REZEKI DAN AJAL

REZEKI DAN AJAL 

Satu hal yang bisa membuat jiwa tenang dan tentram, adalah keyakinan bahwa rezki itu dalam banyak hal telah ditentukan  Allah sebagaimana ajal, atau saat kematian. 

Artinya, tak satu pun manusia yang mengetahui kapan ajal (dan) rezki itu mendatanginya.  Terbukti, betapa banyaknya manusia yang mendapatkan rezki dari arah yang tak pernah disangka-sangkanya dan tak pernah  terlintas sedikit pun dalam benaknya. 

Bahkan, kadangkala rezki itu mendatangi seseorang tanpa harus kerja keras: ini merupakan karunia dari Allah yang diberikan kepada siapa saja dari hamba-
Nya yang Dia kehendaki. 

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya rezki itu mengharuskan seorang hamba sebagaimana yang diharuskan ajal kepadanya.” 

Karena itu, Maha Benar Allah ketika berfirman, “Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.” (QS. Luqman: 34)

Tentang hal di atas, sebuah syair mengatakan, “Berapa banyak orang terkuat dan engkau lihat luas wawasannya, ternyata kekurangan rezki?

Namun betapa banyak pula orang yang terlihat bodoh, Justru tenggelam dalam lautan kekayaan yang tiada tara?

Dalam syair lain dikatakan, “Puji bagi Allah, karena rezki itu datang bukan karena permintaan, dan pemberian itu tidak berdasarkan kepandaian atau kesopanan.

Jika Allah telah menakdirkan sesuatu yang engkau minta, Suatu saat engkau akan menemukan kemudahan untuk meraihnya.

Namun jika Allah tidak menghendaki apa yang engkau minta, Niscaya engkau tak akan pernah mendapatkannya, meskipun dengan bekerja keras.

Senada dengan maksud syair tersebut, sebuah syair mengatakan “Berapa banyak orang cerdik pandai, yang buntu semua jalannya, sedang orang bodoh justru engkau lihat bergelimang harta”

Agar Anda yakin dengan maksud dan makna dari beberapa syair di atas, berikut ini akan kami bentangkan sebuah kisah nyata yang bisa Anda renungkan. 

Diriwayatkan tentang Abu Muhammad al-Mihlabiy sebagaimana berikut:

Syahdan, ia benar-benar orang yang sangat miskin dan penuh kekurangan. Suatu hari, ia berjalan dengan seorang temannya ke sebuah tempat. 

Di tengah perjalanan, ia menginginkan sepotong daging, namun ia tak mampu membelinya. Maka ia mengeluhkan keadaannya itu dalam syair berikut:

“Andai saja kematian itu dijual, aku akan membelinya, sebab, hidup ini tak memberi kebaikan sedikit pun padaku. 

Sungguh, kematian itu makanan yang lezat bagiku, dan bila ia datang padaku, niscaya ia akan menyelamatkanku dari hidup yang sengsara ini Ketika aku melihat kuburan dari jauh, Sungguh aku ingin berada di dalamnya Namun sayang, tak ada satu manusia pun Yang menyedekahkan kematian pada sesamanya.”

Mendengar keluhan tersebut, sahabatnya menjadi trenyuh dan iba. Maka, ia segera menjual salah satu bajunya untuk membeli sepotong daging bakar dan memberikannya kepada Muhammad al-Mihlabiy. 

Dengan sangat senang, Muhammad Mihlabiy memakan pemberian itu dan mengucapkan terima kasih banyak kepadanya. Beberapa waktu kemudian, keadaan Mihlabiy pun berubah. Kala itu, ia sudah menjadi seorang menteri di negara Bagdad.

Sementara itu, sahabatnya yang pernah menjual pakaiannya untuk membelikannya sepotong daging tadi, justru berada dalam kemiskinan yang amat sangat. 

Karena itu, setelah mendengar keberhasilan Mihlabi, ia pun pergi untuk mencari dan menemuinya di istana. Sesampainya di istana, ia menulis sebuah surat dan menitipkan kepada seorang pengawal agar diberikan kepada sahabatnya, Mihlabi. 

Dalam surat itu, ia menulis sebagaimana berikut:

“Katakan pada sang menteri, terdetak jiwaku untuk menuliskan satu surat yang mengingatkannya pada apa yang telah ia lupakan. 

Yakni, ingatkah ia ketika mengadukan kesempitan dan kesusahan hidupnya, Yaitu ketika berkata, “jika kematian itu dijual, maka aku akan membelinya.”

Setelah membaca surat itu, Mahlabi sontak teringat dengannya dan memberinya 700 ribu dirham.”

Perlu digaris merah, bahwa rezki itu benar-benar telah ditentukan Allah Subhanahu wata'ala Karenanya, kita tidak seharusnya mencemaskan masa depan kita yang masih belum terjadi. 

Pasalnya, berapa banyak manusia yang mendapatkan rezki tanpa mencarinya, atau tanpa pernah mengharapkannya, yakni karena karunia Allah sangat luas.

Betapa pun, rezki masing-masing manusia adalah sebagaimana yang telah ditentukan untuknya. Dan lebih penting lagi, terlalu memikirkan persoalan rezki, harta dan kekayaan adalah hanya akan membuat gelisah, cemas, putus asa, patah semangat dan bodoh.

Artinya, menakuti kesusahan dan kesempitan yang belum terjadi itu, tak lain merupakan sebuah kebodohan besar. Dan umumnya, hal itu lebih banyak diakibatkan oleh dugaan-dugaan negatif yang acap kali menimbulkan kepesimisan. Bahkan, meskipun apa yang ia khawatirkan itu terjadi, tindakan merusak masa depan dengan mencemaskannya adalah sebuah kesalahan besar.

Tentang hal itu, Prof Ibnu Sa'di mengatakan, “Satu sarana yang menyebabkan kebahagiaan dan sirnanya kegelisahan serta kecemasan, adalah upaya menghilangkan faktor-faktor yang menyebabkan kegelisahan itu dan mencari hal-hal yang bisa menimbulkan kebahagiaan. Dan itu, akan terwujud dengan adanya perlawanan hati terhadap rasa cemas terhadap masa depan tersebut.

0 Response to "REZEKI DAN AJAL "

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak