Gaya Hidup

Gaya Hidup
Konsep Gaya Hidup

Gaya merupakan suatu bentuk dengan kualitas dan ekspresi bermakna yang menampakkan kepribadian atau pandangan umum suatu kelompok. 

Gaya juga merupakan wahana ekspresi dalam kelompok yang mencampurkan nilai-nilai tertentu dari agama, sosial, dan kehidupan moral melalui bentuk-bentuk yang mencerminkan perasaan.

Pengertian Gaya Hidup

Gaya hidup adalah pola-pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang lainnya. Pola-pola kehidupan sosial yang khusus seringkali disederhanakan dengan istilah budaya. 

Sementara itu, gaya hidup tergantung pada bentuk-bentuk kultural, tata krama, cara menggunakan barang-barang, tempat dan waktu tertentu yang merupakan karakteristik suatu kelompok. 

Gaya hidup menurut (Kotler, 2002) adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam bentuk aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarakan keseluruhan diri seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. 

Gaya hidup juga menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana membelanjakan uangnya, dan bagaimana mengalokasikan waktu dalam kehidupannya, juga dapat dilihat dari aktivitas sehari-harinya dan minat apa yang menjadi kebutuhan dalam hidupnya. 

Gaya hidup menggambarkan seluruh pola seseorang dalam beraksi dan berinteraksi di dunia. Menurut Assael (1984), gaya hidup adalah: “A mode of living that is identified by how people spend their time (activities), what they consider important in their environment (interest), and what they think of themselves and the world around them (opinions)”

Dalam pergaulan sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat dan melahirkan konstruk sosial yang dimulai secara personal, dari individu ke individu lainnya, dan kemudian menjamur pada kelompok, disebut dengan gaya hidup. 

Seorang Profesor Sosiologi di Universitas Durham yaitu David Chaney mengkaji persoalan gaya hidup secara lebih komprehensif dan didasarkan dari berbagai perspektif. 

Menurutnya Gaya Hidup haruslah dilihat sebagai suatu usaha individu dalam membentuk identitas diri dalam interaksi sosial.

Dalam bukunya "Life Style" Chaney,1996 (dalam Idi subandy 2004) mengatakan bahwa gaya hidup selanjutnya merupakan cara-cara terpola dalam menginvestasikan aspek-aspek tertentu kehidupan sehari-hari dengan nilai sosial atau simbolik; tapi ini juga berarti bahwa gaya hidup adalah cara bermain dengan indentitas.

Atau dengan kata lain gaya hidup adalah hidup adalah suatu cara terpola dalam pergaulan, pemahaman, atau penghargaan artefak-artefak budaya material untuk mengasosiasikan permainan kriteria status dalam kontek yang tidak diketahui namanya.

Gaya hidup yang berkembang saat ini lebih beragam, mengambang, dan tidak hanya dimiliki oleh satu mayarakat khusus (kelas atas atau orang kaya). 

Gaya hidup tidak saja terbatas pada hidangan makanan dan alat-talat, cara makan serta dalam transportasi.

Konsumsi dan Gaya Hidup

Konsumsi tidak hanya dipandang bukan sekedar pemenuhan kebutuhan yang bersifat fisik dan biologis manusia, tetapi berkaitan dengan aspekaspek sosial budaya. 

Konsumsi berhubungan dengan masalah selera, identitas, atau gaya hidup. Menurut para ekonom, selera sebagai suatu yang stabil, difokuskan pada nilai guna dibentuk secara individu, dan dipandang sebagai suatu yang eksogen.

Sedangkan menurut sosiolog, selera sebagai suatu yang dapat berubah, difokuskan pada suatu kualitas simbolik suatau barang, dan tergantung persepsi selera orang lain.

Konsumsi dapat dipandang sebagai bentuk identitas. Barang-barang simbolik juga dapat menunjukkan kelompok pergaulannya. 

Simmel (dalam George Ritzer & Barry Smart,2012) mengatakan bahwa ego akan runtuh dalam kehilangan dimensinya jika ia tidak dikelilingi oleh objek eksternal yang menjadi ekspresi dari kecenderungannya, kekuatannya dan cara individualnya karena mereka mematuhinya, atau dengan kata lain miliknya. 

Sebagai contoh, seorang pejabat yang meletakkan ensiklopedi dalam rak ruang tamu atau kantornya yang menandakan bahwa ia mampu membeli barang yang harganya relative mahal tersebut. Walau sebenarnya tidak pernah ia baca, sehingga dapat dikatakan hanya sebagai pajangan semata.

Hubungan Konsumsi dan Gaya Hidup

Weber (dalam George Ritzer & Barry Smart,2012) mengatakan bahwa konsumsi terhadap suatu barang merupakan gambaran gaya hidup tertentu dari kelompok status tertentu. Konsumsi terhadap barang merupakan landasan bagi penjenjangan dari kelompok status. 

Sehingga situasi kelas ditentukan oleh ekonomi sedang situasi status ditentukan oleh penghargaan sosial. 

Misalnya, pada masyarakat pedesaan, status guru dan pedagang lebih tinggi guru walaupun pendapatannya lebih besar pedagang. Hal ini dikarenakan guru mempunyai peluang yang besar untuk mencari peluang tambahan. 

Sebagai contoh bekerja sampingan sebagai pedagang. Guru akan lebih berhasil dari pada pedagang tulen karena masyarakat menganggap guru adalah orang yang berpendidikan dan tidak mungkin berbuat curang. 

Sehingga orang akan cenderung berbelanja pada guru. Atau pada masyarakat perkotaan, para pengusaha berhak mendapat gelar bangsawan karena dia mampu memberi suatu sumbangan pada keraton. Walau ada pihak yang lebih berhak mendapat gelar tersebut.

Hans Peter Mueller (dalam Idi Subandy Ibrahim. 2004). mengatakan ada 4 pendekatan dalam memahami gaya hidup: 

1. Pendekatan psikolog perkembangan: tindakan seseorang tidak hanya disebabkan oleh teknik, ekonomi dan politik, tetapi juga dikarenakan perubahan nilai.

2. Pendekatan kuantitatif sosial struktur: mengukur gaya hidup berdasarkan konsumsi yang dilakukan seseorang. Pendekatan ini menggunakan sederet daftar konsumsi yang mempunyai skala nilai.

3. Pendekatan kualitatif dunia kehidupan: memandang gaya hidup sebagai lingkungan pergaulan.

4. Pendekatan kelas: mempunyai pandangan bahwa gaya hidup merupakan rasa budaya yang direprodiksi bagi kepentingan struktur kelas.

Menurut John Walker, (dalam Idi Subandy Ibrahim. 2004). misalnya membedakan dua kelompok konsumen yang umumnya dikenal dalam masyarakat kapitalis barat, yaitu: 

  • User, yang membeli dan memakai suatu produk dengan melihat fungsi guna sebagai yang terpenting, dimana konsumen hanya mengkonsumsi untuk aspek kegunaannya saja, dan, 
  • Consumer yang membeli dan memakai suatu produk dengan sangat memperhatikan maknanya, konsumen disini mau membeli apapun demi mode dan selalu mengikuti trend yang terus berubahtubah.

Teori Gaya Hidup Masyarakat Kota

Ferdinand Tonnies (dalam Soerjono Soekanto, 1982), mengkaji bentuk-bentuk dan pola-pola ikatan sosial dan organisasi sehingga menghasilkan klasifikasi sosial.

Menurut Tonnies (dalam Soekanto, 1982) masyarakat itu bersifat gemeinschaft (komunitas atau paguyuban) dan gesselschaft (asosiasi atau patembayan).

Pada masyarakat gesselschaft, hubungan kekeluargaan telah memudar, hubungan sosial cenderung impersonal dengan pembagian kerja yang rumit. Bentuk seperti ini terdapat pada masyarakat industri atau masyarakat perkotaan. 

Dasar Tonnies adalah hilangnya komunitas dan bangkitnya impersonalitas. Ini menjadi penting dalam kajian tentang masyarakat perkotaan.

Emile Durkheim (dalam Wardi Bachtiar, 2006) mempunyai pandangan mengenai Solidaritas Organik banyak ditemukan di kalangan masyarakat perkotaan sebagai masyarakat modern yang ditandai oleh heterogenitas dan individualitas yang semakin tinggi, bahwa individu berbeda satu sama lain. 

Masing-masing pribadi mempunyai ruang gerak tersendiri untuk dirinya, dimana solidaritas organik mengakui adanya kepribadian masing-masing orang. Karena sudah bersifat individualistis, maka kesadaran kolektif semakin kurang. 

Integrasi sosial akan terancam jika kepentingan-kepentingan individu atau kelompok merugikan masyarakat secara keseluruhan dan kemungkinan konflik dapat terjadi.

The Theory Of The Leisure menurut Veblen (dalam George Ritzer & Barry Smart,2012) tentang teori konsumsi yang memerhatikan kebutuhan orang untuk membuat perbedaantperbedaan sosial tidak menyenangkan dengan memamerkan objektobjek konsumen. 

Kelas atas menggunakan konsumsi berlebihan untuk membedakan diri dari kelastkelas di bawahnya dalam hierarki sosial, sementara kelastkelas bawah berupaya meniru tingkatan di atas mereka.

Weber (dalam George Ritzer & Barry Smart, 2012) mengenai konsumsi yang memasukkan kelompoktkelompok status berdasarkan gaya hidup sebagai salah satu bentuk stratifikasi, khususnya lingkungan di tempat kontemporer untuk melakukan kegiatan konsumsi. 

Hal ini terlihat dari maraknya pembangunan dalam sektor infrastruktur kota dengan membangun banyak pusat pembelanjaan (mall-mall, swalayan, dll), pertokoan, restoran maupun rumah makan. Yang menjadikan masyarakat manado menjadi masyarakat yang konsumtif, serta dengan kehidupan yang glamour dan royal.

Demikian pengertian Gaya Hidup semoga bermanfaat untuk kita, dan dapat menambah pengetahuan kita. Terima kasih Atas Kunjunganya.

0 Response to "Gaya Hidup"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak