Rukun Puasa

Bismillâhirrahmânirrahîm. Puji dan syukur kepada Allah subhânahu wata’âla, Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Menganugerahkan pengetahuan kepada makhlukNya, 

Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam yang tidak akan pernah habis teladan terpancar dari diri Beliau sampai akhir masa.

RUKUN BERPUASA

1. Berniat sebelum munculnya fajar shadiq.

Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّات

“Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya.” 

(Muttafaqun ‘alaih dari hadits ‘Umar bin al-Khaththab radhiallahu ‘anhu)

Juga hadits Hafshah radhiallahu ‘anha, bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَنْ لَمْ يَجْمَعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ

“Barang siapa yang tidak berniat berpuasa sebelum fajar maka tidak ada puasa baginya.” (HR. Ahmad dan Ashabus Sunan)

Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah menyatakan bahwa hadits ini mudhtharib (goncang) walaupun sebagian ulama menghasankannya. 

Namun mereka mengatakan bahwa ini adalah pendapat Ibnu ‘Umar, Hafshah, dan ‘Aisyah, serta tidak ada yang menyelisihinya dari kalangan para sahabat radhiallahu ‘anhum.

Persyaratan berniat puasa sebelum fajar dikhususkan pada puasa yang hukumnya wajib, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah datang kepada ‘Aisyah radhiallahu ‘anha pada selain bulan Ramadhan lalu bertanya, “Apakah kalian mempunyai makan siang? Jika tidak maka saya berpuasa.” (HR. Muslim)

Masalah ini dikuatkan pula dengan perbuatan Abu ad-Darda’, Abu Thalhah, Abu Hurairah, Ibnu ‘Abbas, dan Hudzaifah ibnul Yaman radhiallahu ‘anhum. Ini adalah pendapat jumhur.

Para ulama juga berpendapat bahwa persyaratan niat tersebut dilakukan pada setiap hari puasa, karena malam Ramadhan memutuskan amalan puasa sehingga untuk mengamalkan kembali membutuhkan niat yang baru. 

Wallahu a’lam.

Berniat ini boleh dilakukan kapan saja baik di awal malam, pertengahannya, maupun akhir. Ini pula yang dikuatkan oleh jumhur ulama.

2. Menahan diri dari setiap perkara yang membatalkan puasa dimulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari.

Telah diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dan al-Imam Muslim rahimahumallah hadits dari ‘Umar bin al-Khaththab radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ مِنْ هَهُنَا وَأَدْبَرَ النَّهَارُ مِنْ هَهُنَا وَغَرَبَتِ الشَّمْسُ فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ

“Jika muncul malam dari arah sini (timur) dan hilangnya siang dari arah sini (barat) serta matahari telah terbenam, maka telah berbukalah orang yang berpuasa.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Puasa dimulai dengan munculnya fajar. Namun kita harus hati-hati karena terdapat dua jenis fajar: 

  1. fajar kadzib dan 
  2. fajar shadiq. 

Fajar kadzib ditandai dengan cahaya putih yang menjulang ke atas seperti ekor serigala. 

Bila fajar ini muncul, masih diperbolehkan makan dan minum namun diharamkan shalat Subuh karena belum masuk waktu.

Fajar yang kedua adalah fajar shadiq yang ditandai dengan cahaya merah yang menyebar di atas lembah dan bukit, menyebar hingga ke lorong-lorong rumah. 

Fajar inilah yang menjadi tanda dimulainya seseorang menahan makan, minum, dan yang semisalnya, serta diperbolehkan shalat Subuh.

Hal ini berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْفَجْرُ فَجْرَانِ، فَأَمَّا الْأَوَّلُ فَإِنَّهُ لاَ يُحْرِمُ الطَّعَامَ وَلاَ يُحِلُّ الصَّلَاةَ، وَأَمَّا الثَّانِي فَإِنَّهُ يُحْرِمُ الطَّعَامَ وَيُحِلُّ الصَّلَاةَ

“Fajar itu ada dua, yang pertama tidak diharamkan makan dan tidak dihalalkan shalat (Subuh). Adapun yang kedua (fajar) adalah yang diharamkan makan (pada waktu tersebut) dan dihalalkan shalat.” (HR. Ibnu Khuzaimah, 1/304, al-Hakim, 1/304, dan al-Baihaqi, 1/377)

Namun para ulama menghukumi riwayat ini mauquf (hanya perkataan Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu dan bukan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam). 

Di antara mereka adalah al-Baihaqi, ad-Daruquthni dalam Sunan-nya (2/165), Abu Dawud dalam Marasil-nya (1/123), dan al-Khathib al-Baghdadi dalam Tarikh-nya (3/58).

Juga diriwayatkan dari Tsauban radhiallahu ‘anhu dengan sanad yang mursal. Sementara diriwayatkan juga dari hadits Jabir radhiallahu ‘anhu dengan sanad yang lemah. 

Wallahu a’lam.

Semoga bermanfaat. Sallam Bahagia Sukses Dunia Akhirat Aamiin.

0 Response to "Rukun Puasa"

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar Dengan Bijak