HUKUM ISLAM

HUKUM ISLAM
Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji hanya milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wassallam, keluarga, dan para sahabatnya, serta pengikutnya yang selalu setia dan Istiqomah

Pengertian Hukum Islam

Sebelum membahas mengenai pengertian hukum Islam, alangkah baiknya, terlebih dahulu memahami sedikit tentang pengertian hukum. 

Kata hukum secara etimologi berasal dari akar kata bahasa arab, yaitu hakama. Berdasarkan akar kata tersebut, melahirkan kata kebijaksanaan. 

Maksudnya, seseorang yang memahami hukum lalu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-harinya dianggap sebagai orang bijaksana.

Kata hukum yang berakar kata hakama mengandung makna mencegah atau menolak, yaitu mencegah ketidak adilan, mencegah kezaliman, mencegah penganiayaan dan menolak bentuk kemafsadatan lainnya .

Al-Fayumi menyebutkan hakama bermakna memutuskan, menetapkan, dan menyelesaikan masalah.

Hukum Islam merupakan istilah khas di Indonesia, sebagai terjemahan dari al-fiqh al-islamy atau dalam keadaan konteks tertentu dari as-syariah al-islamy. Istilah ini dalam wacana ahli hukum barat disebut Islamic Law.

Dalam Al qu‟an dan Sunnah, istilah al-hukm al-Islam tidak ditemukan. Namun yang digunakan adalah kata syariat Islam, yang kemudian dalam penjabarannya disebut istilah fiqh.

Penyebutan Hukum Islam sering dipakai sebagai terjemahan dari syariat Islam atau fiqh Islam. Apabila syariat Islam diterjemahkan sebagai hukum Islam, maka berarti syariat Islam dipahami dalam makna yang sempit. 

Karena kajian syariat Islam meliputi aspek i‟tiqadiah,khuluqhiyah, dan „amal syari‟ah. Sebaliknya bila hukum Islam menjadi terjemahan dari fiqih Islam termasuk dalam bidang kajian ijtihadi yang bersifat dzani.

Namun demikian, untuk mendapatkan pemahaman yang benar tentang hukum Islam maka yang harus dilakukan menurut H. Mohammad Daud Ali adalah sebagai berikut:

a. Mempelajari hukum Islam dalam kerangka dasar dimana hukum Islam menjadi bagian yang utuh dari ajaran dinul Islam.

b. Menempatkan hukum Islam dalam satu kesatuan.

c. Dalam aplikasinya saling memberi keterkaitan antara syariah dan fiqh yang walaupun dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan.

Jika berbicara tentang hukum secara sederhana segera terlintas dalam fikiran bahwa peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat.

Baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara yang tertentu dan ditegakkan oleh penguasa.

Disamping itu ada konsepsi hukum lain, diantaranya adalah konsepsi hukum Islam. Dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah, tidak hanya mengatur hubungan dengan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan-hubungan lainnya.

Hukum Islam juga dibangun berdasarkan pemahaman manusia atas Nash al-quran maupun as-sunnah untuk mengatur kehidupan manusia yang berlaku secara universal pada setiap zaman (waktu) dan makan (ruang) manusia.

Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi bagian agama Islam. Sebagai sistem hukum ia mempunyai beberapa istilah kunci yang perlu dijelaskan lebih dahulu diantaranya yaitu:

1. Hukum

Jika kita berbicara tentang hukum, secara sederhana segera terlintas dalam pikiran kita peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat. 

Baik peraturan itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasah. 

Bentuknya mungkin berupa hukum yang tidak tertulis seperti hukum adat, mungkin juga berupa hukum tertulis dalam peraturan perundang-undangan seperti hukum barat.

2. Hukum dan Ahkam

Perkataan hukum yang kita pergunakan sekarang dalam bahasa Indonesia berasal dari kata hukm (tanpa U antara huruf K dan M) 

Dalam bahasa Arab artinya norma atau kaidah yakni ukuran, tolak ukur, patokan, pedoman yang dipergunakan untuk menilai tingkah laku atau perbuatan manusia dan benda.

Dalam system hukum Islam ada lima hukm atau kaidah yang dipergunakan sebagai patokan pengukur perbuatan manusia baik di bidang ibadah maupun dilapangan muamalah. 

Kelima jenis kaidah tersebut disebut al-kalam al-khamsah atau penggolongan hukum yang lima yaitu :

1) Ja‟iz atau mubah atau ibahan
2) Sunnah
3) Makruh
4) Wajib
5) Haram .

3. Syari‟at

Selain dari perkataan hukm dan al-ahkam al-khamsah atau hukum taklifi diatas, perluh dipahami juga istilah syaria‟at. 

Yang dimaksud dengan syari‟at atau ditulis juga syari‟ah, secara harfiah adalah jalan sumber (mata) air yakni jalan lurus yang harus diikuti setiap muslim.

Syariat merupakan jalan hidup muslim, syatiat memuat ketetapanketetapan Allah dan ketentuan Rosulnya, baik berupa larangan maupun berupa suruhan, meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia.

4. Fiqih

Didalam bahasa Arab perkataan fiqih yang ditulis fiqih atau kadang-kadang fikih setelah dimasukan ke bahasa indonesia, artinya paham atau pengertian.

Kalau dihubungkan dengan perkataan ilmu tersebut diatas dalam hubungan ini juga dapat dirumuskan ilmu fiqih adalah ilmu yang bertugas menentukan dan menguraikan norma-norma hukum dasar yang terdapat dalam Al-quran dan ketentuan-ketentuanyang terdapat dalam sunnah Nabi yang direkam dalam kitab-kitab Hadis

Adapun paham lain mengenai hukum Islam terdapat didalam beberapa Mazhab yaitu diantaranya Hanafi, Syafi‟i, Maliki, dan Hanbali.

Adapun pengertian Mazhab adalah secara bahasa Mazhab merupakan kata bentukan dari kata dasar Dzahaba yang artinya pergi. 

Mazhab adalah bentuk Isim makan dan juga menjadi Isim zaman dari kata tersebut, sehingga bermakna: Artinya : “Jalan atau tempat untuk pergi atau waktu untuk pergi.” 

Adapun menurut istilah yang digunakan dalam ilmu fiqh, Mazhab adalah: Artinya :“Pendapat yang diambil oleh seorang imam dari parah imam dalam masalah yang terkait dengan hukum-hukum ijtihadiyah.

Sumber Dan Dalil Hukum Islam

Sumber adalah asal sesuatu. Sumber hukum Islam adalah asal (tempat pengambilan) hukum Islam. Dalam keputusan hukum Islam di indonesia, sumber hukum Islam kadang-kadang disebut dalil hukum islam atau asas hukum Islam atau dasar hukum Islam. Allah telah menentukan sendiri sumber hukum Islam. 

Adapun sumber hukum Islam adalah

1. Al-Qur‟an

Al-Qur‟an adalah kalam Allah Subhanahu wata'ala. Yang diturunkan dengan perantara malaikat jibril kepada Nabi Muhammad Shalallahu 'alihi wassallam. 

Dengan lafad bahasa arab, dengan makna yang benar agar menjadi hujjah dalam pengakuannya sebagai rasulullah, dan sebagai undang-undang yang dijadikan pedoman bagi umat manusia, juga sebagai amal ibadah apabila dibacanya.

Kata Al-qur‟an adalah masdar dari kata qaraa,atau apa yang tertulis padanya seperti yang terdapat dalam ayat 17-18 Al-Qiyamah :

Ψ₯ِΩ†َّ ΨΉَΩ„َيْΩ†َΨ§ Ψ¬َΩ…ْΨΉَΩ‡ُ وَΩ‚ُΨ±ْΨ’Ω†َ Ω‘Ω§ ُفَΨ₯ِΨ°َΨ§ Ω‚َΨ±َΨ£ْΩ†َٰΩ‡ُ فَΩ±ΨͺَّΨ¨ِΨΉْ Ω‚ُΨ±ْΨ‘َΨ§Ω†َΩ‡ُ Ω‘Ω¨

Artinya: Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.

Sedangkan menurut istilah Al-qur‟an adalah firman Allah sebagai mujizad yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wassallam. Melalui perantara malaikat jibril dimulai dari surat Al-fatihahdan di tutup an-nas dan menjadi ibadah bagi yang membacanya.

Allah menurunkan Al-Qur‟an sebagai dasar hukum,dan disampaikan kepada umat manusia untuk di amalkan segala perintah dan ditinggalkan segala larangannya.

Kedudukannya sebagai sumber utama atau pokok berarti bahwa ia menjadi sumber dari segala sumber hukum.halini berarti bahwa penggunaan sumber lain harus sesuai dengan petunjuk Al-qur‟an dan tidak berbuat hal-hal lain yang bertentangan dengan Al-qur‟an.

2. As-sunnah atau Al-Hadis

Kata as-sunnah sering diidentikan dengan kata al-hadis. Kata alhadis ini sering digunakan oleh para ahli hadis dengan maksud yang sama dengan kata “sunnah” menurut pengertian yang digunakan oleh kalangan ulama ushul. 

Dikalangan ulama ada yang membedakan assunnah dengan al-hadis karena dari segi etimologi kedua kata itu memang berbeda. 

Kata hadis lebih banyak mengarah pada ucapan Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wassalla., sedangkan kata as-sunnah mengarah pada perbuatan dan tindakan Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wassallam.

Secara umum sunnah merupakan satu keharusan dalam memahami al-qur‟an. Tidak mungkin dapat memahami dan menerapkan al-qur‟an tanpa sunnah, meskipun dalam beberapa hal al-qur‟an tidak memerlukan penjelasan sunnah.

3. Ijma‟

Pengertian ijma‟ secara etimologi mengandung dua pengertian, yaitu: pertama, ijma‟ dalam arti ketetapan hati untuk melakukan sesuatu atau keputusan berbuat sesuatu seperti yang tersebut dalam Q.S-Yunus 10: 71 karena itu bulatkanlah keputusanmu dan kumpulkanlah sekutu-sekutumu.....; kedua, ijma‟ dalam arti “sepakat‟‟ini dapat dilihat dalam surat Q.Yusuf 12: 15 maka takkala mereka membawanya dan sepakat memasukkan kedasar sumur.

Ijma‟ adalah kesepakatan (konsensus) para fukaha yang ahli ijtihad tentang suatu hukum pada suatu masa setelah rasulullah Shalallahu 'alaihi wassallam wafat, baik fukaha sahabat maupun fuqaha sesudahnya. 

Ijma‟ merupakan hujjah (argumentasi) yang kuat dalam menetapkan hukum fiqh, dan sumber hukum Islam yang menempati posisi setelah sunnah. 

Posisi ini didukung oleh sejumlah ayat dan hadis yang mengakui konsensus para ahli ilmu (ulama) dan ahli pikir (cendekiawan).

Ijma‟ terbagi menjadi dua yaitu qauli dan sukuti , ijma‟ qauli yaitu adanya kesepakatan yang jelas dari para ulama. 

Sedangkan ijma‟ sukuti adalah adanya fatwa dari salah seorang ulama dan ulama lain pada masanya mengetahu fatwa tersebut.

4. Qiyas

Secara etimologi, adalah mengukur dan menyamakan. akan tetapi, timbul pertanyaan apakah kedua makna itu sekaligus merupakan makna hakiki dari term al-qiyas? ataukah salah satunya saja yang merupakan makna hakiki dan yang lainnya sebagai makna majazi?

Dalam persoalan ini, para ulama berbeda pendapat. 

Pendapat pertama mengatakan bahwa term al-qiyas secara etimologis merupakan kata yang bermakna ganda (musytarak) yakni, makna “pengukuran” dan makna “persamaan” sekaligus. 

Pendapat kedua mengatakan bahwa term al-qiyas secara etimologis bermakna hakiki “pengukuran” dan bermakna majazi “persamaan” 

Sedangkan pendapat ketiga menandaskan bahwa term al-qiyas secara etimologi mengandung makna kedua-duanya sekaligus: “pengukuran” dan “persamaan” Sehingga ia merupakan term yang mengandung isytirak ma”nawy.

Sedangkan menurut terminologis yang biasa digunakan oleh para Ulama Ushul Fiqh yaitu menghubungkan sesuatu yang belum ditetapkan ketentuan hukumnya oleh nash karena keduanya memiliki kesamaan illat hukum.

Berdasarkan defenisi tersebut, qiyas itu dapat dikatakan benar jika memenuhi empat macam rukun, yaitu: 

Pertama, Ashal, yaitu suatu kejadian yang telah dinyatakan ketentuan hukumnya oleh nash: 

Kedua, furu‟, yaitu kejadian baru yang belum diketahui ketentuan hukumnya dan belum diterangkan oleh nash: 

Ketiga, „illat yaitu sifat-sifat yang menjadi dasar dari ketentuan hukum ashal, 

Keempat, hukum ashal yaitu ketentuan hukum syara‟ yang telah dinyatakan oleh nash pada ashal dan hendak diletakkan pada furu‟.

Menurut defenisi yang dikemukakan oleh „Abdul Wahab Khallaf, bahwa qiyas adalah menyamakan suatu kasus yang tidak terdapat hukum nya dalam nash dengan kasus yang tidak terdapat hukumnya, karena adanya persamaan illat dalam kedua kasus itu.

Dari definisi qiyas tersebut dapat diketahui hakikat qiyas yaitu:

1. Ada dua kasus yang mempunyai Illat yang sama.

2. Satu diantara dua kasus yang bersamaan Illatnya itu sudah ada hukumnya yang ditetapkan berdasarkan nash, sedangkan yang satu lagi belum diketahui hukumnya.

3. Berdasarkan Illatnya yang sama, seorang mujtahid menetapkan hukum pada kasus yang hukumnya telah ditetapkan berdasarkan nash.

5. Maslahah Mursalah

Kata “maslahah” ia merupakan bentuk masdar dari kata kerja salaha dan saluha, yang secara etimologi berarti manfaat, faedah, bagus, baik, patut, layak, sesuai.

Dari sudut pandang ilmu saraf (morfologi), kata “maslahah” satu wazn (pola) dan makna dengan kata manfa‟ah. Kedua kata ini (maslahah dan manfa‟ah) telah di-Indonesiakan menjadi “maslahat” dan “manfaat”.

Sedangkan kata „‟kemaslahatan” berarti kegunaan, kebaikan, manfaat, kepentingan. Sementara kata “manfaat”, dalam kamus tersebut diartikan dengan: guna faedah.

Kata manfaat juga diartikan sebagai kebalikan/lawan kata “mundarat” yang berarti rugi atau buruk.

Secara terminologis al-maslahah adalah kemanfaatan yang dikehendaki oleh Allah untuk hamba-hambanya, baik berupa pemeliharaan agama mereka, pemeliharaan jiwa/diri mereka, pemeliharaan kehormatan diri serta keturunan mereka, pemeliharaan akal budi mereka, maupun berupa pemeliharaan harta kekayaan mereka.

Dari defenisi lain mengatakan bahwa maslahat mursalah adalah memperhatikan kepentingan masyarakat dan atau memelihara tujuan hukum Islam, mengambil kebaikan dan menolak kerusakan dalam kehidupan masyarakat. 

Oleh karena itu, maslahat mursalah adalah penetapan ketentuan hukum berdasarkan kemslahatan (kebaikan, kepentingan) yang tidak ada ketentuannya dari syara‟ baik ketentuan umum maupun ketentuan khusus. 

Dengan demikian, maslahat mursalah tidak akan dapat diartikan mengubah ketentuan hukum Al-qur‟an atau sunnah Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wassallam 

Sebab, maslahat mursalah hanya tertuju kepada hal-hal yang tidak mempunyai ketentuan hukum, baik didalam Al-qur‟an maupun sunnah Nabi Muhammad Shalallahu 'aaihi wassallam. 

Dari segi pengakuan al-syari‟, al- maslahah dikategorikan oleh ulama ushul fiqh menjadi tiga macam yaitu al-maslahah almu‟tabarah,al-maslahah al-mulgah, dan al-maslahah al-mursalah.

Pertama, al-maslahah almu‟tabarah, yakni al-maslahah yang diakui secara eksplisit oleh syara‟ dan ditunjukan oleh dalil nas yang spesipik. 

Disepakati oleh ulama bahwa jenis al-maslahah ini merupakan hjjah syari‟yyah yang palid dan otentik. Manifestasi organuik dari jenis al-maslahahini adalah aplikasi qiyas.

Kedua, al-maslahah al-mulgah, yakni al-maslahah yang tidak diakui oleh syara‟ bahkan ditolak dan dianggap batil oleh syara‟.

Sebagai contoh, opini hukum yang menyatakan porsi hak kewarisan perempuan, dengan mengacu kepada dasar pemikiran. Dasar pemikiran demikian memang bermuatan al-maslahah, tetapi dinamakan al-maslahah al-bulgah.

Ketiga, al-maslahah al-mursalah, yakni al-maslahah yang tidak diakui secara eksplisit oleh syara‟ dan tidak pula ditolak dan dianggap batil oleh syara‟, tetapi masih sejalan secara substansif dengan kaidahkaidah hukum yang universal.

6. Sadd al-dzariah

Diartiakan sebagai upaya mujtahid untuk menetapkan larangan terhadap satu kasus hukum yang pada dasarnya mubah. Larangan itu dimaksudkan untuk menghindari perbuatan atau tindakan lain yang dilarang.

Para ahli ushul fiqh membagi al-dzariah menjadi empat kategori. Pembagian ini mempunyai signifikansi manakala dihubungkan dengan kemungkinan membawa dampak negatif (mafsadah) dan membantu tindakan yang telah diharamkan. 

Adapun pembagian itu sebagai berikut.

1. Dzariah yang secara pasti dan menyakinkan akan membawa kepada mufsadah, misalnya,menggali sumur ditengah jalan umum yang situasinya gelap.terhadap dzariah semacam ini, para ahli ushul fiqh telah bersepakat menetapkan keharaman nya.

2. Dzariah yang berdasarkan dugaan kuat akan membawa kepada mafsadah.

3. Dzariah yang jarang/kecil kemungkinan membawa kepada nafsadah.

4. Dzariah yang berdasarkan asumsi biasa (bukan dengan kuat) akan membawa kepada nafsadah.

Terlepas dari kategori mana dzariah yang harus dilarang/diharamkan, yang jelas dapat dipahamai ialah, dalil sadd al-dzariah brhubungan dengan memelihara kemaslahatan dan sekaligus menghindari mafsadah. 

Ruang lingkup hukum Islam berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan, mencakup peraturan-peraturan diantaranaya sebagai berikut:

1. Ibadah, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan langsung dengan Allah Subhanahu wata'ala.

2. Muamalah yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lainnya dalam hal tukar menukar harta harta (termasuk jual beli), diantarannya, dagang, pinjam-meminjam, sewa-menyewa, kerja sama dagang, dan lain-lain.

3. Jinayah, yaitu peraturan yang menyangkut pidana Islam, diantaranya qishash, diyat, kifarat, pembunuhan, zina, dan lain-lain.

4. Siyasah, yaitu yang menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan, diantaranya persaudaraan, musyawarah, keadilan, tolong menolong, tanggung jawab sosial dan lain-lain.

5. Akhlak, yaitu yang mengatur hidup pribadi, diantaranya syukur, sabar, rendah hati, tawakal, berbuat baik, dan lain-lain.

Para ulama membagi ruang lingkup Hukum Islam menjadi 2 yaitu:

1. Ahkam Al-Ibadat

Ahkam Al-Ibadat, yaitu ketentuan-ketentuan atau hukum yang mengatur hubungan manusia dan tuhannya. Ahkam Al-Ibadat ini dibedakan kepada Ibadat Madlah dan Ibadat Ghair Mahdlah.

2. Ibadat Mahdlah adalah jenis ibadat yang cara, waktu atau tempatnya sudah ditentukan, seperti shalat, zakat, haji, nadzar, sumpah.

Sedangkan Ibadat ghair mahdlah adalah semua bentuk pengabdian kepada Allah Subhanahu wata'ala, dan setiap perkataan yang memberikan manfaat kepada manusia.

3. Ahkam Al-Muamalat

Hkam Al-Muamalat, yaitu ketentuan atau hukum yang mengatur hubungan antar manusia (mahkluk). Yang terdiri dari:

1. Ahkam Al-ahwaal- Al-syahsiayat (Hukum orang dan keluarga), seperti hukum perkawinan.

2. Ahkam Al-Madaniyat ( Hukum benda)

3. Al- ahkam Al-jinayat (Hukum pidana Islam)

4. Al-ahkam Al-Qadla wa Al-Murafa‟at( hukum acara)

5. Ahkam Al-Dusturiyah ( Hukum Tata Negara dan perundangundangan, Seperti politik.

6. Ahkam Al-Dauliyah (Hukum Internasional), yaitu hubungan yang mengatur hubungan antar negara.

7. Ahkam Al-Iqtishadiyah (Hukum perekonomian)

Ruang lingkup hukum Islam dapat di klasifikasikan kedalam dua kelompok besar yaitu, Hukum yang berkaitan dengan persoalan ibadah dan Hukum yang berkaitan dengan persoalan kemasyarakatan.

Demikian kiranya pembahasan mengenai Hukum Islam. Semoga dapat menambah pengetahuan kita. Terimakasih atas kunjungannya.

0 Response to " HUKUM ISLAM"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak