amta ‘alaihim termasuk kategori waqaf yang tidak sempurna. 

Sebab, kalimat berikutnya merupakan penjelasan (na'at) dari allazina an’amta ‘alaihim. Karena itu, dalam Mushaf Al-Quran Indonesia, pada lafaz ‘alaihim yang pertama di ayat ketujuh, dibubuhkan tanda “lam alif” kecil di atas huruf terakhir pada akhir penggalan ayat. 

Itu berfungsi mengisyaratkan bahwa tidak boleh waqaf. Selain itu, ditambahkan pula tanda bulatan seperti huruf hijaiyah “ha” untuk menandakan bahwa pada lafaz ‘alaihim terdapat perbedaan penghitungan ayat.

Adapun bagi yang mengikuti pendapat siratal lazina an’amta ‘alaihim sebagai ayat tersendiri (ayat ke-6), maka berhenti pada ‘alaihim termasuk waqaf hasan, karena berhenti pada akhir ayat, meskipun masih terkait dengan ayat berikutnya.

Contoh lain dapat dilihat pada Ayat Kursi. Dalam hitungan Al-Kufi, Ayat Kursi terdapat pada Al-Baqarah ayat 255. 

Dalam hitungan al-Madani al-Awwal, Ayat Kursi adalah ayat 253 Surah Al-Baqarah. Sementara dalam hitungan Al-Madani Al-Akhir, itu terdapat pada ayat 253 dan 254 (menjadi dua ayat) Surat Al-Baqarah.

Referensi Hitungan Ayat

Terdapat puluhan kitab yang bisa dijadikan referensi untuk menghitung ayat Alquran. Ada kitab yang membahas secara khusus hitungan ayat Alquran, baik dalam bentuk nadham (bayt/sya’ir), atau bentuk deskripsi. 

Ada pula kitab yang menggabungkannya dengan pembahasan tema-tema Ulumul Quran lainnya.

Beberapa kitab yang secara khusus membahas hitungan ayat Alquran ialah: 

Mandhumah Nadhimah az-Zuhr fi ‘Addi Ayi as-Suwar, karya Asy-Syathibi (w. 590 H); Basyir al-Yusri Syarh Nadhimah az-Zuhr, Mandhumah al-Fara’id al-Hisan fi ‘Addi Ayi al-Qur’an, dan Nafa’is al-Bayan Syarh al-Fara’id al-Hisan fi ‘Addi Ayi al-Qur’an. 

Ketiganya karya ‘Abdul Fattah ‘Abdul Ghani al-Qadli. Selain itu, Kitabu ‘Adadi Ayi al-Qur’an, karya Abul Hasan ‘Ali Muhammad bin Isma’il bin Bisyr at-Tamimi al-Anthaki (w. 377 H), dalam uraian yang lebih detail.

Meski ilmu menghitung ayat Alquran ini sudah final pembahasannya, namun penting juga mempelajarinya, agar kita tidak merasa aneh ketika melihat perbedaan pada Mushaf cetakan yang beredar di dunia Islam saat ini.

6.666 Ayat

Angka 6.666 sebagai jumlah ayat Alquran cukup populer karena memang cukup mudah dihafal. Sekali dengar, hampir dipastikan langsung ingat dan tidak mudah dilupakan. 

Hitungan angka 6.666 dapat ditemukan dalam beberapa keterangan, antara lain dalam Nihayatuz-Zain fi Irsyadil-Mubtadi’in (DKI Lebanon, t.th. cet. ke-1/36) karya Syekh Nawawi al-Bantani (w. 1316 H/1897 M) dan At-Tafsir al-Munir fil-‘Aqidah wasy-Syari’ah wal-Manhaj, (Dar al-Fikr 2003, jilid 1/45) karya Wahbah az-Zuhaily dalam kitabnya 

Pastinya, hitungan 6.666 tersebut tidak dimaksudkan menunjuk pada urutan jumlah ayat Alquran. Sebab, jumlah ayat Alquran merujuk pada 7 pendapat di atas. Dalam keterangan Syekh Nawawi dan Syekh Wahbah diketahui bahwa jumlah 6.666 tersebut dimaksudkan untuk menunjuk kandungan ayat Alquran. 

Adapun rinciannya adalah sebagai berikut; al-amr (perintah) berjumlah 1000, an-nahy (larangan) berjumlah 1000, al-wa’d (janji) berjumlah 1000, al-wa’id (ancaman) berjumlah 1000, al-qasas wal-akhbar (kisah-kisah dan informasi) berjumlah 1000, al-ibr wal-amtsal (pelajaran dan perumpamaan) berjumlah 1000, al-haram wal halal (halal dan haram) berjumlah 500, ad-du’a (doa) berjumlah 100, dan an-nasikh wal-mansukh (nasikh mansukh) berjumlah 66.

Namun demikian, jumlah kandungan Alquran sebanyak 6.666 ini juga hanya datu dari sekian banyak pendapat yang ada. 

Ulama Alquran mempunyai hitungan yang berbeda-beda terkait klasifikasi kandungan ayat Alquran. Meski begitu, tidak ada pendapat yang mengklaim sebagai paling benar melebihi pendapat lainnya.

0 Response to "Ayat Al-Qur'an"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak